ISSN: 2303-1395              E-JURNAL MEDIKA, VOL. 8 NO.3 MARET, 2019

Ii--∖ r—∖ Λ j DIRECTORY OF OPEN ACCESS IJOURNALS

PREVALENSI DISFUNGSI SEKSUAL AKIBAT MENGGUNAKAN TIPIKAL ANTIPSIKOTIK PADA PASIEN LAKI-LAKI DENGAN SKIZOFRENIA DI RUMAH SAKIT JIWA PROVINISI BALI TAHUN 2015

I Gusti Agung Indana Surya Putra1, Ni Ketut Sri Diniari2

1Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 2Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Email : [email protected]

ABSTRAK

Skizofrenia memperlihatkan serangkaian gejala berupa gangguan konteks berpikir, persepsi, afek, motivasi, perilaku, dan fungsi interpersonal. Diperlukan terapi antipsikotik untuk menekan gejala tesebut. Kejadian Disfungsi seskual akibat penggunaan antipsikotik dilaporkan cukup tinggi pada laki-laki yang menggunakan golongan tipikal. Kasus ini sering terlewati dan tidak terlaporkan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi disfungsi seksual pada pasien laki-laki dengan skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali Tahun 2015 setelah mendapatkan obat golongan tipikal antipsikotik. Sebanyak 45 pasien laki-laki dengan skizofrenia yang mendapatkan terapi antipsikotik sekurangnya 6 bulan digunakan sebagai subjek penelitian. Variabel pada penelitian ini berupa karakteristik demografi, karakteristik medis dan gambaran disfungsi seksual dengan menggunakan kuisioner International Index of Erectile Function (IIEF) yang sudah diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia. Sebagian besar pada penelitian ini mengalami disfungsi seksual (66,6%) berupa gangguan gairah seksual (57,8%). Secara umum subjek yang menggunakan antipsikotik tipikal saja memiliki kecenderungan untuk mengalami disfungsi seksual (83,3%). Kejadian disfungsi seksual lebih banyak terjadi pada subjek yang telah menikah, tidak bekerja dan menggunakan golongan tipikal antipsikotik. Semakin lama pengobatan, akan meningkatkan kejadian disfungsi seksual. Hal tersebut tentu menyebabkan ketidaknyamanan baik secara fisik dan psikologis pada pasien skizofrenia yang berdampak pada keberhasilan terapi.

Kata kunci : Skizofrenia, Antipsikotik Tipikal, Disfungsi Seksual

ABSTRACT

Schizophrenia shows series a symptoms of impaired thinking process, perceptions, affects, motivations, behaviors, and interpersonal functions. Antipsychotic therapy needed to suppress the symptoms. Prevalence of Sexual dysfunction due to antipsychotic reported to be quite high in men using typical classes. This case often missed and unreported. This study aims to determine the prevalence of sexual dysfunction in male patients with schizophrenia with typical antipsychotic at Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali in 2015. A total of 45 male patients with schizophrenia who received antipsychotic therapy for at least 6 months were used as subjects. Variables in this study are demographic characteristics, medical characteristics and Sexual Dysfunction tools by using International Index of Erectile Function (IIEF) questionnaire that has been translated in Bahasa Indonesia. Most of these studies experienced sexual dysfunction (66.6%) in the form of sexual arousal (57.8%). In general, subjects using typical antipsychotics alone had a tendency to experience sexual dysfunction (83.3%). The incidence of sexual dysfunction more common in married subjects, unemployed and using typical antipsychotic classes. Longest treatment will increase the incidence of sexual dysfunction. This certainly causes discomfort both physically and psychologically in schizophrenic patients that impact on therapeutic sucess.

Keywords : Schizophrenia, Typical Antipsychotic, Sexual Dysfunction

I--∖r—S Λ I DIRECTORY OF OPEN ACCESS

I_J‰m√∕ X-J JOURNALS

PENDAHULUAN

Skizofrenia merupakan bentuk psikosis, yang kasusnya yang banyak ditemukan dari seluruh spektrum gangguan jiwa yang ada.1 Gejala psikotik pada skizofrenia berupa abnormalitas dalam proses pikir, persepsi, emosi serta prilaku.2 Gejala tersebut dapat dikendalikan dengan obat antipsikotik, yang terdiri dari golongan tipikal (konvensional) dan atipikal. Keduanya memiliki perbedaan dalam mekanisme kerja dan profil efek samping.3

