ISSN: 2303-1395                 E-JURNAL MEDIKA, VOL. 7 NO.11,Nopember, 2018

I-Xf—∖ A IDfRECTORYOF

OPEN ACCESS

L_√V,√∕ ∖—J JOURNALS

HARRIS HIP SCORE SEBAGAI INDIKATOR KEBERHASILAN AUSTIN MOORE PROSTHESIS PADA FRAKTUR KOLUM FEMUR DI BRSUD KABUPATEN TABANAN PERIODE 2016-2017

Mahadhana Sri, Suartika I Wayan, Alit Oka Pramana I Gusti Ngurah.

Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Udayana1, 2SMF Ortopedi dan Traumatologi BRSUD Tabanan

mahadhana.sri@gmail.com

Abstrak

Pengukuran keberhasilan prosedur Austin Moore Prosthesis (AMP) pada fraktur kolum femur yang umumnya diakibatkan oleh trauma minor pada lansia, memerlukan instrumen penilaian multidimensional terhadap fungsi sendi pasca hemiartroplasti dengan Harris Hip Score (HHS). Kami melakukan penilaian terhadap pasien yang menjalani operasi AMP > 6 bulan untuk mengetahui luaran dari pasien-pasien tersebut. Jumlah pasien yang mejalani AMP di BRSUD Kabupaten Tabanan antara Januari 2016 – Desember 2017 sebanyak 8 orang yang seluruhnya masuk dalam kriteria inklusi. Pendataan termasuk melihat karakteristik demografis, Mechanism of Injury, komorbid, hingga interval pra-pasca-operasi. Penilaian HHS dilakukan secara objektif dan seksama diikuti dengan dokumentasi setiap hasil x-ray dari masing-masing pasien. Didapatkan nilai rerata HHS seluruh sampel yaitu 88, dengan nilai terendah 77 dan tertinggi yaitu 96. Mobiliasi dini dan latihan gerak meningkatkan HHS pada pasien. Tidak didapatkan korelasi antara HHS dengan komorbid, interval tunggu operasi, dan lama rawat inap pasca-operasi. Hasil operasi pasien fraktur kolum femur dengan prosedur hemiartroplasti monopolar AMP di BRSUD Kabupaten Tabanan periode 2016 – 2017 berdasarkan Harris Hip Score menunjukan hasil yang baik.

Kata kunci: Fraktur kolum femur, Lansia, Austin Moore Prosthesis, Harris Hip Score, BRSUD Kabupaten Tabanan

Abstract

In order to determine outcome of Austin Moore Prosthesis (AMP) procedure in neck femur fracture which usually caused by minor injury in elderly, Harris Hip Score (HHS) scoring system is needed to assess joint function after joint replacement. We conducted an evaluation on patent who undergo hip joint replacement 6 month after the procedure. Eight patient were treated with AMP in Tabanan General hospital from January 2016 until December 2017 and matched the inclusion criteria. Data acquired from patient such as demography characteristic, mechanism of injury, and time interval between accident and operation. We found among the samples the average score of HHS is 88, with the lowest score is 77 and the highest is 96. Early mobilization and active movement increases HHS. No correlation of HHS with waiting interval, and hospitalization period. Overall result of AMP procedure in Tabanan hospital from early 2016 until late 2017 showed good result.

Keywords: Neck femur fracture, Elderly, Austin Moore Prosthesis, Harris Hip Score, Tabanan Hospital

ISSN: 2303-1395

I--∖/—S A I DfRECTORY OF OPEN ACCESS I_^∖^/ ∖—J JOURNALS

Pendahuluan

Fraktur kolum femur merupakan konsekuensi umum dari trauma pada populasi usia lanjut, dengan lokasi paling sering terjadi pada ujung proksimal paha yang umumnya diakibatkan oleh osteoporosis. Insiden fraktur kolum femur yaitu 2 – 4 per 10.000 pada kelompok usia di bawah 65 tahun, sedangkan pada kelompok usia di atas 70 tahun insiden meningkat mencapai 28/10.000 pada lelaki dan 64/10.000 pada wanita.1

Fraktur kolum femur tercatat sebagai kasus mayor sebagai indikasi rawat inap pada pasien trauma. Lebih dari 90 % penderitanya berusia di atas 50 tahun dengan insinden pada perempuan 2 – 3 kali lebih besar dibanding populasi laki-laki. Beberapa sistem klasifikasi mengatagorikan dan membantu klinisi untuk memilih metode terapi terbaik. Klasifikasi Garden menggolongkan fraktur kolum femur berdasarkan susunan trabekulasi tulang; Tipe I) Fraktur inkomplit; tipe II) fraktur komplit tanpa displacement; tipe III) fraktur komplit dengan displacement parsial; tipe IV) fraktur komplit dengan

Dengan meningkatnya usia harapan hidup secara global, jumlah penduduk usia lanjut diproyeksikan akan bertambah. Pada tahun 2050 insiden fraktur kolum femur diperkirakan akan mencapai 6,26 juta di seluruh dunia, melebihi insiden pada tahun 1990 sebanyak 1,66 juta orang.2 Menurut Swedish National Hip Fracture Register, 53% fraktur kolum femur merupakan fraktur intrakapsular yang merupakan fraktur yang umum pada pasien usia lanjut dengan undisplaced 33% dan displaced sebesar 67%.3,4

Intervensi pembedahan dengan fiksasi internal bertujuan untuk mengurangi displacement sekunder dari fraktur undisplaced maupun displaced. Hal yang perlu dipertimbangkan dalam memilih fiksasi internal yaitu luaran dan kondisi pasien pasca pembedahan. Alasan utama gagalnya fiksasi internal yaitu nekrosis avaskuler dan nonunion, sehingga diperlukan revisi melalui pembedahan. Dalam sebuah meta-analisis disebutkan bahwa 35% kegagalan fiksasi internal memerlukan revisi implan yang diikuti dengan peningkatan morbiditas dan mortalitas.5

