ISSN: 2597-8012                   JURNAL MEDIKA UDAYANA, VOL. 8 NO.6,JUNI, 2019

∏∩Λ IS≡                  OsTnta

FAKTOR RISIKO LESI PRAKANKER LEHER RAHIM PADA

WANITA PASANGAN USIA SUBUR YANG MELAKUKAN
PEMERIKSAAN IVA DI PUSKESMAS PAYANGAN TAHUN 2016

Md. Candra Simbha1, Putu Cintya Denny Yuliyatni2, Luh Seri Ani2

1Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 2Departemen Kesehatan Masyarakat dan Kedokteran Pencegahan (KMKP) Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana, Bali-Indonesia

Email: [email protected]

ABSTRAK

Kanker leher rahim masih merupakan masalah kesehatan bagi masyarakat dunia. Kanker ini menduduki peringkat utama sebagai penyebab kematian akibat kanker pada wanita di negara-negara berkembang. Tanda awal dari kanker ini adalah ditemukannya lesi prakanker leher rahim dari hasil pemeriksaan IVA. Tujuan dilakukannya penelitian ini untuk mengetahui faktor risiko kejadian lesi prakanker leher rahim pada wanita pasangan usia subur yang melakukan pemeriksaan IVA di Puskesmas Payangan tahun 2016. Sampel penelitian kasus kontrol ini berjumlah 58 orang, 29 orang sebagai kasus (IVA positif) dan 29 orang sebagai kontrol (IVA negatif), yang dipilih dengan menggunakan metode sampling convenience. Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan form ekstraksi data dan kuesioner. Data dianalisis secara univariat, bivariat dan multivariat dengan uji kai kuadrat dan regresi logistik. Hasil menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara umur >35 tahun (cOR= 3,23; P= 0,03), jumlah paritas >3 (cOR= 6,07; P= 0,01), umur pertama kali berhubungan seksual ≤20 tahun (cOR= 3,36; P= 0,03), terpapar asap rokok (cOR= 3,14; P= 0,03) dan status ekonomi rendah (cOR= 3,90; P= 0,02) dengan kejadian lesi prakanker leher rahim. Setelah dianalisis dengan uji multipel regresi logistik, didapatkan bahwa faktor risiko lesi prakanker leher rahim berhubungan secara statistik dengan umur pertama kali berhubungan seksual ≤20 tahun (aOR= 3,86; P= 0,02) dan terpapar asap rokok (aOR= 3,60; P= 0,03).

Kata kunci : Lesi prakanker, kanker leher rahim, faktor risiko, wanita pasangan usia subur, kasus kontrol

ABSTRACT

Cervical cancer is still a major health problem for world community, this cancer be a primary cause of cancer death in women at developing country. Early sign of this cancer is the discovery of precancerous cervical lesions from VIA examination. The purpose of this study is to determine the risk factor of precancerous cervical lesions in women of fertile couples who perform VIA examination at public health center of Payangan district in 2016. The sample of this case control research were 58 peoples, 29 peoples as cases (positive VIA) and 29 peoples as control (negative VIA), selected using convenience method. The research data were collected by using data extraction form and questionnaire. Data analyzed by univariate, bivariate and multivariate analysis using chi-square and logistic regression test. The result showed a significant correlation between age >35 years (cOR= 3.23; P= 0.03), parity >3 (cOR= 6.07; P= 0.01), age of first sexual intercourse ≤20 years (cOR= 3.36; P= 0.03), the exposure by cigarette smoke (cOR= 3.14; P= 0.03) and low economic status (cOR= 3.90; P= 0.02) with incidence of precancerous cervical lesions. After being analyzed using logistic regression multiple test, the risk factor of precancerous cervical lesions were statistically significant associated with the age of first sexual intercourse ≤20 years (aOR= 3.86; P= 0.02) and the exposure by cigarette smoke (aOR= 3.60; P= 0.03).

Keywords : Precancerous lesions, cervical cancer, risk factors, women of fertile couples, case control

PENDAHULUAN

Kanker leher rahim adalah tumor ganas pada bagian leher rahim, yang merupakan bagian terbawah dari rahim yang menghubungkan antara vagina dan rahim.1 Kanker leher rahim memiliki frekuensi kejadian yang sangat tinggi, hal ini menjadikannya penyakit kanker kedua yang paling banyak dialami olah wanita di semua belahan dunia.2 Di seluruh dunia, angka kejadian kanker leher rahim ini sudah mencapai 1,4 juta kasus. Menurut data Badan Kesehatan Dunia, diketahui terdapat 493.243 kasus kanker leher rahim baru pertahunnya dengan angka kematian yang cukup tinggi, yaitu sebanyak 273.505 kasus.1

Pada negara-negara yang masih berkembang, seperti Indonesia, kanker ini menduduki peringkat utama sebagai penyebab kematian akibat kanker pada wanita.3 Di Indonesia, ada sekitar 15.000 kasus kanker leher rahim baru yang diperkirakan terjadi tiap tahun dengan angka kematian mencapai angka sekitar 7.500 kasus. Kejadian kanker leher rahim di Bali dilaporkan telah menyerang 553.000 wanita usai subur pada tahun 2010 atau sekitar 43/100.000 penduduk wanita usia subur. Angka kejadian ini mengalami peningkatan sebesar 0.89% dari tahun 2008.1 Menurut Badan Litbang Kesehatan RI, angka kejadian kanker leher rahim di Bali mengalami peningkatan prevalensi menjadi sekitar 200/100.000 pada tahun 2013.4

Tingginya angka kematian akibat kanker leher rahim dapat diebabkan oleh banya faktor, misalnya saja kondisi umum pasien yang memang lemah, status ekonomi dan sosial yang tergolong rendah, keterbatasan fasilitas, hasil pemeriksaan histopatologi dan yang paling penting adalah keterlambatan dalam mendiagnosis penyakit yang biasanya

diketahui saat sudah stadium lanjut.5 Hasil penelitian yang dilakukan oleh Oemiati menunjukkan bahwa sekitar 70% penyakit kanker yang terjadi di Indonesia ditemukan dalam keadaan stadium yang sudah lanjut.6 Untuk itu dibutuhkan suatu screening sebagai upaya deteksi dini kanker leher rahim.7 Dengan dilakukannya pemeriksaan IVA yang tergolong mudah dan sederhana, maka diharapkan kasus lesi pra kanker leher rahim lebih banyak ditemukan dan lebih mudah dilakukannya pencegahan.8

Pemeriksaan IVA cukup akurat dalam mendeteksi adanya lesi pada daerah leher rahim. Bila lesi diketahui sejak dini, maka perubahan lesi prakanker leher rahim menjadi kanker leher rahim bisa dicegah hingga keberhasilan yang mendekati 100%.9 Pencegahan ini dapat dilakukan dengan mengurangi atau bahkan menghindari faktor-faktor risiko terkait lesi prakanker leher rahim, seperti umur, jumlah paritas, umur pertama kali berhubungan seksual, jumlah pasangan seksual, paparan asap rokok, pemakaian alat kontrasepsi dan status ekonomi. 10

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan rancangan kasus kontrol. Penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas Payangan, Kabupaten Gianyar, Bali, pada Februari hingga Desember 2017. Kriteria sampel penelitian ini merupakan wanita pasangan usia subur yang melakukan pemeriksaan IVA di Puskesmas Payanan tahun 2016. Kelompok kasus adalah wanita usia subur yang memiliki hasil tes IVA positif dan kelompok kontrol adalah wanita usia subur yang memiliki hasil tes IVA negatif.

Pengambilan sampel penelitian ini dilakukan dengan teknik convenience nonprobability random sampling.11 Sampel yang

dipilih adalah subjek penelitian yang sedang berada di rumah saat peneliti datang dan bersedia untuk mengikuti prosedur penelitian ini dengan sebelumnya menandatangani lembar persetujuan. Sedangkan subjek penelitian yang tidak menyelesaikan wawancara hingga akhir atau hasil wawancara tidak memenuhi kebutuhan peneliti tidak terhitung sebagai sampel. Jumlah sampel minimum dihitung dengan menggunakan rumus beda proporsi dan estimasi drop out 20%, sehingga didapatkan total sampel penelitian adalah 58 (29 orang kasus dan 29 orang kontrol).

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah umur, jumlah paritas, umur pertama kali berhubungan seksual, jumlah pasangan seksual, paparan asap rokok, pemakaian alat kontrasepsi dan status ekonomi. Sedangkan variabel terikat adalah lesi prakanker leher rahim. Variabel ini diukur dengan menggunakan form ekstraksi data dan kuesioner dengan metode wawancara. Data dianalisis secara univariat, bivariat dan multivariat dengan uji kai kuadrat dan regresi logistik. Data disajikan dalam bentuk tabel yang memuat nilai frekuensi dan persentase tiap variabel, nilai OR, nilai P, B, dan interval kepercayaan 95%.

HASIL

Berdasarkan hasil penelitian pada 58 sampel yang diteliti, didapatkan hasil bahwa sebagian besar responden memiliki umur >35 tahun (58,6%), paritas ≤3 (81,0%), pertama kali berhubungan seksual pada umur ≤20 tahun (62,1%), jumlah pasangan seksual 1 orang (100,0%), terbiasa terpapar asap rokok (55,2%), pemakaian alat kontrasepsi hormonal (51,7%) dan status ekonomi tinggi (69,0%).

Pada tabel 1, dapat dilihat bahwa proporsi dari kejadian lesi prakanker leher rahim cenderung lebih tinggi pada responden https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum

dengan umur >35 tahun, paritas >3, umur pertama kali berhubungan seksual ≤20 tahun, terpapar asap rokok dan status ekonomi rendah. Sedangkan pada variabel pemakaian alat kontrasepsi, proporsi lesi prakanker leher rahim lebih tinggi pada kelompok responden yang menggunakan alat kontrasepsi jenis non-hormonal. Juga terdapat hubungan yang signifikan antara umur, jumlah paritas, umur pertama kali behubungan seksual, paparan asap rokok dan status ekonomi dengan kejadian lesi prakanker leher rahim yang ditandai dengan nilai P <0,05. Namun dapat dilihat tidak ditemukan adanya hubungan signifikan antara kejadian lesi prakanker leher rahim dengan pemakaian alat kontrasepsi.

Berdasarkan hasil analisis pada tabel 2 model I, didapatkan bahwa semua variabel miliki nilai B positif. Yang berarti ada hubungan positif antara faktor risiko ini dengan kejadian kasus. Semakin tinggi nilai variabel terkait, maka risiko untuk terkena lesi prakanker leher rahim akan semakin tinggi pula. Secara berurutan, responden yang berumur >35 tahun, memiliki jumlah paritas >3, berhubungan seksual pertama kali pada umur ≤20 tahun, terpapar asap rokok dan memiliki status ekonomi rendah memiliki risiko terkena lesi prakanker leher rahim masing-masing 3,25, 4,99, 4,03, 4,65, dan 2,50 kali lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok lainnya.

Analisis dilanjutkan untuk menyingkirkan variabel perancu, seperti terlihat pada tabel 2 model II. Model akhir menunjukkan variabel umur pertama kali berhubungan seksual dan paparan asap rokok terbukti menjadi faktor risiko lesi prakanker leher rahim. Umur pertama kali berhubungan seksual ≤20 tahun berisiko 3,86 kali mengalami lesi prakanker leher rahim dibandingkan kelompok lainnya. Begitu pula dengan kelompok responden

DOAJ


DIRECTORY OF OPEN ACCESS JOURNALS



yang terpapar asap rokok berisiko 3,60 kai mengalami lesi prakanker leher rahim

dibandingkan mereka yang tidak terpapar asap rokok.

