ISSN: 2303-1395                 E-JURNAL MEDIKA, VOL. 8 NO.3 MARET, 2019

I!--∖f—S Λ i DIRECTORY OF OPEN ACCESS I∖^J JOURNALS

PREVALENSI DAN KARAKTERISTIK

DERMATITIS KONTAK AKIBAT KERJA PADA PENGRAJIN BAMBU DI DESA BELEGA, BLAHBATUH TAHUN 2017

Ni Kadek Yunita Arsita Dewi1, IGAA. Praharsini2, Nyoman Suryawati3 1Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, 2Bagian/SMF Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas

Udayana/Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah, Denpasar Email : [email protected]

ABSTRAK

Dermatitis kontak akibat kerja (DKAK) merupakan peradangan kulit akibat terpapar bahan iritan atupun alergen yang di lingkungan kerja dan merupakan penyakit kulit yang dipengaruhi oleh faktor yang berasal eksogen dan endogen. Walaupun penyakit ini tidak mengancam nyawa tetapi akan memberikan dampak terhadap kualitas dan kuantitas produksi, serta kualitas hidup pekerja. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi dan karakteristik DKAK pada pengrajin bambu yang ada di desa Belega, Blahbatuh tahun 2017. Penelitian ini merupakan studi deskriptif cross sectional dengan teknik pengumpulan data total sampling dengan menggunakan kuisioner. Responden dalam penelitian ini adalah pengrajin bambu yang ada di desa Belega, Blahbatuh, Gianyar pada tahun 2017. Hasil penelitian diperoleh prevalensi DKAK pada pengrajin sebesar 81,53%, dengan karakteristik umur responden dominan rentangan 41-50 tahun, didominasi oleh laki-laki, tanpa riwayat atopi, gejala tersering gatal pada telapak tangan dan dilakukan pengobatan, lama kontak 4-7 jam/hari, kontak diakibatkan oleh proses kerja, frekuensi paparan >8 kali/hari, bahan kimia yang dominan bahan pengawet bambu, pernis dan kaporit. Masa kerja paling banyak adalah >4 tahun dan tanpa riwayat penyakit kulit.

Kata kunci: Prevalensi, Karakteristik, Dermatitis Kontak Akibat Kerja

ABSTRACT

Occupational contact dermatitis (OCD) is an inflammation of the skin due to exposure to irritants or allergens in the workplace and that is affected by exogenous and endogenous factors. Although the disease is not life threatening but will have an impact on the quality and quantity of production, as well as the quality of life of the worker. The aimed of this study is to know the prevalence and characteristic of occupational contact dermatitis in bamboo craftsmen in Belega village, Blahbatuh in 2017. This research is descriptive cross sectional research with data collection technique by total sampling using questionnaire. Respondents in this study are bamboo craftsmen in the Belega village, Blahbatuh, Gianyar in 2017. The result of this research obtained OCD prevalence to craftsmen equal to 81,53%, with characteristic dominant respondent age range 41-50 years, dominated by men, without history of atopy, the most frequent symptoms of itching in the palm, contact duration 4-7 hours / day, contact caused by work process, frequency of exposure >8

I!--∖f—S Λ i DIRECTORY OF OPEN ACCESS

I∖^J JOURNALS

times / day, dominant chemicals bamboo preservatives, varnish and chlorine. The period of work at most is> 4 years and without history of skin diseases.

Keywords: Prevalence, Characteristics, Occupational Contact Dermatitis

PENDAHULUAN

Pulau Bali merupakan salah satu destinasi wisata yang tidak pernah dilewatkan oleh wisatawan baik domestik maupun mancanegara, hal ini diikuti pula dengan peningkatan perkembangan sektor usaha kecil-menengah. Salah satunya adalah di daerah Gianyar, tepatnya di desa Belega, Blahbatuh, Gianyar. Di desa Belega, sebagian besar masyarakatnya bekerja sebagai pengrajin bambu.

Pengrajin bambu di desa Belega masih menggunakan cara-cara pengerjaan tradisional dan belum memiliki manajemen kerja yang cukup baik, terutama pada keselamatan kerja. Sehubungan dengan hal tersebut, tentu semakin meningkatkan risiko pekerja untuk menderita suatu penyakit. Penyakit yang paling sering dialami oleh pengrajin bambu adalah penyakit yang kontak dengan kulit, salah satunya yaitu dermatitis kontak akibat kerja (DKAK). Dermatitis kontak akibat kerja (DKAK) tergolong penyakit yang tidak mengancam

nyawa tetapi akan memberikan dampak terhadap kualitas dan kuantitas produksi, serta kualitas hidup pekerja.1

Dermatitis kontak merupakan reaksi peradangan kulit yang disebabkan oleh kontak secara langsung dengan bahan yang bersifat iritan ataupun bahan yang bersifat alergen yang terdapat di lingkungan.2 Dermatitis kontak dapat dibedakan menjadi dua yaitu dermatitis kontak iritan (DKI) dan dermatitis kontak alergi (DKA), DKI melalui mekanisme non imunologik sedangkan DKA timbul melalui mekanisme imunologik spesifik yaitu reaksi hipersensitivitas tipe lambat (tipe IV).3 Suatu studi epidemiologi di Australia pada tahun 2012 menunjukkan bahwa dermatitis kontak berjumlah 79-95% dari semua penyakit kulit akibat kerja, 44% merupakan DKI dan 32,7% merupakan DKA.4

Dermatitis kontak termasuk penyakit kulit multifaktoral, faktor

ISSN: 2303-1395

I--∖f—S Λ i DIRECTORY OF OPEN ACCESS I∖^J JOURNALS

risiko terjadinya DKA dapat berasal dari eksogen dan endogen. Faktor risiko eksogen terdiri dari karakteristik bahan kimia, karakteristik paparan dan faktor lingkungan. Faktor endogen terdiri dari jenis kelamin, usia, riwayat atopi, genetik, lokasi kulit, dan faktor lain yang berkaitan dengan prilaku individu.5,6

Gejala yang dapat dialami akibat dermatitis kontak akibat kerja yaitu lesi akut dimulai dengan eritema, pruritus dan edema, urtikaria yang tampak seperti plak dan dengan cepat akan menjadi vesikel terkadang menjadi bula. Pada fase subakut eritema dan edema masih terdapat, vesikel mulai berkurang kemudian akan menjadi erosi, krusta, dan deskuamasi. Pada fase kronis, kulit akan menjadi kering, kasar, pecah-pecah, keabuan, dan mengalami penebalan dengan peningkatan garis kulit atau disebut dengan likenifikasi.7

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui      prevalensi      dan

karakteristik dermatitis kontak akibat kerja pada pengrajin bambu di desa Belega, Blahbatuh tahun 2017.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan suatu studi deskriptif dengan pendekatan cross-sectional dan menggunakan data primer. Populasi target dalam penelitian ini adalah seluruh pengrajin bambu yang terdapat di daerah Gianyar. Populasi terjangkau dalam penelitian ini adalah seluruh pengrajin bambu di desa Belega, Blahbatuh, Gianyar periode Maret 2017 sampai Juni 2017. Teknik penentuan sampel yang digunakan adalah total sampling dimana seluruh populasi target yang memenuhi kriteria dimasukan sebagai sampel. Sampel dikumpulkan dengan mendatangi secara langsung seluruh pengrajin bambu yang ada di desa Belega.

Variabel penelitian terdiri dari dermatitis kontak, umur, riwayat atopi, jenis kelamin, lokasi lesi, riwayat penyakit kulit sebelumnya, lama kontak, frekuensi paparan, bahan kimia dan masa kerja. Data penelitian dikumpulkan dengan mengisi kuesioner. Data hasil kuesioner yang telah terkumpul selanjutnya diolah dan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi kemudian dianalisis secara

I--∖r—S Λ I DIRECTORY OF OPEN ACCESS

I_J‰m√∕ X-J JOURNALS

deskriptif untuk mengetahui prevalensi dan karakteristik DKAK pada pengrajin bambu.

HASIL PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan terhadap pengrajin bambu di desa Belega, Blahbatuh, Gianyar selama 3 bulan yaitu dalam periode Maret 2017 sampai Juni 2017. Dalam periode tersebut diperoleh responden sebanyak 63 orang pengrajin bambu dengan prevalensi pengrajin yang pernah dan sedang mengalami dermatitis kontak akibat kerja adalah 81,53% (53 orang).

Karakteristik Demografi Responden

Tabel 1 Distribusi responden berdasarkan umur dan jenis kelamin

Umur/ Jenis Kelamin

Jumlah

Persentase (%)

≤ 20 tahun

1

1,9

21-30 tahun

6

11,3

31-40 tahun

18

34,0

41-50 Tahun

24

45,3

>51 tahun

4

7,5

Total

53

100

Perempuan

46

86,8

Laki-Laki

7

13,2

Total

53

100

Table 1 menunjukkan bahwa responden yang mengalami DKAK paling banyak pada rentangan usia 41-

50 tahun yaitu sejumlah 24 orang (45,3%) dan paling sedikit pada usiaa ≤ 20 tahun yaitu 1 orang responden (1,9%).

Dilihat dari jenis kelamin menunjukan dominan responden adalah laki-laki yaitu sejumlah 46 orang (86,8%) dan jumlah responden perempuan adalah 7 orang (13,2%).

Karakteristik Dermatitis Kontak Akibat Kerja pada Pengrajin Bambu

Tabel   2

Distribusi

responden

berdasarkan

riwayat

atopi   pada

responden atau keluarga

Riwayat

Jumlah

Persentase

atopi

(%)

Ya

4

7,5

Tidak

49

92,5

Total

53

100

Berdasarkan tabel 2 diperoleh sebanyak 4 orang (7,5%) memiliki riwayat atopi pada dirinya atau keluarga, sedangkan 49 orang (92,5%) tidak memiliki riwayat atopi.

I--∖r—S Λ I DIRECTORY OF OPEN ACCESS

I_J‰m√∕ X-J JOURNALS

Tabel 3 Distribusi tanda dan gejala peradangan kulit

Tanda dan

Gejala

Jumlah

Persentase (%)

Gatal

50

94,3

Rasa terbakar

8

15,1

Kemerahan

37

69,8

Bengkak

0

0

Lepuh kecil

3

5,7

Mengelupas

17

32,1

Kulit kering

22

41,5

Kulit bersisik

0

0

Penebalan

11

20,8

pada kulit

Berdasarkan tabel 3 diatas, paling banyak responden mengalami keluhan gatal yaitu 50 orang (94,3%), 37 orang (83,3%) mengalami kemerahan, 22 orang (41,5%) mengalami kulit kering, sejumlah 17 orang (32,1%) mengalami kulit mengelupas, 11 orang (20,8%) mengalami penebalan pada kulit, 8 orang (15,1%) mengalami rasa terbakar dan 3 orang (5,7%) mengalami lepuh kecil.

Tabel 4 Distribusi berdasarkan lokasi gejala

Lokasi

Jumlah

Persentase (%)

Telapak

47

88,7

tangan

Punggung

45

84,9

tangan

Lengan

20

37,7

tangan Sela jari

7

13,2

tangan Wajah

1

1,9

Leher

1

1,9

Punggung

1

1,9

Kaki

18

33,9

Berdasarkan tabel 4 diketahui lokasi timbulnya gejala tersering pada pengrajin bambu adalah pada telapak tangan yaitu sebanyak 47 orang (88,7%), kedua pada punggung tangan yaitu sebanyak 45 orang (84,9%), diikuti dengan lengan tangan sejumlah 20 orang (37,7%).

Tabel 5 Distribusi berdasarkan cara pengobatan

Cara pengobatan

Jumlah

Persentase (%)

Membiarkan

25

47,2

tanpa pengobatan Melakukan

28

52,8

pengobatan Total

53

100

I--∖r—S Λ I DIRECTORY OF OPEN ACCESS

I_J‰m√∕ X-J JOURNALS

Dilihat dari tabel 5 diatas sejumlah 28 orang (52,8%) melakukan pengobatan dan 25 orang (47,2%) tidak melakukan pengobatan.

Tabel 6 Distribusi berdasarkan lama kontak dengan bahan kimia

Lama kontak

Jumlah

Persentase (%)

<4 jam/hari

15

28,3

4-7 jam/hari

24

45,3

>7 jam/hari

14

26,4

Total

53

100

Berdasarkan tabel 6 diatas sebagian besar pengrajin bambu mengalami kontak dengan bahan kimia selama 4-7 jam/hari yaitu berjumlah 24 orang (45,3%).

Tabel 7 Distribusi berdasarkan alasan

kontak dengan bahan kimia

Alasan kontak

Jumlah   Persentase

(%)

Proses kerja

53

100

Kecelakaan

0

0

Proses kerja

0

0

dan

kecelakaan

Total

53

100

Tabel 7 menunjukkan 53 orang (100%) mengalami kontak dengan bahan kimia akibat proses kerja.

Tabel 8 Distribusi berdasarkan frekuensi paparan terhadap bahan kimia

Frekuensi        Jumlah      Persentase

paparan                        (%)

≤4 kali/hari         13            24,5

5-8 kali/hari

11

20,8

>8 kali/hari

29

54,7

Total

53

100

Berdasarkan tabel 8 diatas sebagian besar pengrajin bambu yang pernah dan sedang mengalami dermatitis kontak mengalami frekuensi paparan >8 kali/hari yaitu berjumlah 29 orang (54,7%).

Tabel 9 Distribusi berdasarkan bahan kimia yang digunakan

Produk berbahan Kimia

Jumlah   Persentase

(%)

Pernis

35

66,1

Bahan

36

67,9

pengawet

bambu

Bahan

28

52,8

perekat

atau lem

Sabun

53

100

Detergen

4

7,5

Kaporit

33

62,3

Berdasarkan tabel

9 diatas,

diperoleh bahwa 53 orang (100%) pengrajin menggunakan sabun untuk membersihkan tangan setelah bekerja.

I--∖r—S Λ I DIRECTORY OF OPEN ACCESS

I_J‰m√∕ X-J JOURNALS

Sedangkan 4 orang pengrajin (7,5%) terkadang juga membersihkan tangan dengan menggunkan detergen setelah bekerja. Pengrajin yang kontak dengan bahan pengawet bambu yaitu sebanyak 36 orang (67,9%), 35 orang pengrajin (66,1%) menggunkan pernis, 33 orang responden (62,3%) mengalami kontak dengan kaporit, dan sebanyak 28 orang (52,8%) pengrajin kontak dengan bahan perekat atau lem.

Tabel 10 Distribusi pengrajin bambu berdasarkan lamanya waktu bekerja di kerajinan bambu

Jangka waktu

Jumlah

Persentase (%)

<1 tahun

2

3,77

1-2 tahun

4

7,55

3-4 tahun

4

7,55

>4 tahun

43

81,13

Total

53

100

Dilihat dari lama kerja sebagian besar pengrajin telah bekerja selama > 4 tahun yaitu sejumlah 43 orang (81,13%).

Tabel 11 Distribusi pengrajin berdasarkan riwayat penyakit kulit yang pernah diderita sebelum bekerja di kerajinan bambu

Riwayat penyakit kulit

Jumlah

Persentase (%)

Ya

4

7,5

Tidak

49

92,5

Total

53

100

PEMBAHASAN

Umur dan Jenis Kelamin

Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh responden yang menngalami DKAK dominan pada rentangan usia 41-50 tahun. Hal tersebut dapat disebabkan karna pada usia 40 tahun kondisi kulit mulai mengalami penuaan, dimana kulit akan menjadi kering dan lebih tipis sehingga bahan kimia yang kontak dengan kulit akan menjadikan kulit tidak intak lagi (rusak) sehingga memicu timbulnya reaksi peradangan disertai timbulnya edema intraseluler pada lapisan epidermis kulit.8

Berdasarkan jenis kelamin, diperoleh bahwa dalam industri kerajinan bambu di desa Belega sebagian besar pengrajin adalah laki-laki. Hal ini terkait dengan proses

I!--∖f—∖ Λ i DIRECTORY OF OPEN ACCESS I_> V√∕ A^√ JOURNALS

pembuatan kerajinan bambu yang terbilang cukup berat dilakukan oleh perempuan karena memerlukan tenaga yang cukup besar dalam proses pembuatannya seperti melakukan pemotongan dan pembelahan bambu, sehingga hasil penelitian menunjukkan dominan laki-laki mengalami DKAK. Riwayat Atopi

Tabel 2 menunjukkan bahwa responden yang memiliki riwayat atopi pada dirinya atau keluarga lebih sedikit daripada yang tidak memiliki rowayat atopi pada dirinya ataupun keluarga. Menurut Hannam dan Nixon adanya riwayat atopi akan meningkatkan risiko mengalami terjadinya dermatitis kontak karena terjadinya kerusakan fungsi barier kulit dan peningkatan penetrasi bahan iritan dan alergen ke dalam kulit. Hal tersebut berarti riwayat atopi bukan merupakan faktor mutlak untuk seseorang terkena dermatitis kontak, melainkan hanya merupakan faktor predisposisi atau faktor yang memperberat timbulnya DKAK.5 Hasil penelitian ini juga dipengaruhi oleh kurangnya pemahaman responden terhadap riwayat atopi yang

menyebabkan responden menyatakan tidak memiliki riwayat atopi, sehingga dapat menjadi recall bias pada hasil penelitian ini.

Tanda dan Gejala

Berdasarkan tabel 3 diatas, paling banyak responden mengalami keluhan gatal yaitu 50 orang (94,3%), 37 orang (83,3%) mengalami kemerahan, 22 orang (41,5%) mengalami kulit kering, sejumlah 17 orang (32,1%) mengalami kulit mengelupas, 11 orang (20,8%) mengalami penebalan pada kulit, 8 orang (15,1%) mengalami rasa terbakar dan 3 orang (5,7%) mengalami lepuh kecil.

Menurut Sassevile keluhan gatal yang muncul merupakan keluhan yang paling sering, namun gejala utama biasanya adalah rasa sakit atau sensasi terbakar yang kemudian dapat menjadi dermatitis subakut atau kronis.7 Gejala lain yang muncul dapat disebabkan oleh kontak dengan bahan kimia selama bekerja seperti bahan yang memiliki sifat iritan ataupun alergen sehingga menimbulkan tanda-tanda peradangan

I--∖r—S Λ I DIRECTORY OF OPEN ACCESS

I_J‰m√∕ X-J JOURNALS

pada orang yang sensitif terhadap bahan kontak tersebut.

Lokasi

Berdasarkan tabel 4 diketahui lokasi timbulnya gejala tersering pada pengrajin bambu adalah pada telapak, lalu diikuti dengan punggung tangan dan lengan tangan. Hal tersebut terkait dengan proses kerja pada pengrajin bambu yang lebih dominan menggunakan tangan ketika bekerja dan tanpa menggunakan alat perlindungan diri selama bekerja.9 Cara Pengobatan

Berdasarkan hasil penelitian dominan responden   melakukan

ppengobatan dengan   mendatangi

dokter umum ataupun dokter spesialis yang terdapat disekitar lingkungan tempat tinggal mereka terkait gejala klinis yang mereka alami. Hal tersebut dikarenakan rasa gatal dan keluhan lain yang dirasakan dari DKAK dapat menghambat    pengrajin    untuk

melakukan pekerjaannya.

Lama Kontak

Sebagian besar pengrajin bambu mengalami kontak dengan bahan-bahan kimia dilingkungan kerja selama 4-7 jam/hari. Lama kontak

dapat menjadi faktor penyebab timbulnya DKAK tergantung dari jenis bahan yang digunakan. Semakin lama waktu yang diperlukan untuk kontak dengan bahan kimia, maka semakin besar risiko akan mengalami peradangan kulit sehingga dapat memicu timbulnya kelainan kulit berupa dermatitis kontak.10

Alasan Kontak

Seluruh pengrajin bambu yang mengalami kontak dengan bahan kimia yang ada di lingkungan kerja disebabkan oleh proses kerja. Hal ini dikarenakan dari gejala yang dikeluhkan ressponden sesuai dengan bagian tubuh yang terpajan bahan kimia.

Frekuensi Paparan

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh sebagian besar pengrajin bambu yang pernah dan sedang mengalami dermatitis kontak mengalami frekuensi paparan >8 kali/hari. Lamanya jam kerja menyebabkan pengrajin mengalami frekuensi paparan yang cukup tinggi. Frekuensi kontak yang berulang dengan bahan yang mempunyai sifat iritan atau alergen menyebabkan

