ISSN: 2597-8012 JURNAL MEDIKA UDAYANA, VOL. 12 NO.3,MARET, 2023



Diterima:09-02-2022 Revisi:12-02-2023 Accepted: 21-02-2023

HUBUNGAN ANTARA KUALITAS TIDUR DENGAN INDEKS MASSA TUBUH PADA PELAJAR SMA 4 DI DENPASAR TAHUN 2015

Sheryl Elita Tanjaya1, Luh Putu Ratna Sundari2

1Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 2Bagian Faal Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

ABSTRAK

Obesitas adalah suatu permasalahan mendunia khususnya di bagian kesehatan karena dapat menjadi salah satu faktor risiko utama sebagai penyebab kematian global masyarakat. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara kualitas tidur dengan Indeks Massa Tubuh (IMT) pada pelajar SMA 4 di Denpasar tahun 2015.Penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitik cross sectional. Teknik penentuan sampel yang digunakan menggunakan teknik Multistage Random Sampling. Sampel yang diperoleh sejumlah 47 orang siswa yang memenuhi kriteria inklusi. Data sampel diperoleh melalui pengisian kuesioner oleh sampel. Penilaian IMT berdasarkan data tinggi badan sampel dalam meter serta berat badan sampel dalam kilogram. Penilaian kualitas tidur dilakukan melalui kuesioner Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI). Dari 47 sampel yang diteliti, didapatkan sampel dengan kualitas tidur baik dan buruk berturut-turut sebanyak 19 orang (40,4%) dan 28 orang (59,6%). Rerata IMT sampel adalah 21,7 kg/m2. Dilakukan analisis bivariate chi – square dan didapatkan hasil nilai p = 0,143 yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang tidak bermakna antara kualitas tidur dengan IMT.Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, peneliti menyimpulkan bahwa kualitas tidur dan IMT pada pelajar SMA 4 tidak menunjukkan adanya hubungan bermakna. Peneliti mengharapkan penelitian ini bisa digunakan sebagai acuan bagi penelitian selanjutnya.

Kata kunci: Kualitas tidur, Indeks Massa Tubuh

ABSTRACT

Obesity is becoming a serious worldwide problem because it’s one of the major risk factors that cause global deaths in the world. This study was conducted to determine the relationship between sleep quality with Body Mass Index (BMI) among students at SMA 4 Denpasar in 2015.This research is cross – sectional analytic study. This research used multistage random sampling technique. Number of samples that obtained is 47 students who met the inclusion criteria. The sample data obtained through filling a questionnaire by the sample. BMI assessment based on data from sample’s height in meters and weight in kilograms. Sleep quality assessment conducted by questionnaire using Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI). Among 47 samples, 19 students has good sleep quality (40.4%) and 28 students has poor sleep quality (59.6%). The average of BMI score that has been measured was 21.7 kg / m2. The result of this researched was analyzed using chi-square and provided result that there is no relation between sleep quality and BMI.The conclusion of this research is there is no relation between sleep quality and BMI among student at SMA 4 Denpasar in the year 2015. The results of this study are expected to be used as a basis for further research in the future.

Keywords: Sleep Quality, Body Mass Index

PENDAHULUAN

Tidur merupakan salah satu pilar penting dalam dinamika kesehatan masyarakat. Tidur adalah suatu keadaan yang reversible dimana adanya persepsi pelepasan serta hilangnya respon tubuh terhadap keadaan sekitar. Menurut https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum doi:10.24843.MU.2023.V12.i3.P14

Maslow dalam teorinya yang berjudul “Maslow’s Hierarchy of Needs”, tidur merupakan salah satu kebutuhan mendasar pada manusia. Apabila kebutuhan dasar tersebut tidak terpenuhi dengan baik dan seimbang, manusia bisa kehilangan kendali atas dirinya sendiri karena hal tersebut merupakan dasar dari pilar kehidupan seorang manusia.1

Kurangnya tidur pada manusia berhubungan dengan kecelakaan kendaraan bermotor, terjadinya bencana industri, serta adanya human error pada bidang medis maupun bidang lainnya. Berdasarkan analisis yang dilakukan oleh CDC pada tahun 2009 menunjukkan bahwa 35,3% masyarakat Amerika Serikat dilaporkan mengalami tidur kurang dari 7 jam, dalam lingkup masyarakat tersebut, 48% dilaporkan mendengkur, 37,9% dilaporkan tidur secara tidak sengaja pada saat beraktivitas setidaknya sekali pada bulan sebelumnya, dan 4,7% dilaporkan terkantuk-kantuk atau tertidur pada saat mengemudi setidaknya sekali pada bulan sebelumnya. Departemen Perhubungan Amerika Serikat memperkirakan bahwa pengemudi yang mengantuk bertanggung jawab atas 1.550 korban jiwa dan 40.000 luka fatal setiap tahun di Amerika Serikat.2

