ISSN: 2303-1395                  E-JURNAL MEDIKA, VOL. 8 NO.1,Januari, 2019

I!--∖f—∖ Λ i DIRECTORY OF OPEN ACCESS I_V_V/ ∖-^J JOURNALS

KARAKTERISTIK PASIEN OTITIS MEDIA AKUT DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH DENPASAR PERIODE JANUARI – DESEMBER TAHUN 2014 I Wayan Pradnyana Mahardika1, I Made Sudipta2, Sari Wulan Dwi Sutanegara2 1Program Studi Pendidikan Dokter

2Bagian/SMF Telinga Hidung Tenggorokan

Fakultas Kedokteran Universitas Udayana-RSUP Sanglah Denpasar Email : pradnyanam@gmail.com

ABSTRAK

Otitis Media Akut (OMA) merupakan penyakit infeksi telinga bagian tengah yang sering dijumpai terutama pada anak-anak. Anak-anak lebih rentan terhadap OMA dikarenakan anatomi dan sistem kekebalan anak berbeda dengan orang dewasa, anak-anak yang terkena terutama pada usia 2 tahun. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik penderita OMA yang berobat ke Instalasi Rawat Jalan SMF THT Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Sanglah Denpasar pada tahun 2014. Penelitian ini dilakukan dengan mengumpulkan data dari rekam medis penderita OMA yang datang ke RSUP Sanglah Denpasar. Karakteristik seperti umur, jenis kelamin, gejala klinis, sisi telinga yang terkena OMA, dan riwayat ISPA akan dicatat. Kemudian data diproses dengan menggunakan Statistical Product and Service Solution (SPSS). Data sejumlah 77 sampel telah dikumpulkan. Distribusi proporsi tertinggi adalah pada usia < 2 tahun (38,9%), laki-laki (59,7%), nyeri telinga (84,4%), unilateral (54,5%), dan ada riwayat ISPA (81,8%). Insidensi terjadinya OMA cukup sering di masyarakat terutama pada golongan anak-anak. Oleh karena itu, disarankan untuk melakukan konsultansi awal kepada dokter jika terdeteksi gejala klinis OMA. Penelitian yang lebih lanjut diperlukan untuk menentukan faktor risiko terjadinya OMA, yang berguna untuk tindakan pencegahan.

Kata kunci: Otitis media akut, Infeksi, ISPA, Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar.

ABSTRACT

Acute Otitis Media is a disease that affect middle ear, commonly found especially in children. Children is more suceptible to Acute Otitis Media because of children anatomy and immunity system is not working like in the adult. Acute Otitis Media in children, mostly in children 2 years old. Purpose of this study was to describe the characteristic of Acute Otitis Media patient in outpatient children of E.N.T. Department at Sanglah Denpasar General Hospital in 2014. This study has been carried out by assessing the medical records all Acute otitis media patient that come to Sanglah Denpasar general hospital. who aged between . Data on children were gathered from medical records, including age, gender, clinical manifestations, ear/ears involved, and history of upper respiratory tract infection. The data obtained were then processed by using Statistical Product and Service Solution (SPSS). A total of 77 data were collected. The highest proportion is: age <2 years old (38.9%), male (59.7%), pain in ear/ears (84.4%), unilateral ear involved (54.5%), and positive history of upper respiratory tract infection (81.8%). The incidence of acute otitis media was common in society especially in children. Therefore parents sugges to do early consultation to doctors if there was any symptom of acute otitis media. Further study is needed to determine the various risk factors associated with acute otitis media, for prevention purposes.

Keywords: Acute otitis media, Infection, Upper Respiratory Tract Infection, Sanglah Denpasar General Hospital

PENDAHULUAN

Otitis media merupakan inflamasi pada telinga tengah termasuk membran timpani yang terjadi biasanya karena infeksi pada saluran pernafasan akut.

Telinga tengah adalah ruang telinga yang terletak di antara membran timpani dengan telinga bagian dalam, dan berhubungan dengan nasofaring melalui saluran Eustachius.1

Otitis media sangat sering terjadi pada anak-anak. Diperkirakan sekitar 70% anak mengalami otitis media minimal satu kali atau

I--∖r—S Λ I DIRECTORY OF OPEN ACCESS

I_J‰m√∕ X-J JOURNALS

bahkan lebih saat menjelang usia tiga tahun. Anak-anak yang rentan terkena otitis media akut biasanya berkisar dari umur 6-11 bulan. Insiden penyakit ini sedikit lebih tinggi ditemukan pada anak laki-laki dibandingan anak perempuan. Angka kejadian otitis media akut bervariasi pada tiap negara. Di Amerika Serikat, otitis media akut masih menjadi penyakit paling sering mendapat antibiotik pada anak-anak. Penyakit ini juga memberi dampak beban sosial dan biaya secara tidak langsung, karena waktu yang hilang dari sekolah atau pekerjaan.1

Otitis media akut dapat disebabkan oleh virus atau bakteri. Kebanyakan anak-anak terinfeksi oleh Respiratory Syncytial Virus (RSV) pada awal tahun kehidupan. Sekitar 70% pasien dengan otitis media akut, bakteri ditemukan pada kultur pada

telinga tengah. Spesies yang paling sering adalah Haemophilus influenzae dan Streptococcus pneumoniae.2

Faktor risiko dari otitis media pada populasi anak-anak dibagi menjadi faktor inang dan faktor lingkungan. Faktor risiko tersebut yaitu bayi yang lahir secara prematur dan berat badan saat lahirnya rendah, umur, serta variasi musim juga dapat mempengaruhi. Dimana otitis media lebih sering terjadi pada musim gugur dan musim dingin. Faktor lainnya yang berpengaruh seperti predisposisi genetik, pemberian ASI, kondisi imunodefisiensi, alergi, gangguan anatomi, sosial ekonomi, lingkungan yang kumuh/padat, dan posisi tidur.3,4

Usia merupakan salah satu faktor risiko yang sering berkaitan dengan kejadian otitis media akut. Dimana umumnya kejadian OMA ini terjadi pada anak-anak dibandingkan dengan kelompok usia lainnya. Faktor anatomi juga memperngaruhi dimana pada saat anak-anak, saluran eustachius posisinya lebih horizontal dibandingkan dengan usia dewasa. Hal tersebut menyebabkan kecenderungan terjadinya OMA pada anak-anak dibandingkan orang dewasa. Anak-anak pada usia 6-11 bulan lebih rentan terkena otitis media akut. Kejadian otitis media ini menurun drastis setelah munculnya gigi permanen, meski pada beberapa orang masih dapat terkena otitis media akut bahkan hingga memasuki usia dewasa. Otitis media tidak hanya menyebabkan sakit yang parah, tetapi juga dapat menyebabkan komplikasi yang serius jika tidak mendapatkan penanganan.5

Gejala otitis media akut yang paling sering adalah kemerahan pada membran timpani sebanyak 52,8% kasus dan sakit pada telinga dilaporkan sebanyak 48,4% kasus. Keluarnya cairan dari telinga dilaporkan sebanyak 14,4% kasus, tidak ditemukan perbedaan gejala otitis media akut pada kelompok usia tertentu.6

Gejala OMA pada orang dewasa yang paling sering dikeluhkan adalah nyeri telinga yang mendadak, tetapi pada anak-anak yang belum bisa bicara biasanya ditandai dengan memegang telinga, menangis berlebih, demam, gangguan tidur.7

Pemeriksaan otoskop pada otitis media akut dapat di temukan perubahan pada membran timpani seperti hiperemi pada membran timpani atau ditemukan bulging pada membran timpani. Pada anak, otitis media akut dapat didiagnosis jika ditemukan cairan pada telinga tengah dan disertai keluhan demam, sakit telinga, iritabilitas, bersamaan dengan gejala gangguan sistem pernafasan akut.8

Patogenesis dari OMA itu sendiri biasanya dimulai dari infeksi saluran pernafasan atas hingga menyebabkan inflamasi pada nasofaring. Selain itu, virus juga merubah komponen dari jaringan mukus dan mengganggu sistem mukosiliar yang menyebabkan gangguan fungsi tuba Eusthacius. Tuba Eusthacius yang terganggu menyebabkan tekanan negatif pada telinga tengah yang memfasilitasi masuknya bakteri dan virus patogen ke dalam rongga telinga tengah menyebabkan inflamasi telinga tengah, akumulasi cairan telinga tengah, dan gejala otitis media akut.9

Komplikasi yang sering terjadi pada penderita otitis media adalah kehilangan pendengaran, meskipun kehilangan pendengaran yang disebabkan oleh otitis media biasanya sementara. Namun jika otitis media ini tidak diobati maka bisa menyebabkan gangguan pendengaran yang permanen. Pada anak-anak yang mengalami otitis media kronis dan terdapat cairan pada telinga tengah yang bersifat menetap bisa menyebabkan menurunnya pendengaran, dimana hal ini sangat penting untuk perkembangan bicara dan bahasanya. Anak-anak yang mengalami gangguan pendengaran karena infeksi berulang, biasanya cenderung mengalami gangguan bicara dan bahasa.1

Diagnosis otitis media dapat dilakukan dengan mencari tanda dan gejala dari otitis media ini. Pada anak-anak biasanya terjadi sakit dengan atau tanpa panas yang bersifat akut pada telinga (otalgia). Pada anak didapatkan gejala dari infeksi saluran nafas atas lalu juga terdapat cairan yang keluar dari telinga (otorrhea), kehilangan pendengaran, dan irritablitas. Pada pemeriksaan otoskop, membran timpani akan mengembung karena adanya efusi pada telinga bagian tengah, terlihat area kemerahan atau warna kekuningan, berkurangnya kebeningan dari membran timpani dan menjadi keruh, dan berkurangnya mobilitas.4

Penatalaksanan otitis media direkomendasikan dengan memberikan analgesik dan pengawasan, sekitar 80% anak-anak dengan otitis media akut sembuh dengan sendirinya dalam 2-14 hari. Paracetamol adalah penghilang rasa sakit garis pertama, ibuprofen dapat mengurangi inflamasi dan sakit yang berhubungan dengan otitis media akut,

I--∖r—S Λ I DIRECTORY OF OPEN ACCESS

I_J‰m√∕ X-J JOURNALS

tetapi pemberian ibuprofen sebaiknya tidak pada anak-anak yang memiliki tanda dehidrasi dan asma. Pemberian antibiotik tidak secara rutin pada kasus otitis media yang tidak parah, tetapi studi terkini mengatakan bahwa pengobatan dengan antibiotik empiris pada anak-anak dengan otitis media akut dapat mengurangi gejala dan kemungkinan untuk menjadi infeksi yang menetap.1

Otitis media termasuk penyakit yang paling sering terjadi pada anak- anak, dimana jika tidak diberi penanganan yang tepat dapat menyebabkan tambahan biaya dan risiko komplikasi yang dapat mengganggu perkembangan pada anak. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk mengetahui karakteristik penderita otitis media akut di RSUP Sanglah tahun 2014.

BAHAN DAN METODE

Pada penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif dengan desain cross sectional bersifat retrospective pada pasien otitis media akut (OMA) di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Sanglah Denpasar. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jumlah masing-masing karakteristik pasien pada variabel berikut : jumlah penderita total, umur, jenis kelamin, gejala klinis, sisi telinga yang terkena, dan riwayat ISPA.

Kriteria inklusi dari penelitian ini adalah semua pasien di RSUP Sanglah yang sudah didiagnosis mengalami OMA dan tercatat di rekam medik pada Januari sampai Desember 2014 dan pada rekam medis terdapat variabel yang akan diteliti. Kriteria eksklusi dari penelitian ini yaitu pasien OMA di RSUP Sanglah dengan rekam medis yang tidak memiliki data terhadap variabel yang akan diteliti. Pengumpulan data dilaksanakan mulai dari bulan Maret sampai Juli 2015. Teknik penentuan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik total sampling. Jadi sampel dari penelitian ini diambil dari populasi target, yaitu seluruh pasien OMA di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar pada Januari sampai Desember 2014. Data sekunder yang telah diperoleh akan diolah dengan menggunakan aplikasi software SPSS dan kemudian hasilnya akan dianalisa secara deskriptif. Data akan disajikan dalam bentuk narasi dan tabel distribusi proporsi.

HASIL

Penelitian ini dilakukan pada semua penderita OMA pada anak yang berobat ke Instalasi Rawat Jalan SMF THT Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Sanglah Denpasar pada tahun 2014. Dikumpulkan sebanyak 77 data dari rekam medis.

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Penderita OMA Berdasarkan Umur di RSUP Sanglah Denpasar Tahun 201410

No.   Umur (tahun)

Jumlah F

%

1. < 2

30

38,9

2. > 2 – 5

13

16,8

3. > 5 – 12

20

25,9

4. > 12 – 18

3

3,8

5. >18

11

14,2

Jumlah          77       100,0

Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat bahwa proporsi umur penderita tertinggi dijumpai pada umur < 2 tahun, yaitu 30 orang (38,9%). Proporsi terendah terdapat pada umur >12-18 tahun, yaitu 3 orang (3,8%).

Tabel 2. Distribusi Frekuensi Penderita OMA Berdasarkan Jenis Kelamin di RSUP Sanglah Denpasar Tahun 2014

No.

Jenis kelamin

Jumlah F

%

1.

Laki – laki

46

59,7

2.

Perempuan

31

40,2

Jumlah

77

100,0

Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat bahwa proporsi jenis kelamin tertinggi pada laki-laki, yaitu 46 orang (59,7%). Perempuan adalah 31 orang (40,2%).

Tabel 3. Distribusi Frekuensi Penderita OMA Berdasarkan Gejala Klinis di RSUP Sanglah Denpasar Tahun 2014

No.   Gejala klinis

Jumlah F

%

1. Nyeri telinga

65

84,4

2. Keluar cairan dari

45

58,4

telinga

3. Demam

40

51,9

4. Pendengaran

13

16,8

menurun

5. Gelisah, susah tidur

25

32,4

6. Hiperemi membran

43

55,8

timpani

Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat bahwa proporsi gejala klinis penderita OMA terbanyak adalah nyeri telinga sebanyak 65 orang (84,4%), diikuti keluar cairan dari telinga 45 orang (58,4%), hiperemi membran timpani 43 orang (55,8%), demam 40 orang (51,9%), gelisah dan susah tidur 25 orang (32,4), pendengaran menurun 13 orang (16,8%).

I--∖r—S Λ I DIRECTORY OF OPEN ACCESS

I_J‰m√∕ X-J JOURNALS

Tabel 4. Distribusi Frekuensi Penderita OMA Berdasarkan Sisi Telinga yang Terkena OMA di RSUP Sanglah Denpasar Tahun 2014

No   Sisi telinga yang Jumlah

%

terkena OMA

F

1. Unilateral

42

54,5

2. Bilateral

35

45,4

Jumlah

77

100,0

Berdasarkan Tabel 4 dapat dilihat bahwa proporsi tertinggi penderita OMA berdasarkan sisi telinga yang terkena, unilateral adalah sebanyak 42 orang (54,5%), dan bilateral adalah 35 orang (45,4%).

Tabel 5. Distribusi Frekuensi Penderita OMA Berdasarkan Riwayat ISPA di RSUP Sanglah Denpasar Tahun 2014

No

Riwayat ISPA

Jumlah F

%

1.

Ada

63

81,8

2.

Tidak ada

14

18,1

Jumlah

77

100,0

Berdasarkan tabel 5 dapat dilihat bahwa sebanyak 63 orang (81,8%) penderita OMA mempunyai riwayat ISPA, sedangkan yang tidak mempunyai riwayat ISPA adalah 14 orang (18,1%).

PEMBAHASAN

Pada penelitian ini ditemukan proporsi terbanyak penderita pada usia < 2 tahun dan terendah pada umur >12-18 tahun. Hasil penelitian ini sesuai dengan temuan sebelumnya dimana proporsi umur penderita tertinggi dijumpai pada umur > 5-12 tahun, yaitu 28 orang (32,9%), dan proporsi terendah terdapat pada umur > 2-5 tahun, yaitu 14 orang (16,5%).11

Menurut teori, peningkatan risiko otitis media akut disebabkan oleh keadaan anatomi, dimana tuba Eusthacius yang lebih pendek dan lebih horizontal pada anak yang lebih muda dibandingkan dengan dewasa, selain itu karena faktor imunitas anak yang belum bekerja sebaik pada orang dewasa.5

Proporsi pasien berjenis kelamin laki-laki lebih tinggi dibandingkan perempuan, dengan rasio 46:31 (1,48). Hasil yang serupa ditemukan pada penelitian sebelumnya dimana proporsi jenis kelamin tertinggi pada laki-laki, yaitu 47 orang (55,3%). Rasio laki-laki dibandingkan dengan perempuan adalah 47:38 (1,24).11

Marom dkk menyatakan bahwa otitis media akut pada anak sebagian besar disebabkan oleh karena infeksi saluran pernafasan atas (ISPA), yang lebih sering dialami oleh anak laki-laki. Hal ini

disebabkan oleh anak laki-laki yang cenderung lebih aktif dan menyebabkan risiko terpapar ISPA yang lebih tinggi, dan mempermudah terjadinya OMA.9

Gejala klinis tersering dari OMA yang ditemukan pada penelitian ini adalah nyeri telinga. Hal ini berbeda dengan penelitian sebelumnya dimana gejala klinis terbanyak pada anak penderita OMA adalah keluarnya cairan dari telinga, yaitu sebanyak 72 orang (84,7%), diikuti demam 42 orang (49,4%), nyeri telinga 32 orang (37,6%), dan berkurangnya pendengaran 5 orang (5,9%).11

Menurut Marom dkk9, otitis media merupakan inflamasi telinga tengah yang disebabkan oleh infeksi saluran pernapasan akut. Virus akan masuk, menyebabkan inflamasi dan merusak pelindung alami dari telinga memungkinkan terjadinya infeksi bakteri. Nyeri sendiri disebabkan oleh proses inflamasi yang disebabkan oleh virus dan bakteri, yang menyebabkan berkumpulnya cairan pada telinga bagian tengah sehingga membran timpani akan tampak menonjol, dan apabila terjadi perforasi akan menimbulkan keluarnya cairan dari telinga. Nyeri pada OMA ini terkait dengan proses inflamasi pada telinga.

Berdasarkan pada sisi telinga yang terkena, ditemukan bahwa lebih banyak penderita yang mengalami OMA unilateral daripada bilateral. Hal serupa ditemukan pada penelitian oleh Tang Hong Siew didapatkan hasil proporsi tertinggi penderita OMA pada anak berdasarkan sisi telinga yang terkena, unilateral adalah sebanyak 69 orang (81,2%), sedangkan bilateral hanya 16 orang (18,8%).11

Penelitian ini menemukan bahwa lebih banyak penderita OMA yang memiliki riwayat ISPA dibandingkan dengan mereka yang tidak memiliki riwayat tersebut. Temuan ini sejalan dengan penelitian sebelumnya dimana sebanyak 56 orang (65,9%) penderita OMA pada anak mempunyai riwayat ISPA.11

Hal ini serupa dengan teori yang dikemukakan oleh Marom dkk. Dimana sebagian besar OMA pada anak diawali dengan adanya infeksi pada saluran nafas bagian atas. Virus menyebabkan inflamasi pada nasofaring dan gangguan fungsi dari tuba Eusthacius. Tuba Eusthacius sendiri merupakan pelindung alami yang mencegah kolonisasi dari nasofaring ke telinga tengah. Anak-anak biasanya rentan terhadap otitis media akut karena imunitas sistemik yang tidak matang dan anatomi tuba yang lebih horizontal. Virus/ bakteri mengganggu pembersihan mukosiliar dan menyebabkan tersumbatnya tuba Eusthacius, sehingga tekanan negatif terjadi pada telinga tengah. Tekanan negatif ini memfasilitasi masuknya bakteri dan virus patogen ke dalam rongga telinga tengah dan

I--∖r—S Λ I DIRECTORY OF OPEN ACCESS

I_J‰m√∕ X-J JOURNALS

menyebabkan inflamasi telinga tengah, akumulasi cairan telinga tengah, dan gejala otitis media akut.9

SIMPULAN

Pada penelitian ini, diperoleh kesimpulan bahwa jumlah penderita otitis media akut (OMA) di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar tahun 2014 adalah sebanyak 77 orang, dengan penderita terbanyak berusia di bawah 2 tahun. Berdasarkan jenis kelamin, penderita terbanyak adalah laki-laki. OMA ditemukan lebih sering melibatkan sisi telinga unilateral. Nyeri telinga merupakan gejala klinis OMA yang paling banyak ditemui pada penelitian ini, dibandingkan dengan pasien tanpa riwayat Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA). Pada penelitian ini lebih banyak penderita OMA yang memiliki riwayat ISPA sebelumnya.

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    Cheong K. H. And Hussain, S. S. M. Management of reccurent acute otitis media in childreen : systematic review of the effect of different interventions on otitis media recurrence, recurrence frequency and total recurrence time. The journal         of         laryngology

&otology,2012;126: 874-885.

  • 2.    Corbeel, L. What Is New with Otitis Media. Eur J Pediatr, 2007 ;166: 511-519

  • 3.    Munilson, J. Edward, Y, and Yolazenia. Penatalaksanaan  Otitis  Media Akut.

Bagian Telinga  Hidung Tenggorokan

Bedah Kepala Leher. 2012

  • 4.    Jervis-Bardy, J, Sanchez, L. and Carney, A. S. Otitis Media in Indigenous Australian Children :   Review of

Epidemiology and Risk Factor. The Journal of laryngology & Otology, 2013 ;128 : S16-S27.

  • 5.    Shaikh, N. And Hoberman. A. Update: Acute Otitis Media. Pediatric Annal. 2010; 39:1.

  • 6.    Liese, J. G. The Incidence and Clinical Presentation of Acute Otitis Media in Children Aged<6 Year in European Medical Practices. Epidemiol. Infect. 2013; 142: 1778-1788.

  • 7.    Anonim. Clinical Practice Guideline : The Diagnosis and Management of Acute Otitis Media. The American Academy of Pediatric. 2014

  • 8.    Toll, E. C., and Nunez, D. A. Diagnosis and Treatment of Acute Otitis Media : Review. The Journal of laryngology & Otology, 126: 976-983.

  • 9.    Maron, T., Koivisto, J. N., Chonmaitree, T. Viral-Bacterial Interaction in Acute Otitis Media. Curr Allergy Asthma Rep. 2012; 12: 551-558.

  • 10.    Titisari, H. 2005. Prevalensi dan Sensitivitas Haemophilus Influenzae pada Otitis Media Akut di PSCM dan RSAB Harapan  Kita. Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia, Jakarta.

  • 11.    Siew, Tan Hong, Karakteristik Penderita Otitis Media Akut pada Anak yang Berobat ke Instalasi Rawat Jalan SMF THT Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Haji Adam Malik Medan pada Tahun 2009, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatra Utara, Medan

https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum

55