I--∖r—S Λ I DIRECTORY OF OPEN ACCESS

I_J‰m√∕ X-J JOURNALS

terjadintya sensitisasi dan akan menyebabkan terjadinya dermatitis kontak, dimana nantinya bahan kimia dengan jumlah sedikit akan menyebabkan    dermatitis    yang

berlebih, baik luasnya maupun beratnya tidak proporsional.8,10 Bahan Kimia

Semua pengrajin menyatakan menggunakan     sabun     untuk

membersihkan tangan dan bagian tubuh yang lain setelah bekerja, dimana sabun diketahui bersifat iritan lemah, sehingga tidak dicurigai sebagai penyebab utama dermatitis kontak pada pengrajin bambu. Bahan kimia yang paling banyak digunakan adalah bahan pengawet bambu yaitu sebanyak 36 orang (67,9%), pengawet bambu yang mengandung bahan kimia yang dapat menjadi faktor predisposisi timbulnya DKAK yaitu formaldehyde. Formaldehyde diketahui memiliki sifat sebagai iritan. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Han dkk, formaldehyde dapat meningkatkan ekspresi sitokin Th1, sehingga meningkatkan risiko mengalami DKAK.11

Bahan kimia selanjutnya adalah pernis, sebanyak 35 orang

pengrajin (66,1%) menggunkan pernis sebagai finishing kerajinan bambu, sehingga pengrajin yang bekerja di bidang finishing mengalami kontak dengan bahan ini. Pernis merupakan bahan yang paling umum digunakan dalam pembuatan suatu kerajinan yang digunakan untuk menutupi, melindungi, dan membuat permukaan lebih mengkilap. Menurut Salazar pernis merupakan agen penyebab DKA dikarenakan oleh struktur resinnya.12 Salah satu kandungan dalam pernis adalah acrylate, yang merupakan bahan bersifat alergen, sehingga akan meningkatkan risiko pengrajin untuk mengalami dermatitis kontak alergi.12

Bahan kimia lainnya berupa kaporit, sebanyak 33 orang responden (62,3%) mengalami kontak dengan kaporit karena mereka bekerja dibagian pencucian bambu. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan peneliti dilapangan pada saat pengambilan data, pengrajin yang membersihkan bambu di saluran air yang ada didekat tempat bekerja menggunakan sabut kelapa dan kaporit, selama membersihkan bambu

I--∖r—S Λ I DIRECTORY OF OPEN ACCESS

I_J‰m√∕ X-J JOURNALS

pengrajin tidak menggunakan alat perlindungan diri seperti sarung tangan ataupun sepatu. Bahan kimia yang terkandung di dalam kaporit adalah calsium hypochlorite bahan tersebut diketahui memiliki sifat sebagai iritan. Sehingga pengrajin yang menggunakan kaporit dapat menjadi faktor predisposisi timbulnya dermatitis kontak. Bahan lainnya adalah bahan perekat atau lem sebanyak 28 orang (52,8%) pengrajin kontak dengan bahan ini. Bahan-bahan inilah yang memiliki sifat iritan maupun alergen yang memicu timbulnya DKAK pada pengrajin. Namun, belum dapat dipastikan bahan mana yang secara spesifik menjadi etiologi dermatitis kontak pada setiap pekerja. 11,12

Lama Kerja

Sebagian besar pengrajin telah bekerja selama > 4 tahun yaitu sejumlah 43 orang (81,13%). Semakin lama dan sering kontak dengan bahan kimia maka semakin tinggi kemungkinan pekerja tersebut terkena DKAK.13 Pada penelitian ini, beberapa pengrajin sudah bekeja hingga puluhan tahun sebagai pengrajin bambu

dikarenakan harus meneruskan usaha keluarga ataupun sudah mulai bekerja sebagai pengrajin bambu sejak masih sekolah dasar (SD) hingga sekarang untuk memenuhi kebutuhan hidup.

Riwayat Penyakit Kulit

Berdasarkan riwayat penyakit kulit yang pernah diderita sebelumnya sebagian besar pengrajin bambu tidak memiliki riwayat penyakit kulit sebelum bekerja di industri kerajinan bambu yaitu sebanyak 49 orang (92,5 %), namun kemungkinan terjadi recall bias, karena sangat dipengaruhi oleh kemampuan responden dalam mengingat kembali penyakit yang pernah diderita.

SIMPULAN

Berdasarkan data dari 65 responden didapatkan prevalensi DKAK pada pengrajin bambu sebesar 81,53% (53 orang). Dengan karakteristik adalah umur responden paling banyak berada pada rentangan 41-50 tahun, selanjutnya yaitu jenis kelamin didominasi oleh laki-laki, kebanyakan responden tidak memiliki riwayat atopi pada dirinya maupun keluarga, gejala tersering yang muncul adalah gatal. Lokasi tersering adalah

I--∖r—S Λ I DIRECTORY OF OPEN ACCESS

I_J‰m√∕ X-J JOURNALS

telapak tangan, sebagian besar pengrajin melakukan pengobatan medis, lama kontak terbanyak adalah 4-7 jam/hari, kontak diakibatkan oleh proses kerja, frekuensi paparan terbanyak adalah >8 kali/hari, bahan kimia yang dominan kontak selama bekerja adalah bahan iritan seperti sabun dan bahan kimia seperti bahan pengawet bambu, pernis dan kaporit. Masa kerja paling banyak adalah >4 tahun, kebanyakan responden tidak memiliki riwayat penyakit kulit.

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    Sari, I. A. D. P., Rusyati, L. M., Darmada, I.G.K. 2012. Dermatitis Kontak pada Pekerja Bangunan. Department of Dermatology and Venereology, Medical School, Udayana       University/Sanglah

Hospital Denpasar, pp.1-17.

  • 2.    Johansen, J. D. et al. European Society of Contact Dermatitis guideline for diagnostic patch testing – recommendations on best practice. Department of Dermato-allergology.,(May): 2015. 195-221

  • 3.    Pramantara, B., Brathiarta, M. Dermatitis Kontak Akibat Kerja

pada Pekerja Garmen. Department of Dermatology and Venereology, Medical     School,     Udayana

University/Sanglah        Hospital

Denpasar. 2014. pp.1–11.

  • 4.    Saftarina, F., Sibero, H. T., Aditya, M., Dinanti, B. R. Prevalensi Dermatitis Kontak Akibat Kerja dan Faktor yang Mempengaruhinya pada Pekerja Cleaning Service di Rumah Sakit Umum Abdul Moeloek. Bagian Ilmu Kulit dan Kelamin, Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung. 2015.pp. 1-7.

  • 5.    Afifah N. “Faktor-Faktor yang Berubungan Dengan Kejadian Dermatitis Kontak pada Pekerja Proses Finishing Meubel Kayu di Wilayah Ciputat Timur Tahun 2012”(disertasi).            Jakarta:

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah;2012.

  • 6.    Hannam, S. Nixon, R. Occupational contact dermatitis. Australia: Australian doctor;2013.pp.25-33. Tersedia                         di:

www.australiandoctor.com.au

  • 7.    Sasseville, D. Occupational Contact Dermatitis. Allergy Asthma Clinical Immunology : 2008.4 (2): 59-6.

I--∖r—S Λ I DIRECTORY OF OPEN ACCESS

I_J‰m√∕ X-J JOURNALS

  • 8.    Suryani F. “Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Dermatitis Kontak pada Pekerja Bagian {rocessing dan Filling PT. Cosmar Indonesia Tangerang Selatan Tahun 2011”(disertasi).            Jakarta:

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah; 2011.

  • 9.    Permana MG. Dermatitis Kontak Akibat Kerja pada Tukang Cuci Mobil. Bali: Fakultas Kedokteran Universitas Udayana; 2010.

  • 10. Nuraga, W., Lestari, F., Kurniawidjaja, L. M. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Dermatitis Kontak pada Pekerja yang Terpajan dengan Bahan Kimia di Perusahaan Industri Otomotif Kawasan Industri Cibitung jawa. Jakarta : Universitas Indonesia. 2008. 12( 2): 63-70.

  • 11.    Han RT, Back SK, Lee H, Lee J, Kim H, Kim HJ, et al. Formaldehyde-Induced Aggravation of Pruritus and Dermatitis Is Associated with the Elevated Expression of Th1 Cytokines in a Rat Model of Atopic Dermatitis. 2016;1–12.

  • 12. Condé-Salazar L, Guimaraens D,Villegas      C,      Romero

MA,Gonzalez MA Occupational allergic contact dermatitis in construction workers. Contact Dermatitis. 1995. 33 :226–330

  • 13. Sularsito SA, Djuanda S. Dermatitis. Dalam: Djuanda A, kepala editor. Ilmu penyakit kulit dan kelamin edisi ke-6. Jakarta: FKUI;2011.h.129-138.

https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum