ISSN: 2303-1395

E-JURNAL MEDIKA, VOL. 8 NO.3 MARET, 2019

I--∖z—∖ A I DIRECTORY OF OPEN ACCESS

I__∕ V_>/ \~_J JOURNALS

PERBEDAANiKEJADIANiDEPRESI PASCA-STROKE PADA PASIENiSTROKE ISKEMIKiLESI HEMISFERiKIRIiDAN KANAN DI RSUP SANGLAH TAHUN 2017

Heri Pribadhi1, I.B. Kusuma Putra2, I Made Oka Adnyana2

1Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 2Bagian Neurologi RSUP Sanglah Denpasar

E-mail: [email protected]

ABSTRAK

Stroke iskemik merupakan penyakit yang paling banyak ditemukan pada seluruh kejadian stroke. Beberapa gangguan pada daerah neurobehavior akibat stroke iskemik umumnya berupa depresi dan hal ini sering dikenal sebagai depresi pasca-stroke atau Post Stroke Depression (PSD). Berbagai penelitian telah dilakukan untuk menghubungkan lokasi lesi dan faktor-faktor komorbidadengan depresi pasca-stroke. Penelitian ini bertujuanauntukamengetahuiaperbedaan kejadianadepresi pasca-stroke pada pasien stroke iskemik lesi hemisferakiri danakanan. Penelitian ini menggunakan metode observasional analitik dengan rancangan potong lintang. Pasienastroke iskemik digolongkanamenjadi pasienadengan lesi hemisferakanan danakiri, kemudian dilakukan wawancara dan pengisian kuisioner menggunakan Beck Depression Inventory II (BDI-II). Penelitian ini menggunakan 47 orang sebagai sampel yang termasuk dalam kriteria inklusi dan eksklusi, dimana ditemukan 19 orang (86,4%) dengan lesi hemisfer kiri yang mengalami depresi pasca-stroke dan 3 orang (13,6%) yang tidak mengalamiadepresi pasca-stroke. Sedangkan pasienastroke iskemik dengan lesi di hemisferakanan, didapatkan 11 orang (44,0%) yang mengalami depresi pasca-stroke dan 14 orang (56,0%) yang tidak mengalami depresi pasca-stroke. Hasil yang didapatkan menunjukkan adanyaaperbedaanayangasignifikan dari kejadian depresi pasca-stroke pada pasienastroke iskemikalesi hemisferakiri danakanan (p=0,045). Kesimpulanadari penelitian ini yaitu terdapat perbedaan yang signifikan antara kejadian depresi pasca-stroke pada pasien strokeaiskemikalesiahemisferakiriadanakanan. Depresi pasca-stroke juga ditemukan lebihatinggi terjadi pada pasienastroke iskemik lesiahemisferakiri.

Kata kunci: depresi pasca-stroke, strokeaiskemik, lesiahemisferakiri, lesiahemisferakanan

ABSTRACT

Ischemic stroke is the most common disease in all stroke cases. Generally, some disorders of neurobehavior due to ischemic stroke are depression and this is often known as post-stroke depression (PSD). Several studies have attempted to correlate lesion sites and comorbid factors with post-stroke depression. This study aimed to determine the difference of incidence of post-stroke depression in ischemic stroke patients with leftaand rightahemispheric lesions. This wasaan observational analyticastudy withaa cross-sectionaladesign. Ischemic stroke patients were classified into patients with right and left hemispheric lesions, then the patients were interviewed and asked to fill questionnaires using Beck Depression Inventory II (BDI-II). This study resulted that from 47 ischemic stroke patients who involved the inclusion and exclusion criteria to be sampled, 19 patients (86.4%) with leftahemisphericalesion had post-stroke depression and 3 patients (13.6%) were not. While in ischemic stroke patients with lesions in right hemispheric, 11 patients (44.0%) had post-stroke depression and 14 patients (56.0%) were not. These results indicated a significant difference from the incidence of poststroke depression in stroke ischemicaapatientsaaleft and right hemisphericalesions (p = 0.045). Itacan be concluded that there is a significantadifferenceabetween post-stroke depression in ischemic stroke

I--∖z—∖ A I DIRECTORY OF OPEN ACCESS

I__∕ V_>/ \~_J JOURNALS

patients with the left hemisphericalesion and post-stroke depression in ischemic stroke with rightahemispheric lesions. Post stroke-depression mostly occurs in ischemic stroke patient with leftahemisphericalesion.

Keywords: post-stroke depression, ischemicastroke, leftahemispheric lesion, rightahemispheric lesion

PENDAHULUAN

Stroke merupakan suatu gangguan fungsional otak yang terjadi secara mendadak dengan tanda dan gejala klinik baik fokal atau global selama lebih dari 24 jam sehingga dapat menimbulkan kematian akibat dari gangguan peredaran darah di otak1. Stroke merupakan penyakit yang menjadi penyebab kematianaketiga di dunia, khususnya negara berkembang setelah penyakit jantung koroner dan kanker2. Dari keseluruhan stroke yang terjadi, sekitar 87% terdiagnosa stroke iskemik dan sisanya merupakan stroke hemoragik. Data dari Indonesia, berdasarkan hasil riset kesehatan dasar oleh departemen kesehatan RI tahun 2013 menunjukkan bahwa prevalensi stroke berdasarkan wawancara responden yang pernah didiagnosis stroke meningkat dari 8,3 pera1000 penduduk tahun 2007 menjadi 12,1 pera1000 penduduk di tahun 2013 dan stroke merupakan penyebab kematian (15,4%) dan kecacatan nomor satu di Indonesia3.

Stroke dapat menyebabkan gangguan pada daerah otak yang berfungsi sebagai neurobehavior sehingga dapat menimbulkan gejala psikiatri seperti depresi pasca stroke. Depresi terjadi akibat salah satu komplikasi setelah mengalami serangan stroke (pasca-stroke) dan dihubungkan dengan menurunnya fungsi penyembuhan, aktivitas atau dukungan sosial dan fungsi kognitif4.

Kejadian gangguan depresi yang dilaporkan berada pada kisaran 25% hingga 79% di antara orang yang menderita stroke, dan pasca-stroke dengan depresi mayor berada pada kisaran prevalensi 3% sampai 40%2. Prevalensi depresi pasca-stroke (PSD) akan terus meningkat pada bulan ketiga sampai keenam dan semakin tinggi pada tahun pertama setelah serangan stroke itu terjadi. Data yang diperoleh dari 51 penelitian yang telah berjalan dari tahun 1977 hingga 2002 menyatakan bahwa gejala depresi didapatkan sekitar 33% (29-36%) di antara seluruh orang yang menderita stroke saat dilakukan follow-up4. Dalam sebuah penelitian menyatakan bahwa gejala depresi adalah indikator utama dalam hal meningkatnya risiko kematian pada pasca-stroke. Pasien dengan depresi memilikiaarisiko 3,4 kali lebih besarauntuk meninggal selama 10 tahun follow-up dibandingkan pasien yang tidak depresi5.

Dalam kaitannya dengan letak lesi, diduga terdapat perbedaan kejadian depresi pasca-stroke

pada hemisfer kanan dan hemisferaakiri. Menurut penelitian yang pernah dilakukan, hipotesis ini telah diajukan dengan stroke pada lesi hemisfer kiri khususnya lobus frontalis secara signifikan berhubungan dengan gangguan depresi pada manusia. Diagnosis gangguan depresi didapatkan pada kisaran 70% dari pasien stroke dengan lesi otak lobus frontalis sebelah kiri. Namun, beberapa peneliti menyebutkan depresi sangat berhubungan signifikan dengan letak lesi hemisfer serebral sebelah kanan. Pada penelitian meta analisis dengan menggunakan 95 data didapatkan bahwa tidak adanyaahubungan antara lokasi 1esi denganadepresi pasca-stroke6.

Berdasarkanauraian tersebut, peneliti bermaksud untuk melakukan penelitian tentangaperbedaan kejadian depresiapasca-stroke pada pasien stroke iskemika lesi hemisferakiri danakanan di RSUP Sanglah.

BAHAN DAN METODE

Penelitian dilakukan dengan teknik observasional dengan rancangan potong lintang (cross-sectional) yang dilakukan pada pasien stroke iskemik di poliklinik Ilmu Penyakit Saraf dan Neurobehavior RSUP Sanglah Denpasar pada tanggal 4 Agustus sampai 28 Agustus 2017. Pengambilan sampel dilakukan secara berturut-turut (consecutive) dari pasien stroke iskemik yang datang ke poliklinik Ilmu Penyakit Saraf dan Neurobehavior RSUP Sanglah Denpasar berjumlah 47 orang dengan kriteria inklusi yaitu pasien stroke iskemik serangan pertama kali, serangan stroke iskemik akut tiga bulan atau lebih, tidak memiliki riwayat depresi dan kecemasan sebelum serangan stroke, berusia minimal 40-79 tahun dan bersedia menjadi subjek penelitian. Kriteria eksklusi dalam penelitian ini termasuk pasien dengan stroke iskemik berulang, pasien mengalami gangguan kesadaran saat dilakukan pemeriksaan dan tidak bersedia menjadi subjek penelitian.

Instrumen yang digunakan terdiri dari lembar pengumpulan data yang digunakan untuk mencatat data dasar karakteristik penderita. Kemudian dilakukan wawancara dan pengisian kuisioner menggunakan Beck Depression Inventory II (BDI-II). Data dianalisis menggunakan program SPSS versi 23 dan dikumpulkan secara deskriptif dimana digambarkan data berdasarkan kelompok usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, lokasi lesi, depresi serta faktor komorbid seperti hipertensi, diabetes

I--∖z—∖ A I DIRECTORY OF OPEN ACCESS

I__∕ V_>/ \~_J JOURNALS

melitus dan dislipidemia. Untuk mengetahui perbedaanaakejadianaadepresiaapasca-stroke pada pasienastroke iskemikalesi hemisferakiri dan kanan dilakukan analisis menggunakan uji t-tidak berpasangan.

HASIL

Terdapat 47 pasien stroke iskemik yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi pada sampel penelitian ini. Rerata usia pasien pasca-stroke yang dijadikan sampel pada penelitian ini adalah 57,98 dengan usia termuda 40 tahun dan tertua 78 tahun. Karakteristik subjek yang meliputi kelompok usia, pendidikan, pekerjaan, lokasi lesi, hipertensi, Diabetes Melitus (DM), dislipidemia, dan depresi disajikan pada Tabel 1.

Tabel  1.  Karakteristik  subjek yang meliputi

kelompok usia,  pendidikan,  pekerjaan,

lokasi lesi, hipertensi, DM, dislipidemia, dan depresi

Karakteristik

Frekuensi (n=47)

Presentase (%)

Jenis Kelamin

Laki-laki

26

55,3

Perempuan

21

44,7

Kelompok Usia

40-59 tahun

27

57,4

60-79 tahun

20

42,6

Pendidikan

Tidak Sekolah

7

14,9

SD

12

25,5

SMP

2

4,3

SMA

13

27,7

PT

13

27,7

Pekerjaan

Tidak Bekerja

10

21,3

Petani/Nelayan/ Pedagang

9

19,1

PNS/Pegawai Swasta

27

59,6

Hipertensi

Ya

34

72,3

Tidak

13

27,7

DM

Ya

12

25,5

Tidak

35

74,5

Dislipidemia

Ya

23

48,9

Tidak

24

51,1

Lokasi Lesi

Kiri

22

46,8

Kanan

25

53,2

Depresi

Ya

30

63,8

Tidak

17

36,2

I--∖z—∖ A I DIRECTORY OF OPEN ACCESS

I__∕ V_>/ \~_J JOURNALS

Pada tabel tersebut ditemukan orang yang menderita stroke iskemik berjenis kelamin laki-laki lebih banyak yaitu 26 orang (55,3%). Kelompok usia terbanyak pada kelompok 40-59 tahun sebanyak 27 orang (57,4%). Berdasarkan tingkat pendidikan, orang dengan tingkat pendidikan setara SMA dan PT memiliki jumlah dan persentase yang sama yaitu sebanyak 13 orang (27,7%). Pada pekerjaan yang dimiliki orang dengan stroke iskemik, lebih banyak pada PNS/Pegawai Swasta yaitu 27 orang (59,6%). Sebagian besar sampel mengalami hipertensi, yaitu sebanyak 34 orang (72,3%). Hanya 12 orang (25,5%) yang memiliki DM dan 24 orang (51,1%) tidak mengalami dislipidemia. Berdasarkan lokasi lesi, lebih banyak sampel yang mengalami lesi di hemisfer kanan, yaitu sebanyak 25 orang (53,2%), dibanding lesi di hemisfer kiri sebanyak 22 orang (46,8%%). Dari sampel tersebut, didapatkan 30 orang (63,8%%) yang mengalami depresi dan sebanyak 17 orang (36,2%) yang tidak mengalami depresi.

Tabel 2. Distribusi Sampel Berdasarkan Kejadian Depresi pada Pasien Stroke Iskemik Lesi Hemisfer Kiri dan Hemisfer Kanan

Lokasi Lesi Hemisfer

Depresi

Ya   Tidak

Total

Kiri

Jumlah (n)

19

3

22

Persentase (%)

86,4

13,6

100,0

Kanan

Jumlah (n)

11

14

25

Persentase

44,0

56,0

100,0

(%)

Jumlah (n)

30

17

47

Total

Persentase (%)

63,8

36,2

100,0


Berdasarkanatabel 2, pasien stroke iskemik dengan lesi di hemisfer kiri, didapatkan 19 orang (86,4%) yang mengalami depresi pasca-stroke dan 3 orang (13,6%) yang tidak mengalami depresi pasca-stroke. Sedangkan pasien stroke iskemik dengan lesi di hemisfer kanan, didapatkan 11 orang (44,0%) yang mengalami depresi pasca-stroke dan 14 orang (56,0%) yang tidak mengalami depresi pasca-stroke.

Tabel 3. PerbedaanaKejadian Depresi Pasca-stroke PadaaPasien StrokeaIskemikaLesi HemisferaKiri DanaKanan

Lokasi Lesi

Jumlah (n)

Persentase (%)

T

P

Kiri

19

86,4

2,066

0,045

Kanan

11

44,0

Berdasarkan Tabel 3, setelah dilakukan uji t-tidak berpasangan didapatkan nilai p = 0,045. Analisis yang digunakan dalam perhitungan statistik dalam pene1itian iniabermakna secaraasignifikan jika nilai p < 0,05. Karena p = 0,045 (p<0,05) maka terdapataaperbedaan yang signifikan dari kejadian depresi pasca-stroke pada pasien stroke iskemik 1esi hemisferaakiriadan hemisferakanan.

PEMBAHASAN

Berdasarkan tabel 1 didapatkan pasien strokeaiskemik yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 26 pasien (55,3%) dan pada perempuan sebanyak 21 pasien (44,7%). Hal ini sesuai dengan angka kejadian stroke pada laki-laki yang terjadi di rumah sakit Indonesia memiliki angka tertinggi, dimana risiko strokeapadaalaki-laki 1,25 lebih tinggi dibandingkan dengan perempuan7. Sebuah studi juga menyebutkan bahwa dampak dari insiden stroke 24% sampai 30% lebih tinggi pada laki-laki. Diperkirakan dengan adanya estrogen pada perempuan menyebabkan insiden stroke padaaperempuan lebih rendah akibat fungsi estrogen yang memberikan proteksi pada prosesaaaaterosklerosis. Penelitian lain menunjukkan bahwa kasus kematian yang lebih tinggi terjadi pada wanita yang dimungkinkan akibat 30% dari wanita yang menderita stroke iskemik melakukan trombolisis intravenous tissue plasminogen activator (IV tPA) dibandingkan laki-laki. Namun, kecenderungan angka kematian pada stroke iskemik terus meningkat pada laki-laki8.

Berdasarkan kelompok usia, pasien stroke iskemik yang berada pada kelompok usia 40-59 tahun sebanyak 27 pasien (57,4%). Penelitian ini mengelompokkan usia menjadi dua kelompok, yaitu kelompok usia 40-59 tahun dan 60-79 tahun.

I--∖z—∖ A I DIRECTORY OF OPEN ACCESS

I__∕ V_>/ \~_J JOURNALS

Hasil tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Mundiartasari di mana kelompok usia 50-55 tahun merupakan kelompok usia yang mengalami insiden stroke paling banyak yaitu sebesar 44,4% pada lesi hemisfer kanan dan 33,3% pada lesi hemisfer kiri9. Hal ini juga sesuai dengan penelitian lain bahwa insiden stroke secara nyata meningkat dengan bertambahnya umur, dua kali setiap dekade setelah umur 55 tahun. Namun perlu dilihat juga bahwa angka mortalitas pada stroke akan meningkat pada pasien yang telah berumur tua dan stroke yang semakin memberat8. Hal tersebut kemungkinan menjadi berbeda pada penelitian ini, di mana kelompok usia 60-79 tahun didapatkan hanya sebanyak 21 pasien (44,7%).

Berdasarkan tingkat pendidikannya, pasien yang mengalami stroke iskemik paling banyak terjadi pada tingkat SMA dan Perguruan Tinggi yaitu sebanyak 13 pasien (27,7%) dan terendah pada tingkat SMP sebanyak 2 pasien (4,3%). Hal yang sama ditunjukkan dari penelitian yang dilakukan oleh Wardhani dkk yang menyebutkan bahwa responden denganatingkat pendidikanaSMA sampai Perguruan Tinggi sebanyak l4 orang (63,6%), sedangkan respondenaa yang memiliki tingkat pendidikanaSD sampaiaSMP sebanyak 8 orang (36,4%)10. Hasil lain diperoleh Pane menunjukkan adanya perbedaan proporsi pasien dengan tingkat pendidikan rendah pada penderita stroke iskemik (23,5%). Meskipun hasil tersebut menunjukkan perbedaan yang tidak signifikan, tetapi terdapat kecenderungan bahwa orang dengan tingkat pendidikan yang rendah akan berpotensi untuk mengalami kejadian stroke11. Faktor sosial ekonomi seperti tingkat pendidikan tidak berkaitan secara langsung dengan kejadian stroke. Akan tetapi, sikap seseorang untuk berperilaku sehat dapat ditentukan tingkat pendidikan seseorang. Oleh karena itu, seseorang yang memiliki pendidikan dengan tingkat yang lebih tinggi diharapkan mampu menyerap informasi tentang kesehatan dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari12.

Pada pasien yang mempunyai pekerjaan sebagai PNS/Pegawai Swasta mengalami kejadian stroke paling banyak yaitu sekitar 27 pasien (57,4%) dan terendah pada pasien yang berprofesi sebagai petani/nelayan/pedagang yaitu sebanyak 9 pasien (19,1%). Hasil ini tidak jauh berbeda dengan yang dilakukan oleh Mundiartasari dimana orang dengan pekerjaan PNS maupun wiraswasta yang mengalami stroke iskemik pada lesi hemisferakiri danakanan didapatkan sebanyak 15 orang (41,67%)9. Hubungan antara dampak sosial ekonomi seperti halnya pekerjaan dan pendapatan dengan kejadian stroke memang belum jelas. Hal ini dikarenakan

perbandingan antara beberapa penelitian yang sudah ada tidak dilakukan secara heterogen termasuk pemilihan indikator pengukuran status sosial ekonomi8. Wardhani dkk dalam penelitiannya menyebutkan bahwa penderita yang bekerja dan tidak bekerja memiliki persentase yang sama untuk mengalami kejadian stroke iskemik yaitu sebesar 50%10. Sedangkan dalam studi kasus kontrol didapatkan 32 orang (72,7%) mengalami stroke iskemik dibandingkan penderita stroke iskemik yang sudah bekerja yaitu sebanyak 12 orang (27,3%). Hal ini menunjukkan bahwa pasien yang tidak memiliki pekerjaan kemungkinan mengalami pengaruh stres lebih berat karena memikirkan tentang mendapatkan pekerjaan. Salah satu pemicu stroke seperti stress akan membuat kelenjar adrenal dan tiroid bekerja lebih keras sehingga kalenjar tersebut akan meningkatkan produksi hormon adrenalin, tiroksin dan kortisol sebagai hormon utama stres13.

Pada penelitian ini didapatkan 34 pasien (72,3%) mengalami hipertensi. Hal ini sesuai dengan beberapa penelitian yang menyebutkan bahwa hipertensi merupakan faktor risiko yang konsisten dan independen pada sebagian besar stroke iskemik. Pernyataan ini juga sesuai dengan penelitian prospektif yang didapatkan dari 28 rumah sakit di Indonesia, dimana pasien stroke yang mengalami hipertensi sebesar 73,9%14. Pada penelitian epidemiologi di Amerika bahkan menyebutkan 50% pasien stroke mempunyai faktor risiko hipertensi. Pada sebagian besar penelitian depresi pasca-stroke juga menyebutkan bahwa hipertensi menjadi faktor risiko meningkatnya insiden depresi pasca-stroke sebanyak 85,7%, namun mengenai patofisiologisnya perlu dikembangkan lebih lanjut8. Tennen dkk telah meneliti 102 pasien dalam 4 bulan setelah stroke dan ditemukannya hubungan hipertensi terhadap munculnya gejala depresi setelah mengalami stroke15. Pasien dengan hipertensi akan mengalami perubahan dinding pembuluh darah dan gangguan vasodilatasiayang dimediasi oleh endothelium akibat terbentuknya kolagen sehingga menyebabkan berkurangnya distensi pembuluh darah dan berakibat pada berkurangnya cerebral blood flow (CBF) dan reaktivitas serebrovaskular pada region subkortikalaotak, yaitu strukturalimbik yang diketahui mengatur emosi dan perilaku15.

Pasien stroke iskemik yang menderita DM pada penelitian ini sebanyak 12 pasien (25,5%). Penelitian ini tidak jauh berbeda dengan penelitian dari Andaka, di mana didapatkan 25,7% pasien stroke dengan faktor risiko DM16. Hasil ini tidak jauh berbeda dengan suatu studi epidemiologi tentang stroke, dimana terdapat 25,6% pasien stroke laki-laki

I--∖z—∖ A I DIRECTORY OF OPEN ACCESS

I__∕ V_>/ \~_J JOURNALS

usia 45-64 tahun mengalami DM8. Diabetes Melitus meningkatkan risiko terjadinya aterosklerosis dan prevalensi faktor risiko proaterogenik, yang ditandai oleh hipertensi dan kadar lipid dalam darah16. Pada studi komunitas yang pernah dilakukan mengemukakan bahwa resistensi insulin tanpa adanya diabetes berhubungan dengan peningkatan risiko dari stroke. Peningkatan kadar insulin pada non diabetik dihubungkan dengan tingginya risiko stroke (RR meningkat 1,19 per 50 pmol/L). Kemudian, di antara pasien non diabetik pada Northern Manhattan Stroke Study (NOMASS) didapatkan bahwa semakin meningkatnya resistensi insulin maka semakin tinggi pula risiko seseorang mengalami serangan stroke yang pertama, meskipun setelah adanya perubahan faktor risiko dan sindrom metabolik8. Terkait hubungannya dengan depresi pasca-stroke, DM belum memiliki dampak yang signifikan munculnya kasus tersebut (21,4%).

Pada penelitian ini terdapat 23 pasien (48,9%) yang mengalami dislipidemia di antara pasien stroke iskemik. Hal yang berbeda didapatkan dari penelitian yang dilakukan oleh Mundiartasari dimana hanya 11,1% pasien stroke iskemik yang menderita dislipidemia9. Tunjung juga melaporkan terdapat 42% pasien stroke iskemik akut yang mengalami hiperkolesterolemia17 sedangkan pada penelitian Andaka didapatkan sebanyak 29,7%16. Perbedaan ini kemungkinan terjadi karena beberapa penelitian yang dilakukan dengan menghubungkan kadar lipid dengan stroke hanya diambil dari kadar total serum kolesterol dan tidak termasuk subtipe stroke. Kemungkinan lain juga adanya heterogenitas dari pastofisiologis stroke (penyakit arteri koroner)16. Pada kasus lain, Jiang dkk menemukan hubungan yang tidak signifikan antara hiperlipidemia dan depresi pasca-stroke dengan prevalensi 28,6% (p > 0,05) 18.

Depresi pada pasien stroke iskemik juga ditemukan pada penelitian ini yaitu sebanyak 30 pasien (63,8%). Penelitian yang dilakukan oleh Andaka tidak jauh berbeda dengan penelitian ini, di mana didapatkan prevalensi sebesar 52,7% pasien stroke dengan depresi16. Hasil yang sama juga ditemukan pada penelitian Azra dkk, di mana disebutkan bahwa pasien laki-laki dengan stroke iskemik mempunyai prevalensi sebesar 47,3% sedangkan pada perempuan depresi dengan stroke iskemik didapatkan prevalensi sebesar 51.5% (Chi-square=6.563, p=0.082) 19. Hal ini berkaitan bahwa depresi pasca-stroke merupakan gangguan emosi yang paling disering dijumpai pada pasien pasca-stroke18.

PerbedaanaKejadian Depresi Pasca-stroke Pada PasienaStrokeaIskemikaLesi HemisferaKiri DanaKanan

Berdasarkan Tabel 3, setelah dilakukan uji t-tidak berpasangan didapatkan nilai p =  0,045.

Analisis yang digunakan dalam perhitungan statistik dalam pene1itian iniabermakna secaraasignifikan jika nilai p < 0,05. Karena p = 0,045 (p<0,05) maka terdapataaperbedaan yang signifikan dari kejadian depresi pasca-stroke pada pasien stroke iskemik 1esi hemisferaakiriadan hemisferakanan.

Hasil ini tidak berbeda jauh dengan yang dilakukan oleh Mundiartasari, dimana disebutkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara kejadian depresi pada pasien stroke iskemik lesi hemisfer kiri dan kanan (p = 0,03) dengan kejadian yang terjadi sekitar 83,33% pada kasus depresi pasca-stroke lesi hemisfer kiri9. Pada beberapa penelitian yang pernah dilakukan juga mengemukakan hal yang sama di mana kejadian depresi pasca-stroke lebih sering terjadi pada lesi hemisfer kiri berkisar 63% dibandingkan lesi hemisfer kanan yang hanya mencapai angka 35%. Mekanisme depresi pada hemisfer kanan tidak seperti hemisferakiri karena lesi lobus frontalis kiri diduga memiliki regulasi penting dalam mengatur suasana perasaan. Sehingga jika regulasi serotonin pada hemisfer kiri terganggu, maka dapat menimbulkan gejala depresi18. Jiang dkk menemukan bahwa pasien dengan lesi di hemisfer kiri dan lesi multifokal otak lebih sering mengalami depresi dibandingkan pasien tanpa lesi hemisfer dan lesi tunggal18. Penelitian ini juga mendukung hipotesis depresi vaskular di mana lesi vaskular menyebabkan depresi karena disrupsi the frontal lobe-striatum-globus       pallidus-thalamus-cortex

fuctional loop yang mengubah mood seseorang. Pada penelitian analisis cross-sectional juga ditemukan stroke dengan lesi hemisfer kiri mendukung terjadinya depresi pasca-stroke dengan awitan dini atau akut. Terdapat asumsi bahwa sebagian besar orang memakai tangan kanan untuk beraktivitas. Hal ini juga dibuktikan dengan analisis mengenai hemiplegia yang disebabkan oleh kerusakan hemisfer kiri terjadi lebih banyak jika dihubungkan dengan aktivitas fisik, sedangkan pada orang yang memiliki kecemasan lebih sering terjadi pada kerusakan pada hemisfer kanan18.

Terdapat perbedaan pendapat tentang lokasi spesifik yang berhubungan dengan depresi pasca-stroke. Sebagai contoh, beberapa peneliti menyebutkan depresi sangat berhubungan signifikan dengan letak lesi hemisfer serebral sebelah kanan. Pada studi kohort berdasarkan MRI dari 163 pasien stroke di China memperlihatkan bahwa pasien

I--∖z—∖ A I DIRECTORY OF OPEN ACCESS

  • I__∕ V_>/ \~_J JOURNALS

dengan depresi pasca-stroke memiliki angka infark yang begitu tinggi pada lobus frontalis dan lobus temporal seperti halnya kapsula interna, namun tidak berhubungan korelasi dengan lesi hemisfer sereberal. Hal yang sama juga didapatkan dari 95 data yang dilakukan dengan penelitian meta analisis. Beberapa penelitian sebelumnya dikatakan bahwa depresi mayor pada pasien stroke terjadi perubahan pada lobus frontalis kiri, ganglia basalis kiri, hemisfer kanan dan korteks orbitofrontalis medialis dengan beberapa pertimbangan bahwa korelasi depresi pasca-stroke dengan lokasi lesi dapat berubah sewaktu-waktu. Namun, penelitian lain tidak ditemukan korelasi antara depresi pasca-stroke dengan lokasi lesi4.

Penelitian systematic review oleh Carson dkk mengenai 95 studi tentang depresi pasca-stroke dan lokasi lesi menunjukkan bahwa kumpulan risiko relatif dari depresi pasca-stroke pada hemisfer kiri dibandingkan dengan stroke pada hemisfer kanan adalah 0,95 (IK 95% 0,83-1,10) dan tidak memberi dukungan terhadap hipotesis dimana risiko dari depresi pasca-stroke dipengaruhi oleh hemisfer bagian kiri maupun kanan20. Pada systematic review lainnya yang mencakup 26 studi berpendapat bahwa lokasi lesi sebelah kiri berhubungan dengan depresi pasca-stroke pada pasien di rumah sakit (OR = 1,36 IK 95% 1,05–1,76), sedangkan lokasi lesi hemisfer kanan berhubungan dengan depresi pasca-stroke pada komunitas (OR = 0,60 IK 95% 0,39–0,92)6.

Berdasarkan tinjauan pustaka, belum ada hubungan yang pasti antara depresi pasca-stroke dengan lesiaahemisfer kiri maupun kanan. Penelitian terhadap pasien pasca-stroke yang mengalami depresi menemukan tidak adanya perbedaan yang bermakna secara signifikan antara lesi korteks dan subkorteks. Namun, prevalensi depresi tertinggi terjadi pada lesi di hemisfer kiriadibandingkan lesi pada hemisfer kanan. Lesi hemisfer kiri pada pasien pasca-stroke diduga dapat menyebabkan turunnya amina biogenik tanpa diserta kompensasi dari regulasi serotonin yang meninggi, sehingga dapat menyebabkan munculnya gejala depresi. Sedangkan lesi hemisferakanan menunjukkan perbedaan dimana terdapat regulasi serotonin yang meninggi dan mekanismeaakompensasi yang bersifat protektif terhadap depresi6,21.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara kejadianaadepresi pasca-stroke padaapasien strokeaiskemik lesi hemisferakiri

danakanan dimana p=0,045 (p<0,05). Penelitian ini juga menemukan bahwa depresi pasca-stroke lebih tinggi terjadiapada pasienastroke iskemik dengan 1esi hemisfer kiri.

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    World Health Organization. Sixty-fifth world health assembly. 2012. [Online] Available from: http://

www.who.int/mediacentre/events/2012/wha65/jo urnal/en/index4.html [Accessed 21 July 2016].

  • 2.    Bartoli, F., Lillia, N., Lax, A., Crocamo, C., Mantero, V., Carrà, G., Agostoni, E., Clerici, M. Depression after Stroke and Risk of Mortality: A Systematic Review and Meta Analysis. 2013. h.2-8

  • 3.    Depatemen Kesehatan Republik Indonesia., Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas). Jakarta: Depatemen Kesehatan Republik Indonesia. 2013. h.75-77

  • 4.    Salter, K., Mehta, S., Bhogal, S., Teasell, R., Foley, N.,  & Speechley, M. Post Stroke

Depression. Post Stroke Depression, 2013. h.1– 104.

  • 5.    Carolina, S., NIH Public Access. Early Depressed mood after stroke predicts long-term disability the Northern Manhattan Stroke Study (NOMASS), 2011; 68(6): 545–551.

  • 6.    Feng, C., Fang, M., & Liu, X., 2014. The

Neurobiological Pathogenesis of Poststroke Depression. 2014. h.2-10

  • 7.    Sustrani L., Hipertensi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. 2006.

  • 8.    Ovbiagele, B. & Nguyen-huynh, M.N., Stroke Epidemiology: Advancing Our Understanding of Disease Mechanism and Therapy. 2011. h.319–329.

  • 9.    Mundiartasari I. Perbedaan Kejadian Depresi Pada Pasien Stroke Iskemik Lesi Hemisfer Kiri Dan Hemisfer Kanan Di Rsud Kabupaten Kudus Naskah. 2014. h.9–12.

  • 10.    Wardhani, I.O. et  al., Hubungan Antara

Karakteristik Pasien Stroke Dan Dukungan Keluarga Dengan Kepatuhan Menjalani Rehabilitasi. 2014. h.24–34.

  • 11.    Pane, T. T., Bantas, K., Perbedaan Faktor Risiko Kejadian Stroke Iskemik Dan Stroke Hemoragik Pada Pasien Stroke Rawat Inap Rumah Sakit Jantung Dan Pembuluh Darah Harapan Kita Tahun 2012. 2013. h.5-17

  • 12.    patricia, h., kembuan, m.a.h.n.tumboimbela, m.j., karakteristik Penderita Stroke Iskemik Yang Di Rawat Inap Di

I--∖z—∖ A I DIRECTORY OF OPEN ACCESS

I__∕ V_>/ \~_J JOURNALS

Rsup Prof . Dr . R . D . Kandou Manado Tahun 2012-2013. , 2015. h.2-5

  • 13.    Laily, S.R., Hubungan karakteristik penderita dan hipertensi dengan kejadian stroke iskemik. 2016. h.48–59.

  • 14.    Tennen, G., Herrmann, N., Black, S. E. dkk., Are vascular risk factors associated with post-stroke depressive symptoms?” Journal of Geriatric Psychiatry and Neurology. 2011; 24(4): 215–221.

  • 15.    Misbach, J., Jannis, J. Diagnosis Stroke. In: Soertidewi, L., Jannis, J., editors. Stroke: Aspek Diagnostik, Patofisiologi, Manajemen. Jakarta: Kelompok Studi Stroke PERDOSSI. 2011. h.57-84.

  • 16.    Andaka D. Lesi hemisfer kiri berkorelasi positif dengan disfungsi ereksi pada pasien     pasca-stroke.     Denpasar.

Universitas Udayana. 2013. h.15-74

  • 17.    Tunjung, I.W. Kadar Asam Urat Serum Tinggi sebagai Faktor Risiko Stroke Iskemik Akut (tesis). Denpasar: Universitas Udayana. 2011. h.25-53

  • 18.    Jiang, X., Lin, Y. & Li, Y., Correlative study on risk factors of depression among acute stroke patients. 2014; 18: 1315–1323.

  • 19.    Alajbegovic A, Djelilovic-vranic J, Alajbegovic S, Nakicevic A, Todorovic L, Tiric-campara M. Post Stroke Depression. 2014; 8: 47–50.

  • 20.    A. J. Carson, S.MacHale, K. Allen dkk., Depression after stroke and lesion location:  a systematic review, The

Lancet., 2000; 356 (9224): 122–126.

  • 21.    Susilawati, A. dkk., Depresi Pasca-Stroke:  Diagnosis dan Tatalaksana.

2014; 41(12): 901–905.

https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum