ISSN: 2597-8012

JURNAL MEDIKA UDAYANA, VOL. 8 NO.10,OKTOBER, 2019

n∩∆ ι≡≈                   OsTnta

HUBUNGAN FAKTOR RISIKO DAN PREVALENSI INFEKSI CACING USUS PADA SISWA SEKOLAH DASAR NEGERI BELANDINGAN, KECAMATAN KINTAMANI KABUPATEN BANGLI

I Gusti Agung Dwi Putri Anjani1, I Made Sudarmaja2, I Kadek Swastika2 1Program Studi Pendidikan Dokter 2Bagian Parasitologi

Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana

ABSTRAK

Infeksi cacing usus merupakan infeksi yang masih banyak diabaikan oleh masyarakat. Penyakit ini umumnya terkait dengan faktor risiko berupa kebiasaan mencuci tangan, memotong kuku secara rutin, penggunaan alas kaki saat di luar rumah, ketersediaan sumber air bersih, kepemilikan jamban, mengonsumsi obat cacing secara rutin, dan penggunaan penutup makanan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan faktor risiko dengan prevalensi infeksi cacing usus pada siswa sekolah dasar (SD) Negeri Belandingan, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli. Jenis penelitian ialah deskriptif analitik dan pengambilan sampel dilakukan hanya sekali dengan teknik total sampling. Pemeriksaan feses dilakukan dengan metode Kato-katz di Laboratorium Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Faktor risiko yang berperan dalam penularan infeksi cacing usus ditentukan dengan analisis statistik univariat dan bivariat. Infeksi cacing usus pada anak SD N Belandingan didapatkan sebesar 8.8% yang terdiri dari Ascaris lumbricoides, cacing tambang, dan Taenia. Hasil analisis bivariat menunjukkan faktor risiko yang terkait dengan infeksi cacing usus yaitu tidak tersedianya sumber air bersih(nilai p=0,023; RP=5,52 95% IK 1,79-15,3) mencuci tangan dengan air saja(nilai p=0,038; RP=0,31 95% IK 0,11-0,86), dan tidak menggunakan penutup makanan(nilai p=0,029; RP=3,94 95% IK 1,37-11,2).

Kata Kunci: Infeksi cacing usus, Faktor risiko, Ascaris lumbricoides, Belandingan

ABSTRACT

Intestinal worm infection is one of neglected infectious disease. The disease is commonly associated with hand-washing practice, nail cutting habit, use of footwear when playing outdoors, clean water source availability, presence of a latrine, routine antihelminthic drug consumption, and the use of food cover as a risk factor. The aim of this study is to determine the relationship of risk factors to the prevalence of intestinal worm infectionin Belandingan Elementary School students, Kintamani Subdistrict, Bangli District. The type of research is analytic descriptive and sampling is done only once with total sampling technique. Stool examination was done by Kato-katz method in Parasitology Laboratory,Faculty of Medicine Udayana University.Univariate and bivariate statistical analyses were used to determine risk factor variables that play a role in intestinal worm infection. The results showed that prevalence of infection in SD N Belandingan students was 8.8% consisting of Ascaris lumbricoides, hookworm, and Taenia. The result of bivariate analysis showed that risk factors related to intestinal worm infection were clean water source unavailable (p = 0.023, PR = 5.52 CI 95% 1.79-15.3), hand washing with water only (p = 0.038, PR = 0.31 CI 95% 0.11-0.86), and not covering food (value p = 0.029; PR = 3.94 CI 95% 1.37-11.2).

Keywords: Intestinal worm infection, Risk factors, Ascaris lumbricoides, Belandingan

PENDAHULUAN

Infeksicacing usus merupakan infeksi yang tidak menunjukkan gejala yang jelas pada awal terinfeksi sehingga kurang diperhatikan oleh masyarakat. Jenis cacing yang sering menginfeksi yaitu golongan Soil

Transmitted Helminths (STH) seperti Ascaris lumbricoides (cacing gelang), Trichuris trichiura (cacing cambuk), Necator americanus, danAncylostoma duodenale (cacing tambang) serta golongan Cestoda seperti Taenia solium,danTaenia

https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum


DOAJ


DIRECTORY OF OPEM ACCESS JOURNALS



saginata.1,2 Di Indonesia prevalensi terinfeksi cacing diperkirakan sekitar 60% dari 220 juta penduduk Indonesia.3 Sedangkanprevalensi infeksi cacing usus di desa Luwus, Bali sebesar 38,57% dari 140 siswa SD I Luwus.4Daerah endemik taeniasis dan sistiserkosis di Indonesia yaitu Bali, Papua dan Sumatra Utara.5 Prevalensi infeksi taeniasis di Bali berkisar antara 0,4%-23%.Sedangkan, prevalensi taeniasis (Taenia saginata) di daerah urban sekitar Denpasar, Bali selama tahun 2002-2004 adalah 14,1% dari sampel yang dicurigai terinfeksi.6

Infeksi cacing usus sering mengenai masyarakat dengan sosial ekonomi yang rendah,kepadatan penduduk,sanitasi lingkungan yang buruk, dan perilaku hygiene perorangan yang kurang bersih seperti buang air besar tidak di jamban, tidak mencuci tangan sebelum makan atau setelah buang air besar, tidak memakai alas kaki saat bermain di tanah, dan tidak mencuci dengan bersih buah dan sayuran yang akan dimakan.5,7,8 Sedangkan mengkonsumsi daging sapi atau babi yang dimasak kurang sempurna meningkatkan risiko terkena Taeniasis. Populasi yang beresiko terkena infeksi cacing yaitu anak-anak karena anak sering bermain di tanah sehingga memiliki risiko untuk kontak dengan tanah yang terkontaminasi larva atau telur cacing lebih besar.9,10

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini menggunakan desain penelitian deskriptif analitik yang menilai hubungan faktor risiko dan prevalensi infeksi cacing usus. Penelitian ini dilaksanakan pada siswa Sekolah Dasar Negeri Belandingan, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli pada bulan April 2017.Sebanyak 148 anak dari kelas I, II, III,IV,V, dan VI Sekolah Dasar Negeri Belandingan tahun ajaran 2016/2017 yang dipilih secara tidak acak (nonprobability sampling) dengan teknik total sampling. Pada anak yang menjadi sampel, dilakukan pemeriksaan feses mikroskopik dengan metode Kato-Katz serta pembagian kuesioner mengenai faktor risiko infeksi cacing usus. Analisis data dilakukan secara deskriptif dan analitik menggunakan uji chi-square dengan interval kepercayaan 95%. Teknik analisis data dilakukan dengan menggunakan software SPSS.

HASIL

Karakteristik sampel dapat dilihat pada Tabel 1. Sampel penelitian mayoritas merupakan anak laki-laki (54,1%) dengan jumlah siswa paling banyak berumur 7 tahun (19,6%) dan paling sedikit umur 14

tahun (0,7%). Mayoritas sampel berada pada kelas satu (22,3%) SD.

Tabel 1. Karakteristik Siswa SD N Belandingan

Karakteristik

n

%

Jenis kelamin

Laki-laki

80

54,1

Perempuan

68

45,9

Umur

7

29

19.6

8

27

18.2

9

18

12.2

10

8

5.4

11

19

12.8

12

23

15.5

13

23

15.5

14

1

0.7

Kelas

I

33

22.3

II

30

20.3

III

21

14.2

IV

15

10.1

V

21

14.2

VI

28

18.9

Prevalensi infeksi cacing usus pada anak SD N Belandingan didapatkan sebesar 8,8% yang terdiri dari Ascaris lumbricoides, cacing tambang, dan Taeniadengan intensitas ringan (Tabel 2).Faktor risiko dinilai dengan kuesioner dan observasi langsung yang digambarkan dalam Tabel 3. Dilakukan analisis bivariat antara faktor risiko dan prevalensi infeksi cacing usus dan ditemukan bahwa faktor risiko signifikan terjadinya infeksi STH adalah tidak tersedia sumber air bersih (p= 0,023), tidak menggunankan penutup makanan (p= 0,029), dan mencuci tangan dengan air saja (p= 0,038).

Tabel 2.Prevalensi Infeksi Cacing Usus

Infeksi Cacing Usus            n        %

Positif                              13         8,8

Negatif                         135       91,2

PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian pada siswa SD N Belandingan melalui pemeriksaan laboratorium terdapat 8,8 % dari total sampel yang positif terinfeksi cacing. Temuan ini lebih kecil dibandingkan dengan hasil prevalensi yang dilaukan oleh Kapti dkk pada anak SD di daerah Bali selama kurun 2003-2007 yang menunjukkan prevalensi yang tinggi berkisar antara   40,94%-92,4%.4Hasil

penelitian ini juga menunjukkan perbedaan dengan penelitian di daerah Luwus, Bali yang menunjukkan infeksi cacingan sebesar 38,57%.4

DOAJ


DIRECTORY OF OPEM ACCESS JOURNALS



Berkaitan dengan faktor risiko kecacingan didapatkan bahwa tidak tersedianya sumber air bersih, mencuci tangan dengan air saja, dan tidak menggunakan penutup makanan menunjukkan

perbedaan yang signifikan. Pada hasil penelitian tidak tersedianya sumber air bersih diperoleh 37,5%siswaterinfeksi cacing dan 62,5% yang tidakterinfeksi cacing usus.