Tabel 1. Analisis hubungan karakteristik responden penelitian

Variabel

Lesi prakanker leher rahim

cOR

Nilai P

Positif

Negatif

(f

%)

(f

%)

Umur (tahun)

>35

21

61,8

13

38,2

3,23

0,03

≤35

Jumlah paritas

8

33,3

16

66,7

>3

9

81,8

2

18,2

6,07

0,01

≤3

20

42,6

27

57,4

Umur pertama kali berhubungan seksua (tahun)

≤20

22

61,1

14

38,9

3,36

0,03

>20

7

31,8

15

68,2

Paparan asap rokok

Ya

17

65,4

9

34,6

3,14

0,03

Tidak

12

37,5

20

62,5

Pemakaian alat kontrasepsi

Hormonal

13

43,3

17

56,7

0,57

0,30

Non-hormonal

16

57,1

12

42,9

Status ekonomi

Rendah

Tinggi

13

16

72,2

40,0

5

24

27,8

60,0

3,90

0,02

Tabel 2. Analisis faktor risiko kejadian lesi prakanker leher rahim

Variabel

B

aOR

IK 95%

Batas bawah  Batas atas

Nilai P

Model I

Umur >35 tahun

1,18

3,25

0,85

12,48

0,08

Jumlah paritas >3 kali

1,60

4,99

0,84

29,45

0,07

Umur pertama kali berhubungan seksual ≤20 tahun

1,39

4,03

1,03

15,67

0,04

Terpapar asap rokok

1,53

4,65

1,19

18,16

0,02

Status ekonomi rendah

0,91

2,50

0,60

10,33

0,20

Model II

Umur pertama kali berhubungan seksual ≤20 tahun

1,35

3,86

1,16

12,75

0,02

Terpapar asap rokok

1,28

3,60

1,13

11,45

0,03


PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil analisis terhadap faktor risiko lesi prakanker leher rahim pada wanita pasangan usia subur yang melakukan pemeriksaan IVA, didapatkan beberapa faktor risiko yang memiliki pengaruh signifikan secara statistik pada populasi. Responden dengan umur pertama kali berhubungan seksual ≤20 tahun secara konsisten meningkatkan risiko terjadinya lesi prakanker leher rahim daripada responden dengan umur pertama kali berhubungan seksual >20 tahun.

Penelitian yang dilakukan oleh Setyarini di RSUD dr. Moewardi Surakarta, mendapatkan hasil wanita yang melakukan hubungan seksual pada umur ≤20 tahun mempunyai risiko 5 kali lebih besar daripada yang melakukan hubungan seksual pertama kali pada umur >20 tahun.12 Hasil penelitian lain yang sebelumnya dilakukan oleh Wahyuningsih, menunjukkan bahwa besar risiko terjadinya lesi prakanker leher rahim pada wanita yang melakukan hubungan seksual pertama kali pada umur ≤20 tahun akan mengalami peningkatan sebesar 4,77 kali lebih tinggi jika dibandingkan dengan wanita yang melakukan hubungan seksual pertamanya pada umur >20 tahun.5 Selain dua penelitian di atas, hasil penelitian ini juga mendapat hasil yang sama dengan penelitian oleh Melva. Dimana pada penelitiannya     menunjukkan     bahwa

responden pada kelompok umur <20 tahun memiliki risiko terkena kanker leher rahim 2,33 kali lebih tinggi dibandingkan dengan responden dengan kelompok umur ≥20 tahun.13

Teori menjelaskan, hal ini memiliki keterkaitan dengan komponen histon yang terdapat dalam semen sebagai antigen, kematangan sistem pertahanan pada mukosa

leher rahim dan kerentanan untuk berganti pasangan seksual yang dapat menjadi celah terjadinya infeksi.12 Pada umur yang masih cenderung muda, sel-sel pada leher rahim masih belum matang dan sedang berada pada tahap pertumbuhan yang sangat aktif, sehingga akan menyebabkan mudahnya terjadi infeksi dan mutasi.14 Pada sel-sel leher rahim, normalnya akan terjadi perubahan epitel kolumner menjadi epitel skuamosa yang dinamakan metaplasia. Apabila pada saat perubahan itu, sel-sel leher rahim mengalami paparan virus Human Papiloma Virus (HPV), maka akan terjadi penyimpangan perubahan menjadi displasia yang dapat berkembang menjadi lesi prakanker leher rahim.12

Selain umur pertama kali berhubungan seksual, beberapa hasil penelitian juga membuktikan bahwa paparan asap rokok juga merupakan faktor risiko kanker leher rahim. Baik perokok aktif maupun perokok pasif akan mempunyai risiko yang cenderung sama untuk terkena kanker leher rahim.15 Hasil penelitian ini menunjukan bahwa responden yang terpapar asap rokok memiliki risiko yang lebih tinggi untuk terkena lesi prakanker leher rahim dibandingkan dengan responden yang tidak terpapar asap rokok.

Beberapa penelitian yang dilakukan di Indonesia mengenai lesi prakanker leher rahim mendapatkan hasil yang serupa dengan yang didapatkan oleh peneliti. Penelitian yang dilakukan oleh Habiba, menunjukkan bahwa wanita yang terkena paparan asap rokok memiliki risiko kanker leher rahim 3,88 kali lebih tinggi dari pada wanita yang tidak terkena papaan asap rokok. Beberapa literatur menjelaskan bahwa pada lendir dinding leher rahim wanita yang terpapar asap rokok mengandung zat nikotin dan juga polycyclic aromatik hydrocarbons


heterocyclic amine. Kedua zat ini dapat memudahkan terjadinya invasi oleh virus ke dalam dinding leher rahim.15 Selain itu, zat nikotin juga dapat menyebabkan efek imunosupresif dan genotoxic pada dinding leher rahim sehingga menyebabkan kerusakan pada DNA epitel dinding leher rahim dan merangsang tumbuhnya sel-sel abnormal, seperti neoplasma, pada leher rahim.16

Penelitian lain mengenai hubungan kebiasaan terpapar asap rokok dan kejadian kanker leher rahim juga menunjukan hasil yang sama. Seperti penelitian oleh Irmayani, yang pada penelitiannya mendapatkan hasil bahwa wanita pasangan usia subur yang merokok secara tidak langsung (terpapar asap rokok) mempunyai kemungkinan 8,02 kali lebih tinggi untuk terkena lesi prakanker leher rahim dari pada wanita pasangan usia subur yang tidak merokok secara tidak langsung (tidak terpapar asap rokok).17 Selain itu, penelitian sebelumnya yang dilakukan di Kota Denpasar oleh Dewi mendapatkan hasil bahwa besar risiko wanita yang terpapar asap rokok untuk terkena lesi prakanker leher rahim akan mengalami peningkatan sebesar 4,05 kali lebih tinggi jika dibandingkan dengan wanita yang tidak merokok maupun terpapar asap rokok. 18

Meskipun umur pertama kali berhubungan seksual dan paparan asap rokok bermakna signifikan secara statistik pada populasi sebagai faktor risiko terkait kasus lesi prakanker leher rahim, namun berdasarkan model I analisis multiariat terlihat variabel jumlah paritas memiliki OR paling tinggi diantara variabel lainnya, walaupun tidak bermakna signifikan. Hasil penelitian yang dilakukan di Puskesmas Payangan ini tidak sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya oleh Wahyuningsih dan Mayrita. Kedua hasil penelitian tersebut mendapatkan hasil bahwa https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum

terdapat pengaruh signifikan antara jumlah paritas dengan kejadian lesi prakanker leher rahim.5,19 Jumlah sampel penelitian yang jauh lebih sedikit dan teknik pengambilan sampel secara convenience dapat menjadi penyebab perbedaan hasil penelitian ini dengan penelitian serupa lainnya.

Variabel lainnya yang tidak memiliki hubungan signifikan dengan kejadian lesi prakanker leher rahim pada penelitian ini adalah variabel umur. Namun, menurut hasil penelitian sebelumnya oleh Syafitri dan juga oleh Parwati di Denpasar, diketahui bahwa terdapat hubungan signifikan antara umur dengan lesi prakanker leher rahim.20,21 Hal ini dapat disebabkan karena adanya perbedaan setting tempat penelitian, dimana penelitian oleh Syafitri dilakukan di Yayasan Kanker dan penelitian oleh Parwati di puskesmas kota. Selain itu, teknik pengambilan sampel pada penelitian ini juga dapat menjadi penyebab perbedaan hasil penelitian.

Hasil penelitian terkait hubungan status ekonomi dengan kejadian lesi prakanker leher rahim juga menunjukkan hubungan yang tidak signifikan. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Nindrea juga mendapatkan hasil yang sama. Pada penelitiannya didapatkan hasil bahwa tidak ada hubungan yang cukup bermakna signifikan antara tingkat sosio ekonomi dengan kasus lesi prakanker leher rahim.22 Namun, menurut teori, kanker leher rahim banyak dijumpai pada golongan masyarakat ekomoni rendah. Hal ini disebabkan karena faktor sosial ekonomi erat kaitannya dengan imunitas, gizi dan kebersihan perseorangan yang berpengaruh dengan kemungkinan terjadinya paparan virus HPV.23 Perbedaan ini dapat disebabkan karena adanya bias saat melakukan pengukuran data dan perbedaan teknik pengambilan sampel. Pengukuran

status ekonomi dilakukan pada masa sekarang, sedangkan faktor risiko sudah terjadi jauh sebelum lesi prakanker leher rahim muncul.

SIMPULAN

Faktor risiko yang memiliki pengaruh yang cukup besar dan bermakna signifikan secara statistik dengan kejadian kasus lesi prakanker leher rahim pada wanita pasangan usia subur adalah faktor risiko umur pertama kali berhubungan seksual ≤20 tahun (OR= 3,86; IK 95%= 1,16-12,75) dan terpapar asap rokok (OR= 3,60; IK 95%= 1,13-11,45).

Sedangkan faktor risiko lain seperti faktor risiko umur, jumlah paritas, jumlah pasangan seksual, pemakaian alat kontrasepsi dan status ekonomi tidak ditemukan memiliki pengaruh yang signifikan secara statistik.

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    Emilia, O. Bebas Ancaman Kanker Leher rahim. Yogyakarta: Medpress; 2010.

  • 2.    Mocuţa, D. Precancerous cervical lesions and immunomarkers for their prognosis. Studia Universitatis “Vasile Goldiş”, Seria Ştiinţele Vieţii; 2010; 20(3): 87-93.

  • 3.    Sugiharto, A. Faktor risiko terjadinya lesi prakanker leher rahim di Puskesmas Ambal 1 Kabupaten Kebumen. Seminar Nasional World Fit for Children Fakultas    Kesehatan    Masyarakat

Universitas Diponegoro; 2012; h. 38-46.

  • 4.  Balitbang Kementerian Kesehatan RI.

Data riset kesehatan dasar 2013. Jakarta: Departeman Kesehatan; 2013.

  • 5.  Wahyuningsih, T. & Mulyani, E.Y.

Faktor risiko terjadinya lesi prakanker leher rahim melalui deteksi dini dengan metode IVA. Forum Ilmiah; 2014; 11(2): 192–209.

https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum

  • 6.    Oemiati, R. Ekowati, R. Antonius, Y. K. Prevalensi tumor dan beberapa faktor yang mempengaruhinya di Indonesia. Buletin Penelitian Kesehatan; 2011; 39(4): 193.

  • 7.    Fitriyani, A.D. IVA pada ibu di Desa Kaibahan Kecamatan Kesesi Kabupaten Pekalongan.   Perpustakaan UNNES.

2011.

  • 8.    Sulistiowati,   E.,   & Sirait, A.M.

Knowledge on risk factors, behaviour and early detection of cervical cancer by Visual Inspection Acetic Acid (VIA) at women in the district of Central Bogor, Bogor City. Buletin Penelitian Kesehatan; 2014; 42(3): 193–202.

  • 9.    Loomis, D.M., Pastore, P.A., Rejman, K., Gutierrez, K.L., Bethea, B. Cervical cytology in vulnerable pregnant women. Journal of the American Academy Of Nurse Practitioners; 2009; 21(5): 28794.

  • 10.    WHO. WHO guidelines for screening and treatment of precancerous lesions for cervical cancer prevention. WHO Library      Cataloguing-in-Publication

Data. 2013.

  • 11.    Sastroasmoro, S. & Ismael, S. Dasar-dasar metodologi penelitian klinis ed. ke 5, Jakarta: Sagung Seto; 2014.

  • 12.    Setyarini, E. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian kanker leher rahim di RSUD dr. Moewardi Surakarta. Skripsi Sarjana Kesehatan Masyarakat      pada      Universitas

Muhammadiyah. 2009.

  • 13.    Melva.       Faktor-faktor       yang

mempengaruhi kejadian kanker leher rahim pada penderita yang  datang

berobat di RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2008. Medan:   Universitas

Sumatera Utara; 2008.

  • 14.    Colditz, G. Handbook of cancer risk assessment and prevention. Jones and Bartlett Publisher Inc.: United States of America; 2004.

Directoryof OPEN ACCESS LJLJ/ JOURNALS

  • 15.    Habiba, Fatimah. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian kanker serviks di RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Surakarta:    Universitas

Muhammadiyah Surakarta; 2017.

  • 16.    Suheimi, H.K., Nurwijaya, H., Andrijono. Cegah dan deteksi kanker leher rahim. Gramedia: Jakarta; 2009.

  • 17.    Irmayani. Faktor risiko yang berhubungan dengan lesi prakanker serviks pada WPS tidak langsung di wilayah kerja Puskesmas Meninting tahun 2014. Jurnal kesehatan prima. 2014; 8(2): 1279-91.

  • 18.    Dewi, IGAAN., Savitri, AAS., Adiputra, N. Paparan asap rokok dan higiene diri merupakan faktor risiko lesi prakanker leher rahim di Kota Denpasar tahun 2012. Public Health and Preventive Medicine Archive. 2013; 1(1): 84-91.

  • 19.    Mayrita, SN., Handayani, N. Hubungan antara paritas dengan kejadian kanker

serviks    di    Yayasan    Kanker

Wisnuwardhana Surabaya. Surabaya: Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya; 2012.

  • 20.    Syafitri, Yenni. Kejadian lesi prakanker leher rahim pada wanita yang melakukan pap smear di Yayasan Kanker Indonesia Jakarta Tahun 2006-2010. Depok: FKM Universitas Indonesia; 2011.

  • 21.    Parwati, NM., Putra, IWGAE., Karmaya, M. Kontrasepsi hormonal dan riwayat infeksi menular seksual sebagai faktor risiko lesi pra-kanker leher rahim. Public Health and Preventive Medicine Archive. 2015; 3(2): 173-8.

  • 22.    Nindrea, Ricvan Dana. Prevalensi dan faktor yang mempengaruhi lesi pra kanker serviks pada wanita. Journal endurance. 2017; 2(1): 53-61.

  • 23.    Kumalasari, Intan, Andhyantoro, Iwan. Kesehatan Reproduksi. Jakarta: Salemba Medika; 2012.

https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum