ISSN: 2303-1395                  E-JURNAL MEDIKA, VOL. 8 NO.2,Februari, 2019

I!--∖f—S Λ I DIRECTORY OF OPEN ACCESS IJOURNALS

HUBUNGAN STATUS GIZI BAYI UMUR 4-6 BULAN DENGAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF, TINGKAT PENDIDIKAN DAN STATUS EKONOMI KELUARGA DI WILAYAH DENPASAR UTARA

Putu Dita Arsintha Widma1, Ketut Ariawati2, I Nyoman Budi Hartawan2 1Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana 2Departemen Ilmu Kesehatan Anak, RSUP Sanglah Denpasar

E-mail: ditaarsinthawidma@gmail.com

ABSTRAK

Status gizi pada bayi, merupakan satu hal paling penting yang menentukan pertumbuhan dan perkembangan selanjutnya. Asupan nutrisi utama untuk bayi 0 sampai 6 bulan yaitu air susu ibu (ASI). Bayi yang mendapat ASI eksklusif sampai usia 6 bulan akan memiliki berat badan lebih besar dibandingkan dengan bayi yang tidak mendapat ASI eksklusif dan cenderung memiliki status gizi lebih baik dibandingkan dengan bayi yang tidak mendapatkan ASI eksklusif sejak lahir. Perbandingan status gizi bayi yang berbeda-beda di masyarakat dipengaruhi oleh pemberian asupan nutrisi dari ibu terhadap bayi. Pemberian ASI eksklusif sebagai nutrisi untuk bayi juga dipengaruhi oleh pengetahuan ibu yang didasari dari ilmu dan informasi yang diperolehnya. Selain pengetahuan, status ekonomi juga bisa mempengaruhi pemikiran ibu dalam memberikan ASI eksklusif untuk bayinya. Tujuan daripada penelitian ini, untuk mengetahui hubungan status gizi pada bayi usia 4-6 bulan yang mendapat ASI eksklusif dengan tingkat pendidikan ibu dan status ekonomi keluarga. Desain penelitian adalah analitik cross-sectional dengan 43 responden yang merupakan ibu dengan bayi berusia 4 sampai 6 bulan di Denpasar Utara. Dilakukan wawancara menggunakan kuisioner. Setelahnya dilakukan persamaan pada variabel perancu yaitu umur dan jenis kelamin bayi, status pendidikan ibu, dan pendapatan keluarga per bulannya, diperoleh bayi yang diberikan ASI eksklusif dengan status gizi baik sebanyak 39 bayi dan yang berstatus gizi buruk sebanyak 3 bayi. Analisis data melalui SPSS secara bertahap menggunakan uji Fisher’s Exact dengan nilai p=0,323 (p>0,05) untuk mengetahui perbedaan rata-rata hubungan antara status gizi bayi dengan tingkat pendidikan ibu dan hubungan status gizi bayi dengan status ekonomi keluarga. Disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna secara statistik antara status gizi bayi dengan tingkat pendidikan ibu dan status ekonomi keluarga pada bayi usia 4-6 bulan yang mendapat ASI eksklusif di Denpasar Utara.

Kata Kunci: status gizi bayi, asi eksklusif, hubungan status gizi bayi dengan tingkat pendidikan, hubungan status bayi dengan status ekonomi keluarga

ABSTRACT

The nutritional status of infants is one of the most important things that determines future growth and development.The main nutritional intake for infants aged 0 to 6 months is breast milk (breast milk). Infants who get exclusive breastfeeding until the age of 6 months will have a greater weight than those who are not exclusively breastfed and tend to have better nutritional status compared with babies who do not get exclusive breastfeeding from birth. Comparison of different baby nutritional status in the community is influenced by the provision of nutrition from mother to baby. Exclusive breastfeeding as a nutrition for infants is also influenced by knowledge of the mother based on knowledge and information obtained. In addition to knowledge, economic status can also affect the mother's thinking to provide exclusive breastfeeding to her baby. The purpose of this study, to determine the relationship of nutritional status in infants aged 4-6 months who received exclusive breastfeeding with mother's education level and economic status of the family. The study design was cross-sectional analytic with 43 respondents who were mothers with infants aged 4 to 6 months in Denpasar Utara. Interviews were conducted using questionnaires. After doing the equation on confounding variable that is age and sex of baby, mother's

I--∖r—S Λ I DIRECTORY OF OPEN ACCESS

I_J‰m√∕ X-J JOURNALS

education status, and family income per month, obtained by baby exclusively breastfed with good nutrition status as many as 39 babies and malnutrition as many as 3 baby. Data analysis through SPSS gradually using Fisher’s Exact test with p value 0.323 (p> 0.05) to know difference of mean relation between baby nutritional status with mother education level and relationship of baby nutritional status with family economic status. It was concluded that there was no statistically significant relationship between infant nutritional status and maternal education level and family economic status in 4-6 months old infants exclusively breastfed in Denpasar Utara.

Keywords: infant's nutritional status, exclusive breastfeeding, correlating nutritional status of infants with education level, infant status relationship with family economic status

PENDAHULUAN

Status gizi merupakan suatu keadaan yang menunjukkan asupan nutrisi dan energi yang diperlukan untuk melakukan aktivitas adalah seimbang. Keseimbangan status gizi dapat dilihat dari beberapa variabel yaitu pertumbuhan, berat badan (BB), tinggi badan/panjang badan (TB), lingkar kepala, lingkar lengan, dan panjang tungkai.1 Status gizi dapat ditentukan berdasarkan panjang badan atau tinggi badan menurut usia, berat badan menurut usia, berat badan menurut panjang badan atau tinggi badan, dan berat badan menurut tinggi badan.2

Status gizi pada bayi, merupakan satu hal paling penting yang menentukan pertumbuhan dan perkembangan selanjutnya. Status gizi bayi dapat ditentukan berdasarkan kriteria berat badan dan tinggi badan atau panjang badan pada setiap umurnya.3

Asupan nutrisi utama untuk bayi 0 sampai 6 bulan yaitu air susu ibu (ASI). ASI adalah minuman alamiah yang mengandung zat gizi paling sesuai diberikan untuk menunjang pertumbuhan dan perkembangan bayi selama usia bulan-bulan pertama kelahiran.4 Makanan pendamping ASI (MPASI) diberikan setelah bayi berusia 6 bulan, yang diberikan bersama ASI. Makanan pendamping ASI biasa diberikan sampai anak berusia 2 tahun.5

ASI diketahui memiliki kandungan zat yang paling tepat untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi.6 Kandungan gizi pada ASI yaitu cairan isotonik (susu dan plasma memiliki konsentrasi ion yang mirip). ASI memiliki kandungan yang berfungsi untuk melindungi bayi dari penyakit kronis dan menurut segi kandungan, ASI mengandung antibodi yang melindungi bayi untuk rentan terhadap penyakit.7

Hasil dari Riskesdas tahun 2010, persentase menyusui pada bayi berusia 0 bulan adalah sebanyak 39,8% menyusui secara ASI eksklusif, 5,1% menyusui secara predominan, dan menyusui secara parsial sebanyak 55,1%. Di daerah perkotaan, pemberian susu formula oleh ibu lebih banyak dikarenakan teknologi yang lebih modern dan praktis, sehingga di daerah perkotaan pemberian ASI

eksklusif semakin rendah.8 Jika dibandingkan dengan pemberian ASI eksklusif di pedesaan, lebih banyak karena budaya menyusui masih sering dilakukan, tapi tidak sedikit pemberian ASI eksklusif dilakukan dengan cara yang kurang tepat.8 Prevalensi pemberian ASI di Jawa Tengah tahun 2009 sebesar 40,21%, di Kabupaten Sukoharjo tahun 2009 yaitu 60,15%.9 Jika dilihat dari tingkat pendidikannya, 75% dari ibu-ibu yang hanya menuntut ilmu sampai Sekolah Dasar (SD) telah memberikan MPASI yang terlalu dini pada bayi.7

Didapatkan hasil penelitian dari Karuniawati tentang status gizi bayi usia 4-6 bulan menurut BB/Umur yang mendapat ASI eksklusif 31,25% (status gizi baik) dan 18,75% (status gizi tidak baik). Untuk bayi usia 4-6 bulan yang mendapatkan ASI non eksklusif didapatkan hasil 25,0% (status gizi baik) dan 25,0% (status gizi tidak baik).3

Bayi yang medapatkan ASI eksklusif sampai berusia 6 bulan akan memiliki berat badan lebih besar daripada bayi yang tidak mendapatkan ASI eksklusif dan cenderung memiliki status gizi lebih baik dibandingkan bayi yang tidak mendapatkankan ASI eksklusif sejak lahir.10

Menurut Dinas Kesehatan Provinsi Bali pada tahun 2014, persentase pemberian ASI eksklusif di Bali yaitu 71,7%, hasil ini menunjukkan peningkatan dari tahun sebelumnya. Di daerah perkotaan, pemberian susu formula oleh ibu lebih banyak dikarenakan teknologi yang lebih modern dan praktis, sehingga di daerah perkotaan pemberian ASI eksklusif semakin rendah.8

Pengetahuan tentang ASI eksklusif dengan kategori baik didapatkan sebanyak 56% yang terdiri dari ibu-ibu dengan pendidikan tinggi yaitu diploma, sarjana, dan pascasarjana. Sedangkan ibu dengan pendidikan sedang (SMP,SMA) sebanyak 46%.11

75,6% ibu yang tidak memberikan ASI eksklusif merupakan ibu yang bekerja sebagai buruh atau pekerja lepasan.9 Jadi, dalam kondisi seperti itu, kami akan meneliti bagaimana hubungan kondisi status gizi bayi yang mendapatkan ASI eksklusif dengan

I--∖r—S Λ I DIRECTORY OF OPEN ACCESS

I_J‰m√∕ X-J JOURNALS

tingkat pendidikan ibu dan status ekonomi keluarga yang ada di Bali khususnya di Denpasar Utara.

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini menggunakan desain crosssectional analitik yang dilakukan pada bulan Juni sampai bulan November 2017 di Puskesmas, Puskesmas Pembantu, dan Posyandu Denpasar Utara. Penelitian ini melibatkan 42 subjek yang merupakan bayi usia 4 sampai 6 bulan yang dipilh melalui konsekutif sampling. Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah bayi usia 4 sampai 6 bulan yang mendapatkan ASI eksklusif dan mendapat persetujuan dari orangtua bayi, sedangkan kriteria ekslusi adalah bayi usia 4 sampai 6 bulan yang mendapat susu formula saja, bayi usia 4 sampai 6 bulan yang mendapat ASI dan susu formula, bayi dengan kelainan bawaan, dan bayi dengan penyakit kronis.

Adapun instrumen penelitian yang digunakan diantaranya adalah kuesioner pemberian ASI, pengukuran berat badan menggunakan timbangan yang tersedia di Puskesmas, Puskesmas Pembantu, dan Posyandu, serta catatan/arsip data ibu dan anak pada Puskesmas Denpasar Utara. Alur penelitian dimulai dari informed consent kepada orangtua/pengantar bayi, menanyakan usia bayi, menimbang berat badan bayi, mencatat hasil pengukuran berat badan bayi, dan menanyakan pertanyaan kuesioner kepada orangtua atau pengantar bayi.

Setelah data terkumpul maka dilakukan pengolahan data secara komputerisasi dengan menggunakan SPSS 22.0, dan Microsoft Word. Data yang sudah didapat dan terkumpul akan diolah secara manual, dianalisa secara analitik, dan ditampilkan dalam bentuk tabel dan diagram disertai penjelasan untuk menentukan banyaknya serta gambaran perbandingan status gizi bayi usia 4-6 bulan berdasarkan berat badan (BB/U).

HASIL PENELITIAN

Distribusi Karakteristik Subjek Penelitian

Dilakukan penelitian terhadap karakteristik ibu menyusui yang berhubungan dengan status gizi anak. Karakteristik subjek penelitian didapatkan dari wawancara dan dijabarkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Karakteristik Ibu sebagai Subjek Penelitian (N=42)

Variabel

n

Frekuensi (%)

Umur

<20 tahun

0

0

21-30 tahun

29

69

31-40 tahun

13

31

>40 tahun

0

0

Pendidikan Terakhir

Tidak sekolah

0

0

SD

1

2,4

SLTP/SMP

14

33,83

SMU/SMA

16

38,1

Diploma

1

2,4

Sarjana

Pekerjaan

10

23,8

IRT

22

52,4

PNS

3

7,1

Wiraswasta

17

40,5

Pendapatan

<500.000

0

0

500.000-1.000.000

24

57,1

1.000.000-1.500.000

18

42,9

1.500.000-2.000.000

Anak ke-

0

0

Pertama

15

35,7

Kedua

20

57,6

Ketiga

5

11,9

Keempat atau lebih

Jumlah Anak

2

4,8

<2 orang

15

35,7

2-4 orang

27

64,3

>4 orang

0

0

Frekuensi menyusui dalam sehari

Minimal 8 kali

3

7,1

10 kali atau sering

39

92,9

Tabel 1 menunjukkan distribusi krakteristik subjek penelitian yang berjumlah 42 orang, terdiri dari ibu menyusui dengan kategori usia paling tinggi di rentang usia 21 sampai dengan 30 tahun yaitu berjumlah 29 orang (69,0%) dan yang terendah di rentang usia <20 dan >40 tahun berjumlah 0 (0%).

I--∖r—S Λ I DIRECTORY OF OPEN ACCESS

I_J‰m√∕ X-J JOURNALS

Berdasarkan kategori pendidikan terakhir, ibu dengan pendidikan terakhir SMU/SMA berjumlah 16 orang (38,1%), dan terendah adalah ibu yang tidak bersekolah yaitu 0 orang (0%). Berdasarkan kategori pekerjaan, jumlah tertinggi adalah pada ibu yang menjadi Ibu Rumah Tangga (IRT) yaitu sebanyak 22 orang (52,4%) dan yang terendah adalah ibu yang bekerja sebagai PNS berjumlah 3 orang (7,1%). Berdasarkan pendapatan keluarga per bulan, jumlah tertinggi yaitu keluarga dengan pendapatan Rp 500.000-1.000.000,- yang berjumlah 24 orang (57,1%) dan yang terendah adalah keluarga dengan pendapatan per bulan <Rp 500.000,- dan Rp 1.500.000-2.000.000,- sebanyak 0 (0%). Berdasarkan kategori nomor anak yang diberikan ASI eksklusif, paling tinggi yaitu anak kedua yang berjumlah 20 orang (47,6%) dan yang terendah adalah anak keempat atau lebih berjumlah 2 (4,8%). Berdasarkan kategori jumlah anak yang dimiliki ibu, jumlah tertinggi yaitu ibu dengan jumlah anak 2 sampai 4 orang berjumlah 27 orang (64,3%) dan yang terendah adalah anak lebih dari 4 orang berjumlah 0 (0%). Berdasarkan kategori frekuensi ibu menyusui dalam sehari, jumlah tertinggi yaitu ibu yang menyusui dengan frekuensi 10 kali atau sering dalam sehari berjumlah 39 orang (92,9%) dan yang terendah yaitu frekuensi ibu menyusui minimal 8 kali per hari berjumlah 3 orang (7,1%).

Tabel 2. Karakteristik Bayi dan Status Gizi Bayi berdasarkan Berat Badan/Umur (N=42)

Variabel

n

Frekuensi (%)

Umur Bayi

4 bulan

12

28,6

5 bulan

17

40,5

6 bulan

13

31

Jenis Kelamin Bayi

Laki-Laki

24

57,1

Perempuan

18

42,9

Status Gizi Bayi

Baik

39

92,9

Buruk

3

7,1

Tabel 2 menunjukkan distribusi karakteristik subjek penelitian (bayi) yang berjumlah 42 orang, terdiri dari bayi ASI eksklusif dengan kategori usia paling tinggi pada umur 5 bulan yaitu berjumlah 17 orang (40,5%) dan yang terendah yaitu bayi umur 4 bulan berjumlah 12 orang (28,6%). Berdasarkan kategori jenis kelamin bayi, bayi laki-laki berjumlah 24 orang (57,1%) dan bayi perempuan berjumlah 18 orang (42,9%). Dan berdasarkan status gizi bayi yang diukur menurut berat badan per umur dan diinterpretasikan menggunakan kurva pertumbuhan WHO, diperoleh bayi dengan status gizi baik berjumlah 39 orang (92,9%) dan berstatus gizi buruk 3 orang (7,1%).

Tabel

3.   Hubungan

Tingkat

Pendidikan

Ibu

dengan

Status    Gizi

Bayi

(N=42)

Status Gizi Bayi

Tingkat Pendidikan

Baik

Buruk

N

p value

Ibu

n

%

N

%

Rendah

13

86,7

2

13,3

15

Menengah Keatas

26

96,3

1

3,7

27

0,287

gizi

Total

39

92,9

3

7,1

42

bayi

tidak

Hasil uji Fisher’s Exact Test dari kedua variabel        memiliki hubungan yang bermakna.

diatas, menunjukan p value = 0,281 (p > 0,05) yang berarti tingkat pendidikan ibu dengan status

I--∖r—S Λ I DIRECTORY OF OPEN ACCESS

I_J‰m√∕ X-J JOURNALS

Tabel 4. Hubungan Status Ekonomi Keluarga dengan Status Gizi Bayi (N=42)

Status Ekonomi Keluarga

Status Gizi Bayi

N

p value

Baik

Buruk

n

%

N

%

Rendah

21

87,5

3

12,5

24

Sedang

18

100

0

0

18

0,247

Total

39

92,9

3

7,1

42

Hasil uji Fisher’s Exact Test dari

kecenderungan mengganti ASI eksklusif dengan susu formula.6

kedua variabel diatas, menunjukan p value = 0,247 (p> 0,05) yang berarti status ekonomi keluarga dengan status gizi bayi tidak memiliki hubungan yang bermakna.

PEMBAHASAN

Karakteristik Ibu sebagai Subjek Penelitian

Berdasarkan hasil penelitian mengenai karakteristik sampel didapatkan lebih banyak ibu menyusui pada usia 21-30 tahun berjumlah 29 orang (69,0%) yang berarti ibu menyusui pada rentang usia 21-30 tahun adalah merupakan ibu-ibu dengan usia produktif yang memiliki bayi berusia 4-6 bulan dan memberikan ASI eksklusif, hal ini sesuai dengan pernyataan yang tertera pada web BKKBN (Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional) bahwa untuk WUS atau wanita dalam usia reproduktif yang menyusui yaitu 15-49 tahun. Mayoritas Pendidikan terakhir ibu di kota Denpasar Utara adalah SMA/SMU yaitu sebanyak 16 orang (38,1%). Data pendidikan terakhir ibu didapatkan dari hasil wawancara langsung dengan subjek penelitian. Seperti yang dinyatakan oleh beberapa ahli, perilaku orang dalam menerima informasi dipengaruhi oleh tingkat pendidikan seseorang yaitu semakin tinggi pendidikan seseorang maka ia akan lebih mudah dalam mendapatkan dan mencerna informasiyang didapatkan di masyarakat.12 Sehingga dapat disimpulkan bahwa, semakin tinggi pendidikan ibu maka pengetahuan dan penerimaan informasi tentang pemberian ASI eksklusif dan status gizi anak akan lebih baik.

Berdasarkan status ekonomi keluarga, diperoleh pendapatan per bulan tertinggi yaitu pada rentang pendapatan Rp 500.000-1.000.000,- berjumlah 24 orang (57,1%) yang dikategorikan ke dalam status ekonomi sedang.6 ASI eksklusif lebih banyak diberikan oleh ibu dengan status ekonomi rendah, dikarenakan harga susu formula relatif lebih mahal, ibu atau keluarga cenderung memilih untuk memenuhi kebutuhan pokok lainnya yang bisa tercukupi dengan penghasilan mereka. Berbeda dengan keluarga berstatus ekonomi tinggi, karena terdapat selisih pendapatan yang berbeda, maka ada

Status Gizi Bayi

Status gizi bayi pada penelitian ini sebagian besar normal, kurangnya asupan ASI eksklusif bagi bayi yang merupakan sumber nutrisi paling tinggi disebabkan beberapa faktor, antara lain BBLR (berat badan lahir rendah)/ berat badan lahir kurang, sanitasi lingkungan kurang, dan kurangnya pengetahuan masyarakat tentang asupan gizi seimbang dan nutrisi yang baik.13 Hasil penentuan status gizi bayi pada tabel di atas menggunakan kurva pertumbuhan anak WHO. Dari hasil yang didapatkan, status gizi menurut berat badan per umur dikategorikan menjadi gizi baik (titik temu antara umur per berat badan di angka 0 ± 2SD, artinya jika titik temu berada tepat di angka 0, diantara -2 dan 2 maka status gizi anak itu masih dikatakan baik) dan buruk (titik temu berada di angka di bawah -2 yaitu gizi kurang dan di atas 2 yaitu gizi lebih maka status gizi anak itu dikatakan buruk). Maka berdasarkan tabel 5.2, bayi dengan status gizi baik berjumlah 39 orang (92,9%) dan bayi dengan status gizi buruk berjumlah 3 orang (7,1%).

Hubungan Tingkat Pendidikan Ibu dengan Status Gizi Bayi yang mendapat ASI Eksklusif

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Agam dan kawan-kawan, tingkat pendidikan ibu dengan status gizi bayi yang mendapat ASI eksklusif tidak memiliki hubungan. Hasil pada tabel 3 dapat dilihat bahwa bayi berstatus gizi baik lebih banyak pada ibu dengan tingkat pendidikan menengah keatas yaitu berjumlah 26 orang (96,3%).14

Berdasarkan hasil uji analisis statistik menggunakan uji Fisher’s Exact Test antara tingkat pendidikan ibu dengan status gizi bayi, maka diperoleh p > 0,05 (p=0,287) sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna secara statistik antara tingkat pendidikan ibu dengan status gizi bayi yang mendapat ASI eksklusif.

Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Aisyah Nilakesuma, Yusri Dianne Jurnalis dan Selfi Renita Rusjdi juga menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna secara statistik

Il--∖f—S Λ I DIRECTORY OF OPEN ACCESS I⅛^√ JOURNALS

antara tingkat pendidikan ibu dengan status gizi bayi.15

Jadi penerapan informasi yang diterima oleh ibu dengan pendidikan terakhir SMA/SMU lebih baik, karena sudah mampu menerima dan mengembangkan informasi di masyarakat, tetapi tidak menutup kemungkinan ibu dengan status pendidikan menengah sedikit mengetahui informasi mengenai ASI eksklusif. Hal ini kemungkinan terjadi karena ibu dengan status pendidikan rendah juga bisa dengan rajin membaca dan mencari serta memahami informasi tentang ASI eksklusif yang didapat dari penyuluhan-penyuluhan nutrisi baik untuk gizi anak yang baik.15

Pada penelitian ini diteliti tentang pendidikan terakhir ibu yang diselesaikan secara formal, sehingga pengetahuan ibu mengenai kesehatan dan ASI eksklusif tidak diteliti. Hal ini bisa menyebabkan hasil dari penelitian ini tidak bermakna.

Hubungan Status Ekonomi Keluarga dengan Status Gizi Bayi yang mendapat ASI Eksklusif

Pada keluarga dengan pendapatan per bulan yang rendah, memiliki peluang memberikan ASI eksklusif lebih besar dibandingkan dengan keluarga berpendapatan tinggi, karena ibu yang bekerja memiliki waktu yang terbatas untuk memberikan ASI untuk bayinya.6

Hasil pada tabel 4 dapat dilihat bahwa bayi status gizi baik lebih banyak pada ibu dengan status ekonomi rendah yaitu berjumlah 21 orang (87,5%).

Berdasarkan hasil uji analisis statistik menggunakan uji Fisher’s Exact Test antara status ekonomi keluarga dengan status gizi bayi, maka diperoleh p >  0,05  (p=0,247) sehingga dapat

disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna secara statistik antara status ekonomi keluarga dengan status gizi bayi yang mendapat ASI eksklusif.

Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Aisyah Nilakesuma, Yusri Dianne Jurnalis dan Selfi Renita Rusjdi sama menunjukkan bahwa tidak ada hubungan bermakna secara statistik antara status ekonomi keluarga dengan status gizi bayi.15

ASI eksklusif lebih banyak diberikan oleh ibu dengan status ekonomi rendah, karena harga susu formula mahal sehingga kebutuhan keluarga lainnya bisa terpenuhi. Berbeda dengan ibu berstatus ekonomi tinggi, karena pendapatan mereka lebih besar di bandingkan ibu dengan status ekonomi rendah maka ada kecenderungan mengganti ASI eksklusif dengan susu formula.6 Penggantian ASI menjadi susu formula disebabkan karena pada ibu yang bekerja, waktu untuk memberikan ASI eksklusif

lebih sedikit dibandingkan dengan ibu rumah tangga dan masa cuti ibu yang bekerja tidak lama.7

Pada penelitian ini diteliti tentang pendapatan keluarga per bulannya dengan menggunakan rentangan, sehingga saat ibu diwawancara mengenai penghasilan keluarga perbulannya harus mengira-ngira. Hal ini bisa menyebabkan hasil dari penelitian ini tidak bermakna.

SIMPULAN

Dari penelitian ini maka ada beberapa kesimpulan yaitu Bayi yang mendapatkan ASI eksklusif rata-rata memiliki status gizi yang baik atau normal, tidak terdapat hubungan bermakna secara statistik antara tingkat pendidikan ibu dengan status gizi bayi dan tidak terdapat hubungan yang bermakna secara statistik antara status ekonomi keluarga dengan status gizi bayi.

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    Khairina D. Faktor-faktor yang berhubungan dengan status gizi berdasarkan IMT pada pembantu rumah tangga wanita di Perumahan Duta Indah Bekasi tahun 2008. Universitas Indonesia; 2008.

  • 2.    Ikatan Dokter Anak Indonesia. Kurva Pertumbuhan WHO [Internet]. idai.or.id. 2001 [cited 2017 Nov 2]. p. 1. Available from: http://www.idai.or.id/professional-resources/growth-chart/kurva-pertumbuhan-who

  • 3.    Karuniawati MC, Dasuki MSM, Candrasari A. Perbedaan status gizi bayi berumur 4-6 bulan pada pemberian ASI eksklusif dengan ASI non eksklusif. Biomedika. 2016;8:30–5.

  • 4.    Barness LA, Curran JS. Ilmu Kesehatan Anak Nelson. 15th ed. Jakarta: EGC; 2000. 178-232 p.

  • 5.   Kementerian Kesehatan RI. Keputusan Menteri

Kesehatan           RI           Nomor

450/MENKES/SK/IV/2004 tentang Pemberian ASI Eksklusif pada Bayi. Jakarta; 2004.

  • 6.    Fatmawati AP. Hubungan status ekonomi orangtua dengan pemberian ASI eksklusif pada bayi usia 0-6 bulan di Baki Sukoharjo. Universitas Muhammadiyah Surakarta; 2013.

  • 7.    Siregar MA. Pemberian ASI Eksklusif dan faktor-faktor yang mempengaruhi. Vol. 20, Gizi. Universitas Sumatera Utara; 2014.

  • 8.    Sofyana H. Perbedaan dampak pemberian nutrisi ASI eksklusif dan non eksklusif terhadap perubahan ukuran antropometri dan status imunitas pada neonatus di rumah sakit umum

I--∖r—S Λ I DIRECTORY OF OPEN ACCESS

I_J‰m√∕ X-J JOURNALS

daerah Al Ihsan Provinsi Jawa Barat. Universitas Indonesia; 2011.

  • 9.    Rachmaniah N. Hubungan tingkat pengetahuan ibu tentang ASI dengan tindakan ASI eksklusif. Repository    Universitas    Muhammadiyah

Surakarta. 2014;3(3):1–13.

  • 10.    Yendi YON, Candrawati E, Warsono. Perbedaan berat badan bayi usia 2-6 bulan yang mendapat ASI eksklusif dan ASI non eksklusif di Desa Mulyo Agung Malang. Nursing News. 2017;2(2):71–9.

  • 11.    Satino, Setyorini Y. Analisis faktor yang mempengaruhi pemberian ASI eksklusif pada ibu primipara di Kota Surakarta. Jurnal Terpadu Ilmu Kesehatan. 2014;3(2):106–214.

  • 12.    Hartini S. Hubungan tingkat pendidikan ibu dengan keberhasilan ASI eksklusif pada bayi umur 6 – 12 bulan di Puskesmas Kasihan II

Yogyakarta. Repository STIKES Aisyiyah Yogyakarta. 2014;4(1):1–4.

  • 13.    Damayanti, Fatonah S. Hubungan pola pemberian makanan pendamping ASI dengan status gizi balita usia 6-24 bulan pada salah satu desa  di wilayah Lampung Timur. Jurnal

Keperawatan. 2016;XII(2):257–63.

  • 14.    Agam I, Syam A, Citrakesumasari. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pemberian ASI Eksklusif di Kelurahan Tamamaung Kecamatan Panakkukang Kota Makassar. Repository Universitas Hasanuddin. 2011;2(3):1–9.

  • 15.    Nilakesuma A, Jurnalis YD, Rusjdi SR. Hubungan status gizi bayi dengan pemberian ASI ekslusif, tingkat pendidikan ibu dan status ekonomi Keluarga di Wilayah kerja Puskesmas Padang Pasir. Jurnal Kesehatan Andalas. 2015;4(1):37–44.

https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum