HUBUNGAN ANTARA TINGKAT DEPRESI DENGAN KEJADIAN INSOMNIA PADA LANJUT USIA DI PUSKESMAS ABIANSEMAL II, BADUNG
on
ISSN: 2303-1395
E-JURNAL MEDIKA, VOL. 8 NO.2,Februari, 2019
DIRECTORY OF
OPEN ACCESS
JOURNALS
DOAJ
HUBUNGAN ANTARA TINGKAT DEPRESI DENGAN KEJADIAN INSOMNIA PADA LANJUT USIA DI PUSKESMAS ABIANSEMAL II, BADUNG
Desak Made Suci Nirmala1, Cokorda Bagus Jaya Lesmana2
1Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 2Bagian Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Udayana saccinirmala@yahoo.com
ABSTRAK
Lanjut usia merupakan usia yang telah dicapai oleh seseorang lebih dari 60 tahun. Gangguan mental umum yang sering terjadi pada lansia sekitar 154 juta orang di seluruh dunia mengalaminya adalah depresi yang ditandai dengan suasana hati tertekan, kehilangan minat atau kesenangan, perasaan bersalah, gangguan makan atau tidur, serta berkurangnya energi. Depresi pada lansia sebagai faktor emosional dapat menyebabkan gangguan tidur pada lansia salah satunya adalah insomnia sekitar 22% kasus. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara tingkat depresi dengan kejadian insomnia pada lanjut usia di Puskesmas Abiansemal II, Badung. Desain pada penelitian ini menggunakan cross-sectional dengan variabel independen (tingkat depresi) dan variabel dependen (kejadian insomnia). Pengambilan sampel menggunakan systematic random sampling dengan jumlah sampel 93 responden. Penelitian ini berlokasi di posyandu lansia Banjar Bindu dan Sedang yang dilakukan dari bulan Maret sampai September 2016. Instrumen penelitian ini menggunakan Geriatric Depression Scale-15 (GDS-15) untuk menilai tingkat depresi dan Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) untuk menilai kejadian insomnia. Penelitian ini menggunakan uji Chi-Square didapatkan data Likelihood Ratio X2 adalah 7,930 dan p value < 0,05. Kesimpulan pada penelitian ini bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat depresi dengan kejadian insomnia pada lanjut usia di Puskesmas Abiansemal II, Badung.
Kata kunci: depresi, insomnia, lanjut usia, GDS, PSQI
ABSTRACT
Elderly is an age achieved by someone when reaching over 60 years old. Common mental disorder often occurred in the elderly, that is experienced by an estimated 154 million people around the world is a depression characterized by depressing mood, loss of interest or pleasure, feelings of guilt, eating disorders or sleep, and reduced energy. Depression in the elderly as emotional factors can cause sleep disturbances in elderly. Insomnia is an example which is about 22% of cases. The purpose of this study is to determine the relationship between the level of depression and the incidence of insomnia in the elderly in Community Health Center II Abiansemal, Badung. Designs in this study use cross-sectional and independent variables (levels of depression) and the dependent variable (occurrence of insomnia). The sampling uses systematic random sampling with a sample of 93 respondents. This research is located at Banjar Bindu Posyandu and Sedang conducted from March to September 2016. The research instruments use Geriatric Depression Scale-15 (GDS-15) to assess the
DOAJ
level of depression and the Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) to assess the incidence of insomnia. This research use Chi-Square test data which obtain Likelihood Ratio X2 of 7.930 and p value < 0.05. This research concludes that there is a significant relationship between the levels of depression with the occurrence of insomnia in the elderly in Community Health Center II Abiansemal, Badung.
Keywords: depression, insomnia, elderly, GDS, PSQI
PENDAHULUAN
Menua atau keadaan menjadi tua merupakan proses alamiah yang dialami oleh setiap makhluk hidup dalam kehidupan. Penuaan adalah proses yang berhubungan dengan bertambahnya usia. Manusia mengalami perubahan sesuai dengan bertambahnya usia manusia tersebut.
Penuaan pada manusia didefinisikan sebagai morfologi dan perubahan fungsional dapat menyebabkan proses berkelanjutan kerusakan organik yang irreversible.1 Penuaan merupakan serangkaian proses yang dimulai dengan kehidupan dan terus berlanjut sepanjang siklus hidup, berakhir dengan kematian.2
Lanjut usia (lansia) merupakan perkembangan usia pada tahap akhir kehidupan. Berdasarkan UU No. 13 Tahun 1998 yang mengatur tentang Kesejahteraan Lansia pada Bab 1 Pasal 1 Ayat 2 menyatakan bahwa lansia adalah usia yang telah dicapai oleh seseorang lebih dari 60 tahun.3 Menurut World Health Organization (WHO) mengklasifikasikan lansia menjadi empat bagian yaitu usia pertengahan (middle age) 45-59 tahun, lanjut usia (elderly) 60-74 tahun, lanjut usia tua (old) 75-89 tahun, usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun.4
Menurut WHO, pada tahun 2015 dan 2050 proporsi lansia di dunia diperkirakan menjadi dua kali lipat dari sekitar 12% menjadi 22% dengan peningkatan dari 900 miliar menjadi 2 triliun orang di atas usia 60 tahun.5 Sedangkan di Indonesia pada tahun 2013 jumlah lansianya mencapai 20,04 juta orang atau sekitar 8,05% dari seluruh penduduk Indonesia.3 Menurut Badan Pusat Statistik menyatakan Bali pada tahun 2010 penduduk lansia mencapai 380.117 orang sedangkan Kabupaten Badung diprediksikan pada tahun 2020 akan meningkat hingga mencapai 47.000 orang lansia.6
Peningkatan prevalensi lansia dapat mempengaruhi meningkatnya juga risiko penyakit yang dipengaruhi oleh faktor degeneratif penyakit atau gangguan umum yang sering terjadi pada lansia. Berdasarkan The National Old People’s Welfare Council di Inggris menyatakan bahwa terdapat 12 macam gangguan umum atau penyakit pada lansia salah satuny adalah depresi.4
Depresi sering terjadi pada lansia karena merupakan salah satu gangguan mental umum dengan prevalensi yang besar dan dipengaruhi oleh peningkatan populasi pada lansia. Berdasarkan WHO menyebutkan bahwa depresi dapat ditandai dengan suasana hati tertekan, kehilangan minat atau kesenangan, perasaan bersalah, gangguan makan atau tidur, dan berkurangnya energi serta konsentrasi yang menurun dan diperkirakan bahwa 154 juta orang di seluruh dunia mengalaminya.7,8 Depresi pada lansia akan berada pada peringkat teratas penyakit yang di Negara berkembang termasuk Indonesia pada tahun 2020. Adanya depresi pada lansia sebagai salah satu faktor emosional yang dapat menyebabkan gangguan tidur. Adanya perbedaan pola tidur yang dialami oleh lansia yang mengalami depresi dan cemas dengan lansi yang tidak mengalami depresi. Prevalensi lansia depresi yang mengalami gangguan tidur sekitar 40%. Salah satu gangguan tidur yang terjadi pada lansia yang mengalami depresi adalah insomnia.9
Insomnia adalah gangguan tidur yang sering dikeluhkan oleh lansia. Prevalensi insomnia di Indonesia cenderung ditemukan pada lansia dengan kelompok usia 70 tahun yaitu sekitar 22% kasus. Sedangkan pada kelompok lansia yang berusia 60 tahun terdapat 7% kasus. Insomnia dapat disebabkan oleh penyebab psikososial, gangguan medis komorbid, penyalahgunaan alkohol atau zat lain. Hubungan antara insomnia dan psikososial serta kondisi medis lainnya terdapat timbal balik dimana setiap kondisi dapat menyebabkan, mempertahankan, dan bahkan memperburuk lainnya.4,10
Kabupaten yang memiliki jumlah penduduk tertinggi di Bali adalah Kabupaten Badung. Abiansemal merupakan salah satu kecamatan yang terletak di bagian tengah kabupaten Badung memiliki jumlah penduduk 75.525 orang.11 Abiansemal terdiri dari tiga puskesmas yaitu Puskesmas Abiansemal I, Puskesmas Abiansemal II, dan Puskesmas Abiansemal III. Puskesmas Abiansemal II merupakan puskesmas yang memiliki posyandu lansia pada masing-masing banjar terdiri dari 10 banjar. Pada enam program pokok kerja puskesmas masalah depresi pada lansia tidak termasuk di dalamnya sehingga tidak mendapatkan perhatian yang khusus. Selain itu kurangnya kemampuan tenaga kesehatan
Il—∖/—∖ λ ∣directoryof OPEN ACCESS IJOURNALS
dalam menangani gangguan depresi sehingga banyak kasus depresi pada lansia yang tidak dikenali (underdiagnosed) dan tidak diobati (undertreated). Mengingat banyaknya populasi lansia di Puskesmas Abiansemal II dan penelitian yang sejenis belum banyak dilakukan maka penulis melakukan suatu penelitian untuk mengetahui hubungan antara tingkat depresi dengan kejadian insomnia pada lanjut usia di Puskesmas Abiansemal II, Badung.
BAHAN DAN METODE
Pada penelitian ini menggunakan metode observasional analitik dengan pendekatan crosssectional. Penelitian ini menggunakan rancangan potong lintang (cross-sectional) karena semua variabel dependen dan independen diukur dalam satu periode yang sama.12
Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Abiansemal II, Badung tepatnya dilaksanakan pada posyandu lansia masing-masing banjar yaitu Banjar Sedang dan Banjar Bindu dengan waktu penelitian dari bulan Maret-September 2016. Variabel independen pada penelitian ini adalah tingkat depresi yang terdiri dari 3 kriteria yaitu kriteria tidak depresi dengan nilai skor 0-4, kriteria depresi ringan dengan nilai skor 5-9, dan kriteria depresi sedang sampai berat dengan nilai skor 9-15. Geriatric Depression Scale-15 (GDS-15) merupakan alat ukur tingkat depresi pada penelitian ini.
(GDS-15) yang terdiri dari 15 pertanyaan. Sedangkan variabel dependen adalah kejadian insomnia dibagi menjadi 2 yaitu kualitas tidur yang baik dengan nilai skor kurang dari 5 (<5) dan kualitas tidur yang buruk nilai skor lebih atau sama dengan 5 (≥5). Kejadian insomnia pada penelitian ini diukur menggunakan Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) teridri dari 19 pertanyaan yang dapat dikelompokkan menjadi tujuh komponen tidur terkait dengan kebiasaan tidur termasuk durasi tidur, gangguan tidur, latensi tidur, efisiensi kebiasaan tidur, penggunaan obat tidur, disfungsi siang hari dan kualitas tidur secara keseluruhan.
Populasi penelitian ini terdiri dari populasi target dan populasi terjangkau. Populasi target pada penelitian ini adalah lansia yang berusia ≥ 60 tahun pada saat penelitian dilaksanakan. Sedangkan Populasi terjangkau pada penelitian ini adalah lanjut usia di Puskesmas Abiansemal II, Badung. Penelitian ini memiliki kriteria inklusi yaitu bersedia menjadi responden dan telah memberikan persetujuan di lembar informed consent, berusia 60 tahun atau lebih, dapat berkomunikasi secara verbal dan anggota di Puskesmas Abiansemal II, Badung. Kriteria eksklusi pada sampel penelitian adalah menderita demensia, menderita gangguan psikotik dan mengalami
gangguan fisik yang berat. Sampel penelitian dipilih menggunakan probability sampling dengan cara multi stage sampling. Multi stage sampling yaitu pemilihan sampel terdiri dari 2 tahap (stage). Tahap pemilihan Puskesmas Abiansemal II dari tiga puskesmas yang terdapat di Kecamatan Abiansemal. Tahap pengambilan sampel dimulai dari pemilihan banjar pada posyandu lansia yang ada di Puskesmas Abiansemal II. Posyandu lansia pada Puskesmas Abiansemal II terdiri dari 10 banjar yang jumlah lansia secara keseluruhannya adalah 1249 orang. Peneliti memilih sampel dari 2 banjar yang lansianya aktif mengikuti posyandu yaitu Banjar Sedang dan Banjar Bindu sehingga didapatkan jumlah sampel sebanyak 93 orang lansia.
Alat yang digunakan adalah dalam pengumpulan data menggunakan kuisioner GDS-15 untuk menilai tingkat depresi dan kuisioner PSQI untuk menilai kejadian insomnia. Cara pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan menyebarkan kuisioner yang telah disediakan dengan pertanyaan yang dijawab oleh responden penelitian. Pengolahan dan analisis data pada penelitian ini menggunakan analisis univariat dan bivariat. Analisis univariat untuk menggambarkan karakteristik dari subjek penelitian terdiri dari jenis kelamin, usia, pendidikan, pekerjaan dan status pernikahan. Sedangkan analisis bivariat digunakan untuk menilai hubungan dari 1 variabel tergantung dengan 1 variabel bebas. Uji yang digunakan pada penelitian ini dengan uji Chi-square. Penelitian ini sudah mendapatkan kelaikan etik dari Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar dengan no:310/UN.14.2/Litbang/2016
HASIL
Distribusi frekuensi karakteristik sosio demografi responden di Puskesmas Abiansemal II Badung pada tahun 2016 terdiri dari usia, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan dan status pernikahan dengan jumlah responden sebanyak 93 responden. Sebagian besar responden adalah berjenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 50 lansia (53,8%). Selain itu usia rerata responden adalah 72 tahun (simpang baku ±11,56). Mayoritas responden status pekerjaannya adalah petani yaitu sebanyak 48 lansia (51,6%). Pendidikan pada responden mayoritas adalah tidak sekolah sebanyak 50 lansia (53,8%). Status pernikahan responden adalah menikah yaitu sebanyak 82 lansia (88,2%). Pada tingkat depresi dari 93 responden di dapatkan gambaran bahwa kebanyakan responden mengalami depresi dengan kategori depresi ringan sebanyak 49 lansia (52,7%).
ISSN: 2303-1395 I—∖/—∖ λ ∣directoryof OPEN ACCESS I ∕ —∖U JOURNALS |
E-JURNAL MEDIKA, VOL. 8 NO.2,Februari, 2019 |
Sedangkan responden yang mengalami insomnia Depresi Sedang-Berat 12,9 | |
yaitu 48 lansia (51,6%) (Tabel 1). |
Kejadian Insomnia |
Tabel 1. Distribusi Frekuensi (N=93) Tidak Ada Insomnia 48,4 | |
Variabel |
% Ada Insomnia 51,6 |
Usia | |
Rerata (SB) |
72 (±11,56) Pada tabel tabulasi silang tingkat depresi |
Jenis Kelamin |
dengan kejadian insomnia yang diuji dengan uji Chi- |
Laki-laki |
53,8 Square terlihat bahwa mayoritas responden yng |
Pekerjaan |
mengalami depresi dan mengalami insomnia |
Petani |
51,6 sebanyak 26 lansia (53,1%) adalah lansia yang |
Ibu Rumah Tangga |
24,7 mengalami tingkat depresi ringan. Sedangkan lansia |
Lainnya |
23,7 yang mengalami tingkat depresi ringan dan tidak |
Status Pernikahan |
mengalami insomnia adalah 10 lansia (83,3%). |
Tidak Menikah |
1,1 Tingkat depresi sedang yang mengalami insomnia |
Bercerai |
10,8 sebanyak 10 lansia (83,3%) dan yang tidak |
Menikah |
88,2 mengalami insomnia yaitu 2 lansia (16,7%). |
Pendidikan |
Responden yang tidak depresi namun mengalami |
Tidak Sekolah |
53,8 insomnia adalah 12 lansia (37,5%) dan tidak |
SD |
35,5 mengalami insomnia sebanyak 20 lansia (62,5%). |
SMP |
3,2 Sedangkan tingkat depresi berat pada lansia tidak |
SMA |
5,4 ada. Hasil uji statistik dengan Likelihood Ratio |
PT |
2,2 diperoleh X2 adalah 7,930 dan nilai p value= 0,019, |
Tingkat Depresi |
bahwa kesimpulan pada penelitian ini adalah adanya |
Tidak Depresi |
34,3 hubungan yang bermakna antara tingkat depresi |
Depresi Ringan |
52,7 dengan kejadian insomnia pada lansia (Tabel 2). |
Tabel 2. Tabulasi Silang Tingkat Depresi dengan Kejadian Insomnia | |
Tingkat |
Kualitas Tidur Total % P value |
Depresi Tidak Ada Insomnia Ada Insomnia | |
Jumlah |
% Jumlah % |
Tidak Depresi 20 |
62,5 12 37,5 32 100 0,019 |
Depresi 23 |
46,9 26 53,1 49 100 |
Ringan | |
Depresi 2 |
16,7 10 83,3 12 100 |
Sedang-Berat | |
Gambaran karakteristik responden | |
PEMBAHASAN |
berdasarkan usia rerata adalah 72 tahun dengan |
Karakteristik responden |
dari jenis kelamin simpang baku ± 11,56. Prevalensi penduduk lansia di |
yang terlihat pada tabel 5.1 menunjukkan bahwa Bali mayoritas berada pada rentangan usia 60-74 tahun | |
mayoritas responden pada penelitian ini adalah dengan jumlah laki-laki yaitu 67,5% dan perempuan | |
berjenis kelamin laki-laki sebanyak 50 lansia (53,8%). adalah 67,9%.13 | |
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa jenis kelamin Pada hasil penelitian responden mayoritas | |
di Puskesmas Abiansemal II, Badung khususnya pada memiliki pekerjaan sebagai petani sebanyak 48 lansia | |
posyandu lansia di Banjar Sedang didominasi lansia (51,6%). Lansia yang status pekerjaannya ibu rumah | |
berjenis kelamin laki-laki. Hal |
ini didukung oleh tangga sebanyak 23 lansia (24,7%) dan pekerjaan |
distribusi lansia pada Banjar Sedang yaitu dari 77 lainnya yaitu 22 lansia (23,7%) seperti buruh | |
orang lansia terdapat 56 orang lansia berjenis kelamin bangunan, penjahit, pemadam kebakaran, peternak, | |
laki-laki sedangkan pada Banjar Bindu dari 69 orang pensiunan dan pedagang. Lansia di Provinsi Bali yang | |
lansia terdapat 20 orang lansia berjenis kelamin lelaki. masih berstatus bekerja mayoritas terserap pada |
DOAJ
lapangan pekerjaan usaha pertanian dengan persentase sebanyak 68% sehingga dapat menunjukkan bahwa lansia masih mampu bekerja secara produktif untuk meneruskan keberlangsungan hidupnya namun hal ini juga dapat mengindikasikan bahwa lansia masih memiliki tingkat kesejahteraan yang rendah sehingga dengan usia yang rentan tersebut masih harus berkerja.14
Karakteristik responden diketahui pada hasil penelitian bahwa pendidikan responden mayoritas adalah tidak sekolah sebanyak 50 lansia (53,8%). Sedangkan pendidikan di tingkat Sekolah Dasar (SD) terdapat 33 lansia (35,5%), tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) dengan jumlah 3 lansia (3,2%), tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) sebanyak 5 lansia (5,4%) dan Perguruan Tinggi sebanyak 2 lansia (2,2%). Hasil penelitian sama dengan penelitian mengenai riwayat pendidikan menurut responden yang tidak sekolah mengaku bahwa tidak mampu untuk bersekolah dikarenakan keadaan pada zaman tersebut jarang orang-orang untuk mengenyam bangku pendidikan karena dipengaruhi oleh faktor status ekonomi pada saat itu.15
Hasil penelitian pada karekteristik sosio demografi yang dilihat dari status pernikahan yaitu mayoritas responden adalah menikah sebanyak 82 lansia (88,2%) sedangkan yang bercerai sebanyak 10 lansia (10,8%) serta yang tidak menikah terdapat 1 lansia (1,1%). Pada lansia yang bercerai terdiri dari 3 lansia yaitu cerai hidup dan 7 lansia adalah cerai mati. Status pernikahan di rumah tangga berperan penting dalam kaitannya dengan pengakuan terhadap lansia tersebut paling tidak oleh orang terdekatnya. Pengakuan status bagi lansia adalah salah satu penghargaan sehingga mereka menjadi merasa lebih dihargai sehingga hidupnya dirasakan lebih berarti. Hal ini dapat menyebabkan kehidupan lansia tersebut menjadi lebih baik yaitu dapat mengurangi penurunan gangguan kesehatan baik fisik maupun jiwa mereka.16
Uji analisa hubungan antara variabel tingkat depresi dan kejadian insomnia dengan bantuan uji Chisquare. Hasil penelitian yang diobservasi dari 93 responden didapatkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat depresi dengan kejadian insomnia (p=0,019). Hal ini didukung dengan penelitian yang menyatakan bahwa penyebab tersering dari insomnia yang ditemukan oleh dokter adalah depresi dan 80% insomnia terjadi pada pasien dengan depresi dan nyeri kronik.17 Penelitian yang dilakukan Kota Zagazig, Mesir juga menemukan bahwa sebanyak 32,7% lansia yang menderita depresi mengalami insomnia. Hal ini dilihat dari hubungan statistik yaitu terkait antara depresi dan gejala insomnia. Depresi ditemukan memiliki hubungan
positif yang signifikan dengan skor insomnia serta dapat mempengaruhi kualitas hidup.18
Lansia di Puskesmas Abiansemal II, Badung sebagian besar mengalami depresi ringan sebanyak 49 lansia (52,7%). Pada penelitian ini hal yang paling berpengaruh pada sebagian besar lansia yang datang ke posyandu lansia sudah meninggalkan banyak kegiatan dan minat atau kesenangan. Selain itu lebih sering berada dirumah untuk melaksanakan kegiatan sehari-hari dibandingkan pergi keluar rumah dan menikmati hal-hal yang baru serta banyak lansia dalam persoalan hidupnya pada penelitian ini bahwa adanya konflik dengan keluarga, kemiskinan dan kegagalan yang beruntun. Responden memiliki pandangan negatif terhadap dirinya akibat hal-hal tersebut. Hal ini ditandai dengan adanya perasaan yang kesepian, merasa hidupnya tidak lebih baik dari orang lain dan merasa tidak berguna. Apabila lansia mengalami hal tersebut secara berulang sehingga lansia cenderung tidak dapat mengendalikan dirinya sendiri. Kejadian depresi ringan pada lansia merupakan fase awal untuk memasuki keadaan yang lebih kronis. Penelitian lainnya menyatakan bahwa depresi adalah salah satu gangguan mental umum dan terbukti sering terjadi pada lansia.7 Menurut penelitian di Khartoum, Saudi Arabia prevalensi kejadian depresi pada lansia yang berusia 60-69 tahun mencapai 41,1%. Hal ini dikarenakan pada usia ini, masa transisi telah dimulai yang dapat merubah kehidupan lansia seperti pensiun dari pekerjaan, menderita akibat penurunan kegiatan sosial dan menurunnya peran lansia dalam keluarga. Perubahan ini dapat memberikan beban stres pada lansia terutama untuk depresi dan kecemasan.19 Hal ini sama dengan studi penelitian yang menyatakan bahwa depresi pada lansia yang mengalami depresi dengan kelompok usia sebelum 55 tahun cenderung memiliki aktivitas platelet monoamine oksidase yang lebih rendah dibandingkan kelompok usia lainnya. Monoamine oksidase adalah serangkaian sistem enzim yang kompleks dan tersebar luas di dalam tubuh serta memiliki peranan dalam dekomposisi amin biogenik seperti norepinefrin, epinefrin, dopamine, serotonin. Kadar monoamine oksidase yang lebih tinggi pada lansia akan mengakibatkan gangguan amin biogenik yang akhirnya akan memicu terjadinya depresi.20
Sedangkan penelitian yang dilakukan pada lansia di Briddashram, Nepal bahwa ditemukan 57,8% lansia mengalami depresi. Namun, kejadian depresi pada studi tersebut lebih tinggi daripada penelitian ini karena disebabkan oleh gangguan dalam kegiatan instrumental hidup sehari-hari. Gangguan dalam kegiatan instrumental hidup sehari-hari (IADL) adalah salah satu ekspresi dari ketergantungan fungsional dan langkah umum untuk menilai kesehatan di usia tua. Pada studi ini, ketergantungan fungsional yang dialami
Il—∖/—∖ λ ∣directoryof OPEN ACCESS IJOURNALS
oleh lansia seperti mengalami penyakit kronis (diabetes, hipertensi dan arthritis) merupakan prediktor penting keterbatasan fisik pada lansia yang dapat memperburuk gejala depresi pada lansia.21
Adanya depresi pada lansia sebagai faktor emosional dapat menyebabkan gangguan tidur pada lansia.4 Pada penelitian ini ditemukan bahwa sebanyak 26 lansia (53,1%) menderita depresi ringan mengalami kejadian insomnia. Lansia yang menderita depresi ringan yang mengalami kejadian insomnia dalam penelitian ini sering mengeluh tidak bisa tertidur setelah 30 menit berbaring, pada malam hari atau dini hari lansia sering mengeluh mendadak terbangun, lansia juga mengeluh seringnya terbangun untuk buang air kecil atau buang air besar ke kamar mandi serta merasakan kepanasan pada malam hari. Hal ini didukung oleh penelitian yang menunjukkan bahwa 85% lansia yang depresi mengalami kejadian insomnia. Gangguan tidur yang cenderung dialami pada lansia yang mengalami depresi adalah insomnia. Tingkat depresi yang paling sering dialami responden adalah tingkat depresi ringan. Pada tingkat depresi ringan, responden merasakan gejala-gejala depresi dengan frekuensi yang cukup jarang. Hal ini disebabkan karena faktor depresi membuat sulitnya seseorang untuk memulai tidur karena memikirkan suatu permasalahan dalam hidupnya. Kondisi depresi pada seseorang membuat perasaan menjadi gelisah. Jika hal ini terjadi, maka kuantitas tidur akan berkurang. Dimana hal ini dapat mempengaruhi kualitas tidur. Kualitas tidur yang buruk berhubungan dengan menurunnya produktivitas dalam kehidupan sehari-hari.22
Pada studi penelitian yang dilakukan di Jember pada lansia juga menemukan adanya perbedaan kualitas tidur pada lansia yang mengalami tingkat depresi ringan dibandingkan lansia yang tidak mengalami depresi. Tingkat gangguan tidur yang dialami lansia dengan depresi ringan lebih tinggi daripada lansia yang tidak merasakan depresi. Adanya depresi berhubungan dengan frekuensi terbangun dan kesulitan tidur di malam hari. Penelitian ini juga menemukan bahwa lansia dengan depresi membutuhkan waktu lebih dari 3 jam untuk memulai tidur sehingga merasa mengantuk di kala siang hari.23 Studi di Jepang juga menunjukkan prevalensi depresi pada lansia ≥ 65 tahun sebesar 18,3%. Gejala insomnia paling tinggi adalah kesulitan mempertahankan tidur. Tingkat depresi berhubungan dengan tingkat keparahan insomnia yang diderita para lansia tersebut. Hal-hal yang berhubungan dengan depresi diantaranya adalah stress psikologis dan adanya penyakit yang diderita.24 Depresi dan cemas yang dialami oleh lansia cenderung memiliki pola tidur yang berbeda dengan lansia yang tidak mengalami depresi. Gangguan
mental umum yaitu depresi memiliki gangguan pada setiap stadium siklus tidur. Selain itu, lansia yang mengalami depresi efisiensi tidurnya mengalami penurunan dan cenderung memburuk. Gangguan depresi dapat mempengaruhi tidur gelombang pendek yang cenderung menurun, latensi Rapid Eye Movement (REM) mengalami penurunan, serta adanya aktivitas yang meningkat pada REM. Depresi yang dialami oleh lansia dapat mempengaruhi episode tidur REM-nya menjadi lebih awal dibandingkan orang normal pada umumnya sehingga lansia dapat cenderung terbangun lebih awal atau dini hari yang juga menyebabkan lansia tidak merasa segar pada pagi hari dan mengantuk pada siang hari.9
SIMPULAN
Lanjut usia memiliki kerentanan dalam mengalami gangguan depresi dan insomnia. Gangguan ini sangat mempengaruhi aktivitas para lansia. Sebanyak 93 orang lansia dijadikan sampel penelitian dengan metode cross-sectional. Instrumen yang digunakan adalah Geriatric Depression Scale-15 (GDS-15) dan Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI). Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan didapatkan adanya hubungan yang bermakna antara tingkat depresi dengan kejadian insomnia pada lansia di Puskesmas Abiansemal II, Badung (X2 = 7,930, p < 0,05).
DAFTAR PUSTAKA
-
1. Silva, E.R, Souza A.R.P, Ferreira, L.B, & Peixoto, H.M. Prevalence and factors associated with depression amoing institutionalized elderly
individuals: Nursing care support. Ev. Esc.
Enferm. 2012;46(6):1388-1394
-
2. Prachecth, R, Mayur, S.S. & Chowti, J.V. Geriatric depression scale: A tool to assess depression in elderly. International Journal of Medical Science and Public Health. 2013;2(1):31-35
-
3. Dewi, S.R. Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Cetakan 1. [Online] Yogyakarta, Deepublish. 2014;h.1-115. Akses dari:
https://books.google.co.id/books?id=3FmACAAA QBAJ&pg=PR5&lpg=PR5&dq=buku+ajar+keper awatan+gerontik+edisi+1+dewi&source=bl&ots= VFWpTRwCuM&sig=o_Qj_o3VixDy2rM_oPXr EbxF5dI&hl=id&sa=X&ved=0ahUKEwitg53sr8v KAhWBSI4KHbzhBjMQ6AEIJzAC#v=onepage &q=buku%20ajar%20keperawatan%20gerontik% 20edisi%201%20dewi&f=false [akses 30 Oktober 2015]
DOAJ
-
4. Nugroho, H.W. Keperawatan Gerontik dan Geriatrik. Edisi 3. Jakarta: Buku Kedokteran EGC. 2008:h.1-259
-
5. World Health Organization. Mental health and Older Adults. 2015.
-
6. Yasa, P. Artana, I. & Sukmandari, A. Hubungan dukungan keluarga terhadap kejadian depresi pada lansia di Desa Pererenan, Mengwi Badung. Jurnal Dunia Kesehatan, 2014;3(1):1-5
-
7. Irawan, H. Gangguan depresi pada lanjut usia. CDK-210. 2013;40(11):815-819
-
8. Sudoyo, A.W, Setiyohadi, B, Alwi, I., Simadibrata, M.K. & Setiati. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I Edisi V. Jakarta: Interna Publishing. 2009.
-
9. Raharja, E.A. Hubungan antara tingkat depresi dengan kejadian insomnia pada lanjut usia di Karang Werdha Semeru Jaya Kecamatan Sumbersari Kabupaten Jember. Skripsi. 2013;1-115
-
10. Lopes, C.S, Robaina, J.R. & Roternberg, L. Epidemiology Insomnia: Prevalence and Risk Factor, Can’t Sleep? Issues of Being Insomnia. [Online] InTech. 2012. Akses dari
http://www.intechopen.com/books/can-t-sleep-issues-of-being-an-insomniac/epidemiology-of-insomnia-prevalence-and-risk-factors [akses 30 Oktober 2015]
-
11. Badan Pusat Statistik Provinsi Bali. Laju pertumbuhan penduduk per kabupaten/kota di provinsi Bali. Bali. 2013.
-
12. Murti, B. Desain dan Ukuran Sampel untuk Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif di Bidang Kesehatan. Edisi ke-2. Yogyakarta: UGM Pers. 2010
-
13. Tanaya, R.R & Yasa, W.M. Kesejahteraan Lansia dan Beberapa Faktor yang Mempengaruhi di Desa Dangin Puri Kauh. PIRAMIDA Jurnal Kependudukan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia. 2016;XI(1):8-12
-
14. Andini, N.K, Nilakusmawati, D.P.E, Susilawati, M. Faktor-faktor yang memengaruhi penduduk lanjut usia masih bekerja. PIRAMIDA Jurnal Kependudukan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia. 2013;IX(1):44-49
-
15. Pradnyandari, D. Sri, D. Perbandingan Kejadian dan Status Depresi Lansia yang Tinggal Bersama Keluarga dengan yang Tinggal di Panti Sosial Tresna Werdha Wana Seraya Denpasar Bali. E-Jurnal Medika Udayana. 2014;3(12):1-15
-
16. Rimbawan, N.D. Profil Lansia di Bali dan Kaitannya dengan Pembangunan. Skripsi, 2009;1-11.
-
17. Susanti, L. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kejadian Insomnia di Poliklinik Saraf DR. M. Djamil Padang. Jurnal Kesehatan Andalas. 2015;4(3):951-956
-
18. Aziz, R.H, Abd, E.S. & Seoud, A.R. Insomnia: Prevalence, risk factors , and its effect on quality of life among elderly in Zagazig City, Egypt. Journal of Nursing Education and Practice. 2014;4(8):52-69
-
19. Azzil, S.M, Zeidan, Z.A. Prevalence of Depression and Associated Factors Among Elderly Sudanese: A Household Survey in Khartoum State. Eastern Mediterranean Health Journal, 2013;19(5):435-440
-
20. Mulyadi, R.R, Mardijana, A, Nurdian, Y. Gambaran Tingkat Depresi terhadap Lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Kabupaten Jember. Journal of Agromedicine and Medical Sciences. 2016;2(2):7-11
-
21. Chalise, H.M. Depression among Elderly Living in Briddashram (old age home). Advances in Aging Research. 2014;3(1):6-11
-
22. Nilam, W.S. & Lucia, Y.H. Analisis Risiko Depresi, Tingkat Sleep Hygiene dan Penyakit Kronis dengan Kejadian Insomnia pada Lansia. Jurnal Berkala Epidemiologi. 2015;3(2):181-193
-
23. Silvanasari, I.A. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kualitas Tidur yang Buruk pada Lansia di Desa Wonojati Kecamatan Jenggawah Kabupaten Jember. Skripsi. Jember; Universitas Jember. 2014;41-42
-
24. Yokoyama, E, Kaneita, Y, Saito, Y, Uchiyama, M, Matsuzaki, Y, Tamaki, T, Munezawa, T. & Ohida, T. Association between Depression and Insomnia Subtypes: A Longitudinal Study on the Elderly in Japan. Sleep. 2010; 33: 1693-1702.
https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum
13
Discussion and feedback