ISSN: 2597-8012 JURNAL MEDIKA UDAYANA, VOL. 9 NO.3,MARET, 2020



Diterima:02-02-2020 Revisi:10-02-2020 Accepted: 18-02-2020

PROFIL PEMBERIAN ANTIBIOTIK DAN PERBAIKAN KLINIS DEMAM PADA PASIEN ANAK DENGAN DEMAM TIFOID DI RSUP SANGLAH DENPASAR

Putu Bihan Surya Kinanta1, Desak Gde Diah Dharma Santhi2 Anak Agung Ngurah Subawa2

1Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 2Bagian/SMF Patologi Klinik RSUP Sanglah

ABSTRAK

Demam tifoid merupakan masalah kesehatan di Indonesia karena insiden demam tifoid yang tinggi dan terus meningkat. Diperkirakan 1,08 juta kasus demam tifoid baru terjadi di Indonesia setiap tahunnya. Terapi antibiotika merupakan terapi utama pada demam tifoid. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui profil antibiotik pada pasien anak dengan demam tifoid yang diberi antibiotik dan mengetahui perbaikan gambaran klinis demam tifoid anak pada pemberian berbagai antibiotik di RSUP Sanglah Denpasar. Jenis penelitian yang digunakan adalah cross-sectional analitik dengan pengambilan data secara retrospektif. Sampel diambil dari rekam medis pasien demam tifoid anak yang dirawat di RSUP Sanglah Denpasar. Teknik pemilihan subjek menggunakan total sampling. Subjek merupakan pasien demam tifoid anak yang dirawat di RSUP Sanglah Denpasar. Total sampel diperoleh sebanyak 25 pasien demam tifoid anak. Golongan antibiotik yang digunakan di RSUP Sanglah adalah kloramfenikol, seftriakson, ampisilin, sefiksim, dan antibiotik yang paling banyak digunakan adalah seftriakson (60%) dengan rute pemberian secara intravena (80%) dengan dosis 2gr/hari (40%) selama 5 hari (24%). Rerata lama perbaikan klinis demam menggunakan antibiotik kloramfenikol adalah 6 + 1 hari, seftriakson 5 + 1 hari, ampisilin 6 + 1 hari dan sefiksim 5 + 2 hari. Dapat disimpulkan bahwa hasil analisis statistik dengan uji One Way Anova menunjukkan tidak terdapat hubungan yang bermakna antar penggunaan jenis antibiotik dengan lama perbaikan klinis demam. Diharapkan parameter ini dapat digunakan untuk meningkatkan efektifitas waktu dalam pengobatan demam tifoid anak.

Kata kunci: Demam tifoid, Jenis antibiotik, Anak

ABSTRACT

Typhoid fever is a health problem in Indonesia because the Incidence of typhoid fever is high and continues to increase. Estimated 1.08 million cases of typhoid fever recently occurred in Indonesia each year. Antibiotic therapy is the main therapy on typhoid fever. The purpose of this research is to determine the profile of antibiotics in children with typhoid fever patients who were given antibiotics and determine the clinical improvement of child typhoid fever on the giving of various antibiotics in Sanglah general hospital. This type of research is cross-sectional analytic and retrospective data collection. Samples taken from the medical record of children typhoid patients who admitted to Sanglah general hospital Denpasar. Sample chosen by total sampling. The Subject was the children of typhoid fever patients treated at Sanglah general hospital Denpasar. Total sample obtained as many as 25 children typhoid fever patients. Antibiotics group which used in Sanglah general hospital are chloramphenicol, ceftriaxone, ampicillin, cefixime and the most commonly antibiotics used was 2gr/day (40%) ceftriaxone (60%) intravenous route (80%) for 5 days (24%). The average time of clinical improvement of fever using antibiotics chloramphenicol is 6 + 1 days, ceftriaxone 5 + 1 days, ampicilline 6 + 1 days dan cefixime 5 + 2 days. It can be concluded that the results of statistical analysis with One Way Anova test shows https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum                                           10

doi:10.24843.MU.2020.V9.i3.P03

there was not associated between use type of antibiotics with the clinical improvement of fever. Expected this parameter can be used to increase the effectiveness of time in the treatment of typhoid fever.

Keywords: Typhoid fever, Type of antibiotics, Children

PENDAHULUAN

Penyakit demam tifoid atau penyakit tifus memiliki insiden yang sangat tinggi dengan jumlah kasus yang terus meningkat di rumah sakit maupun di pusat kesehatan.1 Tahun 2000 WHO memperkirakan demam tifoid menimbulkan 21.650.974 kasus dan 216.510 kematian dengan konsekuensi fatalitasnya terjadi di Asia Tenggara.2 Demam tifoid merupakan penyakit yang endemik di Indonesia.

Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut yang menyerang saluran pencernaan.1 Penyakit ini disebabkan oleh Salmonella typhi (S. typhi) yang menginfeksi tubuh manusia melalui makanan yang tercemar. Secara klinis demam tifoid biasanya menunjukkan gejala yang khas seperti adanya kenaikan suhu tubuh (400 – 410 C) terutama pada sore hari dengan pola seperti anak tangga yang tidak turun selama lebih dari satu minggu.3 Apabila demam tidak ditangani maka demam dapat berlangsung selama empat sampai delapan minggu. Adapun gejala lain dapat berupa nyeri pada kepala, adanya nyeri otot, mual dan muntah, gangguan saat buang air besar dan perasaan tidak enak pada bagian perut.4

Patogenesis dari demam tifoid yang berhubungan dengan keadaan bakterimia menjadikan antibiotik sebagai terapi utama untuk menangani demam tifoid. Pemberian antibiotika yang tepat dapat mengubah perjalanan penyakit, memperbaiki klinis demam pasien, mengurangi adanya komplikasi, dan mengurangi angka kematian.5 Antibiotika lini pertama yang dapat digunakan dalam menangani demam tifoid adalah kloramfenikol, tiamfenikol atau ampisilin / amoksisilin. Umumnya dengan menggunakan antibiotik kloramfenikol perbaikan klinis dapat dlihat dalam waktu 72 jam dan suhu tubuh pasien akan kembali normal dalam waktu tiga sampai enam hari.6

Demam merupakan gejala utama yang dapat dijadikan sebagai tolak ukur dalam perbaikan klinis demam tifoid, oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan waktu terjadinya perbaikan gambaran klinis demam pada pasien anak demam tifoid menggunakan beberapa jenis antibiotika seperti kloramfenikol, seftriakson, ampisilin, dan sefiksim di RSUP Sanglah Denpasar pada tahun 2015 yang dilihat dari penurunan demam serta lama rawat inap.

BAHAN DAN METODE

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis analitik potong lintang atau analitik cross-sectional. Pada studi ini akan dicari hubungan antara variabel terikat dengan melakukan pengukuran yang hanya dilakukan satu kali pada sampel tanpa adanya follow-up.7

Sampel penelitian akan diambil dengan teknik sampling non-probability menggunakan total sampling. Dalam penelitian ini sampel diambil dari seluruh pasien infeksi demam tifoid anak yang dirawat di RSUP Sanglah Denpasar periode 1 Maret 2015 – 29 Februari 2016 yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Keterangan     kelaikan     etik     nomor

320/UN.14.2/Litbang/3026.

HASIL

Penelitian ini dilakukan di RSUP Sanglah Denpasar, menggunakan data rekam medis pasien demam tifoid anak, periode 01 Maret 2015 – 29 Februari 2016. Selama periode waktu tersebut, didapatkan sampel sebanyak 46 orang. Pasien yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi sebanyak 25 pasien yang kemudian dijadikan sampel penelitian.

Karakteristik Umum   Sampel

Penelitian

Tabel 1. Distribusi sampel berdasarkan jenis kelamin

Jenis Kelamin

N

%

Laki-laki

11

44

Perempuan

14

56

Jumlah

25

100

Berdasarkan tabel 1 pasien demam tifoid anak lebih banyak berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 14 pasien (54%) dibandingkan dengan laki-laki yaitu sebanyak 11 pasien (44%).

Tabel 2. Distribusi sampel berdasarkan umur

Umur (th)

Frekuensi

Persentase (%)

Mean

0-2

2

8

2-6

10

40

2,60

6-12

9

36

>12

4

16

Total

25

100

Berdasarkan tabel 2 untuk variabel umur didapatkan bahwa rerata umur pasien demam tifoid anak adalah 2,6 tahun. Persentasi

Antibiotika

Dosis

n

%

Kloramfenikol

50mg/kg/hr

3

16

75mg/kg/hr

3

4

1100mg/hr

3

4

Seftriakson

2g/hr

2

40

3g/hr

3

4

100mg/hr

2

4

1900mg/hr

2

4

750mg/hr

1

4

100mg/kg/hr

2

4

Ampisilin

500mg/hr

2

8

Sefiksim

100mg/hr syr

2

8

Jumlah

100

kasus demam tifoid anak berdasarkan umur paling banyak diderita oleh anak pada rentang umur 2-6 tahun yaitu sebanyak 10 pasien (40%).

Tabel 3. Distribusi jenis obat

Antibiotika

Durasi (hari)

Kasus

Persentas e (%)

Kloramfeniko l

6

3

12

7

3

12

Seftriakson

5

6

24

6

5

20

7

4

16

Ampisiin

6

2

8

Sefiksim

5

2

8

Jumlah

25

100

Jenis Obat

Jumlah

Persentase

Kasus

(%)

Antibiotik

25

100

Antipiretik

25

100

Cairan Intravena

25

100

Berdasarkan tabel 3 pasien dengan demam tifoid anak yang dirawat di RSUP Sanglah Denpasar diterapi dengan 3 jenis obat yaitu antibiotik, antipiretik, dan cairan intravena.

Tabel 4. Distribusi penggolongan antibiotik

Penggolongan     Jumlah    Persentase

Antibiotik       Kasus        (%)

Kloramfenikol

6

24

Seftriakson

15

60

Ampisilin

2

8

Sefiksim

2

8

Distribusi antibiotik pada tabel 4 didapatkan bahwa antibiotik yang digunakan adalah kloramfenikol untuk 6 pasien (24%), antibiotik seftriakson untuk 15 pasien (60%), antibiotik ampisilin untuk 2 pasien (8%) dan antibiotik sefiksim untuk 2 pasien (8%).

Tabel 5. Rute pemberian antibiotik pasien demam tifoid anak

Rute Pemberian

Oral Intravena

Kloramfenikol

6

0

6

Seftriakson

3

12

15

Ampisilin

0

2

2

Sefiksim

2

0

2

Pada tabel 5 menunjukkan rute pemberian antibiotik pasien demam tifoid anak berdasarkan jenis antibiotik. Seluruh pasien yang menggunakan antibiotik kloramfenikol diberikan secara oral, pasien yang menggunakan antibiotik seftriakson secara oral sejumlah 3 orang (20%) dan secara intravena sejulmah 12 orang (80%), seluruh pasien yang menggunakan antibiotik ampisilin diberikan secara intravena serta seluruh pasien yang menggunakan antibiotik sefiksim diberikan secara intravena.

Tabel 6. Dosis dan frekuensi penggunaan antibiotic

Berdasarkan tabel 6 diketahui bahwa antibiotik yang paling sering digunakan adalah seftriakson dengan dosis yang bervariasi sejumlah 10 kasus (40%).

Tabel 7. Distribusi durasi penggunaan antibiotik pada pasien demam tifoid anak

Berdasarkan tabel 7 menunjukkan durasi penggunaan antibiotika tersering adalah seftriakson yaitu selama 5 hari (24%).

Tabel 8. Distribusi lama perbaikan klinis demam

Durasi (hari)

Jumlah Kasus

Persentase

3

1

4%

4

9

36%

5

12

48%

6

3

12%

Jumlah

25

100

Berdasarkan tabel 7 dan 8 untuk distribusi lama perbaikan klinis demam

didapatkan bahwa durasi tersingkat perbaikan klinis demam adalah 3 hari dengan antibiotik seftriakson intravena dan durasi terlama adalah 6 hari dengan antibiotik kloramfenikol dan seftriakson serta rerata lama perbaikan klinis demam pada pasien demam tifoid anak adalah 4,68 hari, dan sebagian besar pasien mengalami perbaikan klinis demam dalam 5 hari.

Tabel 9. Distribusi lama rawat inap pasien demam tifoid anak

Durasi (hari)

Jumlah Kasus

Persentase

5

7

28%

6

11

44%

7

7

28%

Jumlah

25

100

Berdasarkan tabel 9 untuk distribusi lama rawat pada pasien demam tifoid anak didapatkan bahwa pasien anak dengan demam tifoid paling sering dirawat selama 6 hari (44%).

Tabel 10. Lama perbaikan klinis demam berdasarkan jenis antibiotik

Nama Antibiotik

Rerata + SD

Nilai p

Kloramfenikol

5,50 + 1,378

Ceftriakson

4,87 + 0,990

0,126

Ampicilin

5,50 + 0,707

Cefixime

4,50 + 2,121

Jumlah

5,04 + 1,136

Berdasarkan tabel 10 diketahui bahwa rerata lama perbaikan klinis demam menggunakan antibiotik kloramfenikol adalah 6 + 1 hari, rerata lama perbaikan klinis demam menggunakan antibiotik seftriakson adalah 5 + 1 hari, rerata lama perbaikan klinis demam menggunakan antibiotik ampisilin adalah 6 + 1 hari dan rerata lama perbaikan klinis demam menggunakan antibiotik sefiksim adalah 5 + 2 hari. Hasil analisis dengan uji One Way Anova didapatkan nilai p=0,126 (0,126>0,005) yang menandakan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara penggunaan antibiotik kloramfenikol, seftriakson, ampisilin, sefiksim dengan lama perbaikan klinis demam.

PEMBAHASAN

Pasien demam tifoid anak di RSUP Sanglah Denpasar didapatkan lebih banyak berjenis kelamin perempuan. Berdasarkan variabel kelompok umur, paling banyak diderita oleh anak pada rentang umur 2-6 tahun. Hal ini disebabkan karena kebiasaan yang dimiliki oleh anak sekolah untuk membeli jajanan yang kebersihannya tidak dapat dijamin.8

Penanganan kasus demam tifoid pada anak yaitu dengan menggunakan antibiotik. https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum doi:10.24843.MU.2020.V9.i3.P03

Pemberian antibiotik pada kasus demam tifoid akan mengurangi komplikasi dan angka kematian, memperpendek perjalanan penyakit serta memperbaiki gambaran klinis, salah satunya terjadi penurunan suhu demam. Jenis antibiotik yang paling banyak digunakan dalam penelitian ini adalah seftriakson dengan pemberian secara oral maupun intravena. Rute pemberian antibiotika secara peroral seharusnya menjadi pilihan pertama untuk terapi infeksi, namun pada infeksi yang sedang hingga berat dapat dipertimbangkan menggunakan antibiotika secara intravena.8 Pemberian antibiotik secara intravena menjadi pilihan yang tepat kepada pasien demam tifoid anak yang berat dengan gejala mual, kehilangan nafsu makan, sembelit atau diare. Sehingga pemberian secara oral tidak akan memberikan efek yang optimal. 9 Adapun dosis antibiotik seftriakson yang digunakan dari penelitian ini mulai dari 100mg sampai dengan 2g per hari. Penentuan dosis antibiotika yang diberikan juga harus disesuaikan dengan tingkat keparahan penyakit/infeksi, riwayat kesehatan, efek dan mekanisme kerja antibiotik dan yang terpenting adalah penentuan dosis untuk anak-anak harus disesuaikan dengan rekomendasi pengobatan demam tifoid yang ada.

Lama penggunaan antibiotik untuk menangani demam tifoid yaitu selama 5-7 hari dengan lama perbaikan klinis demam dari 3-6 hari dan lama rawat inap selama 5-7 hari. Hal ini dipengaruhi oleh kondisi fisik umum dari pasien anak penderita demam tifoid.

Hasil dari penelitian ini didapatkan hubungan yang tidak bermakna antara penggunaan antibiotik kloramfenikol, seftriakson, ampisilin, sefiksim dengan lama perbaikan klinis demam dengan nilai p=0,126. Pada keempat kelompok antibiotik tersebut, tidak ditemukan adanya perbedaan antara waktu bebas demam dan lama rawat di rumah sakit.6

SIMPULAN

Golongan antibiotik yang paling sering digunakan adalah seftriakson dengan rute pemberian secara intravena dengan dosis 2gr/hari selama 5 hari. Berdasarkan hasil uji analisis One Way Anova diketahui bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara penggunaan jenis antibiotik dengan lama perbaikan klinis demam.

SARAN

Diperlukan adanya lanjutan I penelitian ini dengan jumlah sampel yang lebih banyak sehingga proporsi penggunaan antibiotik yang dibandingkan lebih seimbang, serta sebaiknya digunakan desain penelitian prospektif sehingga diamati secara langsung perbaikan gambaran klinis pasien demam tifoid anak.

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    Akhsin     Zulkoni.     Parasitologi.

Yogyakarta: Nuha Medika. 2010

  • 2.    Dewan AM, Corner R, Hashizume M, Ongee ET. Typhoid Fever and Its Association with Environmental Factors in the Dhaka Metropolitan Area of Bangladesh: A Spatial and TimeSeries Approach. PLoS Negl Trop Dis, 2013. 7(1): e1998

  • 3.    Batubara R.Y. Abdominal Typhoid Management in Woman 22 Years with no Diet Regularly and Knowledge of the Less PHBS Especially Washing Hands Before Eating. Journal Medula Unila. 2014. 3(1)

  • 4.    Ali    Soegianto.    Aspects    Of

Environment, Host and Pathogen interaction In Typhoid fever.2009. Hal. 9-24

  • 5.    Permenkes Indonesia. Pedoman Umum Penggunaan Antibiotik. Jakarta: Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2011.

  • 6.    Rampengan N.H. Antibiotik Terapi Demam Tifoid Tanpa Komplikasi pada Anak. Sari Pediatri. 2013. 14(5)

  • 7.  Ghazali, MV., dkk. Studi CrossSectional. Dalam:   SastroasmoroS,

Ismael    S (eds). Dasar-Dasar

Metodologi Penelitian Klinis. 4 ed. Jakarta; 2011. 131-138

  • 8.  Ajum HA. Evaluasi Kerasionalan

penggunaan ntibiotika pada pasien Anak Dengan Demam Tifoid Berdasarkan Kriteria Gyssens Di Instalasi Rawat Inap RSUD Panembahan     Senopati     Bantul

Yogyakarta Periode Januari-Desember 2013. Universitas Sanata Dharma. Yogyakarta. 2015

  • 9.    WHO. Guidelines fot the Diagnosis, Management, and Prevention of Typhoid Fever [Diakses pada tanggal 27    Januari 2017].    Diunduh

dari:http://www.who.int/rpc/TFGuide WHO.pdf2010.

https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum

doi:10.24843.MU.2020.V9.i3.P03

14