ISSN: 2597-8012       JURNAL MEDIKA UDAYANA, VOL. 8 NO.8,AGUSTUS, 2019

n∩Λ IS=                OSTnta

JOURNALS                                                       ......."™

HUBUNGAN TINGKAT INKONTINENSIA URIN DENGAN DERAJAT DEPRESI PADA PASIEN LANJUT USIA DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDA WANA SERAYA DENPASAR

Desak Made Cittarasmi Saraswati Seputra1, Ida Bagus Putrawan2, Ni Ketut Rai Purnami2

  • 1Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

  • 2 Departemen/KSM Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP

Sanglah Denpasar

Email: desak_citta@yahoo.com

ABSTRAK

Salah satu penyakit yang sering dialami oleh lanjut usia adalah inkontinensia urin. Meskipun inkontinensia urin tidak termasuk dalam penyakit yang dapat mengancam nyawa, namun inkontinensia urin dapat berpengaruh terhadap kondisi psikologis seseorang. Salah satu dampak dari inkontinensia urin adalah depresi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara tingkat inkontinensia urin dengan derajat depresi. Penelitian ini menggunakan metode potong lintang dengan 23 orang lanjut usia sebagai sampel (total sampling). Inkontinensia urin ditentukan dengan menggunakan kuesioner International Consultation on Incontinence Questionnaire-Urinary Incontinence (ICIQ-UI) Short Form dan depresi ditentukan melalui skoring kuisioner Geriatric Depression Scale (GDS) Short Form. Pada penelitian ini didapatkan bahwa prevalensi inkontinensia urin pada lansia di Panti Sosial Tresna Werda Wana Seraya sebesar 46%. Lansia yang mengalami inkontinensia urin dan depresi sebanyak 60,9% sedangkan lansia yang mengalami inkontinensia urin tetapi tidak mengalami depresi sebanyak 39,1%. Berdasarkan uji korelasi spearman, dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi tingkat inkontinensia urin, maka semakin tinggi pula derajat depresi (r = 0,637, P = 0,01).

Kata Kunci: tingkat inkontinensia urin, derajat depresi.

ABSTRACT

One of the disease that often found among geriatric patients is urinary incontinence. Although it is not life threatening, urinary incontinence can affect a person's psychological wellbeing and has been linked to depression. This study aims to determine the association between level of urinary incontinence and degree of depression. A cross sectional study is carried out with a total sample of 23 elderlies (total sampling). Urinary incontinence is determined through International Consultation on Incontinence Questionnaire-Urinary Incontinence (ICIQ-UI) Short Form questionnaire and the level of depression can be determined through Geriatric Depression Scale (GDS) Short Form questionnaire. The prevalence of urinary incontinence in the elderly at Panti Sosial Tresna Werda Wana Seraya was found to be at 46%. Of the elderly with urinary incontinence, 60.9% were depressed while 39.1% were not depressed. By applying the spearman correlation test, it can be concluded that higher level of urinary incontinence causes higher degree of depression (r = 0.637, P = 0.01).

Keywords: level of urinary incontinence, degree of depression.

DOAJ

PENDAHULUAN

Sebagian besar negara-negara di dunia mengalami banyak kemajuan di bidang kesehatan. Hal ini tentunya membawa dampak positif, dimana penduduk di dunia dapat mencapai harapan hidup yang lebih lama. Disisi lain, hal ini juga berdampak pada peningkatan kasus-kasus kesehatan yang berhubungan dengan usia lanjut. Adapun masalah kesehatan yang timbul akibat penuaan adalah gangguan intelektual (impairment of intellect), kurang bergerak (immobility), berdiri dan berjalan tidak stabil (instability), dan gangguan buang air kecil (urinary incontinence).1

Gangguan buang air kecil atau inkontinensia urin didefinisikan sebagai kondisi dimana seseorang tidak dapat mengontrol buang air kecil.2 Meskipun inkontinensia tidak termasuk dalam penyakit yang dapat mengancam nyawa, namun inkontinensia dapat berpengaruh terhadap kondisi psikologis seseorang. Penolakan dari masyarakat, aktivitas sosial yang terbatas karena perasaan takut tidak bisa mengontrol buang air kecil inilah yang akan menyebabkan timbulnya gangguan psikologis seperti depresi.3,4 Gangguan depresi merupakan gangguan perasaan yang ditandai dengan dengan kesedihan hebat dan perasaan putus asa yang berlangsung selama 2 minggu atau lebih. Seseorang yang menderita depresi cenderung merasa tidak berdaya dan menyalahkan dirinya sendiri.5

Berdasarkan latar belakang tersebut perlu dilakukan penelitian mengenai hubungan tingkat inkontinensia urin dengan derajat depresi pada pasien lanjut usia.

BAHAN DAN METODE

Penelitian potong lintang yang dilaksanakan pada bulan Mei 2018 ini dilakukan pada lansia yang mengalami inkontinensia urin dan memenuhi kriteria inklusi sehingga didapatkan jumlah sampel sebanyak 23 orang lansia (total sampling).

Data dikumpulkan menggunakan teknik wawancara berdasarkan kuisioner ICIQ-UI Short Form dan GDS Short Form. Pada subjek yang telah bersedia dilibatkan dalam penelitian juga dilakukan pengukuran tekanan darah.

Data yang telah terkumpul dalam bentuk kuisioner, ditabulasi dalam bentuk tabel untuk mencari prevalensi inkontinensia urin dan depresi dalam bentuk persentase. Kemudian, untuk mengetahaui hubungan tingkat inkontinensia urin dengan derajat depresi dilakukan uji korelasi spearman.

Penelitian ini telah memperoleh ijin dari Komisi Etik Penelitian Fakultas Kedokteran Universitas Udayana dengan kelayakan Etik Nomor: 705/UN14.2.2/PD/KEP/2018 tertanggal 27 Maret 2018.

HASIL

Berdasarkan wawancara menggunakan kuisioner ICIQ-UI Short Form dan GDS Short Form didapatkan bahwa proporsi lansia penderita inkontinensia urin (46%) lebih sedikit dibandingkan dengan yang tidak mengalami inkontinensia urin (54%). Lansia dengan inkontinensia urin yang juga mengalami depresi sebanyak 14 orang (60,9%). Sedangkan kejadian depresi pada lansia yang tidak inkontinensia urin adalah 6 orang (22,2%).

DOAJ

Tabel 1. Karakteristik Subjek Penelitian

Karakteristik

n (%)

Umur

60-69

5 (21,7)

70-79

9 (39,1)

80-89

7 (30,4)

90-99

2 (8,7)

Jenis Kelamin

Laki-laki

5 (21,7)

Perempuan

18 (78,3)

Status

Tidak Menikah

9 (39,1)

Menikah

3 (13)

Janda/Duda

11 (47,8)

Tingkat Pendidikan

Tidak SD

12 (52,2)

SD

8 (34,8)

SMP

3 (13)

Penggunaan Obat

< 4

23 (100)

> 4

0 (0)

Depresi

Tidak

9 (39,1)

Ringan

6 (26,1)

Sedang

7 (30,4)

Berat

1 (4,3)

Osteoartritis

Iya

12 (47,8)

Tidak

13 (52,2)

Diabetes

Iya

1 (4,3)

Tidak

22 (95,7)

Hipertensi

Iya

4 (17,4)

Tidak

19 (82,6)

Subjek penelitian pada penelitian ini adalah lansia yang mengalami inkontinensia urin. Sehingga hanya 23 responden yang digunakan sebagai sampel penelitian.

Tabel 1 menunjukan bahwa inkontinensia urin dialami oleh sebagian besar responden yang berumur 70-79 tahun dengan rerata umur 76,78 + 9,61 tahun (min-maks 6094 tahun), berjenis kelamin perempuan, berstatus janda/duda, tidak tamat SD, dan tidak meminum lebih dari 4 jenis obat secara bersamaan. Pada subjek penelitian juga didapatkan sebagian besar mengalami depresi, baik depresi ringan, sedang maupun berat. Selain mengalami depresi, beberapa lansia juga memiliki riwayat penyakit lain seperti osteoarthritis yaitu sebanyak 52,2%, diabetes mellitus sebanyak 4,3%, dan hipertensi sebanyak 17,4%.

Berdasarkan kuisioner ICIQ-UI Short Form didapatkan bahwa sebanyak 39,1% subjek penelitian mengompol pada saat batuk atau bersin, 21,7% pada saat tertidur, 13% sebelum mencapai toilet, 13% saat melakukan aktifitas fisik, dan 13% keluar tanpa alasan yang jelas.

Tabel 2. Hasil Analisis Bivariat Variabel Perancu dengan Tingkat Inkontinensia Urin Tingkat Inkontinensia

Variabel

Ringan

Sedang

Berat

Sangat Berat

Total

P

n

%

n

%

n

%

n

%

n

Osteoartritis

Iya

8

66,7

1

8,3

2

16,7

1

8,3

12

0,707

Tidak

6

54,5

3

27,3

2

18,2

0

0

11

Diabetes Mellitus

Iya

0

0

0

0

1

100

0

0

1

0,391

Tidak

14

63,6

4

18,2

3

13,6

1

4,5

22

Hipertensi

Iya

1

25

1

25

2

50

0

0

4

0,147

Tidak

13

68,4

3

15,8

2

10,5

1

5,3

19

DOAJ

p (fisher exact test)

Berdasarkan uji statistik pada tabel 2, penyakit osteoarthritis, diabetes mellitus, dan hipertensi tidak memiliki hubungan dengan tingkat inkontinensia urin (p > 0,05).

Tabel 3. Hasil Analisis Bivariat Variabel Perancu dengan Derajat Depresi

Variabel

Derajat Depresi

Tidak Depresi

Ringan

Sedang

Berat

Total

P

n

%

n

%

n

%

n

%

n

Osteoartritis

Iya

5

41,7

2

3,1

4

3,7

1

0,5

13

0,804

Tidak

4

36,4

4

36,4

3

27,3

0

0

11

Diabetes Mellitus

Iya

0

0

0

0

1

100

0

0

1

0,609

Tidak

9

40,9

6

27,3

6

27,3

1

4,5

22

Hipertensi

Iya

1

33,3

1

33,3

1

33,3

0

0

3

0,325

Tidak

8

40

5

25

6

30

1

4,3

20

p (fisher exact test)

Berdasarkan uji statistik pada tabel 3, penyakit osteoarthritis, diabetes mellitus, dan hipertensi tidak memiliki hubungan dengan derajat depresi (p > 0,05).

Tabel 4. Frekuensi Tingkat Inkontinensia Urin dan Derajat Depresi

Tingkat Inkontinensia Urin

Derajat Depresi

Total

Tidak Depresi

Ringan

Sedang

Berat

n

%

n

%

n

%

n

%

Ringan

8

57,14

4

28,57

2

14,29

0

0

14

Sedang

1

25

2

50

1

25

0

0

4

Berat

0

0

0

0

3

75

1

25

4

Sangat Berat

0

0

0

0

1

100

0

0

1

Total

9

39,13

6

26,09

7

30,43

1

4,35

23

Tabel 4 menunjukan bahwa subjek penelitian yang mengalami inkontinensia urin ringan sebagian besar tidak mengalami depresi yaitu sebanyak 57,14%. Pada subyek dengan inkontinensia urin sedang, 50% mengalami depresi ringan dan pada subjek penelitian dengan inkontinensia berat, 75% mengalami depresi sedang. Sedangkan untuk inkontinensia sangat berat, 100% mengalami depresi sedang.

Tabel 5. Uji Korelasi Spearman Tingkat Inkontinensia Urin dan Derajat Depresi

Hubungan antar Variabel

Koefisien Korealsi ( r )

P

Inkontinensia Urin dan Tingkat Depresi

0,637

0,01

Berdasarkan hasil uji statistik pada tabel 5, didapatkan nilai koefisien korelasi sebesar 0,637 (p = 0,01) sehingga dapat disimpulkan bahwa tingkat inkontinensia urin memiliki hubungan dengan derajat depresi. Nilai koefisien korelasi yang positif menunjukan bahwa semakin tinggi tingkat inkontinensia urin, maka semakin tinggi derajat depresi lanjut usia.

DOAJ

PEMBAHASAN

Pada penelitian ini didapatkan 46% lansia mengalami inkontinensia urin. Prevalensi tersebut lebih tinggi apabila dibandingkan dengan hasil penelitian yang dilakukan di Jamaica yaitu sebesar 10,6%.6 Perbedaan ini mungkin dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti perbedaan ras, budaya, dan pengaruh faktor-faktor lain yang tidak dikaji oleh peneliti, serta perbedaan karakteristik subjek. Kelompok umur 70-79 tahun adalah kelompok umur yang paling banyak mengalami inkontinensia urin. Hasil ini selaras dengan penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh Asemota, dkk.6

Berdasarkan hasil penelitian ini, perempuan (78,3%) lebih sering mengalami inkontinensia urin dibandingkan dengan laki-laki ( 21,7%). Hal ini dikarenakan perempuan mengalami menopause sehingga terjadi penurunan kadar estrogen yang dapat menyebabkan penuruan tonus otot dasar panggul. Penurunan kadar estrogen ini juga dikatakan dapat menyebabkan eksitasi pada sistem saraf pusat dan menyebabkan peningkatan frekuensi kencing.7

Selain inkontinensia urin dan depresi, beberapa subjek penelitian juga memiliki riwayat penyakit lain seperti osteoarthritis, diabetes mellitus, dan hipertensi. Berdasarkan fisher exact test, didapatkan bahwa variabel perancu tersebut tidak berhubungan dengan inkontinensia urin dan depresi. Namun, penelitian di Jamaica menyatakan bahwa osteoarthritis memiliki hubungan dengan inkontinensia urin.6 Perbedaan tingkat keparahan dan sendi yang mengalami osteoarthirits dapat menyebabkan perbedaan hasil penelitian. Dimana pada penelitian ini, faktor tersebut tidak diperiksa.

Pada penelitian ini, didapatkan bahwa tingkat inkontinensia urin memiliki hubungan yang bermakna dengan derajat depresi. Penelitian pada wanita usia lanjut di Panti Wredha Catur Nugroho Kaliori Banyumas juga menunjukan bahwa tingkat inkontinensia urin berhubungan dengan derajat depresi dengan nilai koefisien korelasi 0,617.8 Hubungan ini dapat dijelaskan melalui teori yang menyatakan bahwa adanya abnormalitas pada neurotransmitter serotonin baik pada pasien

dengan inkontinensia urin maupun depresi. Selain itu, peningkatan aktivitas hypotalamus-pituitary axis kronis yang terjadi pada orang dengan depresi juga dapat menyebabkan perubahan pada kandung kemih sehingga dapat menyebabkan inkontinensia urin.3 Inkontinensia urin juga sering kali mengganggu aktivitas sehari-hari. Adanya stigma dari masyarakat mengenai inkontinensia urin dapat menyebabkan penarikan diri dari lingkungan sosial, perasaan malu, kecemasan, dan depresi.4

SIMPULAN

Proporsi lansia pada Panti Sosial Tresna Werdha Wana Seraya Denpasar yang tidak mengalami inkontinensia urin lebih banyak dibandingkan proporsi lansia dengan inkontinensia urin. Pada lansia di yang mengalami inkontinensia urin, sebagian besar juga mengalami depresi. Berdasarkan uji statistik, tingkat inkontinensia urin dan derajat depresi tidak memiliki hubungan dengan osteoarthritis, diabetes mellitus, dan hipertensi. Berdasarkan uji korelasi spearman, dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi tingkat inkontinensia urin, mka semakin tinggi pula derajat depresi.

SARAN

Penelitian ini merupakan penelitian potong lintang sehingga hasil penelitiannya hanya terbatas untuk menguji apakah terdapat hubungan antara inkontinensia urin dan depresi. Sedangkan untuk hubungan sebab-akibat, tidak bisa ditentukan. Diharapkan kedepannya dapat dilakukan penelitian serupa dengan design penelitian cohort. Apabila akan melaksanakan penelitian sejenis diharapkan peneliti dapat meneliti pada populasi yang lebih besar dan memperhatikan variabel perancu lainnya.

Melihat tingginya prevalensi inkontinensia urin pada lansia, maka perlu dilakukan skrining dan diagnosis dini untuk mencegah progresivitas penyakit. Pada lansia yang mengalami inkontinensia urin, disarankan juga untuk melakukan skrining depresi. Begitupula sebaliknya.

DOAJ

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    Knight, P.V. From Gut Feeling to Evidence Base: Drivers and Barriers to Development of Health Care for Older People. In: Lally, F., Roffe, C., editor. Geriatric Medicine:   An EvidenceBased Approach. Oxford:  Oxford

University Press. 2014.

  • 2.    Sharma, A. Female Urinary IncontinencePrimary Care Management. BJMP; 2010; 3(3):a329

  • 3.    American Psycological   Association.

Understanding Depression and Effective Treatment.          Tersedia          di:

https://www.apa.org/helpcenter/understan ding-depression.pdf.     Diakeses:     7

September 2017.

  • 6.    Asemota, O., Eldemire-Shearer, D., Waldron, N.K., Standard-Goldson, A. Prevalence of Self-reported Urinary Incontinence in Community-dwelling Older Adults of Westmoreland, Jamaica. MEDICC Review; 2016; 18 (1–2).

  • 7.    Khanjani, S., Khanjani, S. Effect of Conjugated Estrogen in Stress Urinary Incontinence in Women with Menopause. International Journal of Clinical Medicine; 2017; 8: 375-385.

  • 8.    Kurniasari, D., Soesilowati, R. Pengaruh Antara Inkontinensi Urin terhadap Tingkat Depresi Wanita Lanjut Usia di Panti Wredha Catur Nugroho Kaliori Banyumas. Sainteks; 2016; 13 (1): 61-70.

  • 4.    Melville, L., Fan, M.Y., Rau, H., Nygaard, I.E., Katon, W.J. Major depression and urinary incontinence in women: temporal associations in an epidemiologic sample. Am J Obstet Gynecol; 2009; 201:490.e1-7.

  • 5.    Molinuevo, B., Batista-Miranda, J.E. Under the Tip of the Iceberg: Psychological Factors in Incontinence. Neurourol Urodyn; 2012; 31:669-671.

https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum