PROFIL KASUS FRAKTUR LEHER FEMUR YANG DILAKUKAN TINDAKAN OPERASI DI RSUP SANGLAH DENPASAR PERIODE MARET 2016-AGUSTUS 2017
on
ISSN: 2303-1395 E-JURNAL MEDIKA, VOL. 7 NO.12,Desember, 2018
Il--∖/—S A I DfRECTORY OF OPEN ACCESS I_^∖^/ ∖—J JOURNALS
PROFIL KASUS FRAKTUR LEHER FEMUR YANG DILAKUKAN TINDAKAN OPERASI DI RSUP SANGLAH DENPASAR PERIODE MARET 2016-AGUSTUS 2017
Ketut Trisna Parama Kartika1, I Wayan Subawa2, IGL Ngurah Agung Artha Wiguna2 1Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 2Bagian/SMF Orthopedi dan Traumatologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah, Denpasar
Email : [email protected]
ABSTRAK
Fraktur leher femur merupakan fraktur ekstremitas bawah yang jarang terjadi diantara fraktur lainnya, namun dapat mempengaruhi kualitas hidup seseorang sehingga memerlukan penanganan yang tepat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui profil kasus fraktur leher femur yang dilakukan tindakan operasi di RSUP Sanglah periode Maret 2016-Agustus 2017. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif cross-sectional dengan jumlah sampel sebanyak 49 responden yang dilakukan di RSUP Sanglah dalam periode Maret 2016-Agustus 2017. Data pada penelitian ini menggunakan data sekunder yang didapatkan dari rekam medis dan dianalisis dengan menggunakan SPSS. Hasil penelitian yang didapatkan bahwa dari 49 responden, tindakan ORIF sebesar 42,9%, hemiarthroplasty bipolar 53,1%, THA 4,1%. Usia rerata adalah 52 tahun dimana kelompok usia terbanyak terjadi pada usia dewasa (25-59 tahun) sebesar 44,9%. Jenis kelamin laki-laki sebesar 44,9% dan perempuan 55,1%. IMT rerata adalah 23 kg/m2 yang terbanyak pada kelompok IMT di atas normal (23-29,9 kg/m2) sebesar 46,9%. Responden dengan riwayat merokok 8,2%; minum alkohol 2,6%; riwayat penyakit kronis seperti DM (8,2%), hipertensi (8,2%), gagal ginjal kronis (2%); dan riwayat penggunaan obat kortikosteroid sebesar 14,3%. Penelitian ini menyimpulkan bahwa pada kasus fraktur leher femur tindakan yang sering dilakukan adalah hemiarthroplasty bipolar, yang banyak terjadi pada usia dewasa dengan jenis kelamin perempuan dan rerata IMT di atas normal. Responden lebih dominan tidak memiliki riwayat merokok, minum alkohol, penyakit komorbid, dan penggunaan kortikosteroid.
Kata kunci: fraktur leher femur, profil pasien, tindakan
ABSTRACT
Femoral neck fracture is a lower limb fracture which is infrequently occur among the other fractures, yet it is affected the life quality of a person so it requires appropriate handling. The purpose of this research is to find out the case profile of femoral neck fracture which carried out surgery at Sanglah Hospital on the period of March 2016 until August 2017. This research is a descriptive cross-sectional research with 49 respondents as the number of samples which is conducted at Sanglah Hospital on the period of March 2016 until August 2017. The data in this study used secondary data obtained from medical records and analyzed using SPSS. The result of this study based on 49 respondents with the ORIF management 42.9%, hemiarthroplasty bipolar 53.1%, and THA 4.1%. The average age is 52 years old with male 44.9% and female 55.1%. The average of BMI is 23 kg/m2 and the most is in the group with BMI above normal (23-29.9 kg/m2) amounted to 46.9%. 8.2% respondents with smoking history, 2.6% drinking alcohol, 8.2% history of chronic diseases such as DM, 8.2% hypertension, 2% chronic kidney disease (CKD), and a history of corticosteroid use of 14.3%. The study concludes that in femoral neck fracture the management that often being done is hemiarthroplasty bipolar, which frequently happen to adults, female, and the average of BMI is above normal. The more dominant respondents did not have a history of smoking, drinking alcohol, comorbid disease, and corticosteroid.
Keywords: femoral neck fracture, patient profile, management
PENDAHULUAN
Fraktur merupakan suatu kondisi patahnya tulang dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh cedera, baik secara langsung maupun tidak langsung dan dapat mengakibatkan
tulang kehilangan fungsinya sebagai penyokong tubuh.1 Fraktur dapat terjadi di berbagai tempat pada sistem rangka, khususnya pada ekstremitas bawah yang memiliki fungsi sebagai mobilisasi agar tubuh manusia dapat berpindah dari satu tempat ke tempat
lainnya. Fraktur leher femur merupakan fraktur yang perlu mendapat perhatian khusus di mana leher femur adalah tulang persambungan antara tulang panggul dan tulang paha.2
Jumlah kasus fraktur ini mencapai lebih dari 250.000 kasus setiap tahunnya di Amerika Serikat dan biasanya banyak terjadi pada pasien di atas 50 tahun.3 Prevalensi terjadinya kasus ini di seluruh dunia diperkirakan sejumlah 4,5 juta, 740.000 diantaranya dapat mengakibatkan kematian dan 1,75 juta menyebabkan kecacatan di dunia per tahun serta diperkirakan akan meningkat pada tahun 2050 mendatang.4 Menurut Kemenkes RI tahun 2014, fraktur ekstremitas bawah memiliki prevalensi tinggi sebesar 46,2% dibandingkan dengan fraktur lainnya. Berdasarkan data rekam medis RSUP Sanglah tahun 2012, kasus fraktur femur sebanyak 239 kasus (24,54%) atau rerata sebanyak 20 kasus per bulan, di mana kejadian terbesar dialami oleh pasien dengan rentang usia 20-65 tahun. Fraktur leher femur sangat jarang terjadi pada anak-anak dengan angka kejadian kurang dari 1%.5
Fraktur leher femur pada umumnya disebabkan oleh karena terjatuh. Namun ada beberapa faktor risiko yang ikut terlibat antara lain, usia, jenis kelamin, indeks massa tubuh (IMT), etnik, riwayat cedera pasien, riwayat penggunaan obat-obatan seperti kortiokosteroid, dan riwayat diabetes serta osteoporosis.6
Penatalaksaan fraktur leher femur dapat dibagi menjadi dua, yaitu tindakan operasi dan tanpa operasi. Pada usia anak-anak masih memiliki kemampuan regenerasi tulang sehingga penanganan yang dilakukan lebih dominan dengan tanpa operasi. Tindakan operasi pada pasien fraktur leher femur lebih di rekomendasikan untuk mencegah komplikasi yang terjadi seperti nekrosis avascular, malunion, non-union, dan sindrom kompartemen. Macam-macam tindakan operasi yang dilakukan antara lain, Open Reduction and Internal Fixation (ORIF), hemiarthroplasty (unipolar dan bipolar), dan Total Hip Arthroplasty (THA).7,8 Angka kejadian fraktur leher femur meningkat dari tahun ke tahun sehingga diperlukan tindakan yang tepat untuk mengembalikan fungsional tubuh. Namun di RSUP Sanglah Denpasar mengenai distribusi tindakan operasi masih belum diketahui. Oleh sebab itu, penting dilakukan penelitian untuk mengetahui profil kasus fraktur leher femur yang dilakukan tindakan operasi di RSUP Sanglah pada periode Maret 2016-Agustus 2017.
METODE
Jenis penelitian ini adalah penelitian epidemiologi deskriptif retrospektif dengan desain penelitian potong lintang (cross-sectional).
Pengumpulan data dilakukan hanya satu kali pada tiap responden yang tercatat pada rekam medis di RSUP Sanglah Denpasar.
Sampel pada penelitian ini adalah pasien fraktur leher femur yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Kriteria inklusi yang digunakan yaitu data pasien fraktur leher femur yang telah menjalani tindakan operasi di RSUP Sanglah dalam periode Maret 2016-Agustus 2017. Kriteria eksklusi yang digunakan yaitu data pasien fraktur leher femur yang datang ke rumah sakit tidak lengkap meliputi nama, usia, jenis kelamin, berat badan, tinggi badan, riwayat penggunaan obat kortikosteroid, merokok, minum alkohol, dan riwayat penyakit komorbid seperti diabetes, hipertensi, dan gagal ginjal kronis, serta pasien yang mengalami penyakit penyerta serius sehingga tidak diindikasikan untuk menjalani tindakan operasi.
Penelitian ini menggunakan data sekunder yang berasal dari rekam medis pasien fraktur leher femur di RSUP Sanglah Denpasar periode Maret 2016-Agustus 2017. Data pasien yang didapat dari rekam medis dan telah memenuhi kriteria inklusi kemudian akan dicatat profil atau karakteristik dari pasien serta jenis penanganan yang dilakukan. Data yang telah dikumpulkan kemudian diolah dengan komputer lalu dianalisis dengan SPSS. Analisis data dilakukan dengan menggunakan prevalensi dan distribusi frekuensi kemudian disajikan dalam bentuk narasi dan tabel.
HASIL
Pada penelitian ini didapatkan hasil bahwa dalam periode Maret 2016 hingga Agustus 2017 didapatkan 78 kasus fraktur leher femur, namun sebanyak 12 data tereksklusi dan sebanyak 17 data tidak lengkap. Oleh karena itu, dari 78 data rekam medis yang berhasil memenuhi kriteria inklusi sebanyak 49 data yang dapat dijadikan sampel dalam penelitian ini.
Distribusi Penanganan Kasus Fraktur Leher Femur di RSUP Sanglah
Berdasarkan Tabel 1 yang memaparkan bahwa dari 49 orang yang melakukan tindakan operasi untuk penanganan kasus fraktur leher femur, tindakan terbanyak yang dilakukan adalah dengan hemiarthroplasty bipolar yaitu sejumlah 26 orang (53,1%), kemudian sebanyak 21 orang (42,9%) dilakukan tindakan ORIF, dan tindakan yang jarang dilakukan adalah tindakan THA yang berjumlah 2 orang (4,1%).
Distribusi Klinis Pasien Fraktur Leher Femur di RSUP Sanglah
Distribusi klinis pasien fraktur leher femur berdasarkan usia, jenis kelamin, IMT, riwayat merokok, riwayat minum alkohol, riwayat penyakit komorbid, dan riwayat penggunaan obat kortikosteroid dipaparkan dalam Tabel 2.
I—∖f—∖ A I DIRECTORY OF
OPEN ACCESS
I_/k^/ X^_J JOURNALS
Tabel 1. Distribusi Penanganan Kasus Fraktur Leher Femur di RSUP Sanglah | ||
Tindakan |
Jumlah (n) |
Persentase (%) |
ORIF |
21 |
42,9 |
Hemiarthroplas ty Bipolar |
26 |
53,1 |
Total Hip Arthroplasty |
2 |
4,1 |
Berdasarkan distribusi usia menjelaskan bahwa dari 49 responden yang digunakan, rerata usia responden kasus fraktur leher femur adalah 52,5 tahun, dengan proporsi terbanyak pada rentang usia 25-59 tahun sebanyak 22 orang (44,9%). Pada proporsi tersebut tidak jauh berbeda dengan kelompok usia ≥60 tahun yaitu sebanyak 21 responden (42,9%).
Menurut jenis kelamin kasus ini paling sering dialami oleh perempuan dengan jumlah 27 orang (55,1%). Pada laki-laki hanya sedikit perbedaan dengan perempuan, yaitu berjumlah 22 orang (44,9%).
Tabel 2. Distribusi Klinis Pasien Fraktur Leher | |
Femur di RSUP Sanglah | |
Karakteristik |
Jumlah (%) |
Umur |
52,5 ± 22,4* |
Anak-anak (0 – 14 tahun) |
2 (4,1) |
Remaja (15 – 24 tahun) |
4 (8,2) |
Dewasa (25 – 59 tahun) |
22 (44,9) |
Manula (>60 tahun) Jenis Kelamin |
21 (42,9) |
Laki-laki |
22 (44,9) |
Perempuan |
27 (55,1) |
IMT (kg/m2) |
22,7 ± 3,3* |
Di Bawah Normal (<18,5) |
6 (12,2) |
Normal (18,5-22,9) |
19 (38,8) |
Di Atas Normal (23-29,9) |
23 (46,9) |
Obesitas (≥30) |
6 (35,3) |
1 (2,0) | |
Riwayat Merokok Merokok |
4 (8,2) |
Tidak Merokok |
45 (91,8) |
Riwayat Minum Alkohol Minum Alkohol |
1 (2,0) |
Tidak Minum Alkohol Riwayat Penyakit Komorbid Ada Riwayat |
48 (98,0) |
Diabetes Melitus |
4 (8,2) |
Hipertensi |
4 (8,2) |
Gagal Ginjal Kronis |
1 (2,0) |
Tidak Ada Riwayat |
40 (81,6) |
Riwayat Penggunaan Obat Kortikosteroid | |
Ada Riwayat |
7 (14,3) |
Tidak Ada Riwayat |
42 (85,7) |
* rerata ± SB |
Pada tabel tersebut juga memaparkan rerata IMT pasien yang mengalami fraktur leher femur adalah 22,7 kg/m2. Proporsi terbesar dialami oleh sekelompok responden yang memiliki IMT di atas normal, yaitu sebanyak 23 orang (46,9%), sedangkan proporsi terkecil terdapat pada responden yang memiliki IMT obesitas, yaitu hanya 1 orang (2%).
Pada tabel tersebut juga memaparkan rerata IMT pasien yang mengalami fraktur leher femur adalah 22,7 kg/m2. Proporsi terbesar dialami oleh sekelompok responden yang memiliki IMT di atas normal, yaitu sebanyak 23 orang (46,9%), sedangkan proporsi terkecil terdapat pada responden yang memiliki IMT obesitas, yaitu hanya 1 orang (2%).
Berdasarkan riwayat merokok lebih sering terjadi pada responden yang tidak merokok, dengan jumlah 45 orang (91,8%). Hasil penelitian ini didapatkan bahwa hampir seluruh responden tidak memiliki riwayat minum alkohol, dengan jumlah responden yang tidak minum alkohol sebanyak 48 orang (98%), dan hanya 1 orang (2%) yang memiliki riwayat minum alkohol. Menurut penyakit komorbid paling dominan pada responden yang tidak memiliki riwayat penyakit komorbid, yaitu sejumlah 40 orang (81,6%) dari total 49 responden. Adapun responden dengan riwayat penyakit komorbid DM dan hipertensi memiliki jumlah yang sama yaitu sebanyak 4 orang (8,2%), sedangkan untuk gagal ginjal hanya dialami oleh 1 orang (2%) saja. Berdasarkan riwayat penggunaan obat kortikosteroid sebanyak 42 orang (85,3%) tidak memiliki riwayat penggunaan obat kortikosteroid, sedangkan untuk responden yang memiliki riwayat penggunaan obat kortikosteroid hanya sejumlah 7 orang (14,3%).
DISKUSI
Menurut penelitian ini, penanganan kasus fraktur leher femur lebih sering dilakukan tindakan hemiarthroplasty bipolar sebesar 53,1%, dan yang paling jarang dilakukan adalah dengan jenis tindakan THA yaitu sebesar 4,1%. Penelitian yang dilakukan oleh Bhandari dkk9, dari 298 responden yang digunakan responden dengan rentang usia 60-80 tahun, 41% dilakukan tindakan hemiarthroplasty bipolar, 17% dengan tindakan THA.9 Tindakan hemiarthroplasty bipolar banyak dilakukan oleh karena tindakan ini memberikan hasil yang lebih baik pada kasus dislokasi, selain itu juga disarankan bagi pasien yang memiliki kebutuhan fungsional yang rendah dan harapan hidup yang terbatas, contohnya pada pasien usia lanjut.10 Tindakan ORIF direkomendasikan jika fraktur yang terjadi dapat di reposisi dengan adekuat, kualitas tulang yang masih baik, dan tidak ada riwayat osteoarthritis. Pada tindakan THA dapat direkomendasikan apabila terjadi erosi pada acetabulum.11
Berdasarkan usia pasien fraktur leher femur didapatkan hasil bahwa kasus ini lebih sering terjadi pada sekelompok usia dengan rentang 25-59 tahun yang termasuk dalam kategori dewasa. Pada
penelitian yang dilakukan oleh Al-Ani dkk12 pada tahun 2013 menyatakan bahwa pada rentang usia 5069 tahun paling banyak terjadi kasus fraktur leher femur.12 Penelitian retrospektif dengan
menggunakan 104 pasien yang dilakukan oleh Marley dkk13 pada tahun 2015 mendapatkan hasil bahwa dengan rentang usia 30-50 tahun merupakan usia yang dominan pada kasus fraktur leher femur yang disebabkan oleh faktor osteoporosis yaitu pengereposan tulang yang mulai terjadi seiring dengan onset terjadinya menopause.13 Kejadian pada dewasa muda disebabkan oleh karena kecelakaan dan besarnya aktifitas fisik yang dilakukan.14
Responden yang berjenis kelamin perempuan lebih banyak mengalami kasus fraktur leher femur dibandingkan laki-laki dengan jumlah responden perempuan sebesar 55,1% dari total responden yang digunakan. Penelitian yang dilakukan oleh Kesmezacar15 pada tahun 2010 didapatkan hasil bahwa jenis kelamin perempuan lebih banyak terjadi kasus ini dibandingkan laki-laki dengan jumlah kasus pada perempuan sebesar 69,1%.15 Hasil ini juga serupa dengan penelitian oleh Rivadeneira16 yang menyatakan bahwa jenis kelamin perempuan lebih banyak mengalami kasus fraktur leher femur. Laki-laki lebih jarang terjadi karena anatomi tulang leher femur pada laki-laki 10% lebih kuat, 27% massa tulangnya lebih besar dan 15% diameter tulangnya lebih lebar, jika dibandingkan dengan perempuan.16 Dalam hal ini perempuan lebih dominan juga disebabkan karena faktor osteoporosis paska menopause pada perempuan lebih cepat dibandingkan laki-laki.17
Kasus fraktur leher femur banyak terjadi pada responden yang memiliki IMT di atas normal (23-29,9 kg m-2) yaitu sebesar 46,9%. Chan dkk18 melakukan penelitian di Australia dengan mendapatkan hasil bahwa pada perempuan dan laki-laki rerata memiliki risiko untuk terjadinya fraktur dengan IMT di atas rerata.18 Berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Shen19 yang menyatakan bahwa kasus fraktur leher femur lebih banyak terjadi pada populasi dengan IMT di bawah normal.19 Hasil yang berbeda juga didapatkan oleh Tanaka20, IMT di bawah rerata lebih dominan untuk terjadi fraktur leher femur. Berdasarkan studi meta-analisis menyatakan bahwa hubungan IMT dengan risiko untuk terjadinya fraktur lebih besar terjadi pada IMT yang di bawah normal oleh karena kekurangan nutrisi terutama protein dan vitamin D.20 Menurut penelitian Tanaka20, pada pasien dengan IMT di atas rerata lebih berisiko tinggi untuk terjadinya fraktur vertebra dan memiliki risiko rendah untuk terjadinya fraktur leher femur, namun fraktur leher femur dapat terjadi biasanya disebabkan oleh karena terjatuh. Begitupula pada penelitian ini yang berbeda dengan penelitian sebelumnya bahwa kasus fraktur leher femur lebih dominan terjadi pada responden dengan IMT di atas normal, hal itu terjadi
karena rerata penyebab terjadinya fraktur leher femur di RSUP Sanglah adalah terjatuh.20
Jumlah kasus fraktur leher femur yang tidak memiliki riwayat merokok lebih banyak yaitu sebesar 91,8% dari total keseluruhan responden. Penelitian yang dilakukan oleh Lie dkk21 didapatkan hasil jumlah responden yang tidak merokok lebih banyak dibandingkan merokok.21 Merokok berhubungan dengan prilaku gaya hidup yang merugikan, karena dapat menurunkan massa tulang. Dalam studi meta-analisis menunjukkan bahwa perokok lebih rentan untuk terjadinya fraktur. Namun tidak ada perbedaan yang signifikan antara fraktur leher femur dengan merokok.21
Riwayat minum alkohol pada kasus fraktur leher femur memiliki jumlah yang sangat sedikit, yaitu hanya 2%, dibandingkan dengan responden yang tidak memiliki riwayat minum alkohol. Penelitian serupa juga dilakukan oleh Al-Ani dkk12 yang menyatakan bahwa kasus fraktur leher femur lebih banyak terjadi pada responden yang tidak memiliki riwayat minum alkohol.12 Pengaruh alkohol terhadap proses osteoporosis yang menyebabkan terjadinya fraktur leher femur tergantung pada jumlah alkohol yang dikonsumsi. Berdasarkan studi meta-analisis menyatakan bahwa mengkonsumsi dua unit alkohol tidak menyebabkan peningkatan risiko untuk terjadinya fraktur dimana satu unit alkohol sebanding dengan 10 mililiter (8 gram) alkohol murni. Namun peningkatan risiko untuk terjadinya osteoporosis terjadi dengan mengkonsumsi tiga unit atau lebih alkohol.12,22
Penyakit komorbid yang diteliti pada penelitian ini adalah DM, hipertensi, dan gagal ginjal kronis. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa kasus fraktur leher femur banyak terjadi pada responden yang tidak memiliki riwayat penyakit komorbid apapun. Responden dengan DM dan hipertensi memiliki jumlah yang sama yaitu 8,2% dan lebih dominan dibandingkan dengan gagal ginjal kronis sebesar 2%. Pada tahun 2016, Mani KC dkk22 melakukan penelitian dimana lebih dominan pada responden yang tidak memiliki riwayat penyakit komorbid apapun.22 Responden yang memiliki riwayat hipertensi sebesar 20% dan riwayat DM berjumlah sebesar 15%. Hipertensi berhubungan dengan peningkatan level hormon paratiroid yang dapat menyebabkan penurunan kualitas tulang, mempercepat proses remodeling tulang, dan menurunkan massa tulang.23 Pada pasien DM dengan gula darah puasa lebih dari 7 mmol/L, durasi penyakit lebih dari 10 tahun, dalam pengobatan dengan insulin dan ditemukan adanya retinopati diabetes dapat berhubungan dalam meningkatkan terjadinya fraktur.24 Berbeda dengan gagal ginjal kronis, menurut Devkota25, fraktur leher femur dengan gagal ginjal kronis tidak memiliki hubungan yang signifikan.25
Responden yang memiliki riwayat penggunaan obat kortikosteroid hanya sebesar 14,3%
dari total responden. Penelitian ini serupa dengan penelitian yang dilakukan oleh Al-Ani dkk12 pada empat rumah sakit di Stockholm yang menyatakan bahwa pada pasien fraktur leher femur riwayat penggunaan kortikosteroid lebih sedikit
dibandingkan yang tidak menggunakan.12 Menurut Xie dkk26 menyatakan bahwa penggunaan steroid dapat mencetuskan terjadinya osteonekrosis. Osteonekrosis merupakan kondisi dari kematian osteosit dan sumsum tulang, diikuti oleh resorpsi dari jaringan nekrotik, yang menyebabkan terjadinya destruksi arsitektur tulang secara progresif.26 Akan tetapi, kasus fraktur leher femur jarang terjadi selama proses osteonekrosis pada kepala femur.27 Interval antara penggunaan steroid dan onset terjadinya osteonekrosis yaitu dari enam bulan sampai lebih dari tiga tahun.26
SIMPULAN
Penelitian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa pada kasus fraktur leher femur tindakan yang sering dilakukan adalah hemiarthroplasty bipolar, yang banyak terjadi pada usia dewasa dengan jenis kelamin perempuan dan rerata IMT di atas normal. Responden lebih dominan tidak memiliki riwayat merokok, minum alkohol, penyakit komorbid, dan penggunaan kortikosteroid.
DAFTAR PUSTAKA
-
1. Helmi ZN. Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal. Jakarta: Salemba Medika. 2014.
-
2. Solomon L, Warwick D, Nagayam S. Apley's System of Orthopaedics and Fractures edisi ke 9 UK: Hodder Arnold. 2010.
-
3. Filipov O. Femoral Neck Fractures-Biological Aspects and Risk Factors. 2014;20(4):5-7.
-
4. Burk A, Martin M, Flierl M. Early Complementopathy After Multiple Injuries in Human. Shock. 2012;3(2):348-54.
-
5. Murugappan KS. Pediatric Femur Fracture. Medscape.
http://emedicine.medscape.com/article/1246 915-overview#a4. Diakses pada tanggal 1 Januari 2016.
-
6. Keating J. Rockwood and Green's Fracture in Adult edisi ke 7. B.R & H.J. Philadelphia: Lippincott Williams &
Wilkins. 2010.
-
7. Sjamsuhidayat, Jong D. Buku Ajar Ilmu Bedah edisi ke 3. Jakarta: Buku Kedokteran ECG. 2011.
-
8. Mittal R, Banerjee S. Proximal Femoral Fracture: Principles of Management and
Review of Literature. Journal of Clinical Orthopaedics and Trauma. 2012;3(1):15-23.
-
9. Bhandari, M. dkk. The Orthopaedic Forum. 2005;87–A(9):2122–2131.
-
10. Ossendorf, C. dkk. Treatment of femoral neck fractures in elderly patients over 60 years of age - which is the ideal modality of primary joint replacement ? Patient Safety in Surger. 2010;4(1):16.
-
11. Sendtner, E. dkk. Fractured Neck of Femur — Internal Fixation Versus Arthroplasty. 2010;107(23) :401–408.
-
12. Al-ani, A.N. dkk. Risk factors for osteoporosis are common in young and middle-aged patients with femoral neck fractures regardless of trauma mechanism. 2013;84(1):54–59.
-
13. Marley WD, Kelly, G. & Nw, T. Alcohol-Related Fracture Admissions : A
Retrospective Observational Study. 2015;84(2) :94–97.
-
14. Solomon, L., Warwick, D. & Nayagam, S. Apley’s system of orthopaedics and fractures edisi ke 9., UK: Hodder Arnold. 2010.
-
15. Kesmezacar H, Ayhan E, Unlu MC, Seker A, Karaca S. Predictors of mortality in elderly patients with an intertrochanteric or a femoral neck fracture. J Trauma. 2010;68(2):153–158.
-
16. Rivadeneira, F. dkk. Bone Instability: The Rotterdam Study. 2007;22(11):1781–1790.
-
17. U.S. Department of Health and Human Service. Bone Health and Osteoporosis A Report of the Surgeon General. 2004;50(2):22–30.
-
18. Chan, M.Y. dkk. Relationship Between Body Mass Index and Fracture Risk Is Mediated by Bone Mineral Density.
2014;29(11) :2327–2335.
-
19. Shen, M. dkk. An update on the Pauwels classification. Journal of Orthopaedic Surgery & Research. 2016;11(2):1–7.
-
20. Tanaka, S. dkk. Overweight / obesity and underweight are both risk factors for
osteoporotic fractures at different sites in Japanese postmenopausal women.
2013;25(2):69–76
-
21. Lie, S.A. dkk. Smoking and Body Fat Mass in Relation to Bone Mineral Density and Hip Fracture : The Hordaland Health Study. 2014;9(3):15-18.
ISSN: 2303-1395 E-JURNAL MEDIKA, VOL. 7 NO.12,Desember, 2018
I—∖/—∖ λ I Directoryof OPEN ACCESS LJV√∕ JOURNALS
-
22. Mani KC, K. & Raj RC, D. Total Hip Arthroplasty for Displaced Femoral Neck Fractures in Elderly Patients. Orthopedic & Muscular System. 2016;5(1):5–8.
-
23. Yang, S. dkk. Association between hypertension and fragility fracture : a longitudinal study. 2013.
-
24. Oei, L. dkk. Diabetes, Diabetic Complications, and Fracture Risk. 2015.
-
25. Devkota, P. & Ahmad, S., 2013. Bilateral impacted femoral neck fracture in a renal disease patient. 2013;54(5):354–355.
-
26. Xie, X., Wang, X. & Yang, H., ScienceDirect Steroid-associated osteonecrosis :
Epidemiology , pathophysiology , animal model , prevention , and potential treatments ( an overview ). Journal of Orthopaedic Translation. 2015;3(2):58– 70.
-
27. Fukui, K., Kaneuji, A. & Matsumoto, T.
2015. Case Report – Open Access International Journal of Surgery Case Reports Occult fracture of the femoral neck associated with extensive osteonecrosis of the femoral head : A case report. International Journal of Surgery Case Reports. 2015;14:136–140.
https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum
6
Discussion and feedback