ISSN: 2597-8012 JURNAL MEDIKA UDAYANA, VOL. 9 NO.1,JANUARI, 2020



Diterima:26-12-2019 Revisi:30-12-2019 Accepted: 10-01-2020

HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN DISFUNGSI EREKSI PADA PEGAWAI LAKI-LAKI DI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA

Geitha Puspita Darmi1, Made Oka Negara2, Yukhi Kurniawan2

1Program Studi Sarjana Kedokteran dan Profesi Dokter, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

2Departemen Andrologi, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Koresponding author : Geitha Puspita Darmi1

Email: [email protected]

ABSTRAK

Disfungsi ereksi (DE) adalah bentuk klinis yang ditandai dengan ketidakmampuan secara persisten atau berulang untuk mencapai dan mempertahankan kualitas ereksi penis untuk memungkinkan aktivitas seksual yang memuaskan selama tiga bulan. Disfungsi ereksi dapat menjadi salah satu penyebab penting dalam penurunan kualitas hidup laki-laki. Disfungsi ereksi memiliki berbagai etiologi dan faktor risiko, salah satunya adalah merokok. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan merokok dengan kejadian DE pada pegawai laki-laki di Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Penelitian ini dilaksanakan di Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Bali pada bulan Mei sampai Desember 2018. Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan desain cross-sectional dari sumber data primer. Sampel penelitian adalah pegawai laki-laki di Fakultas Kedokteran Universitas Udayana yang ditentukan dengan teknik total sampling dan didapatkan 49 responden yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 72% perokok mengalami DE, menggunakan uji chi-square dengan nilai p = 0,032 atau p < 0,05 (95%IK=1,014-2,944) yang berarti secara statistik bahwa terdapat hubungan antara merokok dengan kejadian DE pada pegawai laki-laki di Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.

Kata Kunci: Disfungsi ereksi, merokok, dan pegawai laki-laki

ABSTRACT

Erectile Dysfunction (ED) is clinical form characterized by persistent or repeated inability to achieve and maintain the quality of penile erections to allow satisfying sexual activity for three months. Erectile Dysfunction can be one of the important causes in decreasing the quality of life of men. Erectile Dysfunction has various etiologies and risk factors, one of which is smoking. The aim of study was to determine relationship of smoking with the incidence of ED in male employees in Faculty of Medicine, Udayana University. This study was conducted at the Faculty of Medicine, Udayana University, Bali, from May to December 2018. The study is an analytical study with a cross-sectional design from primary data sources. Sample was male employees in Faculty of Medicine Udayana University who were determined by total sampling technique and obtained 49 respondents who met the inclusion and exclusion criteria. The results showed that 72% of smokers had ED, using the chi-square test with p value = 0.032 or p <0.05 (95%CI = 1.014-2.944) which means statistically that there was a relationship between smoking and the incidence of ED in male employees in Faculty of Medicine, Udayana University.

Keywords: Erectile dysfunction, smoking, and male employees

PENDAHULUAN

Setiap orang tentunya ingin memiliki kehidupan dengan kualitas yang baik. Kualitas hidup yang baik juga ditentukan oleh kualitas aktivitas seksual yang baik. Aktivitas seksual yang baik adalah hubungan seksual tanpa adanya gangguan secara fisik maupun psikologis. Salah satu hal yang menjamin aktivitas seksual berjalan dengan memuaskan adalah fungsi seksual yang baik. Namun, jika terdapat gangguan dalam aktivitas ini, maka timbul suatu gangguan yang disebut gangguan fungsi seksual atau disfungsi seksual.

Pada laki-laki normal terdapat empat tahap dalam proses fungsi seksual yaitu gairah, ereksi, ejakulasi dan detumescence yaitu penurunan penis setelah ejakulasi.1 Disfungsi seksual pada laki-laki dapat terjadi pada salah satu atau lebih dari proses fungsi seksual tersebut. Disfungsi ereksi merupakan salah satu bagiannya. Disfungsi ereksi (DE) adalah bentuk klinis yang ditandai dengan ketidakmampuan secara persisten atau berulang untuk mencapai dan mempertahankan kualitas ereksi penis untuk memungkinkan aktivitas seksual yang memuaskan selama tiga bulan.2 Disfungsi ereksi dapat menjadi salah satu penyebab penting dalam penurunan kualitas hidup laki-laki. Efek psikologis yang buruk dapat terjadi pada penderita DE misalnya depresi, penurunan harga diri, citra diri yang buruk, stress bahkan terancamnya hubungan kebahagiaan yang telah ada.

Disfungsi ereksi terjadi pada 10 sampai 20 juta laki-laki di Amerika Serikat.3 Peningkatan DE seiring dengan bertambahnya usia. Survei di Australia menyebutkan bahwa setidaknya ada satu dari lima laki-laki berusia 40 tahun mengalami gangguan ereksi.4

Disfungsi ereksi dipengaruhi oleh beberapa etiologi dan faktor risiko diantaranya yaitu faktor organik, psikogenik, atau campuran.3 Faktor organik dibagi menjadi vaskulogenik, hormonal dan neurogenik, dimana faktor vaskulogenik merupakan faktor penyebab terbesar DE yaitu sekitar 60%.5 Faktor vaskulogenik berhubungan dengan penyakit kardiovaskular dan gaya hidup seperti merokok, konsumsi alkohol serta obesitas.

Merokok merupakan kegiatan yang sangat umum dijumpai dalam masyarakat dunia termasuk Indonesia, bahkan setiap harinya sering ditemukan perokok di kalangan masyarakat. Efek menenangkan dan meningkatkan konsentrasi yang ditimbulkan oleh merokok mengakibatkan banyak orang termasuk pegawai menggunakannya untuk meningkatkan produktivitas kerja. Pegawai sering merokok di waktu senggang dan biasanya merokok di sekitar tempat kerjanya. Walaupun di beberapa tempat telah disediakan ruang khusus merokok ataupun diberlakukan suatu tempat sebagai Kawasan Tanpa

Rokok (KTR), masih sering dijumpai adanya kegiatan merokok di tempat yang tidak seharusnya.

Menurut Sitepoe, tipe perokok ada tiga yaitu perokok ringan, sedang, dan berat. Seseorang disebut perokok ringan jika menghisap rokok 1 sampai 10 batang per hari, perokok sedang jika menghisap rokok 11 sampai 24 batang per hari dan disebut perokok berat jika seseorang menghisap rokok lebih dari 24 batang per hari.6 Berdasarkan Riskesdas tahun 2013, cenderung terjadi peningkatan perilaku merokok penduduk ≥15 tahun di Indonesia dari 34,2% pada tahun 2007 menjadi 36,3% pada tahun 2013.7 Proporsi terbanyak perokok aktif setiap hari berada pada rentang usia 30 hingga 59 tahun dengan jumlah rerata yaitu 31,62%. Merokok dapat merusak pembuluh darah dan diduga dapat menyebabkan DE, sehingga perlu untuk diteliti lebih lanjut mengenai hubungan merokok dengan kejadian DE.

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini adalah penelitian analitik dengan desain cross-sectional yang dilakukan di Fakultas Kedokteran Universitas Udayana pada bulan Mei hingga Desember 2018. Populasi penelitian ini adalah keseluruhan pegawai laki-laki di Fakultas Kedokteran Universitas Udayana yang berjumlah 106 pegawai. Teknik pengambilan sampel adalah total sampling. Jumlah sampel adalah 49 orang yang telah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah laki-laki berusia 30 sampai 59 tahun, berkompeten serta dapat diajak berkomunikasi secara verbal, sexually active, pegawai laki-laki di Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, serta bersedia menjadi responden. Kriteria eksklusi adalah tidak dalam sexually active, memiliki riwayat penyakit metabolik atau kardiovaskular, dan tidak bersedia menjadi responden.

Variabel yang diteliti adalah variabel bebas yaitu merokok dan variabel terikat yaitu DE. Data primer variabel bebas didapatkan dari wawancara dan pengisian kuesioner mengenai merokok, sedangkan data primer variabel terikat didapatkan melalui wawancara dan pengisian International Index of Erectile Function-5 (IIEF-5). Analisis statistik menggunakan program SPSS versi 25.0. Analisis yang digunakan adalah analisis univariat dan analisis bivariat yang menggunakan uji chi-square. Ijin penelitian ini telah didapatkan dari. Komisi Etik Penelitian Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Nomor Kelaikan Etik: 1192/UN14.2.2/PD/KEP/2018 tertanggal 16 Mei 2018.

HASIL

Tabel 1 menunjukkan bahwa dari 49 sampel penelitian, jumlah sampel terbanyak berada pada kelompok usia 35-39 tahun dengan jumlah 16 orang (32,7%).

Tabel 1. Distribusi sampel berdasarkan usia

Usia (tahun)

Frekuensi (n)

Persentase (%)

30-34

11

22,4

35-39

16

32,7

40-44

9

18,4

45-49

6

12,2

50-54

5

10,2

55-59

2

4,1

Total

49

100

Tabel 5. Distribusi sampel berdasarkan derajat DE

Derajat

Frekuensi (n)

Persentase (%)

Normal

21

42,9

Ringan

20

40,8

Ringan-sedang

7

14,3

Sedang

0

0

Berat

1

2,0

Total

49

100

Tabel 2 menunjukkan bahwa pada sampel penelitian proporsi pegawai merokok lebih besar dibandingkan yang tidak merokok yaitu 51%.

Tabel 2. Distribusi sampel berdasarkan perilaku merokok

Tabel 6 menunjukkan bahwa 91,8% pegawai telah mengetahui bahwa merokok berbahaya karena dapat mengganggu kesehatan.

Tabel 6. Distribusi sampel berdasarkan tingkat pengetahuan mengenai merokok mengganggu kesehatan

Perilaku

Merokok

Frekuensi (n)

Persentase

(%)

Merokok

25

51

Tidak merokok

24

49

Total

49

100

Tingkat Pengetahuan

Frekuensi (n)

Persentase (%)

Tahu

45

91,8

Tidak Tahu

4

8,2

Total

49

100

Tabel 3 menunjukkan bahwa dari 25 sampel perokok, proporsi perokok ringan (64%) lebih besar dibandingkan perokok sedang (28%) dan berat (8%).

Tabel 3. Distribusi sampel berdasarkan klasifikasi perokok

Klasifikasi Perokok

Frekuensi (n)

Persentase (%)

Ringan

16

64

Sedang

7

28

Berat

2

8

Total

25

100

Pada tabel 4 diperoleh informasi bahwa proporsi kejadian DE lebih besar daripada yang tidak DE yaitu 57,1%.

Tabel 4. Distribusi sampel berdasarkan kejadian DE

Kejadian

Frekuensi (n)

Persentase (%)

DE

28

57,1

Tidak DE

21

42,9

Total

49

100

Berdasarkan tabel 5 diperoleh informasi bahwa 42,9% sampel masuk dalam derajat normal (tidak DE) diikuti dengan proporsi tertinggi DE pada sampel yaitu derajat ringan (40,8%).

Tabel 7 menunjukkan bahwa jumlah pegawai laki-laki yang mengetahui bahwa merokok merupakan faktor risiko terjadinya DE lebih banyak dibandingkan yang tidak tahu yaitu berjumlah 29 orang (59,2%).

Tabel 7. Distribusi sampel berdasarkan tingkat pengetahuan mengenai merokok sebagai faktor risiko DE

Tingkat Pengetahuan

Frekuensi (n)

Persentase (%)

Tahu

29

59,2

Tidak Tahu

20

40,8

Total

49

100

Berdasarkan tabel 8 diperoleh informasi bahwa proporsi perilaku merokok lebih besar mengalami DE (72%) dibandingkan dengan yang tidak merokok (41,7%). Hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,032 yang menunjukkan terdapat hubungan antara merokok dengan kejadian DE. Nilai Prevalence Risk (PR) 1,728 (>1) dan nilai 95%IK (1,014-2,944) tidak mencakup angka 1 berarti bahwa seseorang dengan perilaku merokok mempunyai risiko untuk mengalami DE 1,728 kali lebih besar dibandingkan yang tidak merokok.

Tabel 8. Hubungan merokok dengan kejadian disfungsi ereksi

Perilaku

DE

Tidak DE

Total

P

PR

95%IK

N

(%)

N

(%)

N

(%)

Merokok

18

72

7

28

25

100

0,032

1,728

1,014 –

Tidak

10

41,7

14

58,3

24

100

2,944

merokok

Total

28

57,1

19

42,9

49

100

n=frekuensi; PR= prevalence risk; 95%IK = 95% Interval Kepercayaan


PEMBAHASAN

Hasil uji statistik data penelitian diperoleh nilai p adalah 0,032 dan 95%IK adalah 1,014-2,944 yang menunjukan ada hubungan bermakna antara merokok dengan terjadinya DE. Nilai p yang kurang dari 0,05 berarti kedua variabel mempunya hubungan bermakna. Nilai PR adalah 1,728 yang menunjukan bahwa seseorang dengan perilaku merokok mempunyai risiko mengalami DE 1,7 kali lebih. besar daripada yang tidak merokok. Meta-analisis oleh Cao dkk8 mengenai empat penelitian kohort prospektif dan empat penelitian kasus-kontrol terhadap 28.586 responden menunjukan bahwa pada penelitian kohort prospektif, perokok memiliki risiko sebesar 1,51 (95%IK=1,34-1,71) dan mantan perokok memiliki risiko sebesar 1,29 (95%IK=1,07-1,47)

untuk mengalami DE dibandingkan dengan bukan perokok. Hal ini berarti risiko perokok lebih besar menderita DE daripada seseorang yang telah berhenti merokok dan bukan perokok.

Ereksi penis adalah peristiwa neurovaskular yang ditandai oleh dilatasi arteri yang menyebabkan korpora kavernosa dan korpora spongiosum dari penis terisi oleh darah dan secara bersamaan otot iskhiokavernosus dan bulbospongiosum menekan vena pada korpora kavernosa sehingga mencegah aliran darah pergi.9 Aliran darah yang baik diperlukan untuk tercapainya ereksi yang baik serata dapat mempertahankannya. Kondisi yang mengganggu atau merusak pembuluh darah akan mengganggu fungsi ereksi dan terjadilah DE.3

Dalam asap rokok terkandung tiga zat kimia utama yaitu nikotin, tar dan karbon monoksida. Ketiga zat tersebut dapat menyebabkan vasokontriksi secara langsung dan tidak langsung yang dapat memengaruhi ereksi. Nikotin mengakibatkan penyempitan pembuluh darah termasuk pada penis sehingga aliran darah dan tekanan darah menuju penis menurun. Tar dan karbon monoksida dapat menyebabkan vasokontriksi secara tidak langsung. Tar dapat menempel pada saluran nafas dan mengurangi kekenyalan alveolus yang menganggu pertukaran oksigen di pembuluh darah dan alveolus. Karbon monoksida memiliki ikatan yang lebih kuat terhadap hemoglobin dibandingkan oksigen. Tubuh https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum doi:10.24843.MU.2020.V9.i1.P13

dapat mengalami hipoksia karena kekenyalan alveolusyang terganggu dan ikatan karbon monoksida yang lebih kuat. Akibat hipoksia, vasokontriksi akan terjadi dan dapat memengaruhi terjadinya DE.

Teori mengenai efek nikotin didukung dengan penelitian oleh Hasan dkk10 yang menyimpulkan bahwa merokok mempunyai pengaruh terhadap ereksi laki-laki. Gangguan ereksi lebih sering dialami oleh laki-laki perokok berusia 40 tahun dibandingkan laki-laki berusia di atas 40 tahun namun tidak merokok, bahkan risikonya hingga dua kali lebih besar pada laki-laki perokok berusia 40 tahun dibandingkan dengan laki-laki bukan perokok berusia 50 tahun.

Penelitian oleh Turalaki menyebutkan merokok dan DE mempunyai hubungan (p=0,000), OR=12,64.11 Hal ini disebabkan oleh pengaruh langusng nikotin pada endotel pembuluh darah dan otot korpus kavernosum penis sehingga vasorelaksasi penis terganggu. Vasorelaksasi yang terganggu mengakibatkan aliran darah penis terganggu dan DE terjadi. Berdasarkan analisis multivariat yang dilakukan Turalaki dalam penelitiannya, faktor risiko DE dominan di antara merokok, suhu dan konsumsi alkohol adalah merokok dengan nilai OR=7,6 (95%IK=1,1-50,2) dibandingkan dengan konsumsi alkohol (OR=2,4) dan suhu tempat duduk (OR=1,6).11

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada pegawai laki-laki di Fakultas Kedokteran Universitas Udayana didapatkan hasil bahwa ada hubungan merokok dengan. kejadian disfungsi ereksi pada pegawai laki-laki.

SARAN

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai kejadian DE dengan metode penelitian dan diperlukan jumlah sampel yang lebih banyak agar hasil yang didapatkan lebih representatif terhadap populasi.

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    Pastuszak  AW.   Current diagnosis and

management of erectile dysfunction. Current Sex Health Reproductive; 2014; 6(3): 164-176.

  • 2.    Bella AJ, Lee JC, Carrier S, Benard F, and Brock GB. 2015 CUA Practice guidelines for erectile dysfunction. Canadian Urological Association Journal; 2015; 9(1-2): 23-29.

  • 3.    Sasube N & Rampengan SH. Disfungsi ereksi pada penyakit kardiovaskular. Jurnal Biomedik; 2016; 8(1): 8-16.

  • 4.    Andrology Australia. Erectile dysfunction: impotence and related health issues (Edisi ke-4). Melbourne: Andrology Australia. 2014.

  • 5.    Odriozola AA, Quintanilla MG, Arias JG, and Gonzalez AL. Vascular erectile dysfunction [Internet]. Arch Esp Urol; 2010; 63(8): 611-620. Available                              from:

http://aeurologia.com/articulo_prod.php?id_art =5777666415519 [viewed on 2 February 2018].

  • 8.    Cao S, Yin X, Wang Y, Zhou H, Song F, and Lu Z. Smoking and risk of erectile dysfunction: systematic review of observational studies with meta-analysis. PLoS ONE; 2013; 8(4): 1-6.

  • 9.    Calabro RS, Gervasi G, Naro A, Luca RD, Marullo  M,  and Bramanti P. Erectile

dysfunction in individuals with neurologic disability:  A hospital-based  cross-sectional

study. Innovations in Clinical Neuroscience; 2016; 13(1-2): 10-14.

  • 10.    Hasan NMS, Tendean L, and Wantaouw B. Pengaruh merokok terhadap fungsi ereksi pria. Jurnal e-Biomedik; 2015; 3(1): 180-183.

  • 11.    Turalaki G. Hubungan antara suhu, merokok dan konsumsi minuman beralkohol dengan terjadinya disfungsi ereksi pada sopir angkutan umum di terminal paal dua kota manado tahun 2014. JIKMU; 2015; 5(2): 192-201.

  • 6.    Nusa GB. Perbedaan neutrophil-lymphocyte ratio pada subjek bukan perokok, perokok ringan dan perokok sedang-berat. Universitas Diponegoro; 2016.

  • 7.    Balitbang Kemenkes RI. Riset Kesehatan Dasar; RISKESDAS. Jakarta: Balitbang Kemenkes RI. 2013.

https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum

doi:10.24843.MU.2020.V9.i1.P13

70