Dewasa ini, obesitas menjadi sebuah permasalahan yang gawat dan mendunia. Sejak tahun 1980 sampai sekarang, prevalensi orang yang mengalami obesitas telah berlipat ganda. Di tahun 2008, lebih dari 500 juta penduduk mengalami obesitas. Obesitas yang tidak ditangani dengan baik dapat menjadi salah satu faktor risiko utama sebagai penyebab kematian global di dunia. Sekitar 3,5 juta orang dewasa yang overweight dan obesitas meninggal setiap tahunnya.3

Menurut Ng dkk., lebih dari 50% dari 671 juta penduduk obese di dunia tinggal di 10 negara ini yaitu Amerika Serikat, China, India, Russia, Brazil, Meksiko, Mesir, Jerman, Pakistan dan Indonesia. Data Riskesdas pada tahun 2014 menunjukan bahwa pada kelompok remaja berusia 16-18 ditemukan prevalensi gemuk sebanyak 7,3% yang terbagi menjadi 5,7% gemuk dan 1,6% obesitas.

Berdasarkan penelitian studi kohort selama 13 tahun yang dilakukan pada 500 orang, individual dengan durasi tidur pendek (kurang dari 6 jam) memiliki risiko 7,5 kali lebih tinggi untuk memiliki Indeks Massa Tubuh (IMT) yang besar. Sanjay dkk. menyatakan dalam 19 riset yang telah dilakukan, 11 riset melaporkan bahwa ada hubungan yang jelas antara durasi tidur pendek dengan meningkatnya berat badan. Dalam risetnya, Heslop dkk. menyatakan bahwa dalam 6,797 orang yang diteliti,mereka yang tidur dengan durasi tidur kurang dari 7 jam memiliki rata-rata IMT lebih tinggi sebanyak 0,3 kg/m2 dibanding mereka yang memiliki durasi tidur sebanyak 7-8 jam. Penelitian lain oleh Singh dkk. dalam survei yang dilakukan pada 4.878 pengemudi truk di Brazil menyatakan bahwa mereka yang tidur kurang dari 8 jam per hari mempunyai kemungkinan 24% lebih tinggi mengalami obesitas. Sebuah studi crosssectional yang dilakukan pada 990 karyawan di Iowa menemukan bahwa adanya peningkatan IMT sebanyak 0.42 kg/m2 untuk setiap jam yang berkurang pada durasi tidur seseorang.4,5 Berdasarkan penelitian yang dilaksanakan Hanifratiwi, anak obesitas dengan gangguan tidur memiliki prevalensi sebesar 80,8%. Menurut Ruth pada tahun 2013,

mereka yang memiliki kualitas tidur buruk memiliki prevalensi sebanyak 48,8%.6,7,8

Beberapa peneliti mengungkapkan bahwa tidur dapat membuat tubuh memperbaiki dirinya sendiri. Saat tidur, banyak sel-sel dalam tubuh bekerja dalam meningkatkan produksi protein, sebuah elemen penting yang berguna dalam pertumbuhan sel serta perbaikan sel-sel yang rusak akibat stres dan sinar ultraviolet.9 Selain itu, tidur juga merupakan waktu dimana tubuh mensekresikan beberapa hormon penting yang mempengaruhi pertumbuhan, regulasi energi dan mengontrol fungsi metabolik dan endokrin. Peningkatan hormon-hormon yang merupakan salah satu penyebab kemungkinan terjadinya obesitas dapat juga dicetuskan oleh kualitas tidur yang tidak baik. Dalam penelitiannya, Van cauter dkk. pada tahun 2000 menyatakan bahwa menurunnya tingkat tidur gelombang lambat memiliki hubungan dengan menurunnya produksi hormon pertumbuhan.10 Hormon pertumbuhan memiliki peran penting dalam mengontrol proporsi tubuh yang terdiri dari otot dan lemak. Mereka yang kekurangan hormon pertumbuhan cenderung mengalami obesitas di kemudian hari. Selain itu, terdapat hubungan antara buruknya kualitas tidur dengan level hormon leptin yang sedikit, dimana leptin memiliki fungsi dalam regulasi metabolisme karbohidrat. Rendahnya level leptin membuat tubuh mengkonsumsi karbohidrat lebih banyak tanpa memperhatikan kalori yang telah dikonsumsi.11,12

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini adalah penelitian potong lintang dengan menggunakan desain deskriptif kuantitatif. Siswa SMA 4 di Denpasar merupakan populasi dari penelitian ini. Kualitas tidur merupakan variabel bebas pada penelitian ini sedangkan IMT merupakan variabel terikat.

Penelitian ini menggunakan instrument penelitian berupa kuesioner Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI). PSQI merupakan kuesioner retrospektif yang paling sering digunakan untuk mengukur kualitas tidur seseorang dalam jangka waktu 1 bulan secara subjektif.

Data-data yang telah didapat kemudian diolah dalah tahap-tahapan berikut yaitu coding, entry, cleaning dan analisis data. Pada tahap analisis data akan dilakukan dalam beberapa tahap yaitu penjelasan secara deskriptif gambaran distribusi variabel berdasarkan kualitas tidur dan IMT kemudian akan dicari jumlah serta persentase dari masing-masing variabel dan selanjutnya akan disajikan dalam bentuk tabel.

Setelah itu dilakukan analisis hubungan antara kualitas tidur dengan IMT menggunakan uji chi-square dengan tabel 4x2 .

HASIL PENELITIAN

Karakteristik Responden

Responden adalah 47 orang siswa kelas XII SMAN 4 Denpasar Penelitian dilakukan tanggal 17 Oktober 2015 pada pukul 07.30 WITA di SMAN 4 Denpasar.

Tabel 1. Karakteristik Responden

Karakteristik

Jumlah

%

Jenis kelamin

Lelaki

19

Perempuan

28

Usia

16 tahun

15

31,9

17 tahun

31

66,0

18 tahun

1

2,1

IMT

Underweight

49

19,1

Normal

74

61,7

Overweight

9

19,1

Obese

0

0

Kualitas tidur

Baik

19

40,4

Buruk

28

59,6

Berdasarkan Tabel 1, jumlah responden laki-laki dan perempuan berturut-turut sejumlah 19 dan 28 orang. Responden dengan usia 17 tahun menempati urutan teratas dengan jumlah sebanyak 31 orang (66,9 %), sedangkan usia 18 tahun hanya terdiri dari 1 orang (2,1 %). Responden terbanyak adalah responden dengan kategori IMT normal sebanyak 29 orang (61,7 %) serta tidak ada responden dengan kategori obese. RerataIMT 21,7 kg/m2. Data kualitas tidur berasal dari pengisian kuesioner Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) oleh siswa kelas XII SMAN 4 Denpasar. Setelah dilakukan pengolahan data, didapatkan bahwa responden yang memiliki kualitas tidur yang buruk menduduki urutan tertinggi sebanyak 28 responden (59,6%) sementara yang memiliki kualitas tidur baik sejumlah 19 orang (40,4%).

Hubungan Antara Kualitas Tidur dengan IMT

Setelah mendapatkan data-data yang diperlukan dari kuesioner, kemudian data-data tersebut dianalisis menggunakan software SPSS dan digunakan analisis bivariat uji chi-square untuk mengetahui apakah ada https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum doi:10.24843.MU.2023.V12.i3.P14

hubungan antara kedua variabel. Penelitian ini menggunakan kualitas tidur sebagai variabel bebas sedangkan variabel terikatnya adalah IMT. Berdasarkan Tabel 2, hasil uji chi-square menunjukkan nilai p lebih dari 0,05 (p=0,143) yang menandakan tidak ada hubungan antara kualitas tidur dan IMT.

Tabel 2. Hubungan Antara Kualitas Tidur dengan IMT

Kualita s Tidur

IMT

Total

Underweight

Normal

Overweight

Baik

6

11

2

19

Buruk

3

18

7

28

Total

9

29

9

47

PEMBAHASAN

Setelah melihat hasil penelitian yang dilaksanakan dengan instrumen berupa kuesioner PSQI, dari 47 sampel, peneliti memperoleh hasil 40,4% sampel kualitas tidur baik dan 59,6% sampel kualitas tidur buruk. Pada penelitian yang dilakukan oleh Bidulescu dkk. pada tahun 2010 didapatkan korelasi antara kualitas tidur dan IMT dimana sampel dengan kualitas tidur baik sebanyak 38% serta sampel dengan kualitas tidur buruk sebanyak 62%.

Ditemukan adanya perbedaan hubungan dengan penelitian yang dilakukan Bidulescu dkk. meskipun memiliki proporsi sampel tidak berbeda, tetapi terdapat perbedaan usia sampel antara kedua penelitian ini. Pada penelitian oleh Bidulescu dkk., penelitian dilakukan pada sampel dengan usia 30 – 65 tahun dengan ras Afrika – Amerika yang tinggal di Atlanta. Selain faktor usia dan genetik, faktor lingkungan dapat menentukan bagaimana penambahan berat badan akan diekspresikan. Hal ini menujukkan bahwa ada beberapa tempat ataupun lokasi tempat tinggal seseorang yang membuat orang tersebut cenderung mengalami obesitas seperti apabila lokasi tempat tinggal orang tersebut dekat dengan rumah makan ataupun supermarket sehingga lebih mudah untuk memenuhi asupan kalorinya.13,14

Pada penelitian ini juga didapatkan sampel dengan IMT terbanyak golongan normal sebanyak 61,7%, serta underweight sejumlah 19,1%, overweight sejumlah 19,1% dan tidak ada sampel dengan obesitas. Dalam penelitian Hung dkk. menyatakan bahwa terdapat hubungan bermakna antara kualitas tidur dengan IMT dimana dari 2.803 sampel, didapatkan sampel dengan IMT terbanyak yaitu dari golongan overweight sejumlah 40% dan juga didapatkan sampel dengan IMT golongan obesitas sejumlah 22%.15

Dari uji statistik, didapatkan nilai p yaitu 0,143 menujukkan bahwa tidak ditemukan adanya hubungan bermakna antara kualitas tidur dan IMT pada pelajar SMAN 4 Denpasar pada tahun 2015. Penelitian yang dilaksanakan Hung dkk. setelah melakukan kontrol terhadap umur, jenis kelamin, IMT, durasi tidur, riwayat minum alkohol, merokok, riwayat olahraga, hipertensi, diabetes, total

kolesterol, HDL, trigliserida, eGFR serta ALT memperlihatkan adanya korelasi antara kualitas tidur yang buruk dengan peningkatan IMT. Jumlah sampel yang terlalu sedikit pada penelitian ini juga menyebabkan tidak meratanya sampel berdasarkan klasifikasi BMI. Hal ini dapat dilihat dengan tidak adanya sampel dengan IMT kategori obesitas.15

Penelitian yang dilaksanakan Olanrewaju GT dkk. di Nigeria memperlihatkan adanya hubungan yang kuat antara kualitas tidur dan IMT dilihat dari banyaknya sampel obesitas dengan kualitas tidur yang buruk. Namun pada penelitian ini, sampel dengan kualitas tidur buruk paling banyak pada sampel dengan kategori IMT normal.16

Jennings dkk. pada penelitiannya menunjukkan bahwa ada hubungan antara kualitas tidur yang buruk dengan kenaikan IMT terkait dengan sindroma metabolik yang terjadi pada sampel. Hal ini menunjukkan bahwa mungkin adanya peningkatan IMT pada sampel dengan kualitas tidur yang buruk tidak semata – mata hanya disebabkan oleh buruknya kualitas tidur, melainkan terdapat penyakit lainnya yang menyertai yang dapat berpengaruh pada IMT sampel.17

Penelitian yang dilakukan oleh Taheri dkk. menunjukkan bahwa terdapat penurununan kadar leptin serta peningkatan ghrelin pada mereka yang memiliki jumlah jam tidur kurang. Kondisi ini dapat menyebabkan nafsu makan seseorang menjadi tinggi. Spiegel dkk. dalam penelitiannya juga mendapati adanya peningkatan nafsu makan pada sampel dengan jumlah jam tidur hanya 4 jam dibandingkan dengan sampel yang memiliki waktu tidur sebanyak 8 jam. Kejadian ini dapat disebabkan karena respon tubuh untuk mempertahankan diri agar tetap dalam keadaan terjaga sehingga terjadi peningkatan nafsu makan. Tetapi, pada penelitian ini, juga terdapat kemungkinan bahwa tidak semua sampel menghabiskan waktu terjaganya di malam hari untuk makan saja, walaupun terdapat peningkatan kadar ghrelin. Melihat bahwa rentang usia sampel berada pada usia sekolah, terdapat kemungkinan bahwa berkurangnya durasi tidur disebabkan karena terlalu fokus untuk mengerjakan tugas sekolah ataupun belajar dengan mengabaikan nafsu makan yang meningkat.11

Pada penelitiannya, Yan dkk. menyatakan bahwa pada populasi masyarakat di China, tidak terdapat hubungan antara IMT dengan kualitas tidur. Hal ini mengindikasikan bahwa hubungan antara kualitas tidur dengan IMT tidak hanya bergantung pada perubahan komposisi tubuh dan pola tidur seiring dengan umur, melainkan juga bergantung pada karakteristik metabolisme tubuh seseorang.18 Dinyatakan dalam penelitian Wuertz dkk. bahwa ketahanan metabolik yang berbeda serta jumlah sampel yang kecil mengakibatkan tidak ditemukan adanya korelasi antara kualitas tidur dan IMT.19 Hal ini dapat dijelaskan berdasarkan teori oleh WHO yang menyatakan bahwa obesitas merupakan konsekuensi dari ketidakseimbangan

energi dalam tubuh, yaitu keadaan dimana asupan energi melebihi pengeluaran energi dalam periode waktu tertentu. Apabila seseorang yang kualitas tidur buruk, tetapi memiliki IMT yang rendah, hal itu dapat disebabkan karena individu tersebut memiliki metabolisme cepat ataupun tidak mengkonsumsi makanan yang melebihi kebutuhan kalori sehari – hari sehingga tidak menimbulkan kenaikan berat badan.20

Tidak adanya korelasi kuat antara kualitas tidur dengan IMT dimungkinkan karena beberapa faktor yang dapat mempengaruhi. Jumlah sampel yang relatif sedikit dibandingkan dengan penelitian sebelumnya yang sama. Hal ini membuat tidak meratanya distribusi umur, jenis kelamin, dan IMT sampel yang membuat data tidak menjadi bervariasi sehingga tidak mencerminkan kondisi masyarakat sesungguhnya

Penggunaan kuesioner sebagai satu – satunya instrument penelitian yang digunakan, membuat peneliti tidak bisa mengecek secara langsung keakuratan data yang diisi oleh sampel sehingga dapat membuat bias pada hasil penelitian. Selain itu, pengukuran IMT hanya berdasarkan data kuesioner menjadi salah satu faktor yang dapat menjadi penyebab. Pada penelitian sebelumnya, digunakan berbagai instrumen seperti timbangan, alat ukur tinggi badan, ataupun meteran sehingga bisa lebih akurat dalam mengklasifikasikan kategori IMT sampel. Adanya perbedaan populasi sampel dimana penelitian lain menggunakan kelompok sampel dengan karakteristik berbeda seperti rentang usia yang berbeda, ras berbeda, ataupun aktivitas yang berbeda sehingga dapat menjadi faktor yang menyebabkan perbedaan hasil penelitian. Selain itu, tidak adanya sampel dengan karakteristik obesitas juga mempengaruhi hasil penelitian ini.

SIMPULAN

Penelitian dengan melibatkan 47 responden didapatkan kelompok siswa dengan kualitas tidur buruk yaitu sebanyak 59,6% (28 orang). Siswa dengan kelompok IMT terbanyak pada kategori normal sebanyak 61,7% (29 orang). Tidak ditemukan adanya hubungan antara kualitas tidur dengan IMT siswa SMAN 4 Denpasar tahun 2015.

PENUTUP

Ucapan terima kasih saya sampaikan kepada dr. Luh Putu Ratna Sundari, M. Biomed yang telah membimbing dan memberikan kritik dan saran yang positif sehingga bisa terselesaikanlah penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    National Sleep Foundation. Backgrounder : Why Sleep     Matters. [Online] Available from:

http://www.sleepfoundation.org/hottopics/index.p hp?secid=15&id=293[Accessed 28 Desember 2014]. 2014

  • 2.    Heslop, P., Smith, G. D., Metcalfe, C., Macleod, J., Hart, C. Sleep duration and mortality: the effect of short or long sleep duration on cardiovascular and all-cause mortality in working men and women. Sleep Med, 3:305–314. 2002

  • 3.    WHO. Obesity and overweight. [Online] Available from:

http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs311/ en/ [Accessed 15 Dec. 2014]. 2014

  • 4.    Ng, M., Fleming, T., Robinson, M., Thomson, B., Graetz, N., Margono, C., Mullany, E., Biryukov, S., Abbafati, C., Abera, S., Abraham, J., Abu-Rmeileh, N., Achoki, T., AlBuhairan, F., Alemu, Z., Alfonso, R., et al. Global, regional, and national prevalence of overweight and obesity in children and adults during 1980–2013: a systematic analysis for the Global Burden of Disease Study 2013.The Lancet, 384:766-781. 2014

  • 5.    BBC Indonesia. Tingkat obesitas Indonesia nomor 10 dunia.    [online] Available from:

http://www.bbc.co.uk/indonesia/majalah/2014/05/ 140529_iptek_indonesia_obesitas[Accessed 15 Dec. 2014]. 2014

  • 6.    Kohatsu, N. D., Tsai, R., Young, T., et al. Sleep duration and body mass index in a rural population. Arch Intern Med, 166:1701–1705. 2006

  • 7.    Singh, M., Drake, C. L., Roehrs, T., Hudgel, D. W., Roth, T. The association between obesity and short sleep duration: a population-based study. J Clin Sleep Med, 1:357–363. 2005

  • 8.  Hanifpratiwi. “Hubungan Gangguan Tidur

Terhadap Kualitas Hidup Anak dengan Obesitas” (disertasi). Semarang: Universitas Diponegoro. 2013

  • 9.  NHLBI (National Heart, Lung, and Blood

Institute). Sleep, Sleep Disorders, and Biological Rhythms: NIH Curriculum Supplement Series, Grades 9-12. Colorado Springs, CO: Biological Sciences Curriculum Study. 2003

  • 10.    Van Cauter, E., Leproult, R., Plat, L. Age-related changes in slow wave sleep and REM sleep and relationship with growth hormone and cortisol levels in healthy men. JAMA, 284:861-867. 2000

  • 11.    Spiegel, K., Leproult, R., L’Hermite-Baleriaux, M., et al. Leptin levels are dependent on sleep duration:   relationships with sympathovagal

balance, carbohydrate regulation, cortisol, and thyrotropin. J Clin Endocrinol Metab, 89:5762– 5771. 2004

  • 12.    Carskadon, M.& Dement, W. Normal human sleep: An overview. In: Kryger, M. H., Roth, T., Dement, W. C., editors. Principles and Practice of Sleep Medicine. 4th edition. Philadelphia: Elsevier Saunders. pp. 13-23. 2005

  • 13.    Bidulescu, A., Din-Dzietham, R., Coverson, D., Chen, Z., Meng, Y., Buxbaum, S., Gibbons, G. and Welch, V. Interaction of sleep quality and psychosocial stress on obesity in African Americans:    the Cardiovascular Health

Epidemiology Study (CHES). BMC Public Health, 2010;10(1): 581Goldstein, D. The management of eating disorders and obesity. N. J. Humana Press. 2005

  • 14.    Hung, H., Yang, Y., Ou, H., Wu, J., Lu, F., Chang, C. The association between self-reported sleep quality and overweight in a Chinese population. Obesity, 21:486-492. 2013

  • 15.    Olanrewaju GT, I. Association between Subjective Sleep Quality, Hypertension, Depression and Body Mass Index in a Nigerian Family Practice Setting. Journal of Sleep Disorders & Therapy, 03(02). 2014

  • 16.    Jennings, J., Muldoon, M., Hall, M., Buysse, D. and Manuck, S. Self-reported Sleep Quality is Associated With the Metabolic Syndrome. Sleep, 30(2), pp.219-223. 2007

  • 17.    Yan, Z., Chang-Quan, H., Zhen-Chan, L. and BiRong, D. Association between sleep quality and body    mass    index    among    Chinese

nonagenarians/centenarians. AGE, 34(3), pp.527537. 2011

  • 18.    Wuertz, C., Chia, Y. and Lee, J. Relationship of Body Mass Index and Activity Level with Sleep Quality Among College Women. Georgia State Honors College Undergraduate Research Journal, 1(1). 2012

  • 19.    WHO. WHO STEPwise approach to surveillance STEPS).     Geneva,     World     Health

Organization(WHO). 2008

https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum

doi:10.24843.MU.2023.V12.i3.P14

88