ISSN: 2597-8012

JURNAL MEDIKA UDAYANA, VOL. 8 NO.8,AGUSTUS, 2019

DOAJ


DIRECTORY OF OPEN ACCESS JOURNALS



POLA ASUH PADA ANAK DENGAN GANGGUAN PEMUSATAN PERHATIAN DAN HIPERAKTIVITAS (GPPH) DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH DENPASAR

Dessy Natasha Ade Putri1, A.A.Ayu Sri Kandhyawati2, Cok Dalem Kurniawan2 1Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana 2Bagian Rehabilitasi Medis, Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah, Denpasar Email : dessynatasyaputri@gmail.com

ABSTRAK

Salah satu gangguan neuropsikiatri masa kanak-kanak adalah Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas (GPPH) yang ditandai dengan minimnya atensi, impulsif dan hiperaktif. Gangguan ini disebabkan oleh faktor genetik, neurochemical, neurophysiological, neuroanatomical, faktor perkembangan, dan psikososial. Pola asuh keluarga mengambil andil dalam kehidupan anak dengan GPPH. Tujuan studi ini untuk memperoleh gambaran mengenai pola asuh anak dengan GPPH yang berkunjung ke RSUP Sanglah Denpasar tahun 2016-2017. Studi deskriptif pada sekali waktu digunakan. Penentuan sampel menggunakan register pasien anak dengan GPPH di RSUP Sanglah Denpasar tahun 2016-2017. Data pasien diambil dari rekam medis, sedangkan tipe pola asuh ditentukan dengan kuisioner. Data dianalisis secara deskriptif menggunakan software komputer. Penelitian ini melibatkan responden sebanyak 42 orang pengasuh anak dengan GPPH. Pola asuh otoritatif paling banyak diterapkan yaitu sebesar 59,5%, diikuti pola asuh otoriter sebesar 28,6% dan yang paling sedikit permisif sebesar 11,9%.

Kata kunci: GPPH, anak, pola asuh

ABSTRACT

One of the neuropsychiatric disorder in childhood is Attention deficit and hyperactivity disorder (ADHD) with symptoms inattention, impulsive and hiperactive. This disorder is cause by multi factor such as genetic, neurochemical, neurophysiological, neuroanatomical, developmental , dan psychosocial factor. Parenting style have important roles in the live of ADHD children. The aim of this research is to get figure of parenting style in ADHD children at Sanglah Hospital in 2016-2017. A descriptive study in one section was used. Sample were selected from register data of children with ADHD at Sanglah General Hospital in 2016-2017. Data was extract from medical record, while parenting style questionnaire was given for parents or other caregiver. Data analyzed descriptively by using computer software. The results showed that there were 42 parents or other caregiver as respondents. Authoritative parenting style was mostly applied by the respondents as many as 59.5%, followed by authoritarian style 28.6% and permissive style 11.9%.

Keywords : ADHD, children, parenting style

PENDAHULUAN

Gangguan pada anak yaitu Gangguan Pemusatan Perhatian dan hiperaktivitas (GPPH) dapat berlangsung hingga dewasa sejak pertama kali didiagnosis pada anak. Berdasarkan 175 studi, prevalens GPPH pada anak-anak diestimasikan sebesar 7,2%.1 Anak dengan GPPH diperkirakan 30% - 65% akan mengalami kondisi yang sama hingga dewasa.2 Gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas secara klinis ditandai dengan gejala inatensi, impulsif dan hiperaktif.2 Dalam jangka panjang GPPH berhubungan signifikan dengan risiko kegagalan dalam pendidikan,

masalah interpersonal, kelainan mental dan tindak kriminal.3 Kondisi ini dapat menimbulkan beban baik bagi keluarga, pelayanan kesehatan dan sosial maupun masyarakat.3

Penyebab gangguan ini belum diketahui secara pasti, tetapi diduga faktor yang mungkin memengaruhi GPPH ialah faktor genetik dan lingkungan.2 Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap kondisi anak GPPH dapat berasal dari keluarga, teman maupun lingkungan sekolah. Keluarga memiliki pengaruh yang dominan bagi tumbuh kembang anak. Interaksi orangtua dan anak dalam keluarga sering dipengaruhi oleh beberapa

Ir><Λ Λ Directoryof OPEN ACCESS JOURNALS

faktor seperti kestabilan emosional, perilaku, konflik orangtua-anak dan pola asuh.4 Pola asuh memiliki peran penting atas perilaku dan psikologis anak. Tiga gaya pengasuhan yang pertama kali diperkenalkan Baumrind antara lain otoritatif, otoriter, dan premisif.5 Gaya pengasuhan bisa dibedakan atas dasar toleransi dan kontrol. Pola asuh memberikan dampak yang berbeda dan kritis dalam pembentukan suatu individu.5

Studi sebelumnya menunjukkan pola asuh orangtua pada anak GPPH cenderung otoriter dibandingkan permisif.2 Keluarga dengan anak GPPH memiliki tingkat stres yang lebih tinggi sehingga cenderung memiliki pola asuh yang negatif. Pola asuh yang negatif dan perilaku negatif anak dengan GPPH membentuk lingkaran hubungan yang saling memengaruhi satu sama lain.6 Faktor pola asuh memengaruhi peningkatan maupun penurunan gejala pada anak GPPH. Penelitian diadakan dengan maksud mengetahui pola asuh pada anak penderita GPPH di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Sanglah Denpasar. Pemahaman tentang pola asuh anak GPPH, diharapkan dapat membantu pengembangan penilaian dan terapi yang lebih efektif untuk gangguan tersebut.

BAHAN DAN METODE

Penelitian deskriptif pada sekali waktu atau cross sectional digunakan dan mengambil tempat di RSUP Sanglah dan kediaman pasien, selama lima bulan (Mei – September 2017). Anak dengan GPPH yang datang ke RSUP Sanglah Denpasar selama Januari 2016 – Agustus 2017 merupakan populasi terjangkau. Kriteria inklusi sampel meliputi anak dengan GPPH yang tercatat di register poliklinik anak dan jiwa RSUP Sanglah Denpasar dan diasuh atau tinggal bersama orangtuanya ataupun pengasuh (minimal telah bersama subyek selama 6 bulan), bersedia mengisi kuesioner dan menandatangani informed consent. Kriteria eklusi yaitu orangtua atau pengasuh yang tidak dapat mengikuti proses pengisian kuesioner sepenuhnya karena hal lain. Berdasarkan hasil penghitungan jumlah minimal sampel sebanyak 42 orang. Sampel ditentukan dari data register pasien anak dengan GPPH di RSUP Sanglah Denpasar tahun 2016-2017 secara acak atau simple random sampling.

Peneliti mengisi form ekstraksi rekam medis dan responden diminta melengkapi kuisioner pola asuh sebagai sumber penelitian. Diagnosis GPPH berdasarkan DSM – 5 didapat dari register. Penilaian jenis pola asuh menggunakan kuesioner yang sudah tervalidasi yaitu Parenting Practices Questionnaire. Permintaan informed consent dari responden dilakukan untuk memastikan kesediaan dalam mengisi kuisioner dan wawancara. Jika responden bersedia, selanjutnya responden diminta https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum

untuk menjawab pertanyaan berdasarkan kuesioner yang tersedia secara lengkap. Data yang terkumpul kemudian dianalisis dan dijelaskan secara deskriptif menggunakan distribusi frekuensi.

HASIL

Karakteristik anak dengan GPPH terdapat pada tabel 1. Pada penelitian ini usia anak dibagi menjadi 2 kategori antara lain kelompok usia prasekolah dan usia sekolah. Sebanyak 26 anak (61,9%) masuk kelompok usia sekolah (6-12 tahun), sedangkan anak dengan usia prasekolah (35 tahun) sebanyak 16 orang (38,1%). Anak dengan GPPH paling banyak berjenis kelamin lelaki yaitu 30 orang (71,4%) sedangkan perempuan sebanyak 12 orang (28,6%). Berdasarkan urutan kelahiran responden yang paling banyak adalah anak sulung sebesar 69% (29 orang), anak bungsu sebesar 23,8% (10 orang), dan terakhir anak tengah sebesar 7,1% (3 orang).

Berdasarkan status gizi sebagian besar anak dengan GPPH memiliki status gizi baik yaitu 29 orang (69%), sedangkan gizi lebih sebanyak 9 orang (21,4%) dan gizi kurang sebanyak 4 orang (9,5%). Sebagian besar anak mendapat terapi kombinasi yaitu 52,4% (22 orang), sedangkan lainnya terapi non-farmakologi sebesar 42,9% (18 orang) dan terapi farmakologi sebesar 4,8% (2 orang). Anak GPPH dengan kelainan komorbid sebanyak 31 anak (73,8%) dan hanya 11 orang (26,2%) yang tidak memiliki penyakit komorbid. Secara khusus didapatkan 22 anak (52,4%) memiliki komorbid gangguan mental berupa autism, asperger syndrome, delayed speech, retardasi mental, dan keterlambatan perkembangan sosial. Tiga orang anak (7,1%) juga berkomorbid dengan penyakit fisik lain seperti pneumonia, epilepsi, meningitis, stuttering, ankyloglossia, adenotonsilitis dan tonsilofaringitis. Enam orang (14,3%) anak GPPH memiliki komorbid gangguan mental dan penyakit fisik.

Tabel 1. Karakteristik Anak GPPH

Variabel

n (%)

Umur

Prasekolah (3-5 tahun)

38,1

Usia Sekolah (6-12 tahun)

61,9

Jenis Kelamin Anak

Lelaki

71,4

Perempuan

28,6

Urutan Kelahiran

Anak Sulung

69

Anak Tengah

7,1

Anak Bungsu

23,8

Status Gizi Anak

DIRECTORY OF OPEN ACCESS JOURNALS

Gizi Lebih

21,4

Gizi Baik

69

Gizi Kurang

9,5

Status Pengobatan Anak

Non-farmakologi

42,9

Farmakologi

4,8

Kombinasi

52,4

Penyakit Penyerta

DOAJ


Gangguan Mental lainnya 52,4 Gangguan mental dan penyakit 14,3 fisik

Tidak ada 26,2

Karakteristik pengasuh dapat dilihat dari tabel 2. Dalam penelitian ini pengasuh dibagi dalam dua kelompok usia yaitu dewasa muda dan dewasa tengah. Pengasuh paling banyak berusia dewasa muda (21-35 tahun) yaitu 23 orang (54,8%) sedangkan yang berusia dewasa tengah (36-55 tahun) sebanyak 19 orang (45,2%). Rata-rata usia pengasuh adalah 35,88 tahun. Anak dengan GPPH di RSUP Sanglah sebagian besar dirawat oleh ibunya yaitu 28 anak (66,7%), 11 anak (26,19%) juga diasuh bersama orang lain selain orangtua seperti oleh kakek atau nenek. Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan pengasuh paling banyak

Tabel 2. Karakteristik Pengasuh Anak dengan GPPH

Variabel

n (%)

Usia Pengasuh

Dewasa muda (21-35 tahun)

54,8

Dewasa tengah (36-55 tahun)

45,2

Jenis Kelamin Pengasuh

Lelaki

26,2

Perempuan

73,8

Suku

Bali

66,7

Jawa

2

Lain-lain

4,8

Pendidikan

SD

2,4

SMP

7,1

SMA

52,4

Diploma

4,8

Perguruan tinggi

33,3

Pekerjaan

Tidak bekerja

26,2

Wiraswata

14,3

Swasta

33,3

PNS

16,7

Lain-lain

9,5

Pendapatan

<UMR Rp 1.960.000,-/ bulan

21,4

>UMR Rp 1.960.000,-/ bulan

78,6

Jenis Keluarga

Keluarga inti

66,7

Keluarga besar

33,3


berasal dari suku Bali sebanyak 28 orang (66,7%), suku Jawa sebanyak 12 orang 28,6%) dan dari suku lain seperti Batak dan Bima sebanyak masing-masing 1 orang (4,8%). Pendidikan terakhir pengasuh paling banyak menyelesaikan SMA sebanyak 22 orang (52,4%), perguruan tinggi sebanyak 14 orang (33,3%), SMP 3 orang (7,1%), diploma 2 orang (4,8%), SD 1 orang (2,4%) dan tidak ada pengasuh yang tidak bersekolah. Pekerjaan pengasuh paling banyak yaitu bekerja swasta 14 orang (33,3%), tidak bekerja 11 orang (26,2%), PNS 7 orang (16,7%), wiraswasta 6 orang (14,3%) dan lainnya 4 orang (9,5%). Berdasarkan pendapatan keluarga rata-rata diatas UMR (> UMR Rp 1.960.000,-/ bulan) yaitu sebanyak 9 orang (21,4%) sedangkan pendapatannya dibawah UMR (< Rp 1.960.000,-/ bulan) sebanyak 33 orang (78,6%). Pada penelitian ini dikelompokkan anak yang tinggal bersama keluarga inti dan keluarga besar. Anak yang tinggal dengan keluarga inti sebanyak 28 orang (66,7%), sedangkan anak yang tinggal dalam satu rumah dengan keluarga lainnya (keluarga besar) sebanyak 14 orang (33,3%).

Dalam menentukan pola asuh dari pengasuh, digunakan kuesioner pola asuh atau Parenting Practices Questionnaire yang dibuat berdasarkan data yang diperlukan dan yang ingin digali dari sampel. Kuesioner juga telah mengalami beberapa penyesuaian sesuai karakteristik populasi yang ingin diteliti, dengan nilai koefisien validitas (item total correction) sebesar 0,370 sampai 0,810 dan nilai r tabel sebesar 0,361.

Sebanyak 18 pertanyaan dibagi ke dalam kategori otoriter 4 pertanyaan, kategori otoritatif 8 pertanyaan dan kategori permisif 6 pertanyaan. Kuisioner pola asuh disusun dalam bentuk pertanyaan dan skala Likert yang memiliki poin 1-5 dipakai sebagai penilai. Skor dihitung untuk setiap kategori pola asuh dan skor terbesar menunjukkan tipe pola asuh yang dianut. Pola asuh dengan skor paling tinggi didapatkan otoritatif sebesar 25 orang (59,5%), kemudian pola asuh otoriter sebanyak 12 orang (28,6%) dan yang paling sedikit adalah pola

DOAJ


DIRECTORY OF OPEN ACCESS JOURNALS



asuh permisif sebanyak 5 orang (11,9%) (Diagram 1).

Diagram 1. Distribusi Responden Berdasarkan Pola Asuh pada Anak dengan GPPH di RSUP Sanglah Denpasar

PEMBAHASAN

Karakteristik anak dengan GPPH dari penelitian ini sebagian besar adalah berumur 6-12 tahun atau usia sekolah. Lembaga pusat kontrol dan pencegahan penyakit melaporkan kejadian GPPH sebesar 9% pada anak usia 3-17 tahun, dengan usia prasekolah bervariasi dari 2-7,9%.7 Gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas seringkali baru terdiagnosis pada anak usia sekolah dengan masalah fokus dan perhatian serta kegagalan dalam bidang akademis. Anak dengan GPPH pada usia prasekolah lebih menunjukkan gejala hiperaktif dibandingkan inatensi.8

Berdasarkan jenis kelamin paling banyak ditemukan anak berjenis kelamin lelaki. Rasio prevalens GPPH pada lelaki dan perempuan dilaporkan sebesar 5:1.9 Pada penelitian ini didapatkan perbandingan 7:3. Hal ini berhubungan dengan perbedaan pola perilaku dan kognitif. Anak lelaki menunjukkan tingkat hiperaktif yang lebih tinggi dan externalizing behaviors yang berhubungan dengan menurunnya kemampuan akademis sehingga lebih awal terdiagnosis GPPH.10 Masalah perilaku pada anak perempuan lebih mungkin berkembang menjadi internalizing behaviors atau perilaku internalisasi. Teori lain berhubungan dengan perkembangan fungsi neurobiologi, kognitif, motor dan sosial yang lebih cepat pada anak perempuan.10 Hal ini menjadi faktor protektif terhadap munculnya gejala GPPH. Anak lelaki lebih mungkin terdiagnosis karena perkembangan kemampuan self-control yang lebih lambat.11 Perbedaan jenis kelamin pada kejadian GPPH juga berhubungan dengan pola pertumbuhan lobus frontal dan basal ganglia, yang diketahui mengalami kelainan pada GPPH.11

Berdasarkan urutan kelahiran paling banyak anak GPPH adalah anak sulung. Anak sulung berisiko mengalami GPPH dua kali lebih besar dari urutan kelahiran lain.12 Urutan kelahiran berhubungan dengan perbedaan perilaku yang didapat dari orangtua. Anak sulung lebih cenderung mendapat stresor karena perilaku orangtua yang lebih protektif.13 Berdasarkan status gizi sebagian besar anak dengan GPPH memiliki status gizi baik. Anak dengan GPPH berisiko mengalami masalah nutrisi dan feeding problem.14 Risiko defisiensi nutrisi pada anak GPPH juga tinggi dan berkaitan dengan jadwal makan yang tidak adekuat dan efek dari pengobatan.14

Pada penelitian ini sebagian besar anak mendapatkan terapi kombinasi yaitu farmakologi dan perilaku. Secara umum pemberian terapi farmakologi meningkat seiring bertambahnya usia. Studi pada 1259 anak di Jerman dengan GPPH menunjukkan anak yang berusia 13-18 tahun 3 kali lebih sering menerima terapi farmakologi dibandingkan yang berusia 6-8 tahun.15 Berdasarkan guideline American Academy of Pediatrics (AAP) tahun 2011, terapi perilaku merupakan pilihan utama pada anak usia prasekolah.16 Terapi farmakologi dapat diberikan apabila terapi perilaku tidak menunjukkan perubahan yang signifikan dan ada gangguan fungsi moderat hingga berat yang terus terjadi pada anak.16

Pada penelitian ini didapatkan banyak anak GPPH memiliki penyakit komorbid tertentu. Penyakit komorbid dapat berupa gangguan mental, penyakit fisik maupun kombinasinya. Gangguan mental tersebut termasuk masalah perilaku atau conduct disorder dan gangguan lain termasuk austism, developmental delay, depresi dan ansietas.17 Anak dengan GPPH juga dapat mengalami masalah fisik seperti keterlambatan bicara, tourette’s syndrome, asma, diabetes, masalah pendengaran atau penglihatan, serta kelainan tulang, sendi dan otot.17

Pada penelitian ini pengasuh paling banyak berusia dewasa muda (21-35 tahun). Sebuah penelitian di sebuah TK di Yogyakarta menunjukkan responden yang merupakan ibu paling banyak berusia 30-40 tahun (51,2%) dan responden terendah berusia <30 tahun (17,5%). Umur yang terlalu muda atau tua bisa memengaruhi peran orangtua dalam pengasuhan anak karena berhubungan dengan kondisi fisik dan psikososialnya.18 Hasil penelitian ini menunjukkan sebagian besar anak diasuh oleh ibunya. Studi menunjukkan ibu lebih sensitif dan nonintrusiveness dibandingkan ayah.19 Sensitif berarti

Γ'VΛ A Directoryof OPEN ACCESS .        JOURNALS

mampu    memahami keinginan anak serta

memberikan respon yang tepat dan sesuai sedangkan non-intrusiveness mengacu kepada penghargaan terhadap hak anak.20 Berdasarkan suku didapatkan pengasuh paling banyak berasal dari suku Bali. Pola asuh itu sendiri dipengaruhi oleh lingkungan sekitar dan budaya.19

Berdasarkan     pendidikan     terakhir,

pengasuh paling banyak adalah SMA. Sebuah penelitian di kota Manado pada 210 orangtua anak dengan GPPH menunjukkan 45,23% orangtua berpendidikan SMA.21 Tinggi rendahnya edukasi orangtua mengambil peranan dari segi pendidikan anak maupun tumbuh kembangnya.18 Pekerjaan pengasuh paling banyak adalah swasta. Aktivitas pengasuh terutama ibu sebagai pondasi rumah tangga memengaruhi kedekatan dengan anaknya.18

Dari hasil penelitian didapatkan pendapatan keluarga rata-rata di atas UMR (> UMR Rp 1.960.000,-/ bulan). Penelitian di Amerika menunjukkan kondisi ekonomi keluarga berhubungan dengan emosi dan pola asuh orangtua sehingga dapat memengaruhi masalah perilaku pada anak.22 Stres karena masalah finansial dapat meningkatkan risiko GPPH pada anak.23 Sebagian besar anak tinggal dalam keluarga inti. Anggota keluarga lain di luar keluarga inti dapat memengaruhi perilaku orangtua bagi anak. Anggota keluarga lain juga dapat menjadi model bagi anak dalam pencarian jati diri.18

Pola asuh yang menonjol dalam penelitian ini adalah otoritatif berjumlah 25 orang (59,5%), diikuti otoriter berjumlah 12 orang (28,6%) dan terakhir permisif berjumlah 5 orang (11,9%) (diagram 1). Hasil yang hampir sama didapatkan dari penelitian pada anak dengan GPPH di Yogyakarta dimana distribusi pola asuh otoritatif sebesar 42,5%, untuk otoriter sebesar 33,8% dan permisif sebesar 23,8%. Penelitian di Manado menunjukkan jenis pola asuh pada anak dengan GPPH terbanyak yaitu jenis pola asuh otoritatif 95,24%, diikuti oleh permisif 3,34% dan otoriter 1,42%.21

Sebuah penelitian menunjukkan orang tua dari anak dengan GPPH lebih banyak yang menerapkan pola asuh otoriter dibandingkan permisif.24 Penelitian lain di Pakistan menunjukkan bahwa pola asuh otoriter dan permisif memiliki hubungan bemakna dengan perilaku memberontak pada anak dengan GPPH baik di rumah maupun di sekolah.25 Beberapa faktor lingkungan yang dapat menjadi faktor risiko GPPH seperti tingkat sosial yang rendah, ukuran keluarga yang besar, konflik dalam keluarga maupun orang tua dengan masalah psikopatologi.23 Meskipun bukan penyebab utama, masalah keluarga menjadi pertimbangan penting dalam perkembangan dan manifestasi GPPH.23

Pendidikan orangtua mungkin secara langsung memengaruhi pola asuh. Pengetahuan https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum

akan pengasuhan yang lebih suportif berhubungan dengan tingginya tingkat pendidikan maternal. Pengasuh anak GPPH dengan tingkat pendidikan yang tinggi lebih menerapkan pola asuh yang permisif dan otoritatif, sedangkan yang tingkat pendidikannya rendah lebih menerapkan pola asuh permisif.24 Kondisi ekonomi keluarga memengaruhi pola asuh secara tidak langsung melalui efek psikologis pada orang tua akibat permasalahan ekonomi.22

Penelitian ini memperlihatkan ada 19 orang ibu yang bersikap otoritatif, 9 orang otoriter dan 1 orang permisif. Studi menunjukkan anak dengan GPPH kurang mendapat perhatian dan lebih dikontrol oleh ibu secara otoriter dibandingkan anak normal.26 Beberapa ibu dari anak dengan GPPH mengalami depresi dan interaksi orangtua-anak menjadi kurang positif dibandingkan anak dari kelompok lain.27 Gejala inatensi dan hiperaktif pada anak menjadi beban bagi ibu, meningkatkan pola asuh negatif seperti penolakan dan menurunkan sikap responsif terhadap kebutuhan anak26

Pola asuh ayah setelah dinilai memperlihatkan ada 5 orang ayah yang otoritatif, 2 orang bersikap otoriter dan 4 orang bersikap permisif. Penelitian di Taiwan menunjukkan anak dengan GPPH kurang mendapat perhatian dari ayahnya dan sebaliknya ayah dari anak dengan GPPH lebih over protektif dan otoriter dibandingkan ayah anak lainnya.28 Kurangnya keterlibatan paternal dan sikap disiplin yang tidak konsisten berhubungan dengan gejala inatensi pada anak sedangkan gejala hiperaktif berhubungan signifikan dengan penurunan komunikasi ayah dan anak.28

Pola asuh otoriter dan permisif pada penilitian ini juga dihubungkan dengan adanya penyakit komorbid pada pasien. Penyakit komorbid dapat memperparah gejala GPPH dan menimbulkan stres pada orangtua. Kondisi anak dengan GPPH memengaruhi kemampuan orangtua untuk mengatur batasan perilaku yang efektif. Studi menunjukkan adanya hubungan antara difungsi kedisiplinan dengan kelanjutan atau peningkatan oposisi dan masalah perilaku pada anak dengan GPPH.29Pada penelitian ini pola asuh otoritatif paling banyak ditemukan pada anak yang mendapat terapi kombinasi. Terapi perilaku yang diberikan salah satunya adalah terapi keluarga, karena kondisi keluarga dapat memengaruhi gejala GPPH. Pengasuhan yang lebih otoritatif dapat menjadi faktor prediktif keberhasilan terapi ini. Pengasuhan yang positif diharapkan mampu mengontrol gejala anak dengan GPPH.24

SIMPULAN

Penelitian ini memperlihatkan pola asuh yang menonjol pada anak GPPH yaitu otoritatif, otoriter



dan yang paling sedikit adalah permisif. Penelitian selanjutnya dapat mencari kaitan lebih lanjut pola asuh dan keparahan gejala anak dengan GPPH dengan cakupan yang lebih luas. Peran keluarga khususnya pola asuh perlu menjadi perhatian dalam penanganan pada anak GPPH.

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.     Thomas R, Sanders S, Doust J, dkk.

Prevalence         of         Attention-

Deficit/Hyperactivity     Disorder:     A

Systematic Review and Meta-analysis.

Pediatrics [Internet]. 2015;135(4):e994– 1001.           Tersedia           pada:

http://pediatrics.aappublications.org/cgi/doi /10.1542/peds.2014-3482

  • 2.     Hunt JC. Associations Between Different

Parenting Styles and Child Behavior. 2013;

  • 3.     Sonuga-Barke EJS, Brandeis D, Cortese S,

dkk. Nonpharmacological interventions for ADHD:  Systematic review and meta

analyses of randomized controlled trials of dietary and psychological treatments. Am J Psychiatry. 2013;170(3):275–89.

  • 4.     Gau SSF, Chang JPC. Maternal parenting

styles and mother-child relationship among adolescents with and without persistent attention-deficit/hyperactivity disorder. Res Dev Disabil [Internet]. 2013;34(5):1581– 94.             Tersedia             pada:

http://dx.doi.org/10.1016/j.ridd.2013.02.00 2

  • 5.     Givertz M, Segrin C. The Association

Between  Overinvolved  Parenting and

Young       Adults’       Self-Efficacy,

Psychological Entitlement, and Family Communication.     Communic    Res.

2014;4(8):1111–36.

  • 6.     Richards JS, Vsquez AA, Rommelse NNJ,

dkk.  A follow-up study of maternal

expressed emotion toward children with attention-deficit/hyperactivity      disorder

(ADHD):  Relation with  severity and

persistence of adhd and comorbidity. J Am Acad Child Adolesc Psychiatry. 2014;53(3):311–20.

  • 7.     McGoey KE, Schreiber J, Venesky L, dkk.

Factor Structure of Attention Deficit Hyperactivity Disorder Symptoms for Children Age 3 to 5 Years. J Psychoeduc Assess [Internet]. 2015;33(5):430–8.

https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum

Tersedia                           pada:

http://jpa.sagepub.com/cgi/doi/10.1177/073 4282914554255

  • 8.     Curchack-Lichtin JT, Chacko A, Halperin

JM. Changes in ADHD symptom endorsement: Preschool to school age. J Abnorm Child Psychol. 2014;42(6):993– 1004.

  • 9.     Rapsomaniki E, Timmis A, George J, dkk.

Blood pressure and incidence of twelve cardiovascular diseases: Lifetime risks, healthy life-years lost, and age-specific associations in 1·25 million people. Lancet. 2014;383(9932):1899–911.

  • 10.    Mahone EM. Neuropsychiatric Differences

Between Boys and Girls With ADHD. Psychiatr Times [Internet]. 2012;29(10):34. Tersedia                           pada:

http://rochester.summon.serialssolutions.co m/2.0.0/link/0/eLvHCXMwTV1NC8IwDC 2C4MXLQHv1D3Rspl3bs2wIiiBM1GM_ Um8Dcf8f06ngMYFA4IWXQ_ISxjZR1vn KXdAOOqAyRtlY2O9rpwxbrq03581ody2 zfGPzbuCzXBYsb5r-

91efJ8BiIdUtUCk2G2NIU_qPIKOlhxJaks dOijQCaQJ4BTayjVaBpm_aQEk1ADoDa zZ0

  • 11.    Mahone EM, Ranta ME, Crocetti D, dkk.

Comprehensive Examination of Frontal Regions in Boys and Girls with Attention-Deficit/Hyperactivity Disorder. J Int Neuropsychol        Soc        [Internet].

2011;17(6):1047–57. Tersedia pada: http://www.journals.cambridge.org/abstract _S1355617711001056

  • 12.    Masana A, Lopez F, Martí S, dkk. Do

Firstborn Children Have an Increased Risk of ADHD? J Atten Disord [Internet]. 2012;XX(X):1–4.     Tersedia     pada:

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/2282 6511

  • 13.    Risal A, Tharoor H. Birth Order and

Psychopathology. J Fam Med Prim Care [Internet]. 2012;1(2):137. Tersedia pada: http://www.jfmpc.com/text.asp?2012/1/2/1 37/104985

  • 14.    Sha’ari N, Manaf ZA, Ahmad M, dkk.

Nutritional status and feeding problems in pediatric attention deficit–hyperactivity disorder. Pediatr Int. 2017;59(4):408–15.

  • 15.    Heins MJ, Bruggers I, Dijk L van, dkk.

ADHD medication prescription. J Child Heal Care [Internet]. 2016;20(4):483–93. Tersedia                           pada:

http://journals.sagepub.com/doi/10.1177/13 67493515620913

  • 16.    Fiks AG, Ross ME, Mayne SL, dkk.

Preschool ADHD Diagnosis and Stimulant Use Before and After the 2011 AAP

DOAJ


DIRECTORY OF OPEN ACCESS JOURNALS



Practice Guideline. Pediatrics [Internet]. 2016;138(6):e20162025–e20162025.

Tersedia                           pada:

http://pediatrics.aappublications.org/cgi/doi /10.1542/peds.2016-2025

  • 17.    Hinojosa MS, Hinojosa R, Fernandez-Baca

  • D, dkk. Parental strain, parental health, and community characteristics among children with     attention     deficit-hyperactivity

disorder. Acad Pediatr [Internet]. 2012;12(6):502–8.     Tersedia     pada:

http://dx.doi.org/10.1016/j.acap.2012.06.00 9

  • 18.    Herlina. Hubungan Pola Asuh Keluarga

  • dengan Kemandirian Perawatan Diri Anak Usia Sekolah di Kelurahan Cisalak Pasar Kecamatan Cimanggis Kota Depok. tesis. 2013;

  • 19.    Hallers-Haalboom ET, Mesman J,

Groeneveld MG, dkk. Mothers, fathers, sons and daughters: Parental sensitivity in families with two children. J Fam Psychol [Internet]. 2014;28(2):138–47. Tersedia pada:

http://doi.apa.org/getdoi.cfm?doi=10.1037/ a0036004

  • 20.    Forehand R, Kotchick BA. Cultural

Diversity: A Wake-Up Call for Parent Training – Republished Article. Behav Ther [Internet]. 2016;47(6):981–92. Tersedia                             pada:

http://dx.doi.org/10.1016/j.beth.2016.11.01 0

  • 21.    Kaunang N. Pola asuh pada anak gangguan

pemusatan perhatian dan hiperaktivitas di kota Manado. 2016;4.

  • 22.    Bøe T, Sivertsen B, Heiervang E, dkk.

Socioeconomic status and child mental health: The role of parental emotional wellbeing and parenting practices. J Abnorm Child Psychol. 2014;42(5):705–15.

  • 23.    Schmiedeler S, Niklas F, Schneider W.

Symptoms of attention-deficit hyperactivity disorder (ADHD) and home learning environment (HLE): findings from a longitudinal study. Eur J Psychol Educ. 2013;29(3):467–82.

  • 24.    Firouzkouhi Moghaddam M, Assareh M,

Heidaripoor A. The  study  comparing

parenting styles of children with ADHD and normal children. Arch  Psychiatry

Psychother Dec2013. 2013;15(4):45–9.

  • 25.    Sheraz A, Najam N. Parenting Styles ,

Parenting Practices and Adhd: Predicting Oppositional Defiant Behaviour in School and Home Setting. 2015;8(1):7–18.

  • 26.    Chang JPC, Gau SSF. Mother-Child

Relationship in Youths with AttentionDeficit Hyperactivity Disorder and their

https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum

Siblings. J Abnorm Child Psychol [Internet]. 2017;45(5):871–82. Tersedia pada:    http://dx.doi.org/10.1007/s10802-

016-0218-9

  • 27.    Lee P, Lin K, Robson D, Yang H, Chen

VC, Niew W. Parent–child interaction of mothers with depression and their children with ADHD. Res Dev Disabil [Internet]. 2013;34(1):656–68.    Tersedia pada:

http://linkinghub.elsevier.com/retrieve/pii/S 0891422212002429

  • 28.   Chang LR, Chiu YN, Wu YY, dkk.

Father’s parenting and father-child relationship among children and adolescents         with         attention-

deficit/hyperactivity disorder. Compr Psychiatry. 2013;54(2):128–40.

  • 29.    Miranda A, Colomer C, Fernández MI,

dkk.  Analysis of personal and family

factors in the persistence of attention deficit hyperactivity disorder:  Results of a

prospective follow-up study in childhood. PLoS One. 2015;10(5):1–16.