KARAKTERISTIK PASIEN DENGAN GAMBARAN HISTOPATOLOGI APENDISITIS DI RSUP SANGLAH DENPASAR TAHUN 2015 - 2017
on
ISSN: 2597-8012
JURNAL MEDIKA UDAYANA, VOL. 8 NO.7,JULI, 2019
DIRECTORY OF OPEN ACCESS JOURNALS
![](https://jurnal.harianregional.com/media/51783-1.jpg)
KARAKTERISTIK PASIEN DENGAN GAMBARAN HISTOPATOLOGI APENDISITIS DI RSUP SANGLAH DENPASAR TAHUN 2015 - 2017
Cathleya Fransisca1, I Made Gotra2, Ni Made Mahastuti2
1Program Studi Sarjana Kedokteran dan Profesi Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, 2Departemen/KSM Patologi Anatomi Fakultas Udayana/RSUP Sanglah Denpasar
Email : [email protected]
ABSTRAK
Apendisitis merupakan suatu keadaan darurat yang paling umum terjadi di bagian bedah abdomen dan sebanyak 621.435 kasus apendisitis terjadi di Indonesia. Pemeriksaan histopatologi merupakan metode diagnosis yang banyak digunakan untuk mendiagnosis apendisitis. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui data karakteristik pasien dengan gambaran histopatologi apendisitis di RSUP Sanglah Denpasar Tahun 2015 – 2017.Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan rancangan penelitian cross sectional. Teknik pengambilan sampel berupa total sampling dimana data penelitian berasal dari buku registrasi hasil pemeriksaan histopatologi di Laboratorium Patologi Anatomi RSUP Sanglah Denpasar tahun 2015 – 2017 sebanyak 723 sample yang telah memenuhi kriteria inklusi dan tidak ada kriteria eksklusi. Didapatkan bahwa pasien yang melakukan pemeriksaan histopatologi di RSUP Sanglah Denpasar terbanyak terjadi pada kelompok dengan diagnosis histopatologi apendisitis phlegmontosa sebanyak 250 orang (34,6%), pada kelompok usia remaja akhir dengan rentang usia 41-50 tahun sebanyak 212 orang (29,3%), dengan jenis kelamin laki-laki sebanyak 398 orang (54,9%), dan sebagian besar dengan keluhan nyeri perut kanan bawah sebanyak 628 orang (86,9%).
Kata Kunci: Apendisitis, pemeriksaan histopatologi, usia, jenis kelamin, gejala klinis, RSUP Sanglah Denpasar
ABSTRACT
Appendicitis is the most common emergency in abdominal surgery and as many as 621,435 cases of appendicitis occur in Indonesia. Histopathological examination is a diagnostic method that widely used to diagnose appendicitis. To obtain the characteristic data of patient with histopathological description of appendicitis in Sanglah General Hospital 2015 -2017 period. This study was descriptive research with cross sectional study design. The sampling technique is total sampling where the research data comes from the histopatology examination registration book results at the Anatomical Pathology Laboratory at Sanglah General Hospital Denpasar 2015 – 2017 period as many as 723 sample which has fulfilled the inclusion criteria and does not meet the exclusion criteria. Most of the patients who performed histopathological examination at Sanglah General Hospital Denpasar occurred mostly in groups with histopathological diagnose of Phlegmontous Appendicitis as many as 250 people (34.6%), in the late adolescent age group with age range from 41 – 50 year old as many as 212 people (29.3%), occur mostly in male as many as 398 people (54.9%), and most of the complaints was pain on the right side of the lower abdomen as many as 628 people (86.9%).
Keywords: Appendicitis, histopathological examination, age, sex, clinical manifestation, Sanglah General Hospital Denpasar
ISSN: 2597-8012 JURNAL MEDIKA UDAYANA, VOL. 8 NO.7,JULI, 2019
DOAJ≡F OsTnta
PENDAHULUAN
Apendisitis merupakan proses peradangan akut maupun kronis yang terjadi pada apendiks vemiformis oleh karena adanya sumbatan yang terjadi pada lumen apendiks. Apendisitis merupakan penyakit yang menjadi perhatian oleh karena angka kejadian apendisitis tinggi di setiap negara. Resiko perkembangan apendisitis bisa seumur hidup sehingga memerlukan tindakan pembedahan.
Di Indonesia, sebesar 596.132 orang dengan presentase 3,36% dilaporkan menderita apendisitis pada tahun 2009, dan meningkat menjadi 621.435 dengan presentase 3,53% di tahun 2010.1 Prevalensi dari apendisitis sekitar 7% dari kebanyakan populasi di Amerika dengan kejadian 1,1 kasus per seribu orang per tahun.2 Kejadian apendisitis mencapai puncaknya pada kelompok usia remaja akhir yaitu usia 17 – 25 tahun.2 Frekuensi terjadinya apendisitis antara laki-laki dan perempuan umumnya sama. Terdapat perbedaan pada usia 20-30 tahun, dimana kasus apendisitis lebih sering terjadi pada jenis kelamin laki-laki pada usia tersebut.2 Penyebab obstruksi lumen apendiks paling sering adalah oleh batu feses. Faktor lain yang dapat menyebabkan obstruksi lumen apendiks antara lain hiperplasia jaringan limfoid, tumor, benda asing dan sumbatan oleh cacing.3 Studi epidemiologi lainnya menyebutkan bahwa ada peranan dari kebiasaan mengonsumsi makanan rendah serat yang mempengaruhi terjadinya konstipasi, sehingga terjadi apendisitis.15
Pasien yang menderita apendisitis umumnya akan mengeluhkan nyeri pada perut kuadran kanan bawah. Gejala yang pertama kali dirasakan pasien adalah berupa nyeri tumpul di daerah epigastrium atau di periumbilikal yang akan menyebar ke kuadran kanan bawah abdomen. Selain itu, mual dan muntah sering terjadi beberapa jam setelah muncul nyeri, yang berakibat pada penurunan nafsu makan sehingga dapat menyebabkan anoreksia. Demam dengan derajat ringan juga sering terjadi.4 Berdasarkan gejala klinis yang ditimbulkan, manifestasi klinis apendisitis dapat menyerupai penyakit lain, sehingga seringkali terjadi kesalahan dalam hasil diagnosis. Penyakit tersebut seperti intususepsi, divertikulitis, penyakit gastrointestinal akut, dan crohn’s disease. Penegakkan diagnosis apendisitis dapat dilakukan dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik, namun pemeriksaan histopatologi merupakan metode diagnosis yang paling sering digunakan untuk mendiagnosis apendisitis. Berdasarkan gambaran histopatologinya, apendisitis
diklasifikasikan menjadi apendisitis akut, apendisitis akut supuratif, apendisitis phlegmontosa, apendisitis gangrenosa, apendisitis kronis, dan early acute appendicitis. Salah satu penatalaksanaan apendsitis yang sering dilakukan adalah Appendectomy.3 Jika tidak ditangani dengan cepat dan tepat maka dapat meningkatkan resiko terjadinya komplikasi seperti perforasi.5
Angka kejadian apendisitis baik di luar negeri maupun di Indonesia selalu meningkat dari tahun ke tahun. Namun, data terpublikasi di Indonesia mengenai karakteristik pasien dengan gambaran histopatologi apendisitis khususnya di Bali belum banyak dilaporkan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui data karakteristik pasien dengan gambaran histopatologi apendisitis di RSUP Sanglah Denpasar Tahun 2015 – 2017 untuk menambah informasi, edukasi dan menunjang data bagi peneliti lain yang ingin melakukan penelitian serupa.
BAHAN DAN METODE
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan rancangan penelitian potong lintang (crosssectional) menggunakan data sekunder berupa catatan medis pasien yang terdata dalam buku registrasi hasil pemeriksaan histopatologi. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Patologi Anatomi dari bulan Juli 2018 sampai dengan November 2018. Subyek penelitian dipilih dari data pasien yang memenuhi kriteria inklusi yaitu seluruh pasien apendisitis yang terdata lengkap dalam buku registrasi hasil pemeriksaan histopatologi. Serta tidak memenuhi kriteria eksklusi yaitu pasien yang melakukan pemeriksaan histopatologi dengan diagnosis bukan apendisitis dan pasien apendisitis dengan catatan medis yang tidak lengkap meliputi nama, jenis kelamin, usia, diagnosis histopatologi, dan gejala klinis. Penentuan subyek ini dilakukan dengan teknik total sampling sehingga total keseluruhan jumlah subyek pada penelitian ini didapatkan sebanyak 723 kasus
Data yang digunakan berupa data sekunder yang diambil dari buku registrasi hasil pemeriksaan histopatologi di Laboratorium Patologi Anatomi. Data tersebut akan dicatat dalam lembar yang telah disediakan. Data yang akan dicatat meliputi nomor registrasi, usia, jenis kelamin, diagnosis klinis, diagnosis histopatologi, dan gejala klinis. Data kemudian akan diolah dan dianalisis menggunakan software SPSS Statistics 17, kemudian dianalisa
DIRECTORY OF OPEN ACCESS JOURNALS
![](https://jurnal.harianregional.com/media/51783-2.jpg)
secara deskriptif, dan disajikan dalam bentuk tabel, diagram atau grafik yang disertai penjelasan yang sesuai dengan tujuan penelitian.
Penelitian ini telah mendapatkan ijin dari Komisi Etik Penelitian Fakultas Kedokteran Universitas Udayana dengan kelayakan Etik Nomor: 967/UN14.2.2/PD/KEP/2018 tertanggal 12 Juli 2018.
HASIL
Berdasarkan penelitian yang telah diilakukan, total kasus apendisitis berdasarkan karakteristik diagnosis histopatologi, usia, jenis kelamin, dan gejala klinis yang terdata di buku registrasi pemeriksaan histopatologi Laboratorium Patologi Anatomi RSUP Sanglah Denpasar tahun 2015 - 2017 dan telah memenuhi kriteria inklusi adalah sebanyak 723 kasus.
Tabel 1. Distribusi Diagnosis Histopatologi Apendisitis pada Pasien Apendisitis di RSUP Sanglah Tahun 2015 - 2017
Diagnosis Histopatologi |
Frekuensi (n=723) |
Persentase (%) |
Apendisitis akut |
41 |
5,7 |
Apendisitis akut supuratif |
207 |
28,6 |
Apendisitis phlegmontosa |
250 |
34,6 |
Apendisitis gangrenosa |
3 |
4,0 |
Apendisitis kronis |
55 |
7,6 |
Early acute appendicitis |
167 |
23,1 |
Tabel 1 menunjukkan bahwa dari 723 sampel, prevalensi terbanyak terdapat pada kelompok dengan diagnosis histopatologi Apendisitis phlegmontosa sebanyak 250 orang (34,6%). Selanjutnya sebanyak 207 orang (28,6%) merupakan sampel dengan diagnosis histopatologi Apendisitis Akut Supuratif, sebanyak 167 orang (23,1%) dengan diagnosis histopatologi Early Acute Appendicitis, sebanyak 55 orang (7,6%) dengan diagnosis histopatologi Apendisitis Kronis, sebanyak 41 orang (5,7%) dengan diagnosis histopatologi Apendisitis Akut. Kelompok dengan diagnosis histopatologi Apendisitis Gangrenosa tercatat sebanyak 3 orang (4%) merupakan kelompok yang terendah.
Tabel 2. Distribusi Usia Pasien Apendisitis di RSUP Sanglah Denpasar tahun 2015 – 2017
Kelompok Usia |
Frekuensi (n=723) |
Persentase (%) |
Balita ( 0-5 tahun ) |
28 |
3,9 |
Kanak – kanak ( 6 |
66 |
9,1 |
– 11 tahun ) Remaja awal ( 12 – |
82 |
11,3 |
16 tahun ) Remaja akhir ( 17 – |
212 |
29,3 |
25 tahun ) Dewasa awal ( 26 – |
132 |
18,3 |
35 tahun ) Dewasa akhir ( 36 – |
85 |
11,8 |
45 tahun ) Lansia awal ( 46 – 55 |
57 |
7,9 |
tahun ) Lansia akhir ( 56 – 65 |
43 |
5,9 |
tahun ) Manula ( >65 tahun ) |
18 |
2,5 |
Tabel 2 menunjukkan bahwa dari 723 sampel, pasien apendisitis terbanyak terdapat pada kelompok remaja akhir dengan rentang usia 17 – 25 tahun yakni sebanyak 212 orang (29,3%). Sebanyak 132 orang (18,3%) tercatat pada kelompok dewasa awal dengan rentang usia 26 – 35 tahun. Selanjutnya sebanyak 85 orang (11,8%) merupakan sampel pada kelompok dewasa akhir dengan rentang usia 36 – 45 tahun, sebanyak 82 orang (11,3%) tercatat pada kelompok remaja awal dengan rentang usia 12 – 16 tahun, pada kelompok kanak – kanak dengan rentang usia 6 – 11 tahun tercatat sebanyak 66 orang (9,1%), pada kelompok lansia awal dengan rentang usia 46 – 55 tahun tercatat sebanyak 57 orang (7,9%), pada kelompok lansia akhir dengan rentang usia 56 – 65 tahun sebanyak 43 orang (5,9%) dan kelompok balita dengan rentang usia 0 – 5 tahun sebanyak 28 orang (3,9%). Kelompok manula dengan rentang usia di atas 65 tahun merupakan kelompok usia terendah dengan jumlah sampel sebanyak 18 orang (2,5%).
Tabel 3. Distribusi Jenis Kelamin Pasien Apendisitis di RSUP Sanglah Denpasar Tahun 2015 – 2017
Jenis Frekuensi Persentase (%)
DIRECTORY OF OPEN ACCESS JOURNALS
kelamin |
(n=723) | |
Laki – laki |
379 |
54,9 |
Perempuan |
326 |
45,1 |
DOAJ
Tabel 3 menunjukkan bahwa dari 723 sampel, terdapat 397 orang (54,9%) dengan jenis kelamin laki – laki sedangkan sebanyak 326 orang (45,1%) dengan jenis kelamin perempuan.
Tabel 4. Distribusi Gejala Klinis Pasien Apendisitis di RSUP Sanglah Denpasar Tahun 2015 – 2017
Gejala klinis |
Frekuensi (n=723) |
Persentase (%) |
Nyeri perut kanan bawah |
628 |
86,9 |
Nyeri seluruh perut 80 11,1
Gejala klinis lain
15 2,1
Tabel 4 menunjukkan data gejala klinis pada pasien apendisitis di RSUP Sanglah pada tahun 2015 – 2017. Pada tabel 4 menunjukkan bahwa dari 723 sampel didapatkan pasien apendisitis datang dengan gejala paling banyak adalah nyeri perut kanan bawah yaitu 628 orang (86,9%). Selanjutnya adalah nyeri pada seluruh perut sebanyak 80 orang (11,1%). Sisanya adalah gejala klinis yang tidak khas yang dikelompokkan menjadi gejala klinis lain, dengan jumlah 15 orang (2,1%). Gejala klinis lain yang dimaksudkan meliputi tidak bisa buang buang besar, perut kembung, pendarahan dari anus dan feses bercampur darah.
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian, table 1 menunjukkan prevalensi tertinggi terjadinya apendisitis di RSUP Sanglah Denpasar pada tahun 2015 – 2017 adalah pada kelompok dengan diagnosis histopatologi Apendisitis phegmontosa yaitu sebanyak 250 orang (34,6%) dan terendah sebanyak tiga orang (4%) pada kelompok dengan diagnosis histopatologi Apendisitis Gangrenosa. Hasil tersebut bertolak belakang dengan penelitian yang dilakukan oleh Dani dan Calista tahun 2013 di Rumah Sakit Immanuel Bandung dengan hasil tertinggi pada Apendisitis Akut, dan Apendisitis phlegmontosa termasuk dalam insiden terendah.2 Dalam penelitian yang dilakukan oleh Zhafira tahun 2017 mendapatkan hasil prevalensi tertinggi terdapat pada Apendisitis Akut dan terendah pada
![](https://jurnal.harianregional.com/media/51783-3.jpg)
Apendisitis Kronis. Namun penelitian tersebut sangat terbatas dalam diagnosis histopatologi apendisitis yang lebih spesifik seperti early acute appendicitis, apendisitis akut supuratif, apendisitis akut gangrenosa, dan apendisitis akut phlegmontosa.6 Apendisitis phlegmontosa dapat terjadi bila proses peradangan yang hebat sekali dengan semakin banyak eksudasi neutrofil pada dinding apendiks vemiformis terutama PMN sampai di lapisan muskularis.7
Berdasarkan hasil penelitian, tabel 2 menunjukan prevalensi tertinggi terjadinya apendisitis di RSUP Sanglah Denpasar pada tahun 2015 – 2017 adalah pada kelompok remaja akhir dengan rentang usia 17 – 25 tahun yaitu sebanyak 212 orang (29,3%) dan yang terendah sebanyak 18 orang (2,5%) pada kelompok manula dengan rentang usia diatas 65 tahun. Hasil tersebut menunjukkan bahwa terdapat kesesuaian dan perbedaan dengan kejadian apendisitis di beberapa daerah di Indonesia. Kelompok remaja akhir dengan rentang usia 17 – 25 tahun untuk kejadian apendisitis tertinggi juga ditemukan pada penelitian yang dilakukan Amalia tahun 2016 di RSU Kota Tanggerang Selatan.8 Pada penelitian yang dilakukan oleh Thomas dkk tahun 2016 di RSUP Prof. Dr. D. Kandou Manado juga memiliki hasil yang serupa dimana kejadian apenisitis tertinggi terdapat pada kelompok dengan rentang usia 20 – 29 tahun.9 Pada penelitian yang dilakukan oleh Lima dkk tahun 2016 juga menyebutkan bahwa angka kejadian terendah untuk apendistis adalah pada kelompok usia 65 – 96 tahun.10 Hasil yang berbeda didapatkan pada penelitian yang dilakukan Dani dan Calista tahun 2013 di Rumah Sakit Immanuel Bandung dimana kejadian apenisitis tertinggi terdapat pada kelompok dewasa awal dengan rentang usia 26 – 35 tahun. Hasil penelitian tersebut menyebutkan bahwa apendisitis dapat ditemukan pada semua umur, dengan puncak tertinggi pada kelompok usia 20 – 30 tahun. Hal ini disebabkan oleh faktor hiperplasia dari jaringan limfoid.2 Jaringan limfoid mencapai puncak pertumbuhan pada usia tersebut yang memungkinkan adanya sumbatan sedikit saja akan menyebabkan tekanan intraluminal yang tinggi yang jika berkelanjutan akan berkembang menjadi apendisitis.11
Berdasarkan hasil penelitian, tabel 3 menunjukkan prevalensi apendisitis di RSUP Sanglah tahun 2015 – 2017 berdasarkan jenis kelamin terbanyak adalah pada laki – laki sebanyak 397 orang (54,9%). Hasil penelitian tersebut sesuai
DIRECTORY OF OPEN ACCESS JOURNALS
![](https://jurnal.harianregional.com/media/51783-4.jpg)
dengan penelitian-penelitian sebelumnya yang dilakukan di seluruh dunia. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Thomas dkk9 dan penelitian Makaju dkk12 mendapatkan kejadian paling sering terjadi pada laki – laki. Hasil ini juga sesuai dengan literatur dimana faktor perubahan anatomis berpengaruh pada inflamasi yang terjadi pada apendiks lebih umum ditemukan pada laki – laki.13 Namun berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Zhafira dkk6 dan Amalia8 dengan hasil terbanyak adalah pada jenis kelamin perempuan. Perbandingan proporsi pasien apendisitis antara jenis kelamin laki – laki dan perempuan sebenarnya tidak jauh berbeda, namun pada rentang usia 20 – 30 tahun insiden terbanyak terjadi pada laki – laki.14
Berdasarkan hasil penelitian, tabel 5.4 menunjukkan prevalensi apendisitis di RSUP Sanglah tahun 2015 – 2017 berdasarkan karakteristik gejala klinis dengan jumlah terbanyak terdapat pada kelompok dengan gejala nyeri perut kanan bawah sebanyak 628 orang (86,9%). Hasil ini sesuai dengan penelitian Craig,11 Dani dan Calista,2 dan Amalia.8 Gejala utama pasien apendisitis berupa nyeri kolik visceral di epigastrum dan peri – umbilical yang menjalar ke perut bagian ilaca kanan abdomen.15
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian karakteristik pasien dengan gambaran histopatologi apendisitis di RSUP Sanglah Denpasar tahun 2015-2017 sebanyak 723 total sample yang telah memenuhi syarat inklusi, diperoleh simpulan bahwa pasien apendisitis ditemukan paling tinggi pada diagnosis histopatologi Apendisitis Phlegmontosa sedangkan jumlah kasus paling sedikit adalah Apendisitis Gangrenosa, dengan rentang usia paling banyak adalah 17 – 25 tahun yang termasuk dalam kelompok remaja akhir, dan yang paling kecil jumlahnya adalah pada kelompok manula yang berusia 65 tahun keatas. Dari keseluruhan kasus, jenis kelamin laki – laki lebih banyak menderita apendisitis dibandingkan jenis kelamin perempuan. Sebagian besar pasien datang dengan gejala nyeri perut kanan bawah.
SARAN
Pencatatan data klinis pasien oleh klinisi yang kurang lengkap akan berpengaruh dalam melakukan diagnosis histopatologi sehingga diperlukan penanganan masalah lebih lanjut mengenai
pencatatan data klinis pasien apendisitis di RSUP Sanglah Denpasar. Selain itu, terdapat banyak variabel yang dapat diteliti lebih lanjut untuk melengkapi penelitian ini. Seperti kebiasaan diet, pekerjaan, sosial ekonomi, riwayat apendiktomi, dan riwayat keluarga. Penelitian yang khusus membahas mengenai prevalensi apendisitis phlegmontosa masih kurang, sehingga terdapat keterbatasan dalam pembahasan. Dapat dilakukan penelitian lebih lanjut yang khusus membahas kausa penyebab apendisitis phlegmontosa.
DAFTAR PUSTAKA
-
1. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta: Departemen Kesehatan. 2009.
-
2. Dani & Calista P. Karakteristik pasien apendisitis akut di Rumah Sakit Immanuel Bandung periode 1 Januari 2013-30 Juni 2013. [Internet]. Repository Maranatha. 2013. [diakses: 14 Juli 2018]. Tersedia di:
http://repository.maranatha.edu/id/eprint/12568.
-
3. Noffsinger AE. Gastrointestinal Pathology Fenoglio-Preiser’s edisi ke-4. Texas: Miraca Life Science; 2017. h. 1104-30.
-
4. Warsinggih D. Bahan Ajar Apendisitis Akut. Nusantara Medical Science. [Internet]. 2010.
[diakses: 22 Januari 2018]. Tersedia:
https://med.unhas.ac.id/kedokteran/wp-content/ uploads/2016/10/Appendisitis-akut.pdf.
-
5. Salari AA. Perforated appendicitis, current
concept in colonic disorder. Dr. Godfrey
Lule(Ed.). [Internet]. 2012. [diakses: 22 januari 2018]. Tersedia di: http:/intechopen.com/ books/ current-concepts-in-colonic-disorders/perforated -appendicitis.
-
6. Zhafira T, Yulianti H, Wastaman M. Histopathologic distribution of appendicitis at dr. Hasan Sadikin General Hospital Bandung, Indonesia in 2012. Althea Medical Journal. 2012.
-
7. Tannoury J. Treatment options of inflammatory appendiceal masses in adults. World Journal of Gastroenterology. 2013;19(25):3942.
-
8. Amalia I. Gambaran sosio-demografi dan gejala apendisitis akut di RSU Kota
Tanggerang Selatan. [Internet]. Jakarta:
Universitas Indonesia. 2016. [diakses: 19
Oktober 2018]. Tersedia di: http:// repository. uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3419 9/1/IFTINA%20AMALIA-FKIK.pdf.
-
9. Thomas GA, Lahunduitan I, Tangkilisan A. Angka kejadian apendisitis di RSUP Prof. Dr, R. D. Kandou Manado periode Oktober 2012 –
DIRECTORY OF OPEN ACCESS JOURNALS
September 2015. Jurnal e-clinic. 2016;4(1):1-16.
-
10. Lima A, Vieira F, Oliveira G, Ramos P, Avelino M, Prado FG, Junior GS, Silva FC, Rodrigue JVL. Clinical epidemiological
profile of acute appendicitis retrospective analysis of 638 cases. Revista do Colegio Brasileiro de Cirurgioes. 2013;43(4):248-53.
-
11. Craig S. Appendicitis treatment & management. [Internet]. Medscape. 2017. [diakses: 24 Juni 2018]. Tersedia di: https:// emedicine.Medscape.com/article/773895-over view.
-
12. Makaju R, Mohammad A, Shakya A. Acute appendicitis: Analysis of 518
histopathologically diagnosed cases at the Kathmandu University Hospital, Nepal.
Kathmandu University Medical Journal.
2010;8(30):227-30.
-
13. Lee J. The influence of sex and age on appendicitis in children and young adults. Social Medicine Research Unit London hospital. 2009.
-
14. Riwanto I, Hamami AH, Pieter J, Tjambolang TAI. Usus halus, apendiks, kolon, dan
anorektum. Buku Ajar Ilmu Bedah edisi ke-3. Jakarta: EGC. 2010. h. 755-62.
-
15. Kumar V, Abbas AK, Fausto N. Dasar Patologis Penyakit Robbins & Cotran edisi ke-7. 2010. Jakarta: EGC. h. 600-02.
Discussion and feedback