Kasus disfungsi seksual akibat pengobatan antipsikotik dilaporkan sebesar 45% - 80%, sebagian besar terjadi pada laki-laki sehingga hal tersebut tentu mempengaruhi kepatuhan pasien dalam berobat. 4 Pada laki-laki disfungsi ereksi merupakan bentuk disfungsi seksual yang umum dilaporkan. 5

Antipsikotik berhubungan disfungsi seksual terkait dengan peningkatan kadar prolaktin.6 Efek antagonis reseptor dopaminergik (D2) pada jaras tuberoinfudibular mempengaruhi perubahan hormonal sehingga menyebabkan penurunan libido, gangguan rangsangan, dan orgasme secara tidak langsung oleh karena peningkatan kadar prolaktin4,7 Selain itu obat tersebut juga memiliki efek terhadap reseptor cholinergic, alpha adrenergic dan histaminergic yang berkontribusi terhadap kejadian disfungsi seksual. 8

Suatu studi di Nigera, menunjukan antipsikotik golongan tipikal (Haloperidol) memiliki hubungan yang signifikan dengan disfungsi seksual (gangguan ereksi dan orgasme), mungkin disebabkan karena haloperidol memiliki aktifitas yang tinggi pada reseptor D2 dan pelepasan dopamin, sehingga menghasilkan penurunan libido dan gangguan ereksi.5 Perlunya pertimbangan terhadap efek disfungsi seksual yang ditimbulkan dari penggunaan obat antipsikotik, sehingga membantu klinisi dalam meningkatkan kepatuhan dalam berobat dan kualitas hidup pasien dengan skizofrenia. 7

Adapun Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi disfungsi seksual pada laki-laki dengan skizofrenia yang mendapatkan obat antipsikotik tipikal di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali Tahun 2015.

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan desain cross sectional pada pasien rawat jalan dengan skizofrenia yang telah mendapatkan terapi antipsikotik tipikal sekurangnya 6 bulan di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali pada bulan Februari sampai dengan Oktober 2015. Cara penentuan sampel


dengan total sampling, yang berjumlah 45 orang, dimana seluruh pasien skizofrenia yang memenuhi kriteria inklusi digunakan sebagai subjek penelitian.

Adapun kriteria inklusi penelitian ini adalah pasien laki-laki berumur diantara 20 – 60 tahun dan telah menikah, memenuhi kriteria DSM-IV-TR atau PPDGJ-III untuk skizofrenia (F.20), Mendapatkan pengobatan antipsikotik sekurangnya 6 bulan (tidak mengalami gaduh gelisah) dan Bersedia ikut serta dengan menandatangani lembar persetujuan responden. Sedangkan kriteria ekslusi adalah pasien menolak ikut serta dalam penelitian ini, memiliki penyakit komorbid (kardiovaskular, neurologi dan gangguan metabolik), dan sedang menggunakan zat aditif ataupun pengobatan lain.

Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner International Index of Erectile Function (IIEF) yang sudah diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia untuk menilai fungsi seksual pada pasien laki-laki dengan skizofrenia. Yang terdiri dari 15 pertanyaan, memiliki skor 1-5, dimana nilai 0 menunjukan tidak adanya aktifitas seksual. IIEF memiliki 5 domain yaitu disfungsi ereksi, gangguan orgasme, gangguan hasrat seksual, ketidakpuasan berhubungan seksual dan ketidakpuasan seksual secara menyeluruh. Kuesioner ini memiliki koefisien reliabilitas (Cronbach’s Alpha) sebesar 0,921.5 dan telah digunakan secara internasional oleh beberapa ahli melalui tinjauan literatur pada kasus disfungsi seksual pada laki-laki.

Pengolahan serta analisis data disajikan dalam bentuk tabel dengan menggunakan program statistik komputer (SPSS 15.0 for Windows). Hasil yang diperoleh dalam bentuk presentase (%) dengan beberapa variabel yaitu karakteristik demografi, kondisi medis dan gambaran disfungsi seksual.

HASIL

Empat puluh lima respoden penelitian memiliki rerata umur 39,22 tahun (Simpang Baku 7,65). Dari Tabel 1, dapat disimpulkan bahwa sebagian besar responden berstatus kawin (88,9%), bekerja (75,6%), dan berpendidikan tinggi (82,2%).

Dalam penelitian ini karakteristik responden terbanyak dengan Skizofrenia Hebefrenik (53,3%) dengan lama pengobatan berkisar 2-5 tahun (55,6%) dan menggunakan obat golongan tipikal antipsikotik (40,0%) pada Tabel 2.

Sebagian besar responden pada penelitian ini mengalami disfungsi seksual (66,7%). Responden dikatakan mengalami


I--∖r—S Λ I DIRECTORY OF OPEN ACCESS

I_J‰m√∕ X-J JOURNALS

disfungsi seksual apabila mengalami satu atau lebih jenis disfungsi seksual (Tabel 3). Bedasarkan kategori ini maka lebih dari 50% responden mengalami gangguan gairah seksual (57,8%)

Kejadian disfungsi seksual pada responden yang telah kawin sebesar 62,5%, disfungsi ereksi merupakan jenis disfungsi seksual yang paling banyak dialami oleh responden yang telah kawin,

Bedasarkan Tabel 4, status pekerjaan responden yang tidak bekerja lebih tinggi mengalami disfungsi seksual (72,2%) dibandingkan pada responden yang bekerja (64,7%). Gangguan gairah seksual merupakan jenis yang paling banyak dialami oleh responden yang tidak bekerja (72,7%) dan responden yang bekerja (52,9%).


Semakin lama pengobatan akan semakin meningkatkan kejadian disfungsi seksual yang digambarkan pada tabel 4. Gangguan gairah seksual merupakan jenis disfungsi seksual yang paling banyak dialami oleh responden dengan lama pengobatan < 2 tahun (87,5%)

Prevalensi disfungsi seksual tertinggi terjadi pada responden yang menggunakan antipsikotik golongan tipikal (83,3%). Ketidakpuasan seksual secara menyeluruh merupakan jenis disfungsi seksual yang tidak dialami oleh semua responden yang memakai golongan obat yang berbeda.

Responden yang telah kawin 68,8% mengalami disfungsi ereksi dan menggunakan obat golongan tipikal. Presentase yang sama terdapat pada responden yang mengalami gangguan gairah seksual. Sedangkan pada responden yang duda, hampir 100% mengalami disfungsi seksual pada setiap golongan obat yang dikonsumsi (Tabel 5).


I--\f—∖ Λ j DIRECTORY OF OPEN ACCESS

I__/ V_>/ X—∕ JOURNALS

Tabcl 1. Gambaran Karakteristik

Variabcl

N (45)

%

Umur (rerata;SB)

39,22 ; 7,65

Status Perkawinan

Kawin

40

88,9

Duda

5

u,l

Status Pekerjaan

Tidak Bekerja

H

24,4

Bekerja

34

75,6

Tingkat Pendidikan

Tidak Sekolah

3

6,7

Pendidikan Dasar

5

11,1

Pendidikan Menengah

37

82,2

Cafatan, SB = Stmnano Raku

Tabcl 2. Gambaran Karakteristik Medis

Variabel

N (45)

%

Diagnosis

Skizofrenia Paranoid

16

35,6

Skizofrenia IIebefrenik

24

53,3

Skizofrenia Katatonik

2

4,4

Skizofrenia Yang Tidak Tergolongkan

2

4,4

Depresi Pasca Skizofrenia

1

2,2

Lama Pengobatan

< 2 tahun

12

26,7

2-5 tahun

25

55,6

5-10 tahun

8

17,8

Golongan Obat

Tipikal Antipsikotik

18

40,0

Atipikal Antipsikotik

16

35,6

Kombinasi

Il

24,4

Tabel 3. Gambaran Disfungsi Seksual

Variabel

N (45)

%

Disfungsi Seksual

30

66,7

Disfungsi Ereksi

21

46,7

Gangguan Orgasme

16

35,6

Gangguan Gairah Seksual

26

57,8

Ketidakpuasan berhubungan seksual

20

44,4

Ketidakpuasan seksual secara menyuluruh

2

4,4

Tabel 4. Prevalensi disfungsi seksual secara spesifik

Karakteristik demografi

Disfungsi ereksi (%)

Gangguan orgasme (%)

Gangguan gairah seksual (%)

Ketidak

puasan berhubungan seksual (%)

Ketidak puasan seksual menyeluruh (%)

Prevalensi Disfungsi seksual umum (%)

Status Perkawinan

Kawin

17(42,5)

11 (27,5)

21 (21,5)

15(37,5)

1 (23)

25 (62,5)

Duda

4(80)

5(100)

5(100)

5(100)

1(20)

5(100)

Status Pekerjaan

Tidak Beketja

6 (54,5)

6 (54,5)

8 (72,7)

7(63,6)

1 (9,1)

8 (72,7)

Bekerja

15(44,1)

10 (29,4)

18(52,9)

13 (38,2)

1 (2,9)

22 (64,7)

Diagnosis

Skizofrenia

6(37,5)

5(313)

10(62,5)

7(43,8)

1 (63)

12 (75)

Paranoid Skizofrenia

12(50)

8(333)

12(50)

10(41,7)

0(0)

14(583)

Hebefrenik

Skizofrenia

1 (50)

1 (50)

2(100)

1(50)

1(50)

2(100)

Katatonik

Skizofrenia

2(100)

2(100)

2(100)

2(100)

0(0)

2(100)

Yang Tidak Tergolongkan Depresi

0(0)

0(0)

0(0)

0(0)

0(0)

0(0)

Pasca Skizofrenia

Lama Pengobatan

< 2 tahun

4(333)

2(16,7)

6(50)

4 (33,3)

1 (8,3)

7(58,3)

2 5 tahun

10(40)

8(32)

13(52)

9(36)

1(4)

16(64)

5 10 tahun

7(87,5)

6(75)

7(873)

7 (87,5)

0(0)

7 (87,5)

Golongan Obat

Tipikal

13 (72,2)

9(50)

13(72,2)

H (61,1)

2(11,1)

15(833)

Antipsikotik Atipikal

4(25)

4(25)

5(313)

5(31,2)

0(0)

6 (37,5)

Antipsikotik Kombinasi

4 (36,4)

3 (273)

8 (72,7)

4 (36,4)

0(0)

9(81,8)

Catatan : YTT = Yang Tidak Tergolongkan

Tabcl 5. Hasil analisis miiltivariat disfungsi seksual bcdasarkan status perkawinan

ISSN:(2303-

Demografi

1395kteristik Medis

Disfungsi E ereksi

(%)

-JURNAL M orgasme (%)

EDIKA,aVO Gairah seksual (%)

L. 8 NO.3 MA puasan berhubungan seksual (%)

ET, 2019 puasan seksual

secara menyeluruh (%)

Status Perkawinan

Golongan Obat

Kawin

Tipikal Antipsikotik

11 (68,8)

7 (43,8)

11 (68,8)

9 (56,2)

1 (6,2)

Atipikal Ancipsikotik

2(15,4)

1 (7,7)

2(15,4)

2(15,4)

0(0)

Kombinasi

4 (36,4)

3 (27,3)

8 (72,7)

4 (36,4)

0(0)

Duda

Tipikal Antipsikotik

2(66,7)

2(100)

2 (IOO)

2(IOO)

1 (50)

Atipikal Antipsikotik

2 (IOO)

3(IOO)

3 (IOO)

3(IOO)

0(0)

PEMBAHASAN

Penelitian ini melihat prevalensi disfungsi seksual pada pasien laki-laki dengan skizofrenia di poliklinik rawat jalan Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali Tahun 2015. Sekitar 68% responden setidaknya mengalami satu atau lebih jenis disfungsi seksual. Presentase disfungsi seksual pada penelitian ini konsisten bila dibandingkan dengan penelitian yang dilaporkan sebelumnya6 dan lebih besar dibandingkan penelitian yang dilakukan di Nigeria sebesar 40%.5

Disfungsi ereksi merupakan jenis disfungsi seksual yang paling banyak dialami pada responden yang telah kawin pada penelitian ini. Presentase yang tinggi mungkin terkait frekuensi aktifitas seksual bersama pasangannya untuk prorekreasi dalam perkawinan. Sehingga menunjukan responden laki-laki yang menikah dan aktif secara seksual cenderung mengalami disfungsi ereksi daripada responden yang duda.9

Disfungsi ereksi mereka yang menggunakan obat golongan tipikal antipsikotik perlu mendapat perhatian serius karena mempengaruhi kepatuhan pasien dalam berobat dan berdampak pada kualitas hidup.5

Responden yang tidak bekerja mengalami kecenderungan lebih tinggi untuk terjadi disfungsi seksual bila dibandingkan pada responden yang bekerja. Hal ini mungkin disebabkan adanya penggantian peran kepala keluarga dalam rumah tangga, sehingga membentuk perasaan malu dan kecemasan pada pasangan laki-laki.5 Kecemasan menyebabkan kurang responsifnya terhadap stimuli seksual, terutama tingkat kecemasan yang tinggi.10 Dalam penelitian ini gangguan gairah seksual terjadi paling banyak dialami pada responden yang tidak bekerja (72,7%) Laporan bedasarkan penelitian sebelumnya bahwa seseorang yang tidak bekerja dan mengalami gangguan mental dikaitkan dengan stigmatisasi diri dan lingkungan yang berdampak pada kinerja seksual.5

Terkait penggunaan obat, prevalensi disfungsi seksual tertinggi pada responden yang menggunakan obat golongan tipikal antipsikotik pada penelitian ini sebesar 83,3%, hal ini konsisten dengan penelitian sebelumnya yang dilaporkan sebesar 45-80%. Dimana hal tersebut didasari oleh beberapa mekanisme yaitu: antagonis resptor histamin, antagonis reseptor dopamin, antagonis reseptor dopamin D2, antagonis reseptor kolinergik, dan antagonis reseptor alpha andrenergic.5

Seluruh golongan obat antipsikotik mempunyai kemampuan dalam menghambat reseptor D2 pada daerah mesolimbik dan mesokortikal. Adanya hambatan resptor D2 pada sel lactotroph menyebabkan hiperprolaktinemia, akibat hilangnya dopamin sebagai penghambat pelepasan prolaktin pada kelenjar pituitari anterior.11 Antipsikotik tipikal secara signifikan meningkatkan kadar prolaktin.6

Penggunaan selama 3 minggu sampai dengan 9 minggu obat golongan tipikal antipsikotik meningkatkan kadar prolaktin sampai dengan 10 kali.5 Peningkatan kadar prolaktin menyebabkan penurunan libido, gangguan gairah seksual dan gangguan orgasme.12

Disfungsi seksual akibat menggunakan antipsikotik disebabkan oleh hormon prolaktin, bedasarkan penelitian sebelumnya didapatkan peningkatan serum prolaktin pada pasien dengan disfungsi seksual, terutama disfungsi ereksi, meskipun belum diketahui secara pasti bagaimana mekanisme hormon tersebut mempengaruhi kempuan seksual laki-laki.13

Studi lain menyatakan peningkatan kadar prolaktin pada laki-laki berkaitan dengan rendahnya kadar serum testosteron total dan bebas, sehingga menyebabkan disfungsi orgasme dan gangguan ejakulasi.6

Gangguan psikopatologis berat yang dialami pasien mengharuskan penggunaan obat golongan tipikal antipsikotik yang poten.5 Penggunaan obat antipsikotik yang bekerja

I--∖r—S Λ I DIRECTORY OF OPEN ACCESS

I_J‰m√∕ X-J JOURNALS

poten sebagai antagonis reseptor dopamin D2 dalam jangka panjang seperti haloperidol, risperidone dan paliperidone berkolerasi dengan kejadian hiperprolaktinemia.14

Penelitian ini menunjukan bahwa responden yang telah kawin, menggunakan obat golongan tipikal antipsikotik cenderung mengalami disfungsi ereksi (68,8%), presentase yang sama juga terdapat pada responden yang mengalami gangguan gairah seksual. Temuan ini juga dilaporkan pada penelitian sebelumnya.5 Masalah ini dapat menganggu kenikmatan secara subjektif dan dapat mempengaruhi tahapan lain dari siklus respon seksual.10

Penelitian lain melaporkan kejadian disfungsi seksual lebih tinggi pada penggun risperdone dibandingkan obat golongan atipikal antipsikotik lain seperti clozapine dan olanzapine.13 Studi lain menunjukan kejadian disfungsi seksual tidak berbeda bermakna bedasarkan penggunaan obat (risperidone dengan tipikal antipsikotik).6 Penggunaan olanzapine, risperidone, clozapine, haloperidol dan thioridazine sebagai monoterapi dihubungkan dengan peningkatan kejadian disfungsi seksual.14 Pada penelitian di Nigeria didapatkan bahwa responden yang menggunakan kombinasi antipsikotik cenderung lebih besar mengalami efek disfungsi seksual.5 Sedangkan pada penelitian ini lebih banyak terjadi pada responden yang menggunakan obat golongan tipikal antipsikotik secara monoterapi.

Perbedaan hasil antara penelitian ini dengan hasil penelitian pada penelitian lain perlu dianalisis lebih lanjut. Perihal yang diduga menyebabkan perbedaan hasil yaitu perbedaan karakteristik demografi responden yang berbeda, kondisi klinis pasien skizofrenia (adanya komorbid lain dan penggunan pengobatan yang lain yang tumpang tindih dengan antipsikotik), faktor metodologi seperti jumlah sampel, dan penggunaan kuesioner International Index of Erectile Function (IIEF).

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, prevalensi disfungsi seksual tertinggi terjadi pada responden yang menggunakan obat golongan tipikal antipsikotik sebesar 83,3% bedasarkan golongan obat yang digunakan. Responden yang telah kawin sebesar 68,8% mengalami disfungsi ereksi dan menggunakan obat golongan tipikal antipsikotik. Presentase yang sama terdapat pada responden yang mengalami gangguan gairah seksual.

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.       Ida Ayu Putu Asthi Damayanti. &

Agustina   Konginan, Cognitive

Adaptation  Training  (CAT) pada

Skizofrenia, Surabaya, Jurnal Psikiatri Surabaya, 2014.

  • 2.    Richard P. Halgin & Sussan Krause

Whitbourne, Psikologi abnormal: perspektif  klinis pada  gangguan

psikologis  Edisi  keenam, Jakarta,

Salemba Humanika. 2011.

  • 3.      Cornelius Katona, Claudia Cooper

Marry Robertson, At a aglance psikiatri. Edisi keempat, Bandung: Penerbit Erlangga, 2012.

  • 4.     Yeon Won Park, Yoseok Kim, Ju Ho

Lee. Antipsychotic-Induced Sexual Dysfunction and Its Management. World Journal Mens Health, 2012. 30 (3). 153-159.

  • 5.      Aina Kikelomo Oyekanmi, Adegoke

Oloruntoba Adelufosi, Olukayode Abayomi, dkk. Demographic and clinical correlates of sexual dysfunction among Nigerian male outpatients     on     conventional

antipsychotic   medications. BMC

Research Note, 2012. 5 (1), 1-7.

  • 6.      Hong Liu-Seifert, Bruce J Kinon,

Christopher J Tennan, dkk. Sexual dysfunction in patient with schizophrenia      treated      with

conventional antipsychotics or risperidone. Dove Medical Press,. 2009. 5 (1), 47-45.

  • 7.      Xiang Rong Zhang, Zhi Jun Zhang,

Rong Xin Zhu,   dkk.   Sexual

dysfunction in male schizophrenia: influence of antipsychotic drugs, prolactin and polymorphisms of the dopamine D2 receptor genes. Pharmacogenomics, 2011.  12  (8)

1127-1136.

  • 8.      Ahmed Mahmoud, Karen P Hayhurst,

dkk.       Second       Generation

Antipsychotics   Imporve Sexual

Dysfunction in  Schizophrenia: A

Randomised Control Trial. Hindawi Publishing Corporation, 2011. 11 (1). 1-6.

  • 9.      Juan A. Gallego, Jimm Neilsen, Marc

De Hert, dkk. Safety and tolerability of antipsychotic polypharmacy. National Institute of Health, 2012. 11 (4), 527-524.

  • 10.     Thomas F. Oltmanns, & Robert E.

Emery Psikologi abnormal. Edisi

ISSN: 2303-1395              E-JURNAL MEDIKA, VOL. 8 NO.3 MARET, 2019

Ii--∖ r—∖ Λ j DIRECTORY OF OPEN ACCESS I∖-^J JOURNALS

ketujuh. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2013.

  • 11.     Deana L. Kelly, Heidi J Wehring,

Amber K Earl, dkk. Treating symptomatic hyperprolactinemia in women     with     schizophrenia:

presentation of the ongoing DAAMSEL clinical trial (Dopamine partial Agonist, Aripiprazole, for the management of symptomatic elevated prolactin). BMC Psychiatri, 2013. 13 (2), 1-14.

  • 12.    Park K., Hwang EC, Kim SO, dkk.

Prevalence and medical management of erectile dysfunction in Asia. Asian Journal of Andrology, 2011. 13 (1), 543-549.

  • 13.    Xiang Rong Zhang, Zhi Jun Zhang, Rong Xin Zhu, dkk. The Effect of Chronic Antipsychotic Drug on Hypothalamic Expression of Neural Nitric Oxide Synthase and Dopamine D2 Receptor in the Male Rat. PloS ONE, 2012. 7 (4), 1-7.

  • 14.     Alberto Chiesa, Valentina Leucci,

Alessandro       Serreti,       dkk.

Antipsychotics      and      sexual

dysfunction:          epidemiology,

mechanisms and management. Clinical Neuropsychiatry, 2013.  10

(1), 31-36.

https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum