KOMBINASI ESZOPICLONE DAN MIND-BODY THERAPY SEBAGAI STRATEGI BARU DALAM PENATALAKSANAAN INSOMNIA

AAD Dalem Dwi Putra

Bagian / SMF Psikiatri Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah / Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

ABSTRAK

Insomnia merupakan suatu gangguan yang ditandai dengan kesulitan dalam memulai tidur; mempertahankan tidur; atau tidur yang tidak menyegarkan selama 1 bulan atau lebih, sehingga menyebabkan gangguan klinis signifikan atau distress. Kasus insomnia mempengaruhi hingga 15% - 40% populasi dunia secara umum dan lebih sering dialami oleh perempuan dibandingkan laki-laki terutama pada usia 65 -79 tahun. Sebanyak 14% kasus insomnia juga ditemukan pada usia 18 – 34 tahun. Insomnia apabila dibiarkan dalam jangka waktu lama dapat mengganggu performa pekerjaan dan menurunkan kualitas hidup seseorang. Strategi penatalaksanaan terbaru saat ini adalah dengan pemberian derivat nonbenzodiazepine seperti eszopiclone yang disertai dengan latihan mind-body therapy (MBT). Penatalaksanaan dengan strategi ini dapat mengurangi efek samping yang lebih berat dari pengobatan konvensional, namun secara farmakoekonomik eszopiclone masih belum terjangkau sehingga dibutuhkan MBT untuk mengurangi frekuensi dan durasi penggunaan obat.

Kata kunci : insomnia, eszopiclone, mind-body therapy

COMBINATION OF ESZOPICLONE AND MIND-BODY

THERAPY AS NOVEL STRATEGY IN INSOMNIA TREATMENT

ABSTRACT

Insomnia is defined as a disorder of difficulty initiating sleep, difficulty maintaining sleep, sleep is not fresh during 1 month or more that makes a significant clinical disturbance or distress. Insomnia affects 15% to 40% of world general population and predominantly in women 65 to 79 years. Insomnia also reported in individuals aged 18 to 34 years. If neglected for a long time, insomnia can diminish job performance and quality of live for each individuals. The new strategy to solve this problem in the future is combining pharmacotherapy like eszopiclone a nonbenzodiazepine derivate and mind-body therapy (MBT) to the patients. It can lowering severe risk of conventional drugs side effects, but from pharmacoeconomic this drug is not costly effective. It must combine with MBT to decrease frequency and duration of drug consumption.

Keywords : insomnia, eszopiclone, mind-body therapy

PENDAHULUAN

Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders fourth edition (DSM-IV) mendefinisikan insomnia sebagai  suatu  kesulitan  dalam memulai tidur;

mempertahankan tidur; atau tidur yang tidak menyegarkan selama 1 bulan atau lebih, sehingga menyebabkan gangguan klinis signifikan atau distress.1 Sebuah studi mengungkapkan bahwa kejadian insomnia mempengaruhi hingga 15% - 40% populasi dunia. Insomnia memiliki predominansi terhadap perempuan. Sekitar 25% kasus 2 insomnia dialami pada usia 65 -79 tahun dan 14% terjadi pada usia 18 – 34 tahun.2 Penelitian yang dikerjakan oleh Buysse dkk pada 216 pasien, menunjukkan prevalensi insomnia sekunder lebih banyak daripada yang primer dan sering terkait dengan gangguan mental, gangguan pernafasan atau fisik, dan penggunaan obat-obatan.3

Penanganan insomnia tidak mudah, bila dibiarkan dalam jangka waktu lama dapat mengganggu performa pekerjaan dan menurunkan kualitas hidup seseorang. Obat-obatan yang digunakan untuk penanganan insomnia biasanya berasal dari golongan hypnotic drugs/agent seperti hipnotik benzodiazepine. Obat ini sangat popular karena murah dan mudah didapat. Akan tetapi, laporan mengenai intoleransi, ketergantungan dan banyaknya efek samping menyebabkan benzodiazepine tidak nyaman untuk digunakan.1,2,3 Efek samping benzodiazepine diantaranya : penekanan sistem saraf pusat termasuk pusat pernafasan, efek sedasi intoleran, amnesia, gangguan psikomotor, rasa nyeri setelah bangun tidur, pusing, dan hipotensi.1,2 Saat ini telah ada strategi baru untuk mengurangi efek samping pengobatan konvensional, yaitu dengan mengkombinasikan obat baru golongan eszopiclone dan Mind-Body Therapy pada pasien Insomnia yang akan dikaji lebih lanjut. Selain itu akan dibahas juga mengenai fisiologi tidur beserta kaitannya terhadap insomnia.

MEKANISME TIDUR NORMAL DAN INSOMNIA

Manusia dewasa tidur hampir sepertiga waktu hidupnya. Saat tidur, terjadi proses yang bersifat dinamis, bersiklus dan memiliki tahapan yang berbeda. Tidur terbagi ke dalam 2 tipe : Non Rapid Eye Movement (NREM) dan Rapid Eye Movement (REM).4

Tidur malam yang normal terdiri dari siklus konstan antara tidur NREM dengan tidur REM. Pada usia dewasa muda, hanya terjadi 4-6 siklus tidur setiap malamnya, yang berawal dari tidur NREM. Orang dewasa dapat memulai tidur dalam waktu 15-20 menit, dan mengalami tidur laten selama 30 menit. Lebih dari itu dikatakan mengalami pemanjangan. Tidur laten didefinisikan sebagai waktu yang dibutuhkan untuk mencapai onset tidur dimulai dari waktu seseorang berbaring dan mematikan penerangan. Tidur NREM terbagi menjadi 4 tahap. Tahap 1 NREM berlangsung beberapa menit dan masuk ke tahap 2, begitu juga selanjutnya masuk ke tahap 3 dan 4. Kemudian masuk ke tahap tidur REM setelah melewati fase REM laten. REM laten merupakan istilah berupa interval diantara onset tidur tahap 1 NREM dengan periode awal tidur REM. Biasanya berlangsung selama 90 menit dan berlangsung konstan dalam siklusnya. Setelah semuanya terlewati dari onset awal tidur hingga akhir tidur REM disebut satu siklus tidur, dan akan berulang ke siklus selanjutnya.5

Tahap 1 dan 2 disebut tidur ringan, tahap 3 dan 4 disebut tidur dalam. Hasil pemeriksaan menggunakan electroencephalography (EEG) pada tidur tahap 1 menemukan dominasi ritme gelombang theta dibandingkan ritme gelombang alpha. Ritme tersebut memiliki amplitudo rendah bercampur dengan aktivitas gelombang delta.5 Tahap 1 meliputi 5% keseluruhan waktu tidur. Ditandai dengan pergerakan lambat pada bola mata dengan arah horizontal.4

Tahap 2 meliputi 55% waktu tidur.4 Fase ditandai dengan munculnya kompleks K (gelombang tajam negatif diikuti komponen positif) pada rekaman EEG. Pada saat ini muncul aktivitas gelombang theta dan gelombang delta bervoltase rendah atau sedang, nampak pada sleep spindle.5

Tahap 3 ditandai dengan penemuan aktivitas gelombang delta bervoltase tinggi sebanyak 20%. Jika aktivitas gelombang delta bervoltase tinggi mencapai 50%, maka akan masuk tidur NREM tahap 4.5 Dua puluh persen dari total waktu tidur saat malam hari, merupakan fase tidur tahap 3 dan 4.4

Saat malam hari, tidur REM pada manusia dewasa muncul setelah 90-100 menit setelah onset tidur, yang akan diikuti dengan tidur NREM. Tidur REM rata-rata berlangsung singkat dalam semalam. Secara progresif durasinya akan memanjang, yang paling lama terjadi saat pagi hari. Tidur REM pada bayi dapat mencapai 50-80% total tidur, sedangkan pada usia 2 tahun dan orang dewasa akan menurun frekuensinya hingga 20%. Tidur REM ditandai aktivitas gelombang theta dan gelombang delta yang tidak beraturan. Gelombang ini memiliki voltase rendah (mirip tahap 1 tidur NREM). Tidur REM juga ditandai dengan penurunan aktivitas otot (atonia pada seluruh otot, kecuali otot pernafasan) dan pergerakan cepat dari bola mata (saat bola mata bergerak cepat, EEG menangkap ritme gelombang delta atau theta).5

Stimulasi pada bagian hipotalamus posterior, di daerah rostral bagian otak tengah, menghasilkan arousal yang dimediasi neuron histaminergik. Neuron ini menghubungkan sel-sel batang otak dengan sel-sel yang berada di otak depan. Kerusakan pada bagian ini menimbulkan peningkatan jumlah tidur. Sama halnya dengan memberikan antihistamin. Sebaliknya pada hipotalamus anterior dan batas

bagian basal otak depan dengan cepat memicu kondisi tidur. Lesi di bagian ini dapat

menyebabkan berkurangnya waktu tidur (memicu insomnia).5,6 Neurotransmiter inhibitor Gamma Amino Butyric Acid (GABA) / non-REM-on cells merupakan mediatornya. Sel-sel tersebut dapat memicu tidur dengan menghambat sel-sel histaminergik pada hipotalamus posterior begitu juga yang dilakukan pada nuklei retikularis oralis pontis di otak tengah yang memicu arousal. GABA aktif saat tidur NREM dan inaktif saat tidur REM.6

Secara fisiologis, tidur NREM diatur oleh interaksi antara mekanisme sleepinducing dengan arousal. Neuron GABAergik yang terdapat di nuklei retikularis membangkitkan aksi potensial dengan membuka kanal ion klorida, sehingga membiarkan kalsium masuk ke sel-sel retikularis. Kanal akan membuka saat kondisi hiperpolarisasi. Setelah kalsium mencapai tahap spike, saat ini membran berada pada kondisi hiperpolar, dan memulai sebuah proses. Siklus ini menimbulkan rhythmic firing. Akhirnya molekul GABA dilepas oleh neuron retikularis yang membuat neuron thalamokortikal menjadi hiperpolar. Hiperpolarisasi untuk kedua kalinya menyebabkan rebound low-threshold calcium spike di sel-sel thalamokortikal, memicu synchronized postsynaptic potentials di dalam neuron kortikal. Potensial ini memicu gelombang kumparan yang muncul pada saat seseorang tidur (dilihat menggunakan EEG).6

Tidur REM diatur oleh nuklei yang berada di perbatasan antara otak tengah dengan pons. Selama tidur REM gelombang lambat dihalangi dan voltase gelombang menurun pada EEG. Sistem arousal yang berasal dari neuron-neuron kolinergik otak tengah dan perbatasan pons dorsal merupakan komponen penting dalam hal ini.Kebanyak dari sel-sel kolinergik aktif saat tidur REM dan dalam kondisi sadar. Aktivitasnya berpengaruh terhadap penghalangan gelombang lambat. Asetilkolin dan transmitter lainnya dilepas dengan cara mendepolarisasi sel-sel kolinergik yang

mengaktivasi low-threshold kanal ion kalsium. Hal ini memicu timbulnya rhythmic firing pada neuron retikularis. Mengakibatkan sel-sel pada cabang thalamokortikal menjadi asinkron dan menimbulkan gelombang bervoltase rendah pada EEG sesuai karakteristik tidur REM.6

Pengaturan di atas sering dimanfaatkan sebagai dasar pemikiran dalam menciptakan sebuah terapi bagi pasien insomnia. Terutama memanfaatkan reseptor benzodiazepine yang bertetangga dengan reseptor GABA (khususnya GABAA) yang berhadapan dengan subunit alfa dan gama untuk memberikan efek tidur. Reseptor ini tidak mempengaruhi kanal ion klorida secara langsung, tapi membantu reseptor GABA untuk meningkatkan afinitas terhadap setiap molekul GABA yang ada (pelepasan molekul GABA dibantu oleh reseptor GABAB yang berhubungan dengan protein G pada kanal potassium dan kalsium), sehingga dapat meningkatkan influk ion klorida dan menimbulkan kondisi hiperpolar.7

Reseptor benzodiazepine ada tiga. Dua reseptor berada di sentral dan satu lagi di perifer. Benzodiazepine-1 (Ω-1) receptor terletak di sepanjang sistem saraf pusat dan mengandung subunit alfa. Reseptor ini memediasi efek sedatif, hipnotik, dan antianxiety dari agonis reseptor benzodiazepine. Benzodiazepine-2 (Ω-2) receptor merupakan kelompok reseptor heterogenus mengandung subunit α2, α3 atau α5 yang berada di korteks, hipokampus, striatum, spinal cord dan neuron pyramidal. Reseptor ini memediasi terjadinya anxiolisis, relaksasi otot, sedasi depresi sistem saraf pusat, gangguan psikomotor dan berkontribusi terhadap efek antikonvulsan. Benzodiazepine-3 (Ω-3) receptor terletak di glial dan sel-sel otak lainnya, terutama berada di bagian luar membran mitokondria dan berkontribusi terhadap toleransi maupun withdrawal.7

Stimulasi beberapa neurokimia berkontribusi terhadap proses tidur. Aktivitasnya

berbeda dalam setiap tahap tidur.

Tabel 1. Aktivitas subpopulasi kelompok sel dalam kondisi sadar, tidur gelombang lambat dan tidur REM.4

Nukleus

Neurotransmiter

Primer

Kondisi

Sadar

Tidur

Gelombang

Lambat

Tidur

REM

Nuklei

Pedunkulopontin

Asetilkolin

Meningkat

Menurun

Meningkat

Lokus Koreuleus

Norepinefrin

Meningkat

Meningkat

Menurun

Nuklei Rafe

Serotonin

Meningkat

Meningkat

Menurun

Substansia Nigra

Dopamin

Meningkat

Menurun

Meningkat

Lesi pada nuklei rafe dapat menimbulkan kondisi terjaga karena terjadi penghambatan

4 pengeluaran serotonin.

PENANGANAN INSOMNIA

Pada beberapa kasus, terapi kombinasi menjanjikan dalam penanganan insomnia, yaitu dengan menggabungkan antara farmakoterapi dengan nonfarmakoterapi. Saat ini terapi, eszopiclone dari golongan agen hipnotik nonbenzodiazepine dapat menjadi pertimbangan. Golongan ini telah mendapat persetujuan untuk digunakan dalam kasus insomnia oleh FDA pada tanggal 15 Desember tahun 2004.8 Meskipun demikian agen-agen hipnotik seperti eszopiclone tidak boleh digunakan sendiri karena beberapa alasan.2 Meskipun aman obat ini tetap memiliki efek samping dan biaya yang dikeluarkan untuk penggunaan jangka panjang cukup menjadi masalah. Kombinasi

nonfarmakoterapi seperti mind-body medicine/therapy dapat menjadi alternatif sehingga pemberian obat dapat dikurangi secara bertahap.

Farmakoterapi

Eszopiclone merupakan dekstrorotatori enansiomer, sebuah substansi aktif optikal yang memutar bidang plane-polarized light clockwise, diberi simbol “d” dan dikenal dengan sebutan dekstro dari rasemik zopiclone (rasemik - berkaitan dengan bahan kimia yang mengandung dekstrorotatori dan levorotatori dalam jumlah ekual dan tidak memutar bidang incident polarized light). Memiliki pusat chiral tunggal dengan sebuah konfigurasi-S(+). Chiral merupakan suatu karakteristik struktural molekul.9 Jadi eszopiclone merupakan S-isomer zopiclone.2,8,9 Zopiclone sendiri juga merupakan agen hipnotik nonbenzodiazepine yang bekerja secara agonis pada sebagian reseptor benzodiazepine.7,8 Obat ini telah beredar di Eropa sejak tahun 1992.8

Penggunaan golongan ini diindikasikan pada penanganan insomnia untuk pasien yang berusia lebih dari atau sama dengan 18 tahun. Berbeda dengan benzodiazepine, 8 obat ini tidak ada pengaruh jika digunakan dalam waktu yang tidak ditentukan.8

Mekanisme kerja eszopiclone yang sesungguhnya tidak diketahui.2 Gamma Amino Butyric Acid (GABA) merupakan neurotransmitter inhibisi yang penting pada otak mamalia. Sekitar 30%, GABA ditemukan di sinap-sinap yang berada di sistem saraf pusat. Neurotransmiter tersebut merupakan hal penting untuk sasaran obat-obatan dengan efek hipnotik. Sebab obat golongan ini bekerja secara selektif mempengaruhi reseptor GABA. Pada sistem saraf pusat manusia terdapat sejumlah reseptor GABA (GABAA, GABAB dan GABAC). Reseptor GABAA merupakan tempat derifat cyclopyrorolone seperti eszopiclone bekerja, untuk mengatur fungsi GABAergik.

Kebanyakan reseptor GABAA berisis subunit alpha, beta dan gama yang mengandung

isoform multipel atau varian : α16, β13 dan γ13. Eszopiclone berikatan dengan seluruh subtipe GABAA. Meskipun demikian, mekanisme aksinya tidak sama dengan benzodiazepine. Golongan ini memiliki selektivitas tertentu pada subunit-subunit GABAA, sehingga ada perbedaan efek yang ditimbulkan dalam mekanisme kerjanya, seperti : efek samping ringan pada rebound insomnia dan fenomena withdrawal yang timbul saat pemberian eszopiclone pada pasien insomnia.9

Eszopiclone diserap cepat lewat pemberian oral begitu juga distribusinya ke seluruh jaringan termasuk ke otak.8,9 Golongan obat ini memiliki ikatan lemah terhadap plasma protein, sehingga tidak diberikan bersamaan dengan obat-obatan yang berikatan kuat dengan protein plasma. Eszopiclone membutuhkan waktu 1-1.6 jam untuk bisa mencapai konsentrasi puncak plasma setelah diberikan dalam dosis tunggal sebanyak 3mg. Waktu paruh eliminasi fase terminal obat baru tercapai setelah 6 jam. Golongan ini dimetabolisme di hati secara ekstensif. Bertujuan membentuk derifat seperti (S)-N-desmethyl zopiclone (metabolit tidak aktif) dan (S)-zopiclone-N-oxide (metabolit kurang aktif yang memberi efek hipnotik). Derifat N-oxide diketahui memberi kontribusi sebagai pemicu kantuk/tidur dan pemelihara kondisi tidur. Penelitian in vitro menunjukkan CYP3A4 dan CYP2E1 merupakan enzim utama yang terlibat dalam metabolism eszopiclone. Enzim CYP2C8 juga berkontribusi dalam pembentukan (S)-zopiclone-N-oxide. Setelah pemberian oral, obat secara predominan akan diekskresi lewat urin sebagai hasil metabolisme. Kurang dari 10% yang dikeluarkan dalam bentuk rasemik eszopiclone secara utuh. Pemberian obat golongan ini pada pasien berusia lebih dari 65 tahun atau pada pasien yang memiliki gangguan fungsi hati akan menurunkan clearance metabolik eszopiclone. Sehingga dapat meningkatkan waktu paruh obat. Untuk itu pengurangan dosis perlu dilakukan. Pemberian eszopiclone pada pasien

dengan gangguan fungsi ginjal, tidak menimbulkan perubahan terhadap clearance

metabolic obat. Sehingga tidak perlu penyesuaian dosis obat dalam pemberiannya.9

Dosis awal yang direkomendasikan pada pasien, kecuali orang tua adalah 2 mg, diminum segera sebelum waktu tidur. Dosis dapat dimulai ataupun ditingkatkan sebanyak 3 mg bila ada indikasi klinis. Dosis 3 mg sangat efektif untuk memelihara kondisi tidur selama 7 jam. Mengkonsumsi eszopiclone setelah makan-makanan tinggi lemak akan menurunkan penyerapan maupun efek esopiclone pada kasus tidur laten.8,9

Beberapa kondisi tertentu membutuhkan pengawasan dalam pemberiannya. Dosis yang dianjurkan pada orang tua yang mengalami insomnia adalah 1 mg, diminum saat sebelum tidur. Dapat dinaikkan menjadi 2 mg bila ada indikasi klinis sulit mempertahankan tidur. Bila pasien memiliki gangguan fungsi hati berat atau sedang menggunakan CYP3A4 inhibitor, dosis tidak dianjurkan lebih dari 1mg. Jika diperlukan, pemberian eszopiclone bersamaan dengan CYP3A4 inhibitor dapat ditingkatkan dosisnya hingga 2 mg. Golongan obat ini dapat diberikan pada ibu hamil dan menyusui. Pemberiannya harus hati-hati dengan memperhatikan efek manfaat dan 8 efek samping obat.8

Beberapa interaksi obat dapat terjadi. Penggunaan eszopiclone bersama dengan obat yang bekerja di sistem saraf pusat tidak menimbulkan perubahan dalam farmakodinamik maupun farmakokinetik, sama dengan pemberian digoxin ataupun warfarin. Pemberian bersamaan dengan ethanol dapat menimbulkan gangguan psikomotor. Obat-obatan seperti clarithromycin, itraconazole, ketoconazole dan ritonavir dapat meningkatkan area under the concentration curve (AUC – digunakan untuk menetapkan parameter farmakokinetik seperti clearance atau bioavaibilitas)

hingga tiga kali lipat. Obat-obatan tersebut memiliki kemampuan menghambat

CYP3A4, sehingga dapat meningkatkan konsentrasi dalam plasma dan saat puncak konsentrasi, selain menurunkan metabolismenya. Berbeda halnya dengan penggunaan rifampicin, obat ini justru memicu CYP3A4, sehingga mempengaruhi ekspos obat (terkait berapa lama obat berada dalam tubuh).9

Studi mengenai penggunaan eszopiclone pada pasien dewasa (dengan dosis 3 mg selama 44 malam) dan pasien lansia (2 mg selama 14 malam), untuk mengungkap efek samping penggunaan obat. Kebanyakan pasien mengeluhkan rasa tidak nyaman diikuti sakit kepala, dyspepsia, rasa nyeri, diare, mulut kering, pusing dan accidental trauma. Penghentian penggunaan eszopiclone, setelah aktif menggunakan obat dalam dosis 2 mg dapat menimbulkan rebound insomnia. Penghentian penggunaan dalam dosis 3 mg akan menimbulkan hal yang sama namun tidak signifikan, setelah pemberhentian obat selama 3 hari. Obat ditoleransi dengan baik, namun berdasarkan studi yang dilakukan Zammit pada orang tua selama 6 minggu, menyatakan adanya gejala withdrawal dan ketergantungan akibat euphoria. Oleh karena itu perlu mendapat kontrol, terutama bagi pasien yang pernah menjadi pecandu obat.8,9

Esopiclone tersedia dalam bentuk tablet 1mg, 2mg dan 3mg. Harga tiap tabletnya US$ 2.88 atau setara dengan Rp. 28.000,00 dikonversi menurut nilai tukar Bank Sentral Indonesia, tertanggal 21 November 2012 untuk kurs jual dolar Amerika Serikat. Harga obat ini lebih mahal dibandingkan obat-obatan konvensional lainnya. Jadi perlu diperhatikan bila ingin menggunakan dalam jangka waktu lama.8,9

Nonfarmakoterapi

Mind Body Therapy (MBT) merupakan suatu intervensi yang menggunakan teknik bervariasi digunakan untuk meningkatkan kemampuan pikiran sehingga dapat

mempengaruhi fungsi tubuh dan memperbaiki keluhan. Contohnya : berimajinasi,

meditasi, yoga, terapi musik, berdoa, journaling, biofeedback, humor, tai chi dan terapi seni.10 Diantara teknik-teknik tersebut, relaksasi dan meditasi paling banyak dipilih oleh masyarakat, mencapai 10-16.3%. Berdasarkan review uji coba dan meta analisa, MBT memberi manfaat terapi bila diberikan tunggal ataupun sebagai adjuvan terapi farmakologi.11

Dalam meditasi telah diterapkan teknik relaksasi, sehingga meditasi merupakan terapi alternatif yang memiliki sifat praktis dan bermanfaat. Meditasi adalah suatu proses pemusatan perhatian yang menyebar menjadi satu perhatian, dilakukan secara sadar. Proses berjalan bertahap sesuai keteraturan latihan, dapat dilanjutkan dalam kehidupan sehari-hari. Pengalaman yang diperoleh akan merangsang untuk terus mencoba dan tanpa disadari mampu berjalan baik. Sebelum melakukan meditasi terlebih 12 dahulu haruslah diberikan pemahaman bagaimana mencoba mengatasi masalah.12

Jika seseorang telah melakukan meditasi, maka organ, sel dan semua zat yang ada dalam tubuh akan mengalami homeostasis, bergerak, berfungsi dalam keadaan seimbang, serta bekerja dalam keadaan teratur. Semua alat tubuh akan berfungsi maksimal. Meditasi menimbulkan perubahan fisiologis yang disebut sebagai respon relaksasi, yaitu integrasi respon mind body : menurunnya pemakaian oksigen, denyut jantung, pernafasan, tekanan darah, dan kadar asam laktat dalam darah, resistensi kulit menigkat dan terjadi perubahan aliran darah. Perubahan-perubahan ini sesuai dengan menurunnya aktivitas sistem saraf simpatis sebagai akibat dari menurunnya respon organ akhir terhadap norepinefrin. Triman dkk meneliti 69 orang yang berpengalaman melakukan meditasi (>15 tahun) dari aliran kepercayaan di Surabaya dan membandingkannya dengan 69 orang kontrol yang tidak pernah melakukan meditasi. Kemudian dilakukan pemeriksaan EEG, ditemukan penurunan jumlah gelombang alfa

dan terletak lebih ke sentral, sedangkan gelombang beta menurun dan tersebar di frontosentralis. Sedangkan pada kontrol, gelombang alfa dan beta meningkat juga tetap pada posisi semula. Gelombang theta meningkat sesudah melakukan meditasi, pada kontrol menurun. Hal ini menyatakan bahwa terjadinya perubahan gambaran EEG, peningkatan gelombang alfa dan theta menunjukkan mereka yang melakukan meditasi ada dalam keadaan seperti tidur, tetapi tetap terjaga. Melihat kembali siklus fisiologis 12

tidur. Kondisi ini mirip dengan tidur NREM yang diikuti dengan tidur REM.12

Jika pasien insomnia ingin mengurangi penggunaan obat untuk memperbaiki kualitas hidupnya, maka latihan relaksasi untuk istirahat dan tidur mejadi fokus utama setelah memusatkan pikiran (meditasi). Relaksasi dilakukan dengan berbaring. Jika tidak memungkinkan, lakukan dengan duduk atau posisi yang dirasakan nyaman. Kemudian lanjutkan ke tahap berikutnya sambil mengikuti langkah-langkah 12

selanjutnya.

  • 1.    Minta pasien merasakan seluruh otot dan organ tubuh dalam keadaan lemas (relaksasi).

  • 2.    Menutup mata perlahan.

  • 3.    Mengosongkan pikiran, perasaan, dan angan-angan. Biarkan tubuh dan mental beristirahat.

  • 4.    Minta untuk merasakan getaran atau tenaga dari ujung-ujung jari kaki, perlahan naik ke lutut, kemudian ke pangkal paha, rasakan getaran lewat otot-otot.

  • 5.    Lalu rasakan getaran/tenaga menyebar ke perut. Rasakan getaran/tenaga pada otot-otot dan organ dalam perut, sampai semua getaran menurun (istirahat).

  • 6.    Naikkan getaran sampai dada. Rasakan gerakan pernafasan perlahan dan melemah, denyut jantung pada dad kiri perlahan melemah.

  • 7.    Kemudian minta untuk merasakan getaran dari bokong dan sumsum tulang belakang bagian bawah, naik ke bahu secara perlahan. Rasakan seluruh otot yang dilalui dalam

keadaan relaksasi.

  • 8.    Rasakan getaran/tenaga dari ujung jari tangan ke bahu, naik pelan-pelan. Rasakan dengan keadaan relaksasi.

  • 9.    Selanjutnya minta untuk merasakan seluruh getaran/tenaga yang datang dari dada, punggung, dan lengan menyatu sampai leher. Rasakan otot-otot di leher dalam keadaan relaksasi.

  • 10.    Rasakan getaran/tenaga naik ke muka. Rasakan seluruh otot muka, otot mata dalam keadaan relaksasi.

  • 11.    Rasakan getaran/tenaga sampai otak secara perlahan melemah atau istirahat.

  • 12.    Rasakan tenaga keluar dari ubun-ubun.

  • 13.    Lanjutkan dengan meminta merasakan tenaga dari luar masuk ke tubuh lewat ubun-ubun, turun ke otak, muka, leher, ke bawah lengan, jung jari tangan, ke dada turun sampai perut, ke punggung turun sampai bokong dan dari bokong juga perut bersamaan turun sampai ujung jari kaki.

  • 14.    Ulangi beberapa kali cara di atas. Jika pasien tertidur biarkan terus tertidur, hingga otomatis terbangun.

  • 15.    Setelah pasien merasa segar, sebelum bangun kembalikan keadaan seperti semula. Merasakan otot dan organ tubuh berfungsi seperti semula termasuk pikiran bekerja seperti biasa. Setelah pasien sadar ada di tempatnya, baru minta membuka mata.

Teknik relaksasi meditasi dilakukan dalam waktu 10-15 menit. Relaksasi seperti di atas dapat dilakukan sendiri, sehabis bekerja berat, merasa lelah dan saat menjelang tidur.12

RINGKASAN

Menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders fourth edition (DSM-IV), insomnia merupakan suatu keluhan yang dialami pasien berupa kesulitan dalam memulai tidur; memelihara kondisi tidur; atau tidur yang tidak menyegarkan selama 1 bulan atau lebih. sehingga menyebabkan gangguan klinis signifikan atau distress. Obat-obatan yang digunakan untuk penanganan insomnia biasanya berasal dari golongan hypnotic drugs/agent seperti hipnotik benzodiazepine. Akan tetapi, intoleransi, ketergantungan dan banyaknya efek samping menyebabkan benzodiazepine tidak aman untuk digunakan. Eszopiclone merupakan golongan obat yang dapat digunakan untuk menggantikan benzodiazepine. Mekanisme kerjanya masih belum diketahui. Tapi dalam dosis yang dianjurkan, eszopiclone efektif untuk menangani insomnia. Diperkirakan mekanismenya berasal dari rangsangan terhadap reseptor neurotransmitter inhibitor seperti GABAA, sehingga menimbulkan efek hipnotik. Eszopiclone memiliki efek samping ringan dan penggunaanya dapat ditoleransi dengan baik. Meskipun demikian eszopiclone tidak boleh digunakan sendiri karena beberapa alasan, seperti efek withdrawal dan euphoria yang mengakibatkan ketergantungan. Harganya pun relatif mahal. Kombinasi eszopiclone dengan Mind Body Therapy (MBT) diperlukan bagi pasien yang ingin meningkatkan kualitas hidup tanpa harus bergantung pada obat, sehingga penggunaan obat dapat berkurang dan secara bertahap digantikan dengan MBT untuk mencapai cost effective terapi. Berdasarkan eviden yang ada, MBT seperti meditasi efektif sebagai ajuvan terapi farmakologi. MBT dapat digunakan secara tunggal ataupun kombinasi dengan agen hipnotik. Aplikasinya praktis, salah satu bentuk terapinya terdiri dari pemusatan pikiran dan 15 langkah mencapai kondisi relaksasi. Terapi tersebut hanya membutuhkan waktu 10-15 menit dalam pelaksanaannya.

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    Sadock BJ, Sadock VA, Ruiz P. Sleep Disorders. Kaplan & Sadock’s Comprehensive Textbook of Psychiatry Volume II. 9th ed. Philadelphia: Lippincot Williams & Wilkins. 2009. h. 2150-56.

  • 2.    Najib J. Eszopiclone, a Nonbenzodiazepine Sedative-Hypnotic Agent for the Treatment of Transient and Chronic Insomnia. Journal of Clinical Therapeutics. 2006;28;4 491-516.

  • 3.    Budur K, Rodriguez C, Schaefer NF. Advances in Treating Insomnia. Cleaveland Clinic Journal of Medicine. 2007;74 251-266.

  • 4.    Goetz CG. Sleep and Wakefulness. Textbook of Clinical Neurology. 2nd ed. USA: Saunders. 2003. h. 19-25.

  • 5.    Levin KH, Luders HO. Phsiology of Sleep. Comprehensive Clinical Neurophysiology. Philadelphia: W.B. saunders Company. 2003. h. 589-95.

  • 6.    Kandel ER, Schwartz JH, Jessell TM. Sleep and Dreaming. Principles of Neural Science. 4th ed. USA : McGraw-Hill. 2003. p. 936-47.

  • 7.    Sadock BJ, Sadock VA, Ruiz P. Sleep Disorders. Kaplan & Sadock’s Comprehensive Textbook of Psychiatry Volume III. 9th ed. Philadelphia: Lippincot Williams & Wilkins. 2009. h. 3044-55.

  • 8.    Brielmaier BD. Eszopiclone (Lunesta): a New Nonbenzodiazepine Hypnotic Agent. Baylor University Medical Center. 2006;19:54-59.

  • 9.    Monti JM, Pandi-Perumal SR. Eszopiclone: Its Use in the Treatment of Insomnia. Neuropsychiatric Disease and Treatment. 2007:3(4) 441-453.

  • 10.    Synder N, Lindquist R. Complementary & Alternative Therapies in Nursing. 6th ed. New York: Springer Publishing Company. 2010. h. 1-5.

  • 11.    Astin JA, Shapiro SL, Eisenberg DM, Forys KL. Mind-Body Medicine: State of the Science, Implication for Practice. Journals of American Board Familly

Practice. 2003;16:131-47.

  • 12.    Suryani KL. Meditasi Mencapai Hidup Bahagia. Denpasar: Bali Post. 2003. h.

11-48.

17