MYASTHENIA GRAVIS, DIAGNOSIS AND TREATMENT
on
DIAGNOSIS DAN TATA LAKSANA MIASTENIA GRAVIS
1A.A Gde Agung Anom Arie W,2Made Oka Adnyana,3 I Putu Eka Widyadharma,
1Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 2,3Bagian/SMF Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RumahSakit Umum Pusat Sanglah Denpasar
ABSTRAK
Miastenia gravis adalah salah satu karakteristik penyakit autoimun yang disebabkan oleh adanya gangguan dari synaptic transmission atau pada neuromuscular junction. Hal ini ditandai oleh suatu kelemahan abnormal dan progresif pada otot rangka yang dipergunakan secara terus-menerus dan disertai dengan kelelahan saat beraktivitas.Sebelum memahami tentang miastenia gravis, pengetahuan tentang anatomi dan fungsi normal dari neuromuscular junction sangatlah penting.Membran presinaptik (membran saraf), membran post sinaptik (membran otot), dan celah sinaps merupakan bagian-bagian pembentuk neuromuscular junction.Mekanisme imunogenik memegang peranan yang sangat penting pada patofisiologi miastenia gravis, dimana antibodi yang merupakan produk dari sel B justru melawan reseptor asetilkolin.Penatalaksanaan miastenia gravis dapat dilakukan dengan obat-obatan, thymomectomy ataupun dengan imunomodulasi dan imunosupresif terapi yang dapat memberikan prognosis yang baik pada kesembuhan miastenia gravis.
Kata kunci : Miastenia gravis, Neuromuscular junction , Penatalaksanaan
MYASTHENIA GRAVIS, DIAGNOSIS AND TREATMENT
ABSTRACT
Myasthenia gravis is one characteristic of autoimmune disease caused by the disruption of synaptic transmission at the neuromuscular junction. It is characterized by a progressive weakness and abnormal skeletal muscle used continuously and accompanied by fatigue on exertion. knowledge of normal anatomy and function of the neuromuscular junction is very important for understanding about myasthenia gravis,.Presynaptic membrane (membrane nerve), post-synaptic membrane (membrane of the muscle), and the synaptic gap forming part of the neuromuscular junction. Immunogenic mechanism plays a very important in the pathophysiology of myasthenia gravis, in which the antibody is the product of B cells is precisely against the acetylcholine receptor. Management of myasthenia gravis to do with drugs, thymomectomy or with immunomodulating and immunosuppressive therapy that can provide a good prognosis in the healing myasthenia gravis.
Keyword : Myasthenia gravis, Neuromuscular junction, Management
PENDAHULUAN
Miastenia gravis adalah salah satu karakteristik penyakit autoimun pada manusia.Selama beberapa dekade terakhir telah dilakukan penelitian tentang gejala miastenia gravisyang diimunisasi dengan acetylcholine receptor (AchR)pada kelinci.Sedangkan pada manusia yang menderita miastenia gravis, ditemukan kelainan pada neuromuscular junctionakibat defisiensi dari acetylcholine receptor (AchR).Pada hampir 90% penderita miastenia gravis,transfer pasif IgG pada beberapa bentuk penyakit dari manusia ke tikus yang diperantarai demonstrasi tentang sirkulasi antibodi AchR,sehingga lokalisasi imun kompleks (IgG dan komplemen) pada membran post sinaptik dari plasmaparesis1.
Kemudian terdapat perkembangan dalam pengertian tentang struktur dan fungsi dari AchR serta interaksinya dengan antibodi AchR, telah dianalisis dengan sangat hati-hati, dan mekanisme dimana antibodi AchR mempengaruhi transmisi neuromuskular.ini diakibatkan adanya hubungan antara konsentrasi,spesifisitas, dan fungsi dari antibodi terhadap manifestasi klinik pada miastenia gravis.1
Kelainan miastenik yang terjadi secara genetik atau kongenital, dapat terjadi karena berbagai faktor.Salah satudiantaranya adalah kelainan pada transmisi neuromuskular yang berbeda dari miastenia gravis yaitu The Lambert-Eaton Myasthenic Syndrome ternyata juga merupakan kelainan yang berbasis autoimun. Pada sindrom ini, zona partikel aktif dari membran presinaptik merupakan target dari autoantibodi yang patogen baik secara langsung maupun tidak langsung1.
Sehingga tidak dapat diragukan bahwa terapi imunomodulasi dan imunosupresif dapat memberikan prognosis yang baik pada penyakit ini. Walaupun terdapat banyak penelitian
tentang terapi miastenia gravis yang berbeda-beda. Akan tetapi, beberapa dari terapi ini justru diperkenalkan saat pengetahuan dan pengertian tentang imunopatogenesis masih sangat kurang2.
DEFINISI MIASTENIA GRAVIS
Miastenia gravis adalah suatu kelainan autoimun yang ditandai oleh suatu kelemahan abnormal dan progresif pada otot rangka yang dipergunakan secara terus-menerus dan disertai dengan kelelahan saat beraktivitas2,.Penyakit ini timbul karena adanya gangguan dari synaptic transmission atau pada neuromuscular junction. Dimana bila penderita beristirahat, maka tidak lama kemudian kekuatan otot akan pulih kembali2.
EPIDEMIOLOGI
Miastenia gravis merupakan penyakit yang jarang ditemui.Angka kejadiannya 20 dalam 100.000 populasi.Biasanya penyakit ini lebih sering tampak pada umurdiatas 50 tahun.Wanita lebih sering menderita penyakit ini dibandingkan pria dan dapat terjadi pada berbagai usia. Pada wanita, penyakit ini tampak pada usia yang lebih muda, yaitu sekitar 28 tahun, sedangkan pada pria, penyakit ini sering terjadi pada usia 60 tahun2,3,4.
ANATOMINEUROMUSCULAR JUNCTION
Pengetahuan tentang anatomi dan fungsi normal dari neuromuscular junction sangatlah pentingsebelum memahami tentang miastenia gravis. Tiap-tiap serat saraf secara normal bercabang beberapa kali dan merangsang tiga hingga beberapa ratus serat otot rangkamotor
end-plate. Ujung-ujung saraf membuat suatu sambungan yang disebut neuromuscular junction atau sambungan neuromuskular2,4,.
Membran presinaptik (membran saraf), membran post sinaptik (membran otot), dan celah sinaps merupakan bagian-bagian pembentuk neuromuscular junction. Bagian terminal dari saraf motorik melebar pada bagian akhirnya yang disebut terminal bulb, yang terbentang diantara celah-celah yang terdapat di sepanjang serat saraf(Gambar 1).2,4.
PATOFISIOLOGI
Observasi klinik yang mendukung hal ini mencakup timbulnya kelainan autoimun yang terkait dengan pasien yang menderita miastenia gravis, misalnya autoimun tiroiditis, sistemik lupus eritematosus, arthritis rheumatoid, dan lain-lain.Sehingga mekanisme imunogenik memegang peranan yang sangat penting pada patofisiologi miastenia gravis.2,4,5.
Hal inilah yang memegang peranan penting pada melemahnya otot penderita dengan miatenia gravis.Sejak tahun 1960, telah didemonstrasikan bagaimana autoantibodi pada serum penderita miastenia gravis secara langsung melawan konstituen pada otot.Tidak diragukan lagi, bahwa antibodipada reseptor nikotinik asetilkolin merupakan penyebab utama kelemahan otot pasien dengan miastenia gravis. Autoantibodi terhadap asetilkolin reseptor (anti-AChRs), telah dideteksi pada serum 90% pasien yang menderita acquired myasthenia gravis generalisata2,4,6.
Miastenia gravis dapat dikatakan sebagai “penyakit terkait sel B”, dimana antibodi yang merupakan produk dari sel B justru melawan reseptor asetilkolin.Peranan sel T pada patogenesis miastenia gravis mulai semakin menonjol.Walaupun mekanisme pasti tentang
hilangnya toleransi imunologik terhadap reseptor asetilkolin pada penderita miastenia gravis belum sepenuhnya dapat dimengerti.Timus merupakan organ sentral terhadap imunitas yang terkait dengan sel T, dimana abnormalitas pada timus seperti hiperplasia timus atau timoma, biasanya muncul lebih awal pada pasien dengan gejala miastenik4,6.
Subunit alfa juga merupakan binding site dari asetilkolin.Sehingga pada pasien miastenia gravis, antibodi IgG dikomposisikan dalam berbagai subklas yang berbeda, dimana satu antibodi secara langsung melawan area imunogenik utama pada subunit alfa.Ikatan antibodi reseptor asetilkolin pada reseptor asetilkolin akan mengakibatkan terhalangnya transmisi neuromuskular melalui beberapa cara, antara lain : ikatan silang reseptor asetilkolin terhadap antibodi anti-reseptor asetilkolin dan mengurangi jumlah reseptor asetilkolin padaneuromuscular junction dengan cara menghancurkan sambungan ikatan pada membran post sinaptik, sehingga mengurangi area permukaan yang dapat digunakan untuk insersi reseptor-reseptor asetilkolin yang baru disintesis(Gambar 2)2,4,6.
GEJALA KLINIS
Miastenia gravis dikarakteristikkan melalui adanya kelemahan yang berfluktuasi pada otot rangka dan kelemahan ini akan meningkat apabila sedang beraktivitas. Penderita akan merasa ototnya sangat lemah pada siang hari dan kelemahan ini akan berkurang apabila penderita beristirahat2. Gejala klinis miastenia gravis antara lain adalah kelemahan pada otot ekstraokular atau ptosis. Ptosis yang merupakan salah satu gejalasering menjadi keluhan utama penderita miastenia gravis, ini disebabkan oleh kelumpuhan dari nervus okulomotorius.Walaupun pada miastenia gravis otot levator palpebra jelas lumpuh, namun ada kalanya otot-otot okular masih bergerak normal. Tetapi pada tahap lanjut kelumpuhan
otot okular kedua belah sisi akan melengkapi ptosis miastenia gravis2(Gambar 3).Sewaktu-waktu dapat pula timbul kelemahan dari otot masseter sehingga mulut penderita sukar untuk ditutup.Kelemahan otot bulbar juga sering terjadi, diikuti dengan kelemahan pada fleksi dan ekstensi kepala.Selain itu dapat pula timbul kesukaran menelan dan berbicara akibat kelemahan dari otot faring, lidah, pallatum molle, dan laring sehingga timbullahparesis dari pallatum molle yang akan menimbulkan suara sengau. Selain itu bila penderita minum air, mungkin air itu dapat keluar dari hidungnya.7
DIAGNOSIS MIASTENIA GRAVIS
Pemeriksaan fisik yang cermat harus dilakukan untuk menegakkan diagnosis suatu miastenia gravis.Kelemahan otot dapat munculmenghinggapi bagian proksimal dari tubuh serta simetris di kedua anggota gerak kanan dan kiri. Walaupun dalam berbagai derajat yang berbeda, biasanya refleks tendon masih ada dalam batas normal6,7.
Kelemahan otot wajah bilateral akan menyebabkan timbulnya myasthenic sneer dengan adanya ptosis dan senyum yang horizontal dan miastenia gravis biasanya selalu disertai dengan adanya kelemahan pada otot wajah.7.
Pada pemeriksaan fisik, terdapat kelemahan otot-otot palatum, yang menyebabkan suara penderita seperti berada di hidung (nasal twang to the voice) serta regurgitasi makanan terutama yang bersifat cair ke hidung penderita. Selain itu, penderita miastenia gravis akan mengalami kesulitan dalam mengunyah serta menelan makanan, sehingga dapat terjadi aspirasi cairan yang menyebabkan penderita batuk dan tersedak saat minum. Kelemahan otot bulbar juga sering terjadi pada penderita dengan miastenia gravis.Ditandai dengan kelemahan otot-otot rahang pada miastenia gravis yang menyebakan penderita sulit untuk
menutup mulutnya, sehingga dagu penderita harus terus ditopang dengan tangan. Otot-otot leher juga mengalami kelemahan, sehingga terjadi gangguan pada saat fleksi serta ekstensi dari leher2,7.
Otot-otot anggota tubuh atas lebih sering mengalami kelemahan dibandingkan otot-otot anggota tubuh bawah.Musculus deltoid serta fungsi ekstensi dari otot-otot pergelangan tangan serta jari-jari tangan sering kali mengalami kelemahan.Otot trisep lebih sering terpengaruh dibandingkan otot bisep.Pada ekstremitas bawah, sering kali terjadi kelemahan melakukan dorsofleksi jari-jari kaki dibandingkan dengan melakukan plantarfleksi jari-jari kaki dan saat melakukan fleksi panggul7.
Hal yang paling membahayakan adalah kelemahan otot-otot pernapasan yang dapat menyebabkan gagal napas akut, dimana hal ini merupakan suatu keadaan gawat darurat dan tindakan intubasi cepat sangat diperlukan. Kelemahan otot-otot faring dapat menyebabkan kolapsnya saluran napas atas dan kelemahan otot-otot interkostal serta diafragma dapat menyebabkan retensi karbondioksida sehingga akan berakibat terjadinya hipoventilasi. Sehinggga pengawasan yang ketat terhadap fungsi respirasi pada pasien miastenia gravis fase akut sangat diperlukan2,7.
Kelemahan sering kali mempengaruhi lebih dari satu otot ekstraokular, dan tidak hanya terbatas pada otot yang diinervasi oleh satu nervus kranialis.Serta biasanya kelemahan otot-otot ekstraokular terjadi secara asimetris.Hal ini merupakan tanda yang sangat penting untuk mendiagnosis suatu miastenia gravis. Kelemahan pada muskulus rektus lateralis dan medialis akan menyebabkan terjadinya suatu pseudointernuclear ophthalmoplegia, yang ditandai dengan terbatasnya kemampuan adduksi salah satu mata yang disertai nistagmus pada mata yang melakukan abduksi2,7
Untuk penegakan diagnosis miastenia gravis, dapat dilakukan pemeriksaan dengan cara penderita ditugaskan untuk menghitung dengan suara yang keras. Lama kelamaan akan terdengar bahwa suaranya bertambah lemah dan menjadi kurang terang. Penderita menjadi anartris dan afonis. Setelah itu, penderita ditugaskan untuk mengedipkan matanya secara terus-menerus dan lama kelamaan akan timbul ptosis. Setelah suara penderita menjadi parau atau tampak ada ptosis, maka penderita disuruh beristirahat.. Kemudian tampak bahwa suaranya akan kembali baik dan ptosis juga tidak tampak lagi.4,7
Untuk memastikan diagnosis miastenia gravis, dapat dilakukan beberapa tes antara lain:
Uji Tensilon (edrophonium chloride)
Untuk uji tensilon, disuntikkan 2 mg tensilon secara intravena, bila tidak terdapat reaksi maka disuntikkan lagi sebanyak 8 mg tensilon secara intravena. Segera setelah tensilon disuntikkankita harus memperhatikan otot-otot yang lemah seperti misalnya kelopak mata yang memperlihatkan adanya ptosis. Bila kelemahan itu benar disebabkan oleh miastenia gravis, maka ptosis itu akan segera lenyap. Pada uji ini kelopak mata yang lemah harus diperhatikan dengan sangat seksama, karena efektivitas tensilon sangat singkat.2,6,7
Uji Prostigmin (neostigmin)
Pada tes ini disuntikkan 3 cc atau 1,5 mg prostigmin methylsulfat secara intramuskular (bila perlu, diberikan pula atropin ¼ atau ½ mg). Bila kelemahan itu benar disebabkan oleh miastenia gravis maka gejala-gejala seperti misalnya ptosis, strabismus atau kelemahan lain tidak lama kemudian akan lenyap.2,6,7
Uji Kinin
Diberikan 3 tablet kinina masing-masing 200 mg. 3 jam kemudian diberikan 3 tablet lagi (masing-masing 200 mg per tablet). Untuk uji ini, sebaiknya disiapkan juga injeksi prostigmin, agar gejala-gejala miastenik tidak bertambah berat.Bila kelemahan itu benar disebabkan oleh miastenia gravis, maka gejala seperti ptosis, strabismus, dan lain-lain akan bertambah berat.2,6,
Laboratorium
Antistriated muscle (anti-SM) antibody
Tes ini menunjukkan hasil positif pada sekitar 84% pasien yang menderita timoma dalam usia kurang dari 40 tahun.Sehingga merupakan salah satu tes yang pentingpada penderita miastenia gravis. Pada pasien tanpa timomaanti-SM Antibodi dapat menunjukkan hasil positif pada pasien dengan usia lebih dari 40 tahun,.7,8
Anti-muscle-specific kinase (MuSK) antibodies.
Hampir 50% penderita miastenia gravis yang menunjukkan hasil anti-AChR Ab negatif (miastenia gravis seronegarif), menunjukkan hasil yang positif untuk anti-MuSK Ab.7,8 Antistriational antibodies
Antibodi ini bereaksi dengan epitop pada reseptor protein titin dan ryanodine (RyR). Antibodi ini selalu dikaitkan dengan pasien timomadengan miastenia gravis pada usia muda. Terdeteksinya titin/RyR antibody merupakan suatu kecurigaaan yang kuat akan adanya timoma pada pasien muda dengan miastenia gravis.Hal ini disebabkan dalam serum
beberapa pasien dengan miastenia gravis menunjukkan adanya antibodi yang berikatan
dalam pola cross-striational pada otot rangka dan otot jantung penderita.7,8
Anti-asetilkolin reseptor antibodi
Hasil dari pemeriksaan ini dapat digunakan untuk mendiagnosis suatu miastenia gravis, dimana terdapat hasil yang postitif pada 74% pasien.80% dari penderita miastenia gravis generalisata dan 50% dari penderita dengan miastenia okular murni menunjukkan hasil tes anti-asetilkolin reseptor antibodi yang positif. Pada pasien timomatanpa miastenia gravis sering kali terjadifalse positive anti-AChR antibody7,8.
Elektrodiagnostik
Pemeriksaan elektrodiagnostik dapat memperlihatkan defek pada transmisi neuromuscular melalui 2 teknik2,7,8 :
Single-fiber Electromyography (SFEMG)
SFEMG mendeteksi adanya defek transmisi pada neuromuscular fiber berupa peningkatan titer dan fiber density yang normal. Karena menggunakan jarum single-fiber, yang memiliki permukaan kecil untuk merekam serat otot penderita. Sehingga SFEMG dapat mendeteksi suatu titer(variabilitas pada interval interpotensial diantara 2 atau lebih serat otot tunggal pada motor unit yang sama) dan suatufiber density (jumlah potensial aksi dari serat otot tunggal yang dapat direkam oleh jarum perekam). 2,7,8
Repetitive Nerve Stimulation (RNS)
Pada penderita miastenia gravis terdapat penurunan jumlah reseptor asetilkolin, sehingga pada RNS terdapat adanya penurunan suatu potensial aksi(Gambar 4).2,6
PENATALAKSANAAN
Mastenia gravis merupakan kelainan neurologik yang paling dapat diobati. Antikolinesterase (asetilkolinesterase inhibitor) dan terapi imunomudulasi merupakan penatalaksanaan utama pada miastenia gravis. Antikolinesterase biasanya digunakan pada miastenia gravis yang ringan.Sedangkan pada pasien dengan miastenia gravis generalisata, perlu dilakukan terapi imunomudulasi yang rutin.Penatalaksanaan miastenia gravis dapat dilakukan dengan obat-obatan, timomektomiataupun dengan imunomodulasi dan imunosupresif terapi yang dapat memberikan prognosis yang baik pada kesembuhan miastenia gravis(Gambar 5)2,4,8.
Terapipemberian antibiotikyang dikombainasikan dengan imunosupresif dan imunomodulasi yang ditunjangdengan penunjang ventilasi, mampu menghambat terjadinya mortalitas dan menurunkan morbiditas. Pengobatan ini dapat digolongkan menjadi terapi yang dapat memulihkan kekuatan otot secara cepat dan tepat yang memiliki onset lebih lambat tetapi memiliki efek yang lebih lama sehingga dapat mencegah terjadinya kekambuhan2,7,8.
Plasma Exchange (PE)
PE paling efektif digunakan pada situasi dimana terapi jangka pendek yang menguntungkan menjadi prioritas.Dasar terapi dengan PE adalah pemindahan anti-asetilkolin secara efektif.Respon dari terapi ini adalah menurunnya titer antibodi. Dimana pasien yang mendapat tindakan berupa hospitalisasi dan intubasi dalam waktu yang lama serta trakeostomi, dapat diminimalisasikan karena efek dramatis dari PE..2,7,8
Terapi ini digunakan pada pasien yang akan memasuki atau sedang mengalami masa krisis.
PE dapat memaksimalkan tenaga pasien yang akan menjalani timektomi atau pasien yang
kesulitan menjalani periode pasca operasi.2,7,8
Belum ada regimen standar untuk terapi ini, tetapi banyak pusat kesehatan yang mengganti sekitar satu volume plasma tiap kali terapi untuk 5 atau 6 kali terapi setiap hari.Albumin (5%) dengan larutan salin yang disuplementasikan dengan kalsium dan natrium dapat digunakan untuk replacement. Efek PE akan muncul pada 24 jam pertama dan dapat bertahan hingga lebih dari 10 minggu.2,7,8
Efek samping utama dari terapi PE adalah terjadi retensi kalsium, magnesium, dan natrium yang dapat menimbulkan terjadinya hipotensi.Ini diakibatkan terjadinya pergeseran cairan selama pertukaran berlangsung.Trombositopenia dan perubahan pada berbagai faktor pembekuan darah dapat terjadi pada terapi PE berulang.Tetapi hal itu bukan merupakan suatu keadaan yang dapat dihubungkan dengan terjadinya perdarahan, dan pemberian fresh-frozen plasma tidak diperlukan.2,7,8
Intravena Immunoglobulin (IVIG)
Mekanisme kerja dari IVIG belum diketahui secara pasti, tetapi IVIG diperkirakan mampu memodulasi respon imun.Reduksi dari titer antibodi tidak dapat dibuktikan secara klinis, karena pada sebagian besar pasien tidak terdapat penurunan dari titer antibodi.Produk tertentu dimana 99% merupakan IgG adalah complement-activating aggregates yang relatif aman untuk diberikan secara intravena. Efek dari terapi dengan IVIG dapat muncul sekitar 3-4 hari setelah memulai terapi.2,7,8
Tetapi berdasarkan pengalaman dan beberapa data, tidak terdapat respon yang sama antara terapi PE dengan IVIG, sehingga banyak pusat kesehatan yang tidak menggunakan IVIG sebagai terapi awal untuk pasien dalam kondisi krisis. Sehingga IVIG diindikasikan pada pasien yang juga menggunakan terapi PE, karena kedua terapi ini memiliki onset yang cepat dengan durasi yang hanya beberapa minggu.2,7,8
Dosis standar IVIG adalah 400 mg/kgbb/hari pada 5 hari pertama, dilanjutkan 1 gram/kgbb/hari selama 2 hari. IVIG dilaporkan memiliki keuntungan klinis berupa penurunan level anti-asetilkolin reseptor yang dimulai sejak 10 hingga 15 hari sejak dilakukan pemasangan infus.2,7,8
Efek samping dari terapi dengan menggunakan IVIG adalah flulike symdrome seperti demam, menggigil, mual, muntah, sakit kepala, dan malaise dapat terjadi pada 24 jam pertama.Nyeri kepala yang hebat, serta rasa mual selama pemasangan infus, sehingga tetesan infus menjadi lebih lambat.2,7,8
Intravena Metilprednisolone(IVMp)
IVMp diberikan dengan dosis 2 gram dalam waktu 12 jam.Bila tidak ada respon, maka pemberian dapat diulangi 5 hari kemudian.Jika respon masih juga tidak ada, maka pemberian dapat diulangi 5 hari kemudian. Sekitar 10 dari 15 pasien menunjukkan respon terhadap IVMp pada terapi kedua, sedangkan 2 pasien lainnya menunjukkan respon pada terapi ketiga. Efek maksimal tercapai dalam waktu sekitar 1 minggu setelah terapi. Penggunaan IVMp pada keadaan krisisakan dipertimbangkan apabila terpai lain gagal atau tidak dapat digunakan.2,7,8
Kortikosteroid
Kortikosteroid adalah terapi yang paling lama digunakan dan paling murah untuk pengobatan miastenia gravis. Kortikosteroid memiliki efek yang kompleks terhadap sistem imun dan efek terapi yang pasti terhadap miastenia gravis masih belum diketahui.Durasi kerja kortikosteroid dapat berlangsung hingga 18 bulan, dengan rata-rata selama 3 bulan.Dimana respon terhadap pengobatan kortikosteroid akanmulai tampak dalam waktu 2-3 minggu setelah inisiasi terapi. 2,7,8
Pasien yang berespon terhadap kortikosteroid akan mengalami penurunan dari titer antibodinya.Karena kortikosteroid diperkirakan memiliki efek pada aktivasi sel T helper dan pada fase proliferasi dari sel B. Sel t serta antigen-presenting cell yang teraktivasi diperkirakan memiliki peran yang menguntungkan dalam memposisikan kortikosteroid di tempat kelainan imun pada miastenia gravis. 2,7,8
Kortikosteroid diindikasikan pada penderita dengan gejala klinis yang sangat menggangu, yang tidak dapat di kontrol dengan antikolinesterase.Dosis maksimal penggunaan kortikosteroid adalah 60 mg/hari kemudian dilakukan tapering pada pemberiannya.Pada penggunaan dengan dosis diatas 30 mg setiap harinya, aka timbul efek samping berupa osteoporosis, diabetes, dan komplikasi obesitas serta hipertensi.2,7,8
Azathioprine
Azathioprine dapat dikonversi menjadi merkaptopurin, suatu analog dari purin yang memiliki efek terhadap penghambatan sintesis nukleotida pada DNA dan RNA.Azathioprine merupakan obat yang secara relatif dapat ditoleransi dengan baik oleh tubuh dan secara umum memiliki efek samping yang lebih sedikit dibandingkan dengan
obat imunosupresif lainnya. Azathioprine biasanya digunakan pada pasien miastenia gravis yang secara relatif terkontrol tetapi menggunakan kortikosteroid dengan dosis tinggi..7,8,9 Azathioprine diberikan secara oral dengan dosis pemeliharaan 2-3 mg/kgbb/hari.Pasien diberikan dosis awal sebesar 25-50 mg/hari hingga dosis optimal tercapai.7,8,9
Respon Azathioprine sangat lambat, dengan respon maksimal didapatkan dalam 12-36 bulan. Kekambuhan dilaporkan terjadi pada sekitar 50% kasus, kecuali penggunaannya juga dikombinasikan dengan obat imunomodulasi yang lain.7,8,9
Cyclosporine
Respon terhadap Cyclosporine lebih cepat dibandingkan azathioprine.Dosis awal pemberian Cyclosporine sekitar 5 mg/kgbb/hari terbagi dalam dua atau tiga dosis.Cyclosporine berpengaruh pada produksi dan pelepasan interleukin-2 dari sel T-helper.Supresi terhadap aktivasi sel T-helper, menimbulkan efek pada produksi antibodi.Cyclosporine dapat menimbulkan efek samping berupa nefrotoksisitas dan hipertensi.7,8,9
Cyclophosphamide (CPM)
Secara teori CPM memiliki efek langsung terhadap produksi antibodi dibandingkan obat lainnya.CPM adalah suatu alkilating agent yang berefek pada proliferasi sel B, dan secara tidak langsung dapat menekan sintesis imunoglobulin..8,9
Timektomi (Surgical Care)
Telah banyak dilakukan penelitian tentang hubungan antara kelenjar timus dengan kejadian miastenia gravis.Germinal center hiperplasia timus dianggap sebagai penyebab yang
mungkin bertanggungjawab terhadap kejadian miastenia gravis.Banyak ahli sarafmemilikipengalaman meyakinkan bahwa timektomi memiliki peranan yang penting untuk terapi miastenia gravis, walaupun kentungannya bervariasi, sulit untuk dijelaskan dan masih tidak dapat dibuktikan oleh standar yang seksama.8,9,10
Timektomitelah digunakan untuk mengobati pasien dengan miastenia gravis sejak tahun 1940 dan untuk pengobatan timoma denga atau tanpa miastenia gravis sejak awal tahun 1900.Tujuan utama dari timektomi ini adalah tercapainya perbaikan signifikan dari kelemahan pasien, mengurangi dosis obat yang harus dikonsumsi pasien,dimana beberapa ahli percaya besarnya angka remisi setelah pembedahan adalah antara 20-40% tergantung dari jenis timektomi yang dilakukan. Ahli lainnya percaya bahwa remisi yang tergantung dari semakin banyaknya prosedur ekstensif adalah antara 40-60%pada lima hingga sepuluh tahun setelah pembedahanadalah kesembuhan yang permanen dari pasien8,9,10
Secara umum, kebanyakan pasien mulai mengalami perbaikan dalam waktu satu tahun setelah timektomi dan tidak sedikit yang menunjukkan remisi yang permanen (tidak ada lagi kelemahan serta obat-obatan).8,9,10
RINGKASAN
Miastenia gravis adalah suatu kelainan autoimun yang ditandai oleh suatu kelemahan abnormal dan progresif pada otot rangka yang dipergunakan secara terus-menerus dan disertai dengan kelelahan saat beraktivitas.Walaupun terdapat banyak penelitian tentang terapi miastenia gravis yang berbeda-beda, tetapi tidak dapat diragukan bahwa terapi imunomodulasi dan imunosupresif dapat memberikan prognosis yang baik pada penyakit ini.Pada pasien miastenia gravis, antibodi IgG dikomposisikan dalam berbagai subklas yang berbeda, dimana satu antibodi secara langsung melawan area imunogenik utama pada subunit alfa.Subunit alfa juga merupakan binding site dari asetilkolin. Ikatan antibodi reseptor asetilkolin pada reseptor asetilkolin akan mengakibatkan terhalangnya transmisi neuromuscular. Miastenia gravis biasanya selalu disertai dengan adanya kelemahan pada otot wajah. Kelemahan otot wajah bilateral akan menyebabkan timbulnya ptosis dan senyum yang horizontal.
DAFTAR PUSTAKA
-
1. Engel, A. G. MD. Myasthenia Gravis and Myasthenic Syndromes. Dalam Annals of Neurology. Volume 16: Page: 519-534. 2004.
-
2. James F.H. Epidemilogy and Pathophysiology. Dalam Jr.M.D,penyunting. Myasthenia Gravis A Manual For Health Care Provider. Edisi ke1.Amerika,2008;8-14.
-
3. Paul W, Wirtz MG,dkk. The epidemiology of myasthenia gravis,Lambert-Eaton myasthenic syndrome and their associated tumours in the northern part of the province of South Holland.2003;250;1-4.
-
4. Romi F, Gilhus N E.Myasthenia gravis clinical, immunological,and therapeutic advances. 2005;111: 134-141.
-
5. Seybold MD, Myasthenia Gravis. [online]. 2011 [cited 2011 December 22]Diunduh dari:http://www.myasthenia.org/docs/MGFA_Brochure_Ocular.pd.
-
6. Matthew, N. Meriggioli, M.D, Chief, Karen L,editors. Myasthenia Gravis. Diagnosis.Seminars in Neurology;2004 1 november; Department of Neurological Sciences, Rush University. Chicago:2004
-
7. John C. Keesey, MD. Clinical Evaluation and Management of Myasthenia Gravis. Dalam:Wiley,penyunting. Muscle and Nerve. Edisi ke -29. USA: Department of Neurology, UCLA School of Medicine, Los Angeles. California, USA,2004;h.484-505.
-
8. Robert M ,Pascuzzi, MD. Medications and Myasthenia Gravis .Myasthenia Gravis Foundation of America: Amerika. 2000;10-23.
-
9. Skeie G. O, Apostolsk S. Guidelines for treatment of autoimmune neuromuscular transmission disorders. 2010;1-10
-
10. Ali Y N, Javad S. Clinical Features, Diagnostic Approach, and Therapeutic Outcomein Myasthenia Gravis Patients with Thymectomy. 2009;18:21-25.
2
Gambar 1. Anatomi suatu Neuromuscular Junction2
Gambar 2. Fisiologi Neuromuscular Junction
Gambar 3.Penderita Miastenia Gravis yang mengalami kelemahan otot esktraokular
2 (ptosis).
Gambar 4.stimulasi berulang saraf dari subjek kontrol normal (A) dan pasien dengan myasthenia gravis (B) menggambarkan suatuklasik decremental respon. Tanggapan yang diperoleh dengan rangsangan berulang pada saraf ulnar pada 3 Hz, rekaman dari digiti minimi otot. (C) Sebuah penurunan menonjol terlihat pada pasien lain dengan MG. Membandingkan amplitudo yang pertamapotensial dengan potensi keempat (panah), ada
penurunan 24%. (D) Segera setelah 30 detik dari latihan, penurunan tersebutsekarang jauh lebih sedikit ('' perbaikan penurunan tersebut''). (E) Empat menit setelah latihan penurunan tersebut kini memburuk (32%) dibandingkan denganistirahat dasar (kelelahan postactivation).6
Gambar 5.Penatalaksanaan miastenia gravis dapat dilakukan dengan obat-obatan, timomektomiataupun dengan imunomodulasi dan imunosupresif terapi yang dapat memberikan prognosis yang baik pada kesembuhan miastenia gravis.2,4,8
22
Discussion and feedback