Tabel 3.Analisis bivariat dari faktor risiko infeksicacing usus

Variabel

Positif n(%)

Negatif n (%)

RP (95% IK)

p

Tidak tersedianya sumber air bersih

3 (37,5)

5 (62,5)

5,520 (1,791-15,392)

0,023

Sumber air bersih selain PDAM

11 (7,9)

128 (92,1)

0,356 (0,093-1,370)

0,180

Keadaan air berwarna, berasa, dan berbau

1 (8,3)

11 (91,7)

0,944 (0,134-6,656)

1,000

Tidak memiliki jamban

9 (9,9)

82 (90,1)

1,409 (0,455-4,364)

0,767

BAB selain di jamban

7 (6,5)

101 (93,5)

0,864 (0,235-3,180)

0,539

Memotong kuku>2 minggu sekali

5 (10,6)

42 (89,4)

1,343 (0,464-3,886)

0,552

Memiliki kebiasaan menggigit kuku

10 (8,3)

110 (91,7)

0,778 (0,229-2,642)

0,712

Mencuci tangan dengan air saja

8 (6,5)

116 (93,5)

0,310 (0,111-0,866)

0,038

Kuku kotor*

10(9)

101(91)

1,111 (0,323-3,822)

1,000

Tidak memasak air minum terlebih dahulu

5 (6,7)

70 (93,3)

0,608(0,209-1,773)

0,397

Memakan makanan yang tidak dimasak

1 (10)

9 (90)

1,150 (0,166-7,947)

1,000

Tidak mencuci buah sebelum dimakan

5 (12,8)

34 (87,2)

1,747 (0,608-5,021)

0,328

Tidak menggunakan penutup makanan

4 (26,7)

11 (73,3)

3,941 (1,379-11,260)

0,029

Tidak rutin minum obat cacing

3 (9,4)

29 (90,6)

1,088 (0,318-3,718)

1,000

Minum obat cacing >1 tahun yang lalu

3 (9,1)

30 (90,9)

1,045 (0,305-3,580)

1,000

Bermain menggunakan media tanah

8 (7)

107(93)

0,459 (0,161-1,310)

0,165

Tidak menggunakan alas saat bermain keluar

2 (7,4)

25 (92,6)

0,815 (0,192-3,466)

1,000

rumah

Tidak pernah mencuci tangan (makan &BAB)

9 (7,9)

105(92,1)

0,671 (0.220-2.044)

0,497

(BAB=Buang Air Besar, IK= Interval Kepercayaan, p=nilai p, PDAM= Perusahaan Daerah Air Minum, RP= Rasio Prevalens)

*Berdasarkan observasi langsung

Responden yang tidak memiliki sumber air bersih memiliki risiko terkena infeksi cacing usus 5,520 kali lebih besar dibandingkan dengan yang memiliki sumber air bersih dengan nilai RP 5.520 (1.79115.392). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan pada siswa SD Angkola Timur, Tapanuli Selatan yang menunjukkan adanya hubungan antara ketersediaan air bersih dengan kejadian cacingan.11 Namun penelitian yang dilakukan padasiswa SD di Pulau Barrang Lompo Kota Makassar menunjukkan tidak adanya hubungan antara ketersedian air bersih dengan kejadian cacingan. Air bersih merupakan kebutuhan utama yang harus dipenuhi untuk melakukan kegiatan sehari-hari seperti memasak, mandi mencuci menggunakan air. Apabila tidak terdapat sumber air yang memadai akan menggangu kegiatan sehari-hari tersebut dan memudahkan penularan infeksi cacing.12

Dari hasil penelitian diperoleh responden yang mencuci tangan dengan air saja, https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum

didapatkanterinfeksi cacing usus sebesar 6,5%. Nilai RP 0.310 (0,111-0,866) dimana siswa yang biasa mencuci tangan mereka dengan air saja sebelum makan atau setelah buang air besar memiliki risiko terkena infeksi cacing usus 0,310 kali lebih besar dibandingkan dengan siswa yang biasa mencuci tangan dengan air dan sabun. Penelitian ini menunjukkan hasil yang sejalan dengan penelitian pada siswa SD di Kabupaten Pesisir Selatan Sumatera Barat yang menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan antara mencuci tangan dengan kejadian infeksi cacing13 Sedangkan pada penelitian yang dilakukan pada siswa SD MI Asas Islam Kalibening, Salatiga menunjukkan hasil yang bertentangan yaitu tidak terdapat perbedaan antara kebiasaan mencuci tangan dengan kejadian kecacingan.14 Kebiasaan responden yang tidak mencuci tangan memungkinkan terjadinya kontaminasi terhadap anggota tubuh yang lain atau makanan dan minuman yang tersentuh tangan. Selain

If Λ <λ A I DIRECTORY OF , OPEN ACCESS IJU/' AJ JOURNALS

itu kebanyakan responden yang mencuci tangan hanya mencuci tangan mereka menggunakan air saja, sehingga telur-telur cacing kemungkinan masih melekat dan dapat masuk ke dalam tubuh saat responden memasukkan jari ke dalam mulut atau mengkontaminasi makanan yang tersentuh oleh tangan. Selain mencuci tangan sebelum makan masih banyak juga responden yang tidak mencuci tangan mereka dengan air dan sabun setelah buang air besar. Beberapa responden juga memiliki kebiasaan memasukkan jari ke dalam mulut, hal ini akan mempermudah terjadinya infeksi cacing usus. Oleh karena itu, mencuci tangan dengan air dan sabun merupakan salah satu unsur pencegahan penularan infeksi.

Pada faktor risikotidak menggunakan penutup makanan diperoleh 26,7% responden positif terinfeksi cacing usus dan 73,3%negatif terinfeksi cacing usus. Nilai RP 3.941(1,379-11,260) dimana responden yang tidak menggunakan penutup makanan memiliki risiko terkena infeksi cacing usus 3,941 lebih besar dibandingkan dengan yang menggunakan penutup makanan. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Kapti dkk, sedangkanpenelitian ini menunjukkan hasil yang tidak sejalan dengan penelitian oleh Winita dkk yang menemukan perbedaan antara penggunaan penutup makanan dengan kejadian infeksi cacing usus.15,16 Penggunaan penutup makanan berguna untuk mengurangi terkontaminasinya makanan oleh vektor mekanik cacing usus seperti lalat dan kecoa.Perbedaan ini dikarenakan pada penelitianyang dilakukan oleh Winita dkk para siswa kebanyakan jajan diluar yang sudah dibungkus, sedangkan pada penelitian yang dilakukan oleh Kapti dkk para siswa makan makanan yang diolah dari hasil kebun sendiri dan jarang jajan diluar.

Dari hasil penelitian ini faktor risiko yang menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan yaitu kebersihan kuku, BAB di jamban, penggunaan alas kaki, dan perilaku pengobatan. Pada faktor risiko kebersihan kuku menunjukkan hasil yang bertentangan dengan penelitianpada siswa SD di Kecamatan Angkola Timur, Tapanuli Selatan yang menunjukkan adanya hubungan antara kebersihan kuku dengan kejadian cacingan. Begitupula pada faktor risiko kebiasaan buang air besar di jamban yang menunjukkan hasil bertentangan dengan penelitian siswa SD di Angkola Timur, Tapanuli Selatan yang menemukan adanya hubungan antara kebiasaan BAB di jamban dengan kejadian cacingan.11 Pada faktor risiko penggunaan alas kaki https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum

juga menunjukkan hasil bertentangan dengan penelitian yang dilakukan pada siswa SD di Desa Rejosari, Karangawen, Demak yang menunjukkan terdapat perbedaan antara penggunaan alas kaki dengan kejadian infeksi cacing. Sedangkan pada perilaku pengobatan menunjukkan hasil yang sejalan dengan penelitian siswa SD di Desa Rejosari, Karangawen, Demak yaitu tidak terdapat hubungan antara mengonsumsi obat cacing dengan kejadian infeksi cacing.17

SIMPULAN

Hasil pemeriksaan feses dari 148 siswa ditemukan 13 positif terdiagnosis infeksi cacing usus dengan angka prevalensinya yaitu 8,8% yang terdiri dari Ascaris lumbricoides, cacing tambang, dan Taenia. Terdapat tiga faktor risiko yang berdasarkan analisis memiliki hubungan dengan infeksi cacing usus pada siswa SD Negeri Belandingan yaitu ketersediaan sumber air, kebiasaan mencuci tangan dengan air dan sabun, dan penggunaan penutup makanan.

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    Rusjdi SR. Tinjauan Pustaka Infeksi Cacing dan Alergi. 2015; 4(1), pp.322–325.

  • 2.    Chadijah S, Veridiana NN, dkk. Hubungan Pengetahuan, Perilaku, Dan Sanitasi Lingkungan Dengan Angka Kecacingan Pada Anak Sekolah Dasar Di Kota Palu. Media Litbangkes. 2014; 24(1), pp.50-56

  • 3.    Fatimah F, Sumarni S, Juffrie M.. “Derajat Keparahan Infeksi Soil Transmitted Helminths Terhadap Status Gizi Dan Anemia Pada Anak Sekolah Dasar”. 2012, pp.80–86.

  • 4.    Damayanti A.Pengobatan dan penilaian status gizi anak SDN 1 Luwus, Baturiti yang menderita cacingan.  2009(diunduh 5  Januari  2016).

Tersedia                                     dari:

http://ejournal.unud.ac.id/abstrak/damayanti%20 090102010.pdf

  • 5.    Sandy S, Sumarni.S, dkk. Analisis Model Faktor Risiko Yang Mempengaruhi Infeksi Kecacingan Yang Ditularkam Melalui Tanah Pada Siswa Sekolah Dasar Di Distrik Arso Kabupaten Keerom,Papua.                       Media

Litbangkes.2015;25(1),pp.1-14

  • 6.    Wandra T, dkk. High prevalence of Taenia Saginata taeniasis and status of Taenia solium cysticercosis in Bali, Indonesia,2002-2004.2006;100,pp.346-353

  • 7.    Odinaka KK, Nwolisa EC, dkk. Prevalence and Pattern of Soil-Transmitted Helminthic Infection among Primary School Children in a Rural

    DOAJ


    DIRECTORY OF OPEM ACCESS JOURNALS



Community in Imo State, Nigeria. Journal of Tropical Medicines. 2015,pp. 1-4. Available at: http://dx.doi.org/10.1155/2015/349439

  • 8.    Ziegelbaurer K, Speich B, dkk. Effect of Sanitation on Soil-Transmitted Helminth Infection:  Systematic Review and Meta

Analysis. 2012; 9(1), pp.1-17

  • 9.    Suriawanto N, MusjayaM, dkk. Deteksi Cacing Pita (Taenia Solium L.) Melalui Uji Feses Pada Masyarakat Desa Purwosari Kecamatan Torue Kabupaten Parigi Moutong Sulawesi Tengah. Biocelebes. 2014.;8(1),pp. 17-28

  • 10.    Shumbej T, Belay T, dkk. Soil-Transmitted Helminths and Associated Factors among PreSchool Children in Butajira Town , SouthCentral Ethiopia. 2015, pp.1–11. Available at: http://dx.doi.org/10.1371/journal.pone.0136342.

  • 11.    Fitri J, Saam Z, Hamidy MY. Analisis faktor-faktor risiko infeksi cacingan murid sekolah dasar di Kecamatan Angkola Timur Kabupaten Tapanuli Selatan tahun 2012. Jurnal Ilmu Lingkungan. Universitas Riau;2012.

  • 12.    Nur MI., Ane RL, Selomo, M. Faktor Risiko Sanitasi Lingkungan Rumah Terhadap Kejadian Kecacingan pada Murid Sekolah Dasar di Pulau Barrang Lompo Kota Makassar Tahun 2013.Makasar:Universitas Hasanudin; 2013.

  • 13.    Umar Z. Perilaku Cuci Tangan Sebelum Makan Dan Kecacingan Pada Murid SD Di Kabupaten Pesisir Selatan Sumatera Barat. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional. 2008; 2(6), pp. 249-254

  • 14.    Sofiana L. Hubungan Perilaku dengan Infeksi Soil Transmitted Helminth pada Anak Sekolah Dasar MI Asas Islam Kalibening, Salatiga. 2010;4(4),pp.76-143

  • 15.    Kapti IN, Ariwati L, Sudarmaja IM. Faktor-Faktor Risiko Reinfeksi Ascaris lumbricoides dan Trichuris trichiura pada Anak-Anak SD Daerah Binaan PPKK Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Laporan Hasil Hibah Penelitian. 2004.

  • 16.    Winita R, Mulyati, Astuty H. Upaya Pemberantasan Kecacingan di Sekolah Dasar. Jurnal Makara. 2012; 16 (2):65-71.

  • 17.    Sumanto, D. Uji paparan cacing tambang pada tanah halaman rumah studi populasi di RT.05 RW.III Rimbulor Desa Rejosari, Karangawen, Demak.        http://www//.jurnal.unimus.ac.id

(accessed 2017)

https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum