ISSN: 2597-8012                           E-JURNAL MEDIKA, VOL. 8 NO.5,MEI, 2019

Il--∖(—∖ Λ i DIRECTORY OF OPEN ACCESS I—V√ JOURNALS

DEFISIENSI SELENIUM (SE) SEBAGAI FAKTOR RISIKO DILATED CARDIOMYOPATHY (DCM) DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT (RSUP) SANGLAH, BALI : STUDI KASUS – KONTROL

Luh Nyoman Ananda Mahayati1, I Wayan Wita2

1Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Bali 2Bagian Kardiologi dan Kedokteran Vaskular Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Bali Email : [email protected]

ABSTRAK

Selenium (Se) merupakan salah satu mineral yang paling sering dikaitkan dengan DCM, terutama setelah kejadian endemik penyakit Keshan di Cina. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah defisiensi selenium merupakan faktor risiko terjadinya DCM di RSUP Sanglah, Bali. Penelitian ini menggunakan desain kasus-kontrol retrospektif, dimana data diperoleh dengan wawancara menggunakan kuesioner SQFFQ yang berisi riwayat konsumsi bahan-bahan makanan tertentu dan penelusuran lebih lanjut terhadap karakteristik demografis dan klinis subyek penelitian dilakukan dengan rekam medis. Total 60 subyek penelitian terbagi menjadi 30 orang sebagai kelompok kasus dan 30 orang sebagai kelompok kontrol. Konsumsi selenium harian ditemukan lebih tinggi pada kelompok kasus dibandingkan kelompok kontrol (45,54μg vs 28,11μg). Konsumsi selenium tidak memengaruhi terjadinya DCM (OR = 1; IK 95% = 0,98-1,03; p = 0,43). Dua variabel menunjukkan hubungan yang signifikan dengan DCM, diantaranya hipertensi (OR = 10; IK 95% = 2,94; p = <0,001) dan merokok (OR = 5,69; IK 95% = 1,59-20,33; p = 0,007). Faktor genetik, DM tipe 2, PJK, dan konsumsi alkohol menunjukkan nilai OR >1 namun tidak memiliki hubungan yang signifikan secara statistik dengan DCM. Kemoterapi ditemukan sebagai faktor protektif. Defisiensi selenium bukan merupakan faktor risiko terjadinya DCM sehingga terdapat faktor risiko lain yang kemungkinan lebih berpengaruh terhadap terjadinya DCM. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai data dasar penelitian lebih lanjut guna mengetahui faktor-faktor risiko DCM.

Kata kunci : Defisiensi selenium, dilated cardiomyopathy/DCM, penyakit Keshan

ABSTRACT

Selenium (Se) is a trace mineral that has been frequently linked to DCM, especially after the endemic occurrence of Keshan disease in China. The aim of this study was to assess whether selenium deficiency is a risk factor for DCM at Sanglah General Hospital, Bali. A retrospective case-control study was conducted, data were obtained via interview using SQFFQ containing history of food consumption. Demographic and clinical characteristics were obtained through medical records. A total of 60 study subjects were divided into case and control groups with 30 people each. Daily selenium intake is found higher in case group compared to control group (45.54μg vs 28.11μg). Level of selenium intake do not appear to affect DCM (OR = 1; 95% CI = 0.98-1.03; p = 0.43). Two variables show significant relationship with DCM, they are hypertension (OR = 10; 95% CI = 2.94; p = <0.001) and smoking (OR = 5.69; 95% CI = 1.5920.33; p = 0.007). Genetic, type 2 DM, CAD, and alcohol show OR of >1 but have no significant relationship with DCM. Chemotherapy is found as a protective factor. Selenium deficiency is not a risk factor for DCM, there are possibly other risk factors that play important roles in its development. The results of this study can be used for further research to assess risk factors of DCM.

Keywords : Selenium deficiency, dilated cardiomyopathy/DCM, Keshan disease

I—∖(—∖ λ Idirectoryof OPEN ACCESS

IJOURNALS

PENDAHULUAN

Kardiomiopati adalah suatu kelainan miokardial dimana otot jantung mengalami abnormalitas baik secara struktural maupun fungsional.1 Gambaran yang dapat ditemukan adalah adanya disfungsi ventrikel yang berakibat pada kegagalan dalam mengoreksi volume maupun tekanan darah atau kegagalan dalam mengontrol hipertensi.2

Dilated cardiomyopathy (DCM) merupakan jenis kardiomiopati yang paling sering terjadi diantara jenis-jenis kardiomiopati lainnya. Pada DCM, tejadi dilatasi ventrikel kiri dan/atau ventrikel kanan jantung yang disertai disfungsi sistolik dan diastolik. Terjadinya DCM bersifat multifaktorial dimana faktor genetik, hipertensi, penyakit jantung koroner (PJK), obesitas, status nutrisi, miokarditis akibat virus, penggunaan obat-obatan maupun zat-zat tertentu dapat bersama sama berkontribusi mencetuskan terjadinya DCM.3 Angka insiden DCM yang diketahui yakni sebanyak 0,57 per 100.000 anak-anak,4 14 per 100.000 orang dewasa di Jepang, dan 36 per 100.000 orang dewasa di Amerika Serikat setiap tahunnya.

Kejadian DCM bersifat multifaktorial, faktor patogen seperti virus dan imunitas sebelumnya telah banyak diteliti untuk mencari tahu keterkaitannya dengan DCM, namun hubungannya dengan status nutrisi terutama beberapa jenis mineral belum banyak diungkapkan hingga kemunculan kejadian endemik DCM di Cina yang dikenal dengan Keshan disease atau penyakit Keshan.5

Mineral selenium (Se) merupakan salah satu mineral yang sering dikaitkan dengan kejadian penyakit Keshan dan mendapatkan banyak perhatian sejak kejadian endemik tersebut. Selenium merupakan suatu komponen nutrisi yang memiliki peran yang penting dalam regulasi oksidatif tubuh.6 Selenium merupakan trace elements yang diketahui memiliki aktivitas antioksidan yang tinggi, keberadaanya sangatlah vital bila kita ingin hidup sehat.7 Konsentrasinya dalam tubuh ditemukan lebih rendah pada pasien kardiomiopati dibandingkan populasi sehat lainnya.7 Administrasi selenium diketahui dapat memperbaiki kondisi penderita DCM terutamanya yang bersifat idiopatik.6 Studi yang menilai hubungan antara kasus DCM dengan riwayat konsumsi selenium masih sangat terbatas terutamanya di Indonesia. Hasil studi mengenai defisiensi selenium sebagai salah satu faktor risiko terjadinya DCM masih banyak yang menunjukkan hasil yang inkonsisten. Dengan demikian, perlu dilakukan penelitian yang melihat bagaimana hubungan antara riwayat

konsumsi selenium terhadap kasus DCM serta posisinya sebagai faktor risiko DCM.

BAHAN DAN METODE

Jenis penelitian ini adalah analitik observasional dengan menggunakan rancangan penelitian berupa studi kasus-kontrol retrospektif pada pasien DCM dan pasien non-DCM yang berobat di PJT RSUP Sanglah periode Maret – Juli 2015 sebagai kasus dan kontrol. Faktor risiko positif yakni subyek dengan konsumsi Selenium (Se) rendah, sedangkan faktor risiko negatif adalah subyek dengan konsumsi Selenium (Se) adekuat. Sampel pada penelitian ini adalah kasus dan kontrol yang telah menyetujui informed consent dan memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi yang diambil dengan cara consecutive sampling. Jumlah total sampel minimal yang dibutuhkan untuk penelitian ini adalah 38 sampel (n1 = n2 = 19). Kriteria inklusi adalah pasien laki-laki dan perempuan terdiagnosis mengalami DCM yang sedang menjalani rawat inap dan rawat jalan di instalasi PJT RSUP Sanglah yang bersedia menandatangani informed consent dan kooperatif.

Penelitian ini digunakan alat pengumpul data berupa format isian semi-quantitative food frequency questionnaire (SQFFQ). Catatan rekam medis pasien berupa hasil ekokardiografi, hasil elektrokardiogram, hasil pemeriksaan laboratorium, data demografi, dan data-data lainnya digunakan sebagai kriteria inklusi dan eksklusi subyek penelitian, serta digunakan untuk mendokumentasikan data karakteristik pasien.

Variabel lain yang diteliti yakni indeks massa tubuh (IMT), faktor genetik, hipertensi, diabetes mellitus (DM) tipe 2, penyakit jantung koroner (PJK), kemoterapi, konsumsi alkohol, dan merokok.

HASIL

Total 60 responden yang terbagi menjadi 30 orang sebagai kasus dan 30 orang sebagai kontrol telah memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi dalam penelitian ini. Pada tabel 1 disajikan karakteristik demografi subyek penelitian. Perbandingan responden dari segi jenis kelamin, yaitu laki-laki sebanyak 35 (58,3%) dan perempuan 25 (41,7%) dengan rerata usia subyek penelitian 51,2 tahun (SB ± 11,08). Mayoritas subyek penelitian beragama Hindu sebanyak 44 (73,3%) dan yang memiliki profesi sebanyak 36 (60%).

Tabel 1 Karakteristik Demografi Subyek Penelitian

Variabel

Rerata ± SB

Jenis Kelamin (%)

Laki-laki

35 (58,3)

Perempuan

25 (41,7)

Usia (tahun)

51,2 ± 11,08

Agama (%)

Hindu

44 (73,3)

Islam

13 (21,7)

Kristen-Katolik

2 (3,3)

Pekerjaan (%)

Bekerja

36 (60)

Tidak Bekerja

24 (40)

DOAJ


DIRECTORY OF OPEN ACCESS JOURNALS


Tabel 2. menunjukkan karakteristik klinis subyek penelitian. Konsumsi selenium paling tinggi ditemukan pada kelompok kasus dengan rerata konsumsi selenium perhari sebesar 45,54 µg yang berasal dari beberapa jenis bahan makanan, sedangkan pada kelompok kontrol rerata konsumsi selenium perhari sebesar 28,11 µg.

Analisis logistik bivariat dilakukan antara variabel terikat dan variabel bebas beserta variabel perancu (Tabel 3.) yang dilanjutkan dengan analisis logistik multivariat dari variabel yang menunjukkan hubungan yang signifikan (p <0,05) yang disajikan pada tabel 4. Pada analisis logistik bivariat, konsumsi selenium ditemukan bukan sebagai faktor risiko maupun faktor protektif terjadinya DCM (OR = 1; IK 95% = 0,98-1,03; p = 0,43). Pada analisis logistik bivariat, IMT ditemukan bukan sebagai faktor risiko maupun faktor protektif terjadinya DCM

(OR = 1; IK 95% = 0,00001, p = 0,9). Hasil yang berbeda ditunjukkan oleh variabel-variabel lainnya.

Faktor genetik secara praktikal berpengaruh terhadap terjadinya DCM karena memiliki nilai OR >1, namun dalam penelitian ini tidak didapatkan hubungan yang signifikan secara statistik dimana nilai p menunjukkan ≥0,05 (OR = 2,25; IK 95% = 0,51-9,99; p = 0,29). Interpretasi yang sama dengan variabel faktor genetik juga ditemukan pada variabel DM tipe 2 (OR = 5,8; IK 95% = 0,63-53,01; p = 0,12); PJK (OR = 2,04; IK 95% = 0,7-5,9; p = 0,19); dan konsumsi alkohol (OR = 2,07; IK 95% = 0,1824,15; p = 0,56).

Hipertensi ditemukan sebagai faktor risiko terjadinya DCM dan memiliki hubungan yang signifikan (OR = 10; IK 95% = 2,94; p = <0,001), begitu juga dengan merokok yang ditemukan sebagai faktor risiko terjadinya DCM dan memiliki hubungan yang signifikan (OR = 5,69; IK 95% = 1,59-20,33; p = 0,007). Pada penelitian ini riwayat kemoterapi didapatkan sebagai faktor protektif terjadinya DCM (OR = 0,64; IK 95% = 0,1-4,15; p = 0,64) namun tidak signifikan secara statistik. Dua variabel yang menunjukkan hubungan yang signifikan dengan terjadinya DCM pada analisis logistik bivariat, hipertensi dan merokok, selanjutnya dilakukan analisis logistik multivariat (Tabel 4). Hasil yang didapat, yakni hipertensi merupakan faktor risiko yang paling kuat memengaruhi terjadinya DCM (OR = 10; IK 95% = 2,68-37,32; p = 0,001), sedangkan merokok berada setelahnya (OR = 5,69; IK 95% = 1,31-24,68; p = 0,02).

Tabel 2. Karakteristik Klinis Subyek Penelitian

Variabel

DCM (%)

Non-DCM (%)

Total (%)

Selenium (µg/hari) IMT

45,54

28,11

Underweight

30 (85,7)

5 (14,3)

35 (100)

Normal

0 (0)

15 (100)

15 (100)

Overweight

0 (0)

7 (100)

7 (100)

Obesitas

Faktor Genetik

0 (0)

3 (100)

3 (100)

Ya

6 (66,7)

3 (33,3)

9 (100)

Tidak

Hipertensi

24 (47,1)

27 (52,9)

51 (100)

Ya

25 (71,4)

10 (28,6)

35 (100)

Tidak

DM Tipe 2

5 (20)

20 (80)

25 (100)

Ya

5 (83,3)

1 (16,7)

6 (100)

Tidak

PJK

25 (46,3)

29 (53,7)

54 (100)

Ya

21 (56,8)

16 (43,2)

37 (100)

Tidak

Kemoterapi

9 (39,1)

14 (60,9)

23 (100)

Ya

2 (40)

3 (60)

5 (100)

Tidak

28 (50,9)

27 (49,1)

55 (100)

ISSN: 2597-8012

I—∖/—∖ λ Idirectoryof OPEN ACCESS

I ^V√∕—JOURNALS

E-JURNAL MEDIKA, VOL. 8 NO.5,MEI, 2019

Konsumsi alkohol

Ya

2 (66,7)

1 (33,3)

3 (100)

Tidak

28 (49,1)

29 (50,9)

57 (100)

Merokok

Ya

14 (77,8)

4 (22,2)

18 (100)

Tidak

16 (38,1)

26 (61,9)

42 (100)

Tabel 3. Analisis Logistik Bivariat

Variabel

OR

Nilai p

[IK 95%]

Selenium

1

0,43

0,98 – 1, 03

IMT

Underweight

(ref)

-

-

Overweight

1

0,9

0,0001

Obesitas

1

0,9

0,0001

Faktor genetik

Tidak

(ref)

-

-

Ya

2,25

0,29

0,51 – 9,99

Hipertensi

Tidak

(ref)

-

-

Ya

10

< 0,001

2,94 – 34,0

DM Tipe 2

Tidak

(ref)

-

-

Ya

5,8

0,12

0,63 – 53,01

PJK

Tidak

(ref)

-

-

Ya

2,04

0,19

0,7 – 5,9

Kemoterapi

Tidak

(ref)

-

-

Ya

0,64

0,64

0,1 – 4,15

Konsumsi alkohol

Tidak

(ref)

-

-

Ya

2,07

0,56

0,18 – 24,15

Merokok

Tidak

(ref)

-

-

Ya

5,69

0,007

1,59 – 20,33

Tabel 4. Analisis Logistik

Multivariat

Variabel

OR

Nilai p

[IK 95%]

Hipertensi

10

0,001

2,68 – 37,32

Merokok

5,69

0,02

1,31 – 24,68

PEMBAHASAN

Selenium merupakan mineral esensial bagi tubuh manusia maupun hewan. Mineral ini diketahui memiliki efek antioksidan yang baik untuk melawan stres oksidatif yang merugikan bagi tubuh.8 Berbagai penelitian telah mencari hubungan peran mineral ini dengan terjadinya DCM dan penyakit kardiovaskuler lainnya. Pada penelitian ini ditemukan konsumsi selenium tidak memengaruhi terjadinya DCM, tidak sebagai faktor risiko maupun protektif.

Etiologi maupun faktor risiko DCM sangat kompleks, defisiensi selenium tidak dapat berdiri sendiri sebagai penyebab tunggal https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum

terjadinya DCM. Beberapa studi mengemukakan bahwa defisiensi selenium berhubungan secara signifikan dengan penyakit Keshan dengan ditemukannya kadar selenium serum yang rendah pada penderita.9 Li    dkk.5

mengungkapkan bahwa defisiensi selenium meningkatkan angka kejadian DCM. Suatu penelitian yang menggunakan hewan percobaan yang secara intensional dibuat menderita DCM dengan menjadikannya defisiensi selenium, menemukan hubungan yang positif antara defisiensi selenium dengan kejadian DCM dimana patogenesis yang mendasari temuan 4

Il—λλ λ directoryof OPEN ACCESS I__’ V√∕—∖U JOURNALS

tersebut adalah stres retikulum endoplasma yang mengakibatkan apoptosis sel-sel miokard.6

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan di Brazil dan Benin, yang mengungkapkan bahwa DCM dan penyakit jantung lainnya dengan nilai fraksi ejeksi yang rendah memiliki mekanisme perjalanan penyakit dan faktor predisposisi yang luas dan kompleks.10,11 Banyak faktor yang bekerja secara sinergis terhadap kejadian endemik penyakit Keshan di dataran Cina.5

Bierenbaum dkk.12 mengungkapkan bahwa mekanisme penyakit Keshan di Cina lebih diakibatkan oleh kadar asam lemak omega-3 yang rendah dan kadar lipid serum yang tinggi yang dihubungkan dengan konsumsi minyak yang memiliki kandungan asam erucic tinggi di wilayah tersebut. Penyakit Keshan mungkin disebabkan oleh interaksi beberapa faktor, yakni defisiensi nutrisi (selenium, vitamin E, polyunsaturated fat) dan agen infeksi seperti virus Coxsackie.13

Hal tersebut dapat dimengerti sebagai berikut. Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya stres retikulum endoplasma tidak hanya defisiensi selenium namun kadar adenosine triphosphate (ATP), kadar kalsium, diabetes, dan penyakit neurodegenratif juga dapat menginduksi stres retikulum endoplasma yang berujung pada apoptosis sel-sel miokard.6,14 Hubungan antara mineral besi dan selenium ditemukan bahwa semakin banyak jumlah zat besi yang dikonsumsi maka akan menurunkan bioavailabilitas selenium.15 Hal tersebut menunjukkan sekalipun seseorang memiliki level selenium yang cukup namun mengkonsumsi atau memiliki kadar zat besi dalam tubuhnya dalam jumlah berlebih, maka orang tersebut memiliki kemungkinan mengalami    defisiensi    selenium    dan

konsekuensinya.

Pada penelitian ini ditemukan hal menarik yang sekiranya dapat menjelaskan mengapa konsumsi selenium harian pada kelompok kasus lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok kontrol. Sebanyak 13 dari total 25 jenis bahan makanan yang dicantumkan pada kuesioner merupakan produk hewani yang tergolong mengandung selenium dalam jumlah yang tinggi, seperti beberapa jenis ikan, kerang, kepiting, udang, daging babi, daging sapi, daging ayam, produk susu, dan telur. Data konsumsi produk hewani oleh kelompok kasus juga ditemukan lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok kontrol. Beberapa penelitian sebelumnya telah mengungkapkan bahwa seiring dengan meningkatnya konsumsi produk hewani maka risiko terjadinya penyakit kardiovaskuler,

kanker, diabetes, dan penyakit-penyakit degeneratif lainnya juga meningkat.16

Produk hewani terutamanya daging merah mengandung kadar saturated fat yang tinggi, dimana saturated fat memiliki kontribusi negatif bagi kesehatan karena meningkatkan kadar low-density lipoprotein (LDL).17 Sebuah penelitian yang bernama Lyon Diet Heart Study mengemukakan terdapat 72% penurunan risiko kematian akibat penyakit kardiovaskuler pada kelompok studi dengan pola diet Mediterranean dibandingkan kelompok studi dengan pola Western-type diet.18

Diet Mediterranean mengutamakan konsumsi sayur, buah, roti, ikan, kacang-kacangan, minyak sayur yang mengandung polyunsaturated fat dan sedikit daging, sedangkan pada Western-type diet daging disajikan dalam porsi besar ditambah konsumsi produk susu yang tinggi dan sangat sedikit konsumsi sayur dan buah.18,19

Hasil penelitian tersebut dapat dimaknai bahwa semakin banyak produk hewani yang dikonsumsi maka semakin tinggi risiko untuk mengalami penyakit kardiovaskuler, sebaliknya semakin banyak makanan berbasis tumbuhan yang dikonsumsi maka risiko mengalami penyakit kardiovaskuler akan menurun. Pada kelompok kasus yang memiliki tingkat konsumsi selenium harian yang lebih tinggi dibandingkan kelompok kontrol, konsumsi produk hewaninyapun lebih tinggi sehingga dapat diduga walaupun selenium memiliki aktivitas antioksidan yang baik, paparan terhadap saturated fat karena konsumsi produk hewani yang tinggi pada kelompok kasus juga lebih tinggi. Terlepas dari kandungan selenium yang tinggi pada bahan-bahan makanan hewani tersebut, pada penelitian ini faktor lain tampaknya memainkan peranan yang lebih penting terhadap terjadinya DCM.

Hal serupa dengan selenium, pada penelitian ini IMT juga tidak memengaruhi terjadinya DCM, bukan sebagai faktor risiko maupun faktor protektif. Kategori underweight sebagian besar ditemukan pada kelompok kasus dibandingkan kelompok kontrol. Terdapat kemungkinan bahwa berat badan yang tercatat pada rekam medis pasien bukanlah berat badan saat pertama kali diagnosis ditegakkan. Berat badan yang underweight kemungkinan didapatkan oleh kelompok kasus akibat hasil intervensi terapi. Belum didapatkan alasan yang jelas mengenai hal ini.

Faktor genetik, DM tipe 2, PJK, dan konsumsi alkohol secara praktikal merupakan faktor risiko DCM, namun secara statistik tidak didapatkan hubungan yang signifikan. Hasil ini tetaplah bermakna walaupun tidak terdapat

Il—∖/—∖ λ directoryof OPEN ACCESS I__^V√∕—X^ JOURNALS

hubungan yang signifikan yang dapat dikarenakan oleh sampel yang kurang bervariasi.

Pada penelitian ini, hipertensi dan merokok merupakan faktor risiko yang secara statistik memiliki hubungan yang signifikan dengan DCM. Setelah dilakukan analisis logistik multivariat, hipertensi didapati sebagai faktor risiko yang paling kuat. Hingga saat ini hipertensi masih tergolong sebagai faktor risiko utama untuk beberapa kasus penyakit kardiovaskuler. Kondisi hipertensi membuat jantung bekerja lebih keras untuk memompa darah ke seluruh tubuh, hingga pada akhirnya jantung tidak mampu mengkompensasi keadaan dan berdilatasi.20 Merokok juga dapat memberikan beban stres oksidatif tambahan pada tubuh melalui rusaknya sel endotel arteri.20

Hasil yang berbeda ditemukan pada variabel kemoterapi. Pada penelitian ini kemoterapi didapatkan sebagai faktor protektif terhadap DCM. Hal ini tidak sesuai dengan mayoritas hasil penelitian yang mengungkapkan bahwa kemoterapi akan memberikan efek kardiotoksik, dimana penderita cenderung akan mengalami kardiomiopati di masa mendatang.21 Hal ini kemungkinan dikarenakan permasalahan teknis seperti variasi sampel itu sendiri yang kurang.

SIMPULAN

Defisiensi selenium bukan merupakan faktor risiko terjadinya DCM. Faktor genetik, DM tipe 2, PJK, konsumsi alkohol, hipertensi, dan merokok merupakan faktor risiko terjadinya DCM, namun hanya hipertensi dan merokok yang secara statistik memiliki hubungan yang signifikan. Hasil yang berbeda dengan mayoritas penelitian sebelumnya ditunjukkan oleh variabel kemoterapi, dimana pada penelitian ini ditemukan sebagai faktor protektif. Hal menarik yang ditemukan yakni, tingkat konsumsi selenium kelompok kasus ternyata lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok kontrol. Konsumsi produk hewani kelompok kasus juga lebih tinggi dibandingkan kelompok kontrol, hal ini kemungkinan dapat menjelaskan mengapa konsumsi antioksidan selenium yang lebih tinggi pada kelompok kasus tidak mampu memberikan proteksi terhadap terjadinya DCM. Pada penelitian ini faktor risiko lain kemungkinan lebih berpengaruh terhadap terjadinya DCM.

Penelitian lebih lanjut antara defisiensi selenium dengan kejadian DCM menggunakan desain penelitian kohort atau eksperimental dengan populasi dan jumlah sampel lebih luas perlu dilakukan mengingat masih banyak penelitian yang menunjukkan hasil yang tidak konsisten. Perlu juga dilakukan matching pada kelompok penelitian guna mendapatkan hubungan antara selenium dan DCM yang lebih https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum

bermakna. Selain itu, diharapkan agar pengukuran selenium dilakukan dengan cara mengukur level serum selenium guna menghindari recall bias yang terjadi saat proses wawancara menggunakan kuesioner.

Perlu diingat bahwa sebagian besar penyakit kardiovaskuler berkaitan dengan pola makan. Disamping itu, diharapkan agar dimasa mendatang terapi nutrisi dapat digolongkan sebagai salah satu terapi utama dalam penanganan penyakit kardiovaskuler, dimana kepentingannya sejajar dengan terapi farmakologis dan terapi invasif lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    Elliot, P., Andersson, B., Arbustini, E., dkk. Classification of cardiomyopathies:   a

position statement from the european society of cardiology working group on myocardial and pericardial diseases, Eur Heart J, 2008;29:270-6.

  • 2.    Davies, MJ. The cardiomyopathies: an overview, Heart, 2000:83:469-74.

  • 3.    Fatkin, D. dan Graham, RM. Molecular mechanism of inherited cardiomyopathies, Physiol. Rev., 2002;82:945-80.

  • 4.    Wexler, R., Elton, T., Pleister, A., dkk. Cardiomyopathy: an overview, Am Fam Physician, 2009;79(9):778-84.

  • 5.    Li, S., Xiao, T., Zheng, B. Medical geology of arsenic, selenium, and thallium in China, Science of the total environment, 2011;2:31-40.

  • 6.    Shan, H., Wei, J., Wang, S., dkk. Selenium deficiency induces apoptosis through endoplasmic reticulum stress in a rat model of endemic dilated cardiomyopathy, Exp Clin Cardiol, 2014;20(8):3076-81.

  • 7.  Al-Matary, A., Hussain, M., dan Ali, J.

Selenium: a brief review and a case report of selenium responsive cardiomyopathy, BMC Pediatrics, 2013;13:1-6.

  • 8.    Tapiero, H., Townsend, DM., Tew, KD. The antioxidant role of selenium and selenocompounds,       Biomedicine       &

Pharmachotherapy, 2003;57:134-44.

  • 9.    Ahmad, M., & Al Qubeessi, KB. The

evaluation of trace element in idiopathic dilated cardiomyopathy (IDC), Tikrit Med J, 2007;13(2):151-5.

  • 10.    Cunha, S., Filho, FMA., Bastos, FL. dkk. Thiamin, Selenium, and Copper Levels in Patients with Idiopathic Dilated Cardiomyopathy Taking Diuretics, Arq Bras Cardiol, 2002;79:460-5.

  • 11.    Cenac, A., Sacca-Vehounkpe, J. Poupon, J. dkk. Serum selenium and dilated cardiomyopathy in Cotonou, Benin, Med Trop, 2009;69(3):272-4.

  • 12.    Bierenbaum, ML., Chen, Y., Lei, H. dkk. Relationship between dietary fatty acid,

Il—∖(—1 λ directoryof OPEN ACCESS I√          JOURNALS

selenium,        and       degenerative

cardiomyopathy, Med Hypotheses, 1992;39(1):58-62.

  • 13.    Levander, OA., & Beck, MA. Interacting nutritional and infectious etiologies of Keshan disease. Insights from coxsackie virus B-induced myocarditis in mice deficient in selenium or vitamin E, Biol Trace Elem Res, 1997;56(1):5-21.

  • 14.    Szegezdi, E., Logue, SE., Gorman, AM., dkk. Mediators of endoplasmic reticulum stress-induced apoptosis, EMBO Reports, 2006;7(9):880-5.

  • 15.    Alissa, EM., Ahmed, WH., Al-ama, N., dkk. Selenium status and cardiovascular risk profile in healthy adult Saudi males, Molecules, 2009;14:141-59.

  • 16.    Erlinger, TP., & Appel, LJ. The relationship between meat and cardiovascular disease. Johns Hopkins Center for a Livable Future. 2003

  • 17.    Hoenselaar,   R.   Saturated fat and

cardiovascular disease: The discrepancy between the scientific and dietary advice, Nutrition, 2012;118-123.

  • 18.    Kris-Etherton, P., Eckel, RH., Howard, BV., dkk. Lyon Heart Study: Benefits of a Mediterranean-style, national cholesterol education   program/American Heart

Association step I dietary pattern on

cardiovascular disease, Circulation, 2001;103:1825-32.

  • 19.    Hu, FB. Plant-based foods and prevention of cardiovascular disease: an overview, Am J Clin Nutr, 203;78:544S-51S.

  • 20.    Drazner, MH. The progression of hypertensive hart disease, Circulation, 2011;123:327-4.

  • 21.    Higgins, AY., O’Halloran, TD., Chang, JD. Chemotherapy-nduced   cardiomyopathy,

Heart Failure Rv, 2015;20(6):721-30.

https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum

7