FARMAKOTERAPI ALOPESIA ANDROGENETIK PADA LAKI-LAKI

1Riezky Januar Pramitha, 2 I.G.N Sri Wiryawan, 2Ni Made Linawati, 3Luh Made Mas Rusyati

  • 1Mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 2

  • 2 Bagian Histologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 3Bagian/ SMF Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah

ABSTRAK

Alopesia androgenetik adalah penipisan rambut akibat adanya rangsangan hormon androgen terhadap folikel rambut. Angka insiden pada laki-laki lebih tinggi dibandingkan pada wanita, hal ini disebabkan karena laki-laki memiliki kadar 5α reductase yang lebih tinggi. Kondisi ini dapat menimbulkan efek baik psikis maupun psikologis kepada pasien. Efek psikis akibat kebotakan menyebabkan hilangnya fungsi rambut sebagai proteksi terhadap panas, dingin dan trauma. Sedangkan secara psikologis dapat mempengaruhi kepercayaan diri dan persepsi terhadap diri pasien. Alopesia androgenetik pada laki – laki dipengaruhi oleh adanya androgen dihydrotestosterone dan predisposisi genetik, walaupun secara fisiologi masih belum jelas. Modalitas dalam penatalaksanaan pasien alopesia androgenetik pada laki – laki antara lain dengan farmakoterapi, transplantasi rambut dan pendekatan kosmetik. Menurut Food and Drug Administration (FDA), terdapat dua obat utama yang aman dan efektif diberikan dalam jangka waktu lama kepada laki – laki dengan alopesia androgenetik yaitu minoxidil dan finasteride. Walaupun mekanisme kerja dan rute pemberiannya berbeda, namun kedua obat tersebut memiliki keefektifan yang sama dalam menghentikan progresifitas alopesia androgenetik pada laki – laki.

Kata Kunci : Alopesia androgenetik , minoxidil , finasteride

PHARMACOTHERAPY ALOPECIA ANDROGENETIC IN MEN

ABSTRACT

Androgenetic alopecia is hair thinning due to the stimulation of hair follicles to androgens. Incidence in men is higher than in women, it is because men have a degree higher 5α reductase. This condition can cause both physical and psychological effects to the patient. Physical effects due to baldness cause hair loss as a function of protection against heat, cold and trauma. While psychologically can affect self-esteem and self-perception of the patient. Androgenetic alopecia in men influenced by the androgen dihydrotestosterone and genetic predisposition, although the physiology remains unclear. Modality in the management of androgenetic alopecia in males patients including pharmacotherapy, hair transplants and cosmetic approach. According to the Food and Drug Administration (FDA), there are two main drugs are safe and effective in the long term given to men with androgenetic alopecia are minoxidil and finasteride. Although the mechanism of action and route of administration are different, but both drugs have similar effectiveness in stopping the progression of androgenetic alopecia in men.

Keywords: androgenetic alopecia, minoxidil , finasteride

PENDAHULUAN

Rambut pada manusia terdapat pada hampir seluruh permukaan kulit kecuali pada telapak tangan, telapak kaki, bibir, kuku dan sebagian genitalia. Pertumbuhan rambut pada manusia tidak kontinu melainkan mengikuti suatu siklus antara lain fase tumbuh (anagen), fase transisi (catagen) dan fase istirahat (telogen). Berbagai faktor mempengaruhi pertumbuhan rambut manusia antara lain faktor herediter, hormonal, metabolism, nutrisi, vaskularisasi, peradangan dan obat-obatan.1 Kelainan rambut baik itu yang menyebabkan kebotakan atau pertumbuhan berlebih dapat menimbulkan efek fisik dan psikologis pada penderita. Kebotakan (alopesia) dapat mengenai seluruh rambut kepala (alopesia totalis) atau mengenai seluruh rambut yang ada di tubuh (alopesia universalis). Walaupun sebenarnya penyebab alopesia masih belum jelas namun pada umumnya alopesia dapat dibagi berdasarkan pengamatan morfologi menjadi dua kelompok yaitu alopesia dengan sikatrik

yang bersifat permanen dan alopesia non sikatrik yang masih memberikan harapan pertumbuhan rambut. Salah satu alopesia non sikatrik yang banyak terjadi di masyarakat adalah alopesia androgenetik.2

Alopesia androgenetik adalah penipisan rambut akibat adanya rangsangan hormon androgen terhadap folikel rambut yang memiliki predisposisi. Predisposisi ini dipengaruhi oleh faktor genetik dan faktor peningkatan usia.2 Penipisan rambut ini baik pada laki – laki maupun pada wanita biasanya dimulai antara usia 12 dan 40 tahun dengan mengikuti pola polygenic. Pada laki-laki dikenal dengan male pattern hair loss, sedangkan pada wanita dikenal dengan female pattern hair loss. Angka insiden pada laki-laki lebih tinggi dibandingkan pada wanita, hal ini disebabkan karena laki-laki memiliki kadar 5α reductase yang lebih tinggi. 5α reductase berperan dalam mengubah hormon testosteron menjadi dihydrotestosterone (DHT). DHT kemudian berikatan dengan reseptor androgen pada folikel–folikel rambut untuk membentuk hormone-receptor complex dan mengaktifkan gen yang secara bertahap berfungsi mentransformasi folikel terminal besar menjadi folikel yang lebih kecil (miniaturized). Folikel rambut yang mengalami miniaturisasi ini yang menjadi karakteristik dari alopesia adrogenetik.3 Secara epidemiologi menujukkan bahwa prevalensi alopesia adrogenetik pada laki-laki meningkat seiring bertambahnya usia. Dalam suatu penelitian menunjukkan bahwa hampir 30% kasus terjadi pada laki-laki kulit putih berusia 30 tahun, 50% pada usia 50 tahun dan 80% pada usia 70 tahun. Angka insidennya juga dipegaruhi oleh ras, dimana laki-laki kulit putih memiliki angka insiden lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki Asian, American Idia dan African. Ditemukan juga penigkatan insiden benign prostatic hypertrophy (BPH) pada laki-laki dengan alopesia 2 adrogenetik.

Alopesia adrogenetik dapat menimbulkan gangguan baik fisik maupun psikososial. Secara fisik rambut berfugsi sebagai proteksi terhadap cahaya matahari, dingin dan trauma mekanis. Sehingga laki-laki dengan alopesia adrogenetik mengalami peningkatan resiko kanker kulit akibat tidak adanya proteksi terhadap ultraviolet. Sedangkan secara psikososial, kebotakan pada laki-laki cederung dapat menguragi kepercayaan diri dan mempegaruhi persepsi orang lain terhadap dirinya. Manajemen alopesia adrogenetik pada laki-laki sekarang dapat dilakukan melalui pendekatan secara medikamentosa maupun dengan trasplatasi rambut. Farmakoterapi yang tersedia sekarang diketahui dapat membantu untuk menghentikan atau secara parsial mengembalikan rambut yang rontok dan dapat merangsang kembali pertumbuhan rambut. Berdasarkan Food and Drug Administration (FDA) terdapat dua macam obat yaitu minoxidil dan finasteride yang aman dan efektif diberikan dalam jangka waktu lama bagi pasien laki-laki dengan alopesia adrogenetik. Kedua obat tersebut mempengaruhi siklus pertumbuhan rambut dan meningkatkan panjang dan diameter rambut dengan mekanisme yang berbeda.Mengingat harga transplantasi rambut yang mahal dan sulit dijangkau oleh semua kalangan, diharapkan dengan adanya obat – obatan ini dapat membantu pasien – pasien dengan alopecia androgenetik 2,3

SIKLUS PERTUMBUHAN RAMBUT NORMAL

Alopesia androgenetik baik pada laki-laki maupun pada wanita menyebabkan perubahan yang reversible pada siklus pertumbuhan rambut. Oleh karena itu pemahaman mengenai siklus pertumbuhan rambut normal, penting untuk dapat mengerti mengenai permasalahan rambut seperti yang terlihat pada Gambar1 .1

Rambut manusia secara normal dapat diklasifikasikan berdasarkan siklus aktivitas folikel rambut yaitu :

  • •    Rambut anagen adalah rambut yang sedang tumbuh. Mempunyai masa tumbuh 2 sampai 6 tahun, dengan rata-rata 3 tahun. Pada fase ini sel-sel folikel rambut berkembang dan sel-sel epidermal yang mengelilingi dermal papilla pada pangkal rambut mengalami keratinisasi.

  • •    Rambut catagen adalah rambut transisi antara fase tumbuh dan fase istirahat. Masa transisi ini berlangsung selama 1 sampai 2 minggu.

  • •    Rambut telogen adalah rambut dalam fase istirahat yang menetap untuk beberapa waktu sebelum terlepas atau gugur. Untuk rambut kepala masa istirahat sekitar 100 hari ( 3 – 5 bulan)

Siklus folikel rambut terjadi diantara pangkal folikel dan tonjolan tempat menempelnya arrector pili muscle seperti yang terlihat pada gambar 2.6 Pangkal rambut tersusun dari matriks – matriks rambut yang mengelilingi dermal papilla. Dermal papilla tersusun dari sel papillary masenkimal yang dikelilingi oleh matriks ektraseluler. Selama fase catagen, pangkal folikel rambut naik sampai ke tonjolan arrector pili muscle sedangkan dermal papilla tetap berada di bawah. Selama fase telogen, dermal papilla menjadi lebih kecil dibandingkan sebelumnya dan pada akhir dari fase telogen, rambut terlepas dan memulai siklus berikutnya. 2,4 Setiap harinya sekitar 100 batang rambut telogen terlepas dari kulit kepala dan dengan jumlah yang hampir sama akan digantikan oleh rambut anagen. Durasi fase anagen menentukakkan panjang rambut dan volume pangkal rambut menentukkan diameternya.3,5 Normalnya setiap siklus pada folikel rambut terjadi

secara independent, jadi ketika beberapa folikel rambut mengalami fase tumbuh, folikel rambut lainnya mengalami fase istirahat dan gugur. Oleh karena itu jumlah dan densitas rambut kepala tetap stabil.1 Secara normal jumlah rambut kepala dewasa sekitar 100.000 batang, terdiri dari 90% rambut anagen, 1% rambut catagen dan 9% rambut telogen.

Rambut manusia juga dapat digolongkan menjadi rambut lanugo, vellus dan rambut terminal. Rambut lanugo adalah rambut halus yang terdapat pada tubuh fetus. Rambut lanugo kemudian digantikkan dengan rambut vellus dan rambut terminal. Rambut vellus adalah rambut halus, pendek dan tidak berpigmen, sedangkan rambut terminal adalah rambut yang tebal, kasar dan berwarna lebih gelap. Rambut terminal biasanya terdapat pada wajah, dada dan abdomen laki – laki, sedangkan rambut vellus lebih dominant pada wanita.2,3,4

PATOFISIOLOGI

Alopesia androgenetik pada laki – laki ditandai dengan adanya penurunan densitas rambut terminal dan peningkatan densitas rambut vellus secara progresif. Suatu penelitian terhadap spesimen biopsi dari 106 laki –laki dengan kebotakan dan 44 laki – laki tidak botak sebagai control. Diperoleh bahwa rasio antara rambut terminal dan rambut vellus pada laki –laki tidak botak adalah 7:1, sedangkan pada laki – laki botak adalah 2:1.2 Walaupun mekanisme terjadinya masih belum jelas, namun terdapat tiga mekanisme yang diterima saat ini. Mekanisme pertama akibat adanya miniaturisasi rambut kepala yang menyebabkan pemendekkan dan penipisan rambut. Miniaturisasi rambut ini dapat terjadi pada 1 atau beberapa siklus rambut, dan biasanya terjadi pada fase anagen. Pemendekan fase anagen menyebabkan rambut tidak dapat berdiferensiasi. Mekanisme kedua adalah akibat

pemanjangan dari fase telogen. Mekanisme ketiga adalah akibat terjadinya pemanjangan fase kenogen ( fase antara fase telogen dan fase anagen) sehingga terjadinya keterlambatan pergantian rambut telogen yang telah lepas oleh rambut anagen.

Dalam patofisiologi alopesia androgenetik juga diperkirakan adanya peranan dari dihydrotestosterone (DHT). DHT di sintesis dari testosteron oleh 5α-reductase tipe 1 dan tipe 2. Dalam peranannya pada alopesia androgenetik, 5α-reductase tipe 2 berperan lebih penting dibandingkan dengan tipe 1. Hal ini karena tipe 2 banyak terdapat pada dermal pappila dari folikel rambut dan jaringan lain yang tergantung androgen seperti kelenjar prostate dan bertanggung jawab terhadap dua per tiga DHT dalam sirkulasi. Sedangkan tipe 1 banyak terdistribusi di kulit terutama di kelenjar sebasea dan folikel rambut dan bertanggung jawab terhadap sepertiga DHT dalam sirkulasi. 4,7

Folikel rambut pasien alopesia androgenetik baik pada laki – laki maupun pada perempuan memiliki peningkatan aktivitas 5α-reductase dan DHT. DHT berikatan dengan reseptor androgen dan membentuk hormone – receptor complex, kemudian mengaktifkan gen yang secara bertahap berperan mengubah folikel terminal menjadi folikel rambut vellus atau dikenal dengan proses miniaturisasi. Terjadi pemendekkan fase anagen dan penurunan ukuran matrix rambut sehingga menghasilkan folikel rambut yang lebih pendek dan halus. Dalam suatu penelitian melalui biopsi kulit kepala pada laki – laki dan wanita, ditemukkan bahwa kadar 5α-reductase tipe 1, tipe 2 dan reseptor androgen pada folikel rambut frontal laki –laki lebih tinggi dibandingkan pada wanita. Sedangkan wanita memiliki kadar cytochrome P-450 aromatase yang lebih tinggi dibandingkan pada laki –laki. Cytochrome P-450 aromatase berfungsi untuk mengubah testosteron menjadi estradiol. Oleh karena itu tingkat keparahan alopesia androgenetik pada laki –laki lebih tinggi dibandingkan pada

wanita, karena lebih banyak testosteron yang diubah menjadi DHT dari pada menjadi estradiol akibat tingginya kadar 5α-reductase dan rendahnya cytochrome P-450 aromatase. Jadi yang menentukkan karakteristik miniaturisasi folikel rambut pada alopesia androgenetik adalah kadar 5α-reductase dan DHT.5

Alopesia androgenetik pada laki – laki melibatkan suatu pola herediter yang belum sepenuhnya dimengerti. Beberapa hipotesis menyebutkan bahwa adanya peranan single autosomal dominant gen, single pair sex-linked factor dan polygenic inheritance. Tidak adanya riwayat keluarga, tidak sepenuhnya dapat mengeksklusi diagnosis alopesia adnrogenetik. Walaupun adanya androgen dan predisposisi genetik memegang peranan penting dalam alopesia androgenetik pada laki – laki, namun sebenarnya patofisiologi mengenai kondisi ini masih belum dapat dimengerti sepenuhnya.4

DIAGNOSIS

Dalam menegakkan diagnosis alopesia androgenetik pada laki – laki, dapat dimulai dengan mengenali gejala-gejala klinis, anamnesis dan pemeriksaan fisik. Secara klinis kebotakan pada laki – laki dengan alopesia androgenetik berlangsung progresif dan dengan pola karakteristik tertentu. Transisi rambut terminal yang tebal dan berpigmen menjadi rambut vellus yang tipis, pendek dan tidak berpigmen terjadi secara bertahap. Kerontokan rambut bertahap dari bagian vertex dan frontal gambar 3.5 Gejala awal diawali dengan pemunduran pada garis rambut frontal sehingga dahi terlihat bertambah lebar dan menipisnya rambut pada daerah vertex, kemudian secara progresif diikuti dengan kebotakan pada daerah frontal dan vertex. Pada kondisi yang berat, seringkali rambut hanya terdapat pada bagian temporal, parietal dan occipital saja.2

Secara klinis seperti yang terlihat pada gambar 4 dan gambar 5, untuk membantu menegakkan diagnosis dan mengevaluasi kebotakan, progresifitas kebotakan pada pasien laki – laki dengan alopesia androgenetik dapat diklasifikasikan menjadi 7 katagori dan beberapa subkatagori menurut skala Hamilton – Norwood.8

Penegakkan diagnosis dengan anamnesis terutama dengan mencari adanya riwayat keluarga dan sifat (pola) kerontokan rambut. Walaupun beberapa penelitian menyebutkan bahwa tidak adanya riwayat keluarga, tidak dapat langsung mengeksklusi diagnosis alopesia androgenetik.4

Pemeriksaan fisik pada alopesia secara umum dapat dilakukan dengan mengevaluasi rambut dan kulit kepala serta menentukkan derajat dan pola kerontokan rambut. Untuk batang rambut kita nilai bagaimana panjang, diameter dan kerusakannya sedangkan untuk kulit kepala kita evaluasi apakah ada peradangan ataupun eritema. Dalam klinik dapat juga dilakukan dengan menggunakan teknik hair – pull test, yaitu suatu metode dengan menarik beberapa helai rambut (25 – 50 helai) secara gentle dari bagian pangkal sampai ke ujung rambut. Normalnya hanya sekitar 1 – 2 helai rambut yang terlepas, jika lebih dari 4 – 6 rambut ikut tertarik, ada indikasi terjadi alopesia. Pemeriksaan mikroskopik diperlukan untuk menentukan jenis alopesia.1 Biopsi dipakai untuk mengkonfirmasi diagnosis alopesia androgenetik, namun ini masih jarang digunakkan. Perubahan karakteristik histopatologi pada laki – laki dengan alopesia androgenetik ditandai dengan:

  • •    peningkatan densitas rambut vellus secara progresif ( Rambut vellus adalah rambut dengan diameter ≤0,03 mm dan lebih tipis dibandingkan dengan folikel akar)

  • •    penurunan densitas rambut terminal (diameter >0,03 lebih tebal dibandingkan folikel akar)

2

  • •    penurunan rasio antara rambut terminal dengan rambut vellus dari 7:1 menjadi 2:1.2

PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan alopesia androgenetik pada laki – laki dapat dilakukan dengan beberapa pilihan seperti farmakoterapi, operasi dengan transplantasi rambut dan secara kosmetik. Apapun pengobatan yang diberikan kepada pasien, sebelumnya perlu kita pertimbangkan apa pengaruh penyakit tersebut terhadap dirinya dan apa harapan pasien terhadap pengobatan yang akan dilakukan. Pertanyaan sederhana seperti ini dapat membantu kita untuk menentukan rekomendasi yang diperlukan oleh pasien. Walaupun saat ini telah tersedia modalitas terapi yang dapat memperbaiki pertumbuhan rambut dan memberikan kepuasan kepada pasien akan penampilannya, namun tidak semua pengobatan berhasil pada semua individu. Oleh karena itu penting halnya untuk menginformasikan kepada pasien mengenai keuntungan dan kelebihan dari setiap modalitas terapi. 2

FARMAKOTERAPI ALOPESIA ANDROGENETIK PADA LAKI - LAKI

Farmakoterapi yang tersedia sekarang diketahui dapat membantu untuk menghentikan atau secara parsial mengembalikan rambut yang rontok dan dapat merangsang kembali pertumbuhan rambut. Berdasarkan Food and Drug Administration (FDA) terdapat dua macam obat yaitu minoxidil dan finasteride yang aman dan efektif diberikan dalam jangka waktu lama bagi pasien laki-laki dengan alopesia adrogenetik. Kedua obat tersebut memiliki mekanisme kerja dan rute pemberian yang berbeda. Kedua obat tersebut lebih

sering diberikan sebagai monoterapi dari pada kombinasi. Farmakoterapi tersebut juga sering diberikan kepada pasien yang akan melakukan transplantasi rambut guna meminimalkan jumlah rambut yang diperlukan untuk transplantasi, sehingga tetap terlihat alami. Suatu penelitian yang dilakukan selama 24 bulan pada 99 pasien yang diterapi dengan minoxidil dan finasteride, menunjukkan bahwa kedua obat tersebut memiliki efektivitas yang sama dalam menghentikan progresifitas alopesia androgenetik. Walaupun kedua obat tersebut dapat menghentikan dan merangsang kembali pertumbuhan rambut, namun sebenarnya tidak ada satu obatpun yang secara sempurna dapat mengembalikan kebotakan rambut.2 Diperlukan pemakaian dalam jangka waktu lama untuk mendapatkan efektivitas yang maximal dari kedua obat tersebut. Jika pengobatan dihentikan, maka efek obat akan hilang selama beberapa bulan dan kondisi rambut akan kembali seperti sebelum mendapatkan pengobatan. Pengobatan seharusnya tetap dilakukan selama 12 bulan sebelum memutuskan apakah obat tersebut bermanfaat atau tidak.4

  • I.    Minoxidil

Pertama kali diperkenalkan pada tahun 1970-an sebagai obat sistemik untuk hipertensi yang dapat menyebabkan hypertrichosis. Sekarang dalam bentuk larutan 2% dan 5%, minoxidil diberikan secara topikal untuk mengobati alopesia androgenetik pada laki – laki maupun pada perempuan. Merupakan potassium channel opener, namun mekanisme kerja dalam perananya mengobati alopesia androgenetik pada laki – laki tidak diketahui.2

Fungsi Minoxidil antara lain memperpanjang durasi fase anagen, mengurangi kerontokan rambut, meningkatkan densitas rambut dan efek angiogeniknya dapat mengembalikan folikel rambut yang mengalami miniaturisasi. Minoxidil bekerja lebih baik pada daerah yang banyak mengandung folikel rambut yang mengalami miniaturisasi.

Puncak pertumbuhan rambut terjadi kira -kira 4 bulan setelah obat diberikan. Suatu penelitian double blind dengan placebo sebagai control melakukan riset kepada sejumlah pasien laki – laki dengan alopesia androgenetik, 157 pasien diberikan minoxidil larutan 5%, 158 pasien dengan larutan 2% dan 78 pasien diberikan placebo. Penelitian ini dilakukan setelah 48 minggu pengobatan diberikan, ternyata diperoleh hasil bahwa dengan pengobatan memperbaiki densitas rambut lebih baik dibandingkan tanpa pengobatan dan larutan minoxidil 5% memberikan respon yang lebih cepat dan kuat dibandingkan dengan larutan 2%. Dengan pemberian minoxidil 5% mengalami peningkatan target area hair count sebesar 18,6/cm2, 12,7/cm2 untuklarutan 2% dan 3,9/cm2 dengan placebo. Sedangkan menurut expert panel review of global photograph, terjadi peningkatan densitas rambut yang signifikan yaitu 57,9% dengan larutan 5% , 40,8% dengan larutan 2% dan 23,2% 2

dengan placebo.2

Untuk memaksimalkan efek pengobatan, pasien tidak boleh membasahi kulit kepala setidaknya 1 jam setelah pemberian minoxidil agar absorbsi obat dapat maximal. Selain itu agar absorbsi obat tidak terganggu, sebaiknya larutan minoxidil dioleskan sebelum pemakaian hair gel atau hair spray. Pemakaian minoxidil harus dilakukan secara rutin setiap harinya( diberikan 2x sehari), jika pengobatan dihentikan selama beberapa bulan maka kulit kepala akan kembali seperti sebelum pengobatan diberikan. Pasien yang sebelumnya menggunakan minoxidil, kemudian ingin mengganti dengan finasteride, maka pasien tersebut sebaiknya tetap melanjutkan pemakaian minoxidil selama 4 bulan setelah terapi finasteride dimulai. Tujuannya adalah untuk mencegah terjadinya kerontokan rambut setelah penghentian pemakaian minoxidil.2,3,9

Pasien juga perlu diinformasikan bahwa 2 - 8 minggu setelah terapi dimulai, ada kemungkinan akan timbul gejala telogen effluvium. Oleh karena itu perlu dijelaskan kepada pasien bahwa gejala tersebut hanya timbul sementara jadi pasien harus tetap melanjutkan pengobatan. Secara umum, minoxidil aman diberikan untuk pemakaian jangka waktu lama. Efek samping utama yaitu menyebabkan irritant contact dermatitis seperti 2 gatal, bersisik, erithema, dan hanya sedikit yang menyebabkan allergic contact dermatitis.2 Efek samping ini lebih sering diakibatkan karena pemakaian larutan minoxidil 5% dibandingkan dengan larutan minoxidil 2%.4,9

  • II.    Finasteride

Pada mulanya finasteride dengan dosis 5 mg diperkenalkan sebagai obat untuk menangani Benign Prostatic Hyperplasia (BPH).2 Namun sekarang finasteride dengan dosis 1 mg yang diberikan secara oral digunakan secara luas untuk mengobati alopesia androgenetik pada laki – laki. Finasteride secara selektif menghambat kerja 5α-reductase tipe 2 , yaitu suatu isoenzim yang berfungsi untuk mengubah testosteron menjadi DHT.4 Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa DHT merupakan hormon modulator yang memegang peranan penting dalam mendukung terjadinya alopesia androgenetik pada laki – laki. Finasteride ini berfungsi menurunkan konsentrasi DHT serum, DHT pada prostate, dan konsentrasi DHT pada kulit kepala sekitar 60% sampai 70%, selain itu obat ini berfungsi menghambat atau mengembalikan folikel rambut yang mengalami miniaturisasi sehingga jika dengan hasil biopsi pada kulit kepala akan memperlihatkan adanya perbaikan rasio antara rambut terminal dengan rambut vellus. Manfaat finasteride dibuktikan dalam suatu penelitian yang dilakukan selama 5 tahun dengan melibatkan laki laki yang mengalami

alopesia androgenetik. Laki – laki berusia sekitar 18 – 41 tahun yang terutama mengalami kebotakan di daerah vertex, diberikan pengobatan dengan 1 mg finasteride atau dengan placebo. Ternyata dibandingkan dengan placebo, finasteride dapat mengurangi kerontokan rambut dan meningkatkan densitas rambut. 9 Tejadi peningkatan target area hair count sebesar 16,9/cm2 dengan pemakaian fiasteride dan 4,1/cm2 dengan placebo. Pada tahun pertama dan kedua pemakaian finasteride menunjukkan peningkatan pertumbuhan rambut sebesar 48% dan 66% sedangkan dengan placebo hanya sekitar 7%. Berdasarkan hasil pemotretan menunjukkan hampir 90% pasien dengan finasteride menunjukkan perbaikan pertumbuhan rambut, sedangkan dengan placebo hanya sekitar 25%. Kebanyakan pasien yang menerima pengobatan dengan finasteride merasa puas dengan pengobatannya setelah pemakaian secara rutin selama 5 tahun. Penghentian pemakaian finasteride menyebabkan kadar DHT kembali seperti sebelum mendapatkan pengobatan dan semua efek positif dari pemakaian finasteride akan hilang dalam 12 bulan.2,4 Oleh karena itu, untuk memperoleh hasil yang maximal, finasteride seharusnya dikonsumsi secara rutin setiap harinya dalam jangka waktu yang lama.4 Finasteride dimetabolisme oleh hati, oleh karena itu perlu hati – hati dalam meresepkan kepada pasien yang memiliki gangguan fungsi hati. Pengobatan dengan finasteride tidak efektif jika diberikan kepada pasien laki – laki berusia 60 tahun atau lebih. Hal ini diakibatkan karena aktivitas 5α-reductase tipe 2 pada kulit kepala tidak setinggi seperti pada laki – laki muda. Ini dapat menjelaskan mengapa pada pasien laki – laki mengalami perbaikan gejala saat berusia 60 atau 70 tahun.3 Efek samping terutama timbul 1 tahun setelah pengobatan. Gejala yang sering dilaporkan adalah permasalahan pada fungsi seksual. Sekitar 1,8% pasien mengalami penurunan libido, 1,3% mengalami disfungsi ereksi dan sekitar 1,2 persen mengalami gangguan ejakulasi. Efek samping akibat

pemakaian finasteride ini mengalami penurunan sekitar 0,3% dengan melanjutkan pengobatan finasteride selama 5 tahun atau setelah beberapa hari atau beberapa minggu setelah pemgobatan dihentikan.2 Obat ini tidak secara signifikan merubah kadar hormon gonadotropin dalam serum (leutinizing hormone dan follicle – stimulating hormone) ataupun rasio estrogen-testosteron. Walaupun sebenarnya kadar estrogen dan testosteron meningkat selama pengobatan (kira – kira 15%).7 Kadar finasteride pada semen laki – laki yang menjalani pengobatan sangatlah rendah sehingga tidak menimbulkan resiko kepada wanita hamil dan janinnya.4,10

Finasteride diperkirakan dapat mengurangi kadar total serum Prostat Spesific Antigen (PSA) akibat efek dari berkurangnya DHT pada prostat. Oleh karena itu ditemukan bahwa pengobatan dengan 5 mg finasteride dapat mencegah atau memperlambat terjadinya kanker prostate. Namun apakah dengan dosis 1 mg untuk mengobati kebotakan pada laki – laki juga memberikan efek yang sama masih belum diketahui.2

RINGKASAN

Alopesia androgenetik adalah penipisan rambut akibat adanya rangsangan hormon androgen terhadap folikel rambut. Kondisi ini dapat menimbulkan efek baik psikis maupun psikologis kepada pasien. Efek psikis akibat kebotakan menyebabkan hilangnya fungsi rambut sebagai proteksi terhadap panas, dingin dan trauma. Sedangkan secara psikologis dapat mempengaruhi kepercayaan diri dan persepsi terhadap diri pasien. Alopesia androgenetik pada laki – laki dipengaruhi oleh adanya androgen dihydrotestosterone dan predisposisi genetik, walaupun secara fisiologi masih belum jelas.

Modalitas dalam penatalaksanaan pasien alopesia androgeneti pada laki – laki antara lain dengan farmakoterapi, transplantasi rambut dan pendekatan kosmetik. Terapi

apapun yang diberikan kepada pasien, penting halnya untuk memahami pengaruh penyakit tersebut terhadap diri pasien dan harapan pasien terhadap hasil pengobatan yang dilakukan. Menurut Food and Drug Administration (FDA), terdapat dua obat utama yang aman dan efektif diberikan dalam jangka waktu lama kepada laki – laki dengan alopesia androgenetik yaitu minoxidil dan finasteride. Walaupun mekanisme kerja dan rute pemberiannya berbeda, namun kedua obat tersebut memiliki keefektifan yang sama dalam menghentikan progresifitas alopesia androgenetik pada laki – laki.

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    Harrison S, Bergfeld W. Diffuse hair loss : Its triggers and management. Cleveland Clinic Journal of Medicine. 2009; 76 : 361-367.

  • 2.    Stough D, Stenn K, Haber R, Parsley WM, Vogel JE, Whiting DA, dkk. Psychological Effect, Pathophysiology, and Management of Androgenetic Alopecia in Men.Mayo Clinic Proceeding. 2005; 80(10) : 1316-1322.

  • 3.    Hunt N, Mchale S. The Psychological impact of alopecia. Journal of Personality and Sosial Psychology. 2007:20:362-364

  • 4.    Thomas J. Androgenetic Alopecia – Current Status. Indian J Dermatol. 2005; 50(4) : 179-190.

  • 5.    Price VH. Androgenetic Alopecia in Women. Jid Symposium Proceeding. 2003; 8 : 2427.

  • 6.    Hair Structure and Hair Life Cycle 2007 (diakses 20 Januari 2010) .Diunduh dari URL : http://www.revalid.com/all_about_hair/hair_structure.html

  • 7.    Canguven O, Burnett AL. The Effect of 5α-Reductase Inhibitors on Erectile Function. Journal of Andrology. 2008; 29: 514-523.

  • 8.    Classification of Baldness 2003 (diakses 4 Januari 2010). Diunduh dari URL : http://www.medscape.com/viewarticle/460579_5Fro

  • 9.    Messenger AG, Rundegren J.Minoxidil : Mechanism of action on hair growth. British Journal of Dermatology. 2004 : 150:186-194

  • 10.    Price VH. Treatment of Hair Loss. N Engl J Med. 2004; 341 : 964-973.

Gambar 1. Siklus pertumbuhan rambut normal 1

Hair Structure

EPIDERLflS

INTERNAL ROOT

SEBACEOUS OLAMD

Section

PAPILLA

Gambar 2. Diagram Struktur Rambut 6


Gambar 3. Diagram bagian – bagian pada kulit kepala. 5




TII Vertex



VII


8

Gambar 4. Klasifikasi Hamilton – Norwood.8

Gambar 5. Sub katagori klasifikasi Hamilton – Norwood.8

20