ISSN: 2597-8012 JURNAL MEDIKA UDAYANA, VOL. 9 NO.1,JANUARI, 2020



Diterima:23-12-2019 Revisi:25-12-2019 Accepted: 28-12-2019

GAMBARAN KLINIS EFEK SAMPING KEMOTERAPI PADA PASIEN LIMFOMA MALIGNA YANG DIRAWAT DI RSUP SANGLAH DENPASAR PERIODE JANUARI 2015 – AGUSTUS 2016

Ni Putu Yeni Rosita Parastuti1, Ni Made Renny A. Rena2

1Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 2Divisi Hematologi Onkologi Medik Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUP Sanglah Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

ABSTRAK

Limfoma merupakan suatu keganasan imunologi yang berasal dari sel limfosit yang tak terkontrol pertumbuhannya dan menumpuk di kelenjar limfe. Kejadian Limfoma Maligna di RSUP Sanglah terbilang cukup tinggi. Kemoterapi adalah pilihan terapi yang paling sering digunakan pada penderita Limfoma Maligna di RSUP Sanglah. Tujuan studi ini untuk mengetahui gambaran klinis efek samping yang timbul dari pemakaian kemoterapi pada penderita Limfoma Maligna. Penelitian ini menggunakan rancangan studi deskriptif retrospektif. Sampelnya adalah pasien yang dirawat di RSUP Sanglah dan mendapat kemoterapi mulai dari Januari 2015 hingga Agustus 2016. Data sampel diperoleh dari rekam medis pasien limfoma maligna. Data yang diperoleh akan dianalisa secara deskriptif, dan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi. Dari 67 sampel yang dicatat didapatkan delapan jenis obat kemoterapi yang digunakan dalam terapi limfoma maligna di RSUP Sanglah, diantaranya Rituximab, Cyclophosphamide, Vincristine, Doxorubicin, Prednisone, Carboplatin, Etoposide, dan Cisplatin yang dikombinasi menjadi enam regimen kemoterapi. Enam puluh tujuh pasien Limfoma Maligna terdiri dari 40 (59,7%) laki-laki dan 27 (40,3%) perempuan. Hasil dari penelitian ini adalah efek samping hematologi yang tertinggi pada keenam regimen adalah anemia dan neutropenia. Sedangkan efek samping non-hematologi yang tertinggi adalah nyeri, gangguan ginjal akut, gangguan saluran pencernaan, gangguan fungsi hati, dan demam.

Kata kunci: Efek Samping, Kemoterapi, Limfoma Maligna

ABSTRACT

Lymphoma is malignancies of the immunological cells derived from lymphocytes that grow uncontrolled and accumulate in the lymph nodes. The incidence of Malignant Lymphoma in Sanglah Hospital is quite high. Chemotherapy is a treatment option that often used in Malignant Lymphoma patient in Sanglah Hospital. The purpose of this study is to determine the clinical manifestations of side effects that arise from chemotherapy usage in patients with malignant lymphoma. This study used a retrospective descriptive study design. The samples were patients who were treated at Sanglah Hospital and using chemotherapy from January 2015 until August 2016. The sample data obtained from medical records of patients with malignant lymphoma. The obtained data will be analysed descriptively and presented in a frequency distribution table. From 67 samples that were collected, there are eight types of chemotherapy drugs used in the treatment of lymphoma malignant in Sanglah Hospital, including Rituximab, Cyclophosphamide, Vincristine, Doxorubicin, Prednisone, Carboplatin, Etoposide, and Cisplatin that are combined into six chemotherapy regimens. Seventy-one Lymphoma Malignant patients were 40 (59.7%) male and 27 (40.3%) female. The results of this study are haematological toxicity which are the highest in six regimens are anaemia and neutropenia. While the non-hematologic toxicity which are the highest in six regimens are pain, acute kidney damage, gastrointestinal disorder, impaired liver function and fever.

Keywords: side effects, chemotherapy, lymphoma malignant

PENDAHULUAN

Limfoma merupakan suatu kega-nasan imunologi yang berasal dari sel limfosit yang tak terkontrol partum-buhannya dan menumpuk di kelenjar limfe, sehingga tak jarang menimbulkan gambaran klinis berupa limfadenopati. Secara klinis dan patologik, limfoma dapat dibedakan menjadi dua subtipe utama, yakni limfoma Hodgkin (Hodgkin disease) dan limfoma nonHodgkin. Perbedaan kedua sub-tipe ini didasarkan pada keberadaan hitopatologis sel Reed-Sternberg pada limfoma Hodgkin.1

Menurut World Cancer Research Fund International, limfoma nonHodgkin menempati peringkat ke delapan dari 23 keganasan yang umum terjadi pada pria, dan peringkat sepuluh pada wanita. Sementara limfoma Hodgkin menempati peringkat ke 25 pada pria dan ke 22 pada wanita.2 Dapat disimpulkan dari statistik diatas bahwa limfoma Hodgkin lebih jarang ditemui. Di negara Barat dilaporkan insiden limfoma Hodgkin terjadi 3,5/100.000 orang per tahunnya pada pria dan 2,6/100.000 orang per tahunnya pada wanita.3 Di Amerika Serikat sendiri, tiap tahunnya terjadi 7500 kasus baru limfoma Hodgkin dengan perbadingan rasio antara laki-laki dan perempuan 1,3-1,4:1. Berbeda dengan limfoma Hodgkin, Limfoma nonHodgkin atau nonHodgkin Lymphoma (NHL) merupakan keganasan yang cukup sering ditemui. Pada tahun 2000 di Amerika Serikat diperkirakan terdapat 54.900 kasus baru dan 26.100 orang diantaranya meninggal. Pada tahun 1997, limfoma nonHodgkin   dilaporkan sebagai penyebab

kematian akibat kanker utama pada pria usia 2039 tahun. Insiden limfoma nonHodgkin meningkat seiring bertambahnya usia dan mencapai puncaknya pada kelompok dengan umur 80-84 tahun. Saat ini angka pasien limfoma nonHodgkin di Amerika Serikat semakin meningkat 5-10% per tahun, menjadi-kannya peringkat kelima dengan angka kejadian 12-15 per 100.000 penduduk. Di Perancis limfoma nonHodgkin menduduki peringkat ketujuh tersering. Di Indonesia frekuensi kejadian limfoma nonHodgkin jauh lebih tinggi dibandingkan dengan limfoma Hodgkin, bersama dengan leukemia menduduki peringkat keenam tersering.4 Di RSUP Sanglah sendiri selama 20072008, meski kasus limfoma tak dapat digolongkan sering terjadi,

Tabel 1. Distribusi Proporsi Penderita Limfoma Maligna berdasarkan Sosiodemografi di RSUP Sanglah Periode Januari 2015 – Agustus 2016

Regimen Kemoterapi

Jumlah (n = 71)

Frekuensi

% Persentase

CHOP

13

18,3

R-CHOP

48

67,6

ICE

4

5,6

ABVD

2

2,8

CVP

3

4,2

1,4

Gemox

1

Tabel 2. Distribusi Proporsi Regimen Kemoterapi yang Digunakan dalam Terapi Limfoma Maligna di RSUP Sanglah Periode Januari 2015 – Agustus 2016

Karakteristik Sosiodemografi

Jumlah (n = 67)

Frekuensi

% Proporsi

Jenis Kelamin

Laki-laki

40

59,7

Perempuan

27

40,3

Pekerjaan


Tidak Bekerja16

Pegawai Negeri5

Pegawai Swasta13

Ibu Rumah Tangga13

Petani13

Wiraswasta7

Rentang     Usia

Penderita

<20

21 – 30

31 – 40

41 – 50

51 – 60

>60

5

7,5

1

1,5

8

11,9

20

29,9

17

25,4

16

23 9


namun ditemukan terjadi peningkatan jumlah kasus baru sebanyak 56,9 %, yakni dari 39 kasus pada tahun 2007 menjadi 69 kasus pada tahun 2008 dan terus mengalami peningkatan hingga saat ini.5

Kemoterapi merupakan salah satu mo-dalitas terapi kanker dengan menggunakan obat-obatan yang sering digunakan. Pada kasus limfoma entah limfoma Hodgkin atau nonHodgkin, kemoterapi dapat diberikan secara tunggal atau dikombina-sikan dengan terapi radioaktif tergantung dari stadium limfoma itu sendiri. Kemote-rapi berkeja dengan cara melakukan inter-vensi terhadap cell cycle dari sel. Dengan kata lain, obat-obat kemoterapi umumnya menyerang sel-sel yang aktif membelah. Dikarenakan obat-obat kemoterapi ini dibuat tidak spesifik untuk sel kanker saja, maka obat-obatan ini

juga akan ikut menyerang sel-sel lain yang aktif membelah, seperti sel foliker rambut, sel di mulut, sel pada saluran gastrointestinal, dan sel pada sumsum tulang belakang. Adapun efek samping yang kerap muncul pada kemoterapi diantaranya kelelahan, sakit kepala, nyeri otot,

nyeri perut, nyeri pada mulut dan kerongkongan, diare, mual dan muntah, konstipasi, masalah pembentukan darah, kerusakan saraf (seperti kesemutan, terbakar, atau numbness), kehilangan nafsu makan, dan rambut rontok.6 Dari sekian banyak kemoterapi yang dilakukan, belum ada data mengenai efek samping dari kemoterapi. Dengan adanya informasi mengenai efek samping yang sering terjadi setelah dilakukannya kemoterapi pada pasien limfoma, diharapkan akan membuat

Tabel 3. Distribusi Efek Samping Hematologi yang Terjadi Berdasarkan Regimen Kemoterapi di RSUP Sanglah Denpasar periode Januari 2015 – Agustus 2016


Tabel 4. Distribusi Efek Samping Non-HemRaetogilmogeinyKaenmgoTterrajpaidi Berdasarkan RegimenTotal

Kemoterapi di RSUPCSHaOnPglah RDCenHpOaPsar peIrCioEde JanAuBarViD2015 CVAPgustuGs e2m0o1x6    (71)


Anemia

Ringan

8

29

4

2

3

0

46

Berat

3

11

0

0

0

1

15

Trombositopenia

2

2

1

0

0

0

5

Neutropenia

2

12

0

0

0

0

14

Pansitopenia

1

2

0

1

0

0

4


GAMBARAN KLINIS EFEK SAMPING KEMOTERAPI PADA PASIEN LIMFOMA


pasien merasa lebih aman dan dokter pun dapat mengedukasi pasien dengan lebih mudah. Tujuan

Efek Samping

CHOP

RCHOP

Regimen ICE

emoterapi ABVD

CVP

Gemox

Total (71)

Demam

5

12

1

1

2

0

21

Menggigil

1

5

0

0

0

0

6

Alergi

1

16

1

0

1

0

19

Stomatitis

3

4

0

0

0

0

7

Konstipasi

1

4

1

0

2

0

8

Nyeri

6

24

4

2

1

0

37

Mata Kering

0

3

1

1

1

0

6

Gang. Saluran Pencernaan

6

17

0

0

1

0

24

Gang. Saluran Kencing

1

3

1

1

0

0

6

Gang. Kardiovaskuler

0

10

1

0

0

0

11

Neurotoksisitas

3

13

2

1

1

0

20

Kerusakan Ginjal Akut

7

18

2

2

1

0

30

Gangguan Fungsi Hati

5

14

2

2

2

0

25

Gang. Sistem Pernapasan

5

8

2

1

1

0

17

Urine Kemerahan

0

1

0

0

0

0

1


Penelitian adalah untuk mengetahui gambaran klinis efek samping kemoterapi pada pasien limfoma maligna yang dirawat di RSUP Sanglah Denpasar periode Januari 2015 – Agustus 2016.

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif retrospektif yang melibatkan 67 pasien Limfoma Maligna yang dirawat di RSUP Sanglah Denpasar periode Januari 2015 – Agustus 2016.

Diagnosis Limfoma Maligna dite-gakkan dengan pemeriksaan histopatologik pada biopsi eksisi (excisional biopsy) kelenjar getah bening.1 Stadium Limfoma Maligna didasarkan pada kriteria Cotswold (modifikasi kriteria Ann Arbor) yang terdiri atas: stadium I (melibatkan satu region kelenjar getah bening); stadium II (melibatkan dua atau lebih kelenjar getah bening pada satu sisi diafragma); stadium III (melibatkan kelenjar getah

Bening yang berada pada dua sisi diafragma); stadium IV (melibatkan organ atau jaringan diluar kelenjar getah bening dan merujuk pada keadaan difus atau diseminata di sumsum tulang belakang).7

Teknik pengumpulan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah total sampling. Total sampling merupakan salah satu cara dalam pengambilan sampel dimana semua sampel yang ada dimasukkan kedalam penelitian. Metode ini menjadi pilihan peneliti dikarena kekhawatiran akan keterbatasan jumlah sampel yang akan diperoleh. Data yang akan digunakan dalam penelitian adalah data rekam medis pasien yang dicatat berupa nama, usia, jenis kelamin, dan data efek samping dari kemoterapi yang sebelumnya telah tercatat pada registrasi poliklinik dan divisi hemato-onkologi, kemudian data yang diperoleh tersebut akan dimasukkan dalam tabel data frekuensi dan dibandingkan satu sama lain.

Data yang diperoleh akan dibagi menjadi dua, yaitu efek samping hematologik dan efek samping non-hematologik; yang kemudian akan diolah secara manual, kemudian dianalisa secara deskriptif dengan menggunakan SPSS 22, dan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.

HASIL

Pada penelitian didapatkan terdapat enam regimen kemoterapi yang digunakan dalam terapi limfoma maligna di RSUP Sanglah Denpasar,

diantaranya


CHOP      (Cyclophosphamide,


Doxorubicin, Vincris-tine, Prednisone); RCHOP (Rituximab, Cyclophosphamide, Doxorubicin, Vincris-tine, Prednisone); ICE (Ifosfamide, Carbo-

platin, Etoposide); ABVD (Doxorubicin, Bleomycin, Vinblastine, Dacarbazine); CVP (Cyclophosphamide, Vincristine, Prednisone); dan

Gemox (Gemitabine, Oxaliplatin). Dari 67 sampel yang berhasil dikumpulkan didapatkan 40 orang

laki-laki (59,7%) dan 27 orang perempuan (40,3%) dengan rentang usia penderita terbanyak pada usia 41-50 tahun yaitu sebanyak 20 penderita (29,9%) (lihat Tabel 1.).

Pada penelitian ditemukan bahwa dari enam penggunaan regimen kemoterapi, regimen RCHOP adalah regimen yang paling banyak digunakan (lihat Tabel 2.) Dari 71 penggunaan regimen kemoterapi, efek samping hematologi yang paling sering terjadi adalah anemia, yaitu sebanyak 61 penggunaan, dimana 46 penggunaan (64,8%) untuk anemia ringan dan 15 penggunaan (21,1%) untuk anemia berat, sedangkan efek samping hematologi terendah adalah pansitopenia, yaitu sebanyak empat penggunaan (5,6%) (lihat Tabel 3.). Untuk efek samping non-hematologi terbanyak yang terjadi adalah efek samping nyeri, yaitu sebanyak 37 penggunaan (52,1%), dilanjutkan dengan efek samping kerusakan ginjal akut, yaitu sebanyak 30 penggunaan (42,3%), dan gangguan fungsi hati, yaitu sebanyak 25 penggunaan (35,2%). Sedangkan efek samping non-hematologi terendah adalah urine kemerahan, yaitu sebanyak satu penggunaan (1,4%) (lihat Tabel 4.).

PEMBAHASAN

Data efek samping non-hematologi diperoleh dari keluhan pasien sesudah selesai menjalan sesi kemoterapi dan didapat saat rawat jalan di poliklinik Sanglah Denpasar. Namun ada juga yang dilihat dari hasil tes setelah pasien melakukan kemoterapi, seperti tes fungsi hati dan tes fungsi ginjal. Sedangkan data hematologik diperoleh dari tes darah lengkap yang dilakukan pasien setelah maupun sebelum menjalani kemoterapi.

Pada penelitian ini didapatkan efek samping non-hematologi yang muncul berdasarkan regimen kemoterapi yang digunakan yang tertinggi pada penggunaan regimen R-CHOP adalah efek samping nyeri, yaitu sebanyak 24 penggunaan dari 71 penggunaan. Dilanjutkan oleh efek samping gangguan ginjal akut dan gangguan saluran pencernaan, yaitu sebanyak 18 penggunaan untuk efek samping gangguan ginjal akut dan 17 penggunaan untuk efek samping gangguan saluran pencernaan. Hal ini kurang didukung oleh studi yang dilakukan Hiddemann dkk yang melaporkan bahwa kejadian efek samping gangguan saluran pencernaan terbilang cukup rendah. Sementara efek samping hematologi yang sering terjadi pada penggunaan

regimen R-CHOP adalah anemia, yaitu sebanyak 40

Ni Putu Yeni Rosita Parastuti1, Ni Made Renny A. Rena2


penggunaan. Salah satu laporan dari studi di Jerman l h

satu efek samping hematologi yang sering terjadi.8

Efek Samping non-hematologi yang tertinggi pada penggunaan regimen CHOP adalah efek

samping kerusakan ginjal akut, yaitu sebanyak 7 penggunaan. Hal ini masih tidak sesuai oleh studi

https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum


30


doi:10.24843.MU.2020.V9.i1.P06


yang dilakukan oleh Nickenig dkk yang tidak memasukkan efek samping kerusakan ginjal akut pada penelitian mereka. Sedangkan efek samping hematologi tertinggi adalah efek samping anemia, yaitu sebanyak 11 penggunaan, dilanjutkan oleh efek samping trombositopenia dan neutropenia, yaitu masing-masing seba-nyak 2 penggunaan. Hal ini juga disampaikan oleh studi dari Jerman yang melaporkan bahwa efek samping anemia adalah efek samping hematologi yang paling sering muncul.9.

Penggunaan regimen ICE sebagai terapi limfoma maligna di RSUP Sanglah masih terbilang cukup jarang, yakni hanya sebanyak 4 penggunaan. Efek samping hematologi yang paling sering ditimbulkan dari pemakaian regimen ICE ini adalah anemia, yang muncul disetiap penggunaan. Sedangkan efek samping non-hematologi yang paling sering timbul adalah nyeri. Dalam buku farmakologi klinis Melmon & Morrelli’s, dilaporkan bahwa etoposide yang merupakan bagian dari regimen ICE memiliki efek samping nyeri sebagai efek samping yang cukup sering muncul.10

Penggunaan regimen ABVD se-bagai terapi limfoma maligna di RSUP Sanglah juga terbilang sangat jarang, yakni hanya sebanyak dua penggunaan. Dari dua penggunaan tersebut, kejadian efek sam-ping non-hematologi tertinggi adalah nyeri, kerusakan ginjal akut, dan gangguan fungsi hati yang muncul di setiap peng-gunaan. Sedangkan efek samping hema-tologi tertinggi adalah anemia, dan diikuti oleh neutropenia, yaitu sebanyak satu penggunaan. Dalam buku farmakologi klinis Melmon & Morrelli’s, dilaporkan bahwa vinblastine yang merupakan bagian dari regimen ABVD memiliki efek samping nyeri dan juga neutropenia.10

Sama seperti penggunaan regimen ICE dan ABVD, penggunaan regimen CVP sebagai terapi limfoma maligna di RSUP Sanglah terbilang rendah, yakni sebanyak tiga penggunaan. Dari tiga penggunaan, efek samping non-hematologi yang paling sering timbul adalah demam dan konstipasi. Sedangkan efek samping hematologi yang paling sering muncul adalah anemia.

Penggunan regimen gemox sebagai terapi limfoma maligna di RSUP Sanglah sangat sedikit, dalam penelitian ini hanya ditemukan satu penggunaan regimen gemox. Tidak ditemukan adanya efek samping non-hematologi, sedangkan efek samping hematologi yang muncul dari penggunaan regimen ini hanya anemia. Hal ini mungkin terjadi karena waktu penggunaan yang singkat sehingga belum ada efek samping yang dapat diamati. Dalam buku farmakologi klinis Melmon & Morrelli’s, dilaporkan bahwa dari gemcitabine yang merupakan bagian dari regimen gemox memiliki efek samping tersering adalah myelosuppression. Namun efek samping ini belum muncul karena penggunaan yang belum terlalu lama.10 https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum doi:10.24843.MU.2020.V9.i1.P06

SIMPULAN DAN SARAN

Efek samping hematologi yang tertinggi pada keenam regimen adalah anemia dan neutropenia. Sedangkan efek samping non-hematologi yang tertinggi pada regimen RCHOP adalah nyeri, gangguan ginjal akut, dan gangguan saluran pencernaan. Untuk efek samping non-hematologi yang tertinggi pada regimen CHOP adalah kerusakan ginjal akut. Efek samping non-hematologi yang tertinggi pada regimen ICE adalah nyeri. Efek samping non-hematologi yang tertinggi pada regimen ABVD adalah kerusakan ginjal akut, nyeri, dan gangguan fungsi hati. Untuk efek samping non-hematologi yang tertinggi pada regimen CVP adalah demam dan konstipasi.

Dikarenakan waktu pengambilan sampel yang singkat, dari penelitian ini disarankan perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai efek samping dari kemoterapi pada pasien limfoma maligna di lingkungan RSUP Sanglah dengan jangka waktu pengambilan sampel yang lebih lama.

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    Hoffbrand A.V., Moss P.A.H. Limfoma Hodgkin. Kapita Selekta Hematologi. Edisi

  • 6.    Jakarta: EGC, 2011; hal:230-35.

  • 2.    World Cancer Research Fund International. 2015. Cancer Facts & Figures Worldwide Data.              Tersedia             di

http://www.wcrf.org/int/cancer-facts-figures/worldwide-data (diakses tanggal 08 November 2015 pukul 22.56 WITA).

  • 3.    Bakta I.M. 2007. Limfoma Maligna. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta: EGC, hal:192-219.

  • 4.    Reksodiputro A.H., Irawan C. 2014. Limfoma Non-Hodgkin. In: Setiati S., Alwi I. Sudoyo A.W. (Editor). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Edisi VI. Jakarta: InternaPublishing, hal:2975-85.

  • 5.    Sutrisno H., Dharmayuda T.G., Rena A.R. 2010. Gambaran Kuallitas Hidup Pasien Knaker Limfoma Non-Hodgkin yang Dirawat di RRSUP Sanglah Denpasar (Study Pendahuluan). J Peny Dalam, 11 (2): 96-103.

  • 6.    Cancer. net.     2015. Side effect of

Chemotherapy – Common Side Effects. Tersedia                                di

http://www.cancer.net/navigating-cancer-care/how-cancer-

treated/chemotherapy/side-effects-chemotherapy (diakses tanggal 9 November pukul 02.54 WITA).

  • 7.    Adams V.R., Yee G.C. 2008. Lymphomas. In: Dipiro J.T., Talbert R.L., Yee G.C. (Editors).       Pharmacotherapy      A

Pathophysiologic Approach. 7th Edition.

New York:   McGraw-Hill Medical,

hal:2219-44.

  • 8.    Hiddemann W., Kneba M., Dreyling M., Schmitz N., Lengfelder E., Schmits R., Reiser M., Metzner B., Harder H., Hegewisch-Becker S., Fischer T., Kroff M., Reis H., Freund M., Wormann B., Fuchs R., Planker M., Schimke J., Eimermacher H., Trumper L., Aldaoud A., Parwaresch R., Unterhalt M. 2005. Frontline Therapy with Rituximab Added to the Combination of Cyclophosphamide, Doxorubicin, Vincristine, and Prednisone (CHOP) Significantly Improves the Outcome for Patients with Advanced-Stage Follicular Lymphoma Compared with Therapy with CHOP Alone: Result of a Prospestive Randomized Study of the German Low-Grade Lymphoma Study Group. Bloodjournal, 106(12):3725-32.

  • 9.    Nickenig C., Dreyling M., Hoster E., Pfreundschuh M., Trumper L., Reiser M., Wandt H., Lengfelder E., Unterhalt M., Hiddemann W. 2006. Combined Cyclophosphamide,           Vincristine,

Doxorubicin, and Prednisone  (CHOP)

Improves Response Rates but Not Survival and Has Lower Hematologic  Toxicity

Compared with Combined Mitoxantrone, Chlorambucil, and Prednisone (MCP) in Follicular and Mantle Cell Lymphomas. American Cancer Society, 107(5):1014-22

  • 10.    Bertino J.R., O’Connor O.A. 2000. Oncologic Disorder. In: Carruthers S.G., Hoffman B.B., Melmon K.L., et al. (Editors). Melmon and Morrelli's Clinical Pharmacology. 4th Edition. New York: McGraw-Hill, p:800-864.

https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum

doi:10.24843.MU.2020.V9.i1.P06

32