ISSN: 2597-8012 JURNAL MEDIKA UDAYANA, VOL. 10 NO.9,SEPTEMBER, 2021


Diterima: 2020-06-17Revisi: 2020-12-17 Accepted: 23-09-2021

HUBUNGAN PERSEPSI TUBUH DENGAN KEJADIAN EATING DISORDER REMAJA PUTRI DI DENPASAR

Made Sindy Astri Pratiwi11*, Made Violin Weda Yani1, Made Priska Arya Agustini1, Putu Cintya Denny Yuliyatni2*

  • 1)    Program Studi Sarjana Kedokteran dan Profesi Dokter, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana, Bali, Indonesia

  • 2)    Bagian Ilmu Pencegahan - Ilmu Kedokteran Komunitas, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana, Bali, Indonesia

e-mail: [email protected]

ABSTRAK

Persepsi tubuh adalah faktor kepercayaan diri remaja putri. Perhatian kuat tentang persepsi tubuh membuat mereka melakukan berbagai usaha untuk memiliki tubuh ideal yang dapat menyebabkan eating disorder atau gangguan makan. Penelitian ini mempunyai tujuan untuk menganalisis adanya korelasi antara persepsi tubuh dan eating disorder pada remaja putri. Desain penelitian ini adalah observasi cross-sectional bertempat di SMAN 1 Denpasar. Subjek penelitian berjumlah 190 remaja putri berusia 14-18 tahun yang dilakukan dengan simple random sampling. Penilaian persepsi tubuh menggunakan BSQ-34 dan gangguan makan dinilai menggunakan EAT-26. Data selanjutnya dianalisis dengan metode univariat dan bivariat. Dari 190 subjek penelitian yang didominasi usia 17 tahun terdapat 17,9% remaja putri memiliki persepsi tubuh negatif dengan kategori ringan 12,1%, sedang 4,7%, dan berat 1,1%, serta 82,1% dengan persepsi tubuh positif. Sebagian besar subjek tidak berisiko terhadap eating disorder dengan angka 86,8% dan yang berisiko sebesar 13,2%. Adanya hubungan yang signifikan antara persepsi tubuh dengan kejadian eating disorder remaja putri (p= 0,00,PR(IK95%)= 9,75 (4,5920,72). Remaja putri dengan persepsi tubuh yang negatif memiliki risiko menjadi eating disorder lebih besar dibanding remaja dengan persepsi positif.

Kata kunci : persepsi tubuh, eating disorder, remaja putri

ABSTRACT

Body perception is factor of adolescent girls' confidence. Strong attention to body perception makes them do various efforts to get ideal body shape which can cause eating disorders. This study aims to analyze the relationship between body perception and eating disorders in adolescent girl. The design of this study was cross sectional observation, conducted at SMAN 1 Denpasar. Research subjects were 190 adolescent girls aged 14-18 years, selected by simple random sampling. Assessment of body perception used BSQ-34 and eating disorders used EAT-26. The data would be analyzed univariately and bivariately. From 190 subjects who dominated by 17-year-old female students, 17.9% had negative body perceptions with mild categories 12.1%, moderate 4.7%, severe 1.1%, and 82.1% of adolescent girls had positive body perception. Most subjects were not at risk for eating disorder with a rate of 86.8% and those at risk for eating disorder were 13.2%. There is a significant relationship between the perception of the body with the incidence of eating disorders of young women (p value = 0.00, PR (95% CI) = 9.75 (4.59-20.72)). Adolescent girls with negative body perceptions have a greater risk of becoming eating disorders than adolescents’ girls with positive perceptions.

Keywords : body perception, eating disorder, adolescent girls

PENDAHULUAN

Masa remaja memiliki hubungan erat dengan aktualisasi diri. Sebagian besar remaja memiliki persepsi tubuh yang buruk dengan merasa bentuk tubuhnya tidak

menarik dan tidak memuaskan.1 Penelitian menyatakan sebanyak 83,5% remaja putri menunjukkan ketidakpuasan bentuk tubuh dengan 58% menginginkan bentuk tubuh yang ramping.2 Persepsi tubuh ialah salah satu faktor pendukung kepercayaan diri remaja putri. Semakin positif persepsi tubuh maka akan semakin meningkat pula kepercayaan diri. Remaja putri yang menilai tubuhnya tidak ideal akan selalu berfokus pada fisiknya sehingga persepsi tubuh menjadi negatif.3 Salah satu faktor persepsi tubuh yang negatif dapat dipengaruhi oleh teman sebaya. Adanya pengaruh dari teman sebaya membuat 90% remaja putri yang telah memiliki status gizi yang normal beralih untuk menurunkan berat badan pada 46,6% remaja dan menimbulkan persepsi tubuh negatif sebanyak 39,8%. Hal tersebut menunjukkan bahwa persepsi tubuh yang negatif akan memberi dampak yang buruk berupa ketidakpuasan bentuk tubuh sehingga mereka melakukan transformasi bentuk tubuh yang ideal menurut persepsi mereka.4

Berdasarkan data di Indonesia, angka kejadian gemuk sebanyak 10,8% yang terdiri atas 7,3% gemuk dan 3,5% sangat gemuk serta prevalensi kurus sebesar 11,1% yang terdiri atas 7,8% kurus dan 3,3% sangat kurus pada remaja. Sementara di Bali, prevalensi tubuh yang tergolong kurus memiliki angka 6% untuk remaja berumur 16-18 tahun.5 Rasa tidak puas karena persepsi bentuk tubuh merupakan faktor risiko terjadinya eating disorder karena menimbulkan kontrol pola makan yang tidak sehat dan cenderung menurunkan aktivitas fisik pada perempuan.6 Atensi yang sangat kuat terkait dengan persepsi tubuh membentuk pola diet yang berlebihan dengan membatasi perilaku makan dapat menyebabkan eating disorder atau gangguan makan.1 Eating disorder merupakan peringkat ketiga penyakit kronik pada remaja setelah asma dan obesitas dengan puncak umur antara 14-19 tahun. Berdasar DSM 5, kejadian eating disorder meliputi anoreksia nervosa, binge eating disorder, serta bulimia nervosa,.7 Anoreksia nervosa ditandai dengan rasa takut berlebihan terhadap peningkatan berat badan. Sementara itu, bulimia nervosa merupakan perilaku makan dalam jumlah besar dan berulang kali. Sebanyak lebih dari 75% orang dengan bulimia nervosa mendorong diri untuk mengeluarkan makanannya, menggunakan laksatif, diuretik, obat pencahar, enema, berolahraga secara berlebihan, atau berpuasa.8 Sementara binge eating disorder (BED) merupakan perilaku makan berlebih tanpa maksud untuk memuntahkan makanan yang dikonsumsi.9

Beberapa penelitian mengenai hubungan persepsi tubuh dengan kejadian eating disorder telah dilakukan di Indonesia dengan hasil yang berbeda-beda. Penelitian yang dilakukan di agensi model Semarang pada tahun 2013

memperlihatkan bukti bahwa sebanyak 67,8% remaja putri mengalami gangguan makan dengan pembagian anoreksia nervosa sebesar 8,5%, bulimia nervosa sebesar 23,7%, sedangkan prevalensi binge eating disorder didapatkan sebesar 6,8%, serta 28,8% merupakan gangguan makan yang tidak terspesifikasi.10 Sementara itu, penelitian lain oleh Universitas Diponegoro menemukan bahwa 29 dari 55 remaja putri mengalami eating disorder dengan 11 orang di antaranya mengalami binge eating. Sebanyak 63,4% respondennya memiliki kualitas diet yang rendah.11 Hingga saat ini belum terdapat data statistik terbaru mengenai prevalensi kejadian eating disorder di Bali.

Adanya tren akan persepsi tubuh yang berdampak terhadap kejadian eating disorder tentu berpeluang terjadi di Denpasar mengingat Kota Denpasar merupakan salah satu kota maju dengan penduduknya yang memiliki gaya hidup dinamis serta memiliki perhatian tinggi terhadap penampilan tubuh. SMAN 1 Denpasar merupakan salah satu dari Sekolah Menengah Atas yang diminati. Jika ditinjau secara kualitatif, remaja putri SMAN 1 Denpasar sebagian besar memerhatikan bentuk tubuh mereka terlebih lagi terdapat klub modeling di sekolah tersebut. Namun hingga saat ini, belum terdapat penelitian yang menilai hubungan persepsi tubuh terhadap kejadian eating disorder di SMAN 1 Denpasar. Berdasarkan studi tersebut, pentingnya kejadian eating disorder yang dipengaruhi oleh persepsi tubuh maka penulis berinisiatif melakukan penelitian demi mengetahui hubungan persepsi tubuh dengan kejadian eating disoder pada remaja putri di Denpasar.

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini merupakan studi analitik dengan rancangan cross-sectional yang dilangsungkan di SMA Negeri 1 Denpasar pada periode Oktober 2019-Februari 2020 dengan tujuan untuk menganalisis hubungan persepsi tubuh dengan kejadian eating disoder pada remaja putri. Penelitian ini berlangsung selama lima bulan yang dimulai dari pembuatan proposal, pengadaan penelitian, pengumpulan dan tabulasi data, serta penyusunan laporan hasil penelitian. Populasi penelitian ini adalah seluruh siswi SMAN 1 Denpasar yang hadir saat pengumpulan data melalui kuesioner. Kategori inklusi sampel penelitian ini meliputi seluruh siswa putri SMAN 1 Denpasar yang tidak dalam kondisi infeksi kronis, tidak menjalani diet khusus, dan bersedia menjadi responden penelitian dengan menandatangi informed consent. Pemilihan sampel didasarkan atas metode simple random sampling yang melibatkan subjek yang tergolong dalam kategori inklusi. Besar sampel yang diperoleh berdasarkan rumus dua proporsi kelompok independen adalah minimal sebesar 65 subjek, sementara dalam penelitian ini diperoleh 190 orang sebagai sampel.

Pengumpulan data penelitian ini meliputi usia, persepsi bentuk tubuh (variabel independen), dan kejadian

eating disorders (variabel dependen). Gangguan makan akan dikategorikan menjadi dua kelompok yaitu berisiko dan tidak berisiko, sementara persepsi tubuh digolongkan menjadi empat kategori yaitu positif, negatif ringan, negatif sedang, serta negatif berat. Data merupakan jawaban dari subjek penelitian melalui kuisioner Eating Attitude Test-26 (EAT-26) yang terdiri atas 26 pertanyaan untuk kejadian eating disorders dan Body Shape Questionnaire-34 (BSQ-34) dengan 34 pertanyaan mengenai persepsi tubuh.

Proses pengambilan sampel dimulai dengan pemberian penjelasan terkait penelitian dan pembahasan mengenai informed consent. Peserta yang bersedia mengikuti penelitian wajib menandatangani informed consent. Kemudian peserta mengisi data dengan memberikan jawaban pada lembar kuesioner persepsi tubuh sebanyak 34 pertanyaan dan kuesioner ganggguan makan sebanyak 26 pertanyaan. Jawaban peserta penelitian yang terkumpul dihitung berdasarkan skoring. Skoring persepsi tubuh menggunakan skala Likert type. Hasil skoring didapatkan melalui total nilai jawaban responden. Ada pun hasil skoring dikategorikan menjadi persepsi tubuh positif atau puas dengan skor <110, persepsi tubuh negatif dengan ketidakpuasan ringan jika skor >110-≤138, persepsi tubuh negatif dengan ketidakpuasan sedang apabila skor >138-≤167, dan persepsi tubuh negatif dengan ketidakpuasan berat apabila skor >167.12 Klasifikasi skoring risiko kejadian eating disorder dengan menggunakan EAT-26 terkategori menjadi dua yaitu tidak berisiko terhadap

kejadian eating disorder apabila total skor <20 dan berisiko terhadap kejadian eating disorder jika mencapai total skor >20.13

Keseluruhan data yang telah terkumpul diolah dengan metode univariat dan bivariat menggunakan bantuan perangkat lunak analisis data. Analisis data tersebut dimaksudkan untuk melihat gambaran distribusi dari masing-masing variabel baik variabel dependen maupun variabel independen. Analisis data bivariat ditujukan untuk mengetahui korelasi atau hubungan antara variabel dependen dan variabel independen. Penelitian ini desertai dengan uji normalitas data Kolmogorov-Smirnov yang kemudian dilanjutkan dengan uji chi-square. Penelitian ini telah disetujui oleh Komisi Etik Fakultas Kedokteran Universitas Udayana dengan nomor surat yang tertera yaitu 2637/UN.14.2.2.VII.14/LP/2019.

HASIL

Subjek penelitian dikategorikan berdasar usia yang disajikan dalam tabel 1. Usia subjek penelitian diperoleh berdasar selisih tanggal pengambilan data dengan tanggal lahir siswa. Subjek penelitian ini terdiri dari 190 siswa putri SMAN 1 Denpasar dengan rentang usia 14-18 tahun. Karakteristik subjek penelitian berdasarkan usia didapatkan rata-rata berusia 16 tahun dan mayoritas berusia 17 tahun dengan presentase 36,3% dari total sampel.

Tabel 1. Frekuensi Distribusi Usia

Usia (tahun)

n (%)

14

2 (1,1)

15

61 (32,1)

16

56 (29,5)

17

69 (36,3)

18

2 (1,1)

Total

190 (100)

Rerata ± SB

16,04 ± 0,878

Frekuensi distribusi sampel disajikan dalam tabel 2 yang terdiri dari data persepsi tubuh dan risiko eating disorder. Dari 190 subjek penelitian, siswi dengan persepsi tubuh positif didapatkan lebih banyak dibandingkan dengan persepsi tubuh negatif. Siswi dengan persepsi tubuh positif yaitu sebesar 82,1%, siswi dengan persepsi tubuh negatif ringan sebesar 12,1%, siswi dengan persepsi tubuh negatif

sedang yaitu sebesar 4,7%, dan siswi dengan persepsi tubuh negatif berat sebesar 1,1%. Selain didominasi oleh persepsi tubuh positif, mayoritas siswi di SMAN 1 Denpasar juga tidak berisiko mengalami eating disorder yaitu sebesar 86,8%, sedangkan siswa yang berisiko mengalami eating disorder hanya sebesar 13,2%.

Tabel 2. Frekuensi Distribusi Variabel

Variabel

Hasil Ukur

Frekuensi (n)       Presentase (%)

Persepsi Tubuh

Persepsi Tubuh Positif

Persepsi Tubuh Negatif Ringan

Persepsi Tubuh Negatif Sedang

Persepsi Tubuh Negatif Buruk

Eating Disorder

Tidak berisiko eating disorder

Berisiko eating disorder

156                    82,1

23                     12,1

9                      4,7

2                         1,1

165                   86,8

25                      13,2

Total

190                  100

Hasil tabulasi silang antara variabel usia dengan kejadian eating disorder dapat dilihat pada tabel 3. Data menunjukkan bahwa subjek dengan rentangan usia dari 14 tahun hingga 18 tahun memiliki angka mayoritas tidak berisiko terhadap eating disorder. Pada subjek berusia 14

tahun dan 18 tahun, hasil menunjukkan subjek tidak berisiko terhadap eating disorder sebesar 100%. Sementara itu, subjek yang berusia 15, 16, dan 17 tahun juga tidak memiliki risiko terhadap eating disorder dengan angka berturut-turut sebesar 85,2%, 87,5%, dan 87%.

Tabel 3. Hasil Tabulasi Silang Variabel Usia dengan Kejadian Eating Disorder

Eating Disorder Remaja Putri               Total n(%)

Usia (tahun)            Tidak Berisiko n(%)

Berisiko n(%)

14                         2 (100)

15                          52 (85,2)

16                          49 (87,5)

17                           60 (87)

18                         2 (100)

0 (0)                2 (100)

9 (14,8)              61 (100)

7 (12,5)              56(100)

9 (13)              69 (100)

0 (0)                2 (100)

Total                            165 (86,8)

25 (13,2)            190 (100)

Gambaran tabulasi silang antara variabel persepsi tubuh dengan kejadian eating disorder ditunjukkan pada tabel 4. Subjek dengan persepsi tubuh negatif berat memiliki risiko eating disorder sebesar 100%. Subjek dengan persepsi tubuh negatif sedang memiliki risiko

sebesar 55,6%. Sementara itu, subjek dengan persepsi tubuh negatif ringan memiliki risiko sebesar 43,5%. sedangkan subjek yang memiliki persepsi tubuh positif memiliki risiko terhadap kejadian eating disorder sebanyak 5,1%.

Tabel 4. Hasil Tabulasi Silang Variabel Persepsi Tubuh dengan Kejadian Eating Disorder

Eating Disorder Remaja Putri         Total n(%)

Persepsi Tubuh

Berisiko n(%)    Tidak Berisiko n(%)

Persepsi tubuh negatif berat                   2 (100)

Persepsi tubuh negatif sedang                 5 (55,6)

Persepsi tubuh negatif ringan                 10 (43,5)

Persepsi tubuh positif                          8 (5,1)

0 (0)               2 (100)

4 (44,4)              9 (100)

13 (56,5)             23(100)

148 (94,9)           156 (100)

Total                                  25 (13,2)

165 (86,8)           190 (100)

Hasil uji chi-square dengan tabulasi tabel 2x2 menunjukkan hubungan yang tidak signifikan antara usia dengan kejadian eating disorder pada remaja putri (p value= 0,533; p >0,05). Nilai PR sebesar 1,27 menunjukkan adanya risiko sebesar 1,27 kali lebih besar menjadi eating disorder dengan individu yang berusia ≤ 16 tahun.

Di sisi lain, hasil uji chi-square antara variabel persepsi tubuh dengan kejadian eating disorder memiliki hasil p value sebesar 0,00. Peristiwa tersebut menandakan bahwa terdapat hubungan yang bermakna secara statistika

antara persepsi tubuh dengan kejadian eating disorder. Individu dengan persepsi tubuh yang negatif mempunyai risiko sebesar 9,75 kali untuk mengalami kejadian eating disorder dibandingkan dengan individu yang mempunya persepsi tubuh yang positif. Ada pun rentang kepercayaan didapatkan 4,59-20,72 yang berarti pada rentang kepercayaan tidak mengandung nilai prevalence ratio 1 sehingga menandakan adanya hubungan signifikansi antara persepsi tubuh dengan kejadian eating disorder pada taraf signifikansi 5%.

Tabel 5. Hubungan Usia dan Persepsi Tubuh dengan Kejadian Eating Disorder

Variabel

Eating Disorder

P value

PR (IK95%)

Berisiko n (%)

Tidak Berisiko n (%)

Usia

0,533

1,27 (0,60-2,68)

≤ 16 tahun

15 (14,6)

88 (85,4)

>16 tahun

10 (11,5)

77 (88,5)

Persepsi Tubuh

9,75 (4,59-20,72)

Persepsi Tubuh Negatif

17 (50)

17 (50)

0,00

Persepsi Tubuh Positif

8 (5,1)

148 (94,9)

Total n (%)

25 (13,2)

165 (86,8)

PEMBAHASAN

Sebanyak 190 subjek penelitian yaitu siswa putri yang bersekolah di SMAN 1 Denpasar berusia 14-18 tahun mengikuti penelitian ini. Frekuensi terbesar yaitu pada usia 17 tahun (36,3%). Pada masa remaja, munculnya penilaian mengenai standar bentuk tubuh yang mementingkan penampilan fisik membuat remaja putri menjadi kurang percaya diri sehingga mereka berusaha keras memiliki bentuk tubuh yang proporsional berdasarkan perserpsi mereka atau pun pihak di sekitarnya.14 Persepsi tubuh terhadap bentuk tubuh yang ideal akan memengaruhi pola pikir remaja sehingga mereka akan memiliki pola makan yang menyimpang dan dapat berujung pada kejadian eating disorder.

Penelitian yang dilangsungkan di Jayapura dengan pendekatan fenomenologis menunjukkan bahwa persepsi tubuh yang membuat remaja merasa kurang menarik akan membentuk kebiasaan makan yang kurang sehat sehingga terjadilah gangguan makan.15 Oleh karena itu, pencapaian bentuk tubuh yang ideal sangat dipengaruhi oleh persepsi remaja terhadap bentuk tubuhnya saat ini. Persepsi bentuk tubuh dapat dinilai dengan perhitungan Body Shape Questionnaire-34 (BSQ-34). Dari 190 subjek dalam penelitian ini, sebagian besar remaja putri yaitu sebanyak 156 siswi (82,1%) memiliki persepsi tubuh yang positif dan hanya 34 siswi (17,9%) memiliki persepsi tubuh negatif. Sementara itu, berdasar atas perhitungan Eating Attitude Test-26 (EAT-26), sebagian besar remaja putri dalam penelitian ini tidak berisiko untuk mengalami kejadian eating disorder. Persepsi tubuh yang positif akan berhubungan dengan kejadian eating disorder yang terbukti bermakna secara statistik dengan nilai p 0,00.

Signifikansi hubungan yang bermakna antara persepsi tubuh dengan eating disorder juga telah dibuktikan dari penelitian yang dilangsungkan di Jakarta Timur dengan total subjek penelitian sebesar 201 siswa. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa mayoritas siswa memiliki persepsi tubuh yang negatif sebesar 70,6% mengalami eating disorder sebesar 66,2%.16 Penelitian serupa dengan hubungan yang signifikan juga didapatkan melalui penelitian yang dilakukan di Universitas Diponegoro oleh Adji dkk.17 Berdasar atas penelitian tersebut, sebagian besar responden memiliki persepsi tubuh yang gemuk sebesar

56% dengan risiko kejadian eating disorder sebesar 68%. Di sisi lain, penelitian pada remaja putri di SMA Dwijendra dengan 140 responden terdapat sebanyak 26 responden (18,57%) dengan persepsi tubuh negatif yang memiliki kecenderungan tinggi terkena eating disorder dan 93 responden (66,43%) dengan persepsi tubuh yang positif memiliki kecenderungan yang sedang terhadap kejadian eating disorder.18

Menurut studi sebelumnya yang dilangsungkandi SMA Negeri 12 DKI Jakarta, didapatkan hasil sebesar 66,8% remaja putri yang memiliki persepsi tubuh negatif. Penelitiannya mengungkapkan bahwa persepsi tubuh memberikan dampak secara langsung maupun tidak langsung pada pola makan yang berujung pada eating disorder. Penelitian tersebut juga mengungkapkan bahwa ada faktor media massa dan juga hubungan interpersonal seperti teman sebaya yang membuat remaja putri mulai melakukan komparasi antara bentuk tubuhnya dengan proporsi tubuh yang mereka anggap ideal.19 Berdasarkan perhitungan dengan analisis jalur, terdapat pengaruh yang signifikan antara media massa dan persepsi tubuh (β=0,20, p<0,05). Sebagai pembanding, berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap remaja putra dan putri di Bogor menunjukkan bahwa persepsi bentuk tubuh negatif pada remaja putra sebesar 88,2% sementara remaja putri sebesar 78,6%. Namun hasil penelitian terhadap risiko eating disorder menunjukkan bahwa 100% remaja putra tidak berpeluang mengalami kejadian eating disorder sementara 7,8% remaja putri berisiko lebih terhadap kejadian eating disorder.1

Ada pun faktor individu yang menjadi penyebab kejadian eating disorder yaitu perilaku diet. Hal ini diungkapkan oleh penelitian yang diselenggarakan di Gorontalo terhadap 312 responden yang mendapatkan 56,4%   respondennya mengalami eating   disorder.

Berdasarkan penelitiannya, pelaku diet setahun terakhir akan memiliki peluang 2,5 kali lebih tinggi mengalami kejadian eating disorder dibanding yang tidak menjalankan diet khusus. Namun, penelitian ini tidak sejalan karena didapatkan variabel persepsi tubuh yang tidak berhubungan dengan eating disorder.20 Adanya perbedaan tersebut dapat dikarenakan  oleh perbedaan profil responden. Hasil

penelitiannya juga menyebutkan bahwa faktor lingkungan seperti kritikan orang tua memiliki risiko 3,1 kali lebih tinggi untuk mengalami eating disorder. Orang tua akan 71

memberikan pengaruh yang besar bagi terbentuknya kepirbadian anak. Pengaruh orang tua dan keluarga terhadap terbentuknya perilaku remaja didapatkan lebih berpengaruh dibanding dengan teman sebaya. Bersama dengan orang tua, remaja akan mengembangkan konsep diri pada masa-masa sebelumnya termasuk juga kejadian eating disorder.21 Faktor-faktor tersebut sejalan dengan studi yang menyebutkan bahwa keluarga, perilaku diet, dan teman sebaya dapat memengaruhi persepsi tubuh seseorang hingga nantinya menyebabkan eating disorder.20

SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan penelitian yang dilangsungkan di SMAN 1 Denpasar yang melibatkan 190 remaja putri berusia 14-18 tahun didapatkan mayoritas memiliki persepsi tubuh yang positif sebesar 82,1% dan tidak berisiko terhadap kejadian eating disorder sebesar 86,8%. Penelitian ini mendapatkan adanya hubungan signifikan antara persepsi tubuh dengan kejadian eating disorder. Penelitian ini juga mendapatkan bahwa remaja putri dengan persepsi tubuh yang negatif memiliki risiko menjadi eating disorder lebih besar dibanding remaja dengan persepsi positif. Penelitian ini menyarankan adanya konseling atau arahan bagi remaja putri yang memiliki persepsi tubuh negatif agar tidak mengalami gangguan makan baik berasal dari orang tua ataupun teman sebaya. Selain itu, bagi remaja yang memiliki persepsi tubuh yang positif dan tidak berisiko terhadap kejadian eating disorder diharapkan dapat mempertahankan kondisi tersebut. Penelitian lebih lanjut disarankan bersifat lebih kuantitatif dalam menentukan kejadian eating disorder seperti memperhatikan asupan gizi makanan responden serta faktor-faktor yang dapat memengaruhinya.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada siswi SMAN 1 Denpasar yang telah bersedia menjadi responden penelitian serta pihak sekolah yang telah memberikan izin yang mendukung lancarnya penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    Kurniawan MY, Briawan D, Caraka RE. Persepsi Tubuh dan Gangguan Makan pada Remaja. Jurnal Gizi Klinik Indonesia. 2015;11(3):105-114.

  • 2.    Pedro TM, Micklesfield LK, Kahn K, Tollman SM, Pettifor JM, Norris SA. Body Image Satisfaction, Eating Attitudes and Perceptions of Female Body Silhouettes in Rural South African Adolescents. Plos One. 2016;11(5): 1-13.

  • 3.    Ifdil I, Denich AU, Ilyas A. Hubungan Body Image dengan Kepercayaan Diri Remaja Putri. Jurnal Kajian Bimbingan dan Konseling. 2017; 2(3): 107-113.

  • 4.    Nomate ES, Nur ML, Toy SM. Hubungan Teman Sebaya, Citra Tubuh dan Pola Konsumsi dengan Status https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum doi:10.24843.MU.2020.V10.i9.P11

Gizi Remaja Putri. Unnes Journal of Public Health. 2017; 6(3): 141-147.

  • 5.    Badan Penelitian dan  Pengembangan  Kesehatan

Kementerian Kesehatan RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar.                   Tersedia                   di

http://www.depkes.go.id/resources/download/general/H asil%20Riskesdas%202013.pdf [diakses pada tanggal 1 Agustus 2019].

  • 6.    Golden NH, Schneider M, & Wood C. Preventing obesity and eating disorders in adolescents. Pediatrics. 2016; 138(3): 1-12.

  • 7.    Herpertz-Dahlmann B. Adolescent eating disorders: update on definitions, symptomatology, epidemiology, and comorbidity. Child and Adolescent Psychiatric Clinics. 2015;24(1): 177-196.

  • 8.    Santoso MB, & Putri D. Gangguan Makan Anorexia Nervosa dan Bulimia Nervosa pada Remaja. Prosiding Penelitian dan Pengabdian kepada  Masyarakat.

2018; 4(3): 399-407.

  • 9.    Schulherr, S. Eating disorders for dummies. 2008. New York: Wiley Publishing,Inc.

  • 10.    Syarafina, A., & Probosari, E. 2014. Hubungan Eating Disorder dengan Status Gizi pada Remaja Putri di Modeling Agency Semarang. Doctoral dissertation: Diponegoro University.

  • 11.    Bintang FN, Dieny FF, Panunggal B. Hubungan Gangguan Makan dan Kualitas Diet Dengan Status Anemia pada Remaja Putri di Modelling School. Journal of Nutrition College. 2019;8(3):164-71.

  • 12.    Rukmana LE. Kepercayaan Diri Pada Wanita Dewasa Awal Penderita   Binge   Eating. Jurnal Ilmiah

Psikologi. 2018; 10(2):121-128.

  • 13.    Brownley KA, Berkman ND, Peat CM, Lohr KN, Cullen KE, Bann CM, Bulik CM. Binge-eating disorder in adults:   a systematic review and metaanalysis. Annals of Internal Medicine. 2016; 165(6):

409-420.

  • 14.    Ratnawati  V. Percaya Diri, Body Image dan

Kecenderungan Anorexia Nervosa pada Remaja Putri. PERSONA: Jurnal Psikologi Indonesia; 2012; 1(2):

130-142.

  • 15.    Wulansari CR. Body Image dan Kejadian Eating Disorder pada Remaja Putri di Akper Rs. Marthen Indey. Healthy Papua-Jurnal keperawatan dan Kesehatan; 2018; 1(1): 6-12.

  • 16.    Syifa RSA & Pusparini P. Persepsi tubuh negatif meningkatkan kejadian eating disorders pada remaja usia 15-19 tahun. Jurnal Biomedika dan Kesehatan; 2018; 1(1): 18-25.

  • 17.    Adji SB, Fitrikasari A, & Julianti HP. Hubungan Persepsi Citra Tubuh dan Gejala Depresi dengan Kejadian Gangguan Makan pada Remaja Obesitas. Jnh (Journal Of Nutrition And Health); 2019; 7(1): 1-13.

  • 18.    Yundarini NM. Hubungan antara Citra Tubuh dengan Perilaku Makan pada Remaja Putri. COPING (Community of Publishing in Nursing). 2015;3(1): 1-7.

  • 19.    Kusuma MR, Krianto T. Pengaruh Citra Tubuh, Perilaku Makan, dan Aktivitas Fisik Terhadap Indeks Massa Tubuh (IMT) pada Remaja: Studi Kasus pada SMA Negeri 12 DKI Jakarta. Perilaku dan Promosi Kesehatan. 2018;1(1):23-31.

  • 20.    Goi, M., Anasiru, M. A., & Tumenggung, I. Faktor Individu dan Faktor Lingkungan yang Berhubungan dengan Perilaku Makan Menyimpang pada Mahasiswa Kesehatan di Gorontalo. Jurnal Health and Sport. 2013;6(01): 1-15.

  • 21.    Sarintohe E. Perilaku Makan pada Remaja yang Obesitas: Tinjauan dari Social Cognitive Theory. Psikomedia-Jurnal Psikologi Maranatha. 2010;7(1):43-58.

https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum

doi:10.24843.MU.2020.V10.i9.P11

73