Tujuan penatalaksanaan fraktur kolum femur

displacement total.2.



adalah untuk mengembalikan status fungsional yang memuaskan sesegera mungkin, meminimalisasi morbiditas dan mortalitas, serta mencegah pembedahan yang berulang.6 Penggantian head dan neck dari femur dengan prostesis menawarkan pencegahan komplikasi-komplikasi yang mungkin timbul bila dilakukan fiksasi internal, sehingga menjadi alternatif yang menarik khususnya bagi pasien usia lanjut.3


Gambar 1. Klasifikasi fraktur kolum femur menurut Garden.2


Hemiartroplasti umumnya dilakukan pada fraktur kolum femur displaced dengan keuntungan bila dibandingkan dengan fiksasi internal meliputi angka pembedahan ulangan yang lebih rendah dan luaran fungsional yang lebih baik dalam periode 1 tahun


pasca operasi.7 Teknik hemiartroplasti Austin Moore Prosthesis (AMP) masih merupakan salah satu tipe artroplasti yang paling umum digunakan, dengan beberapa penelitian mencatat hasil yang memuaskan dalam jangka pendek maupun jangka panjang.8

Harris Hip Score (HHS) merupakan penilaian observasional multidimensi untuk menilai hasil pembedahan pangkal paha (hip) serta dipergunakan dalam evaluasi berbagai disabilitas pangkal paha berikut metode terapinya pada populasi dewasa. Adapun ranah penilaian dari HHS meliputi nyeri, fungsi berjalan, aktivitas sehari-hari, deformitas, dan rentang gerak sendi (range of motion).9,10

Badan Rumah Sakit Umum Daerah Tabanan merupakan pusat kesehatan terbesar di Kabupaten Tabanan, sudah mampu untuk memberikan pelayanan kesehatan khususnya di bidang Ortopedi dan Traumatologi. Mengingat pentingnya kajian mengenai hemiartroplasti dalam meningkatan kualitas hidup pasien, maka dirasa perlu untuk dilakukan penelitian guna melihat hasil serta menilai keberhasilan prosedur pembedahan hemiartroplasti pada pasien dengan fraktur kolum femur berdasarkan HHS di BRSUD Tabanan.

Bahan dan Metode

Semua pasien yang menjalani prosedur hemiartroplasti akibat fraktur kolum femur komplit antara bulan Januari 2016 dan Desember 2017 dievaluasi untuk kelayakan sebagai sampel. Kriteria inklusi meliputi 1) usia lebih dari sama dengan 65 tahun; 2) fraktur kolum femur komplit non patologis; 3) fungsi kognitif normal; 4) pasca artroplasti > 6 bulan. Kriteria eksklusi yaitu pasien dengan abnormalitas panggul sebelum patah, kelainan panggul

kongenital, dan fraktur patologis sekunder akibat malignansi.

Gambar 2. Fraktur kolum femur kanan salah satu sampel

Pelaksanaan operasi AMP pada fraktur kolum femur di BRSUD Kabupaten Tabanan sesuai dengan standar pelayanan secara nasional. Teknik approach insisi dari anterolateral merupakan pendekatan umum bagi setiap pasien. Prosedur AMP yang identik dengan cemented dan un-cemented menjadi pertimbangan operator dan disesuaikan dengan indikasi durante op.

Karakteristik pasien yang dinilai meliputi usia, jenis kelamin, mechanism of injuri (MOI), interval pra-operasi, dan lama rawat inap pasca operasi. Status kesehatan secara umum dilihat dari penyakit komorbid yang dominan meliputi diabetes mellitus, gagal jantung kongestif, aritmia, penyakit jantung iskemik, riwayat trauma serebrovaskuler, penyakit ginjal, penyakit Parkinson, hipertensi, penyakit paru obstruktif kronis, dan kebutuhan terhadap obat antikoagulan secara terus-menerus. Komorbid-komorbid tersebut dianggap penting dan dominan sebagai determinan status kesehatan pasien secara umum, sesuai dengan penjabaran pada beberapa literatur.7

ISSN: 2303-1395

I—S/—S A I DtRECTORY OF OPEN ACCESS

I_∕⅜-J∕ ∖—J JOURNALS

Tabel 1. Data demografis pasien

E-JURNAL

Umur (tahun)*

74

Perempuan (%)

100

MOI (%)

Minor

100

Mayor

0

Interval pro-op (hari)*

20

Lama rawat inap (hari)

10

Komorbid

0 – 2

6

> 2

2

*nilai rerata

Pemilihan sampel menggunakan teknik consecutive sampling, di mana antara bulan Januari 2016 hingga Desember 2017 terdapat 8 pasien yang menjalani hemiartroplasti dengan keseluruhannya merupakan prosedur AMP. Seluruh pasien tersebut masuk kriteria inklusi dan dilakukan kunjungan rumah untuk dilakukan penilaian Harris Hip Score.

Hasil

Berdasarkan perhitungan sesuai dengan system HHS, didapatkan hasil sebagai berikut.

mengingat pengembalian fungsi normal sendi pasca-operasi memerlukan waktu yang bervariasi tiap individu. Pengukuran dengan tujuan melihat perkembangan fungsi dan keberhasilan terapi baru dapat dimulai setelah 6 bulan pasca operasi, di mana secara statistik dan anatomis pada periode waktu terebut mayoritas pasien sudah mulai menunjukan perkembangan dan kestabilan implan.

Tabel 3. Riwayat AMP pada masing-masing periode pasca-operasi

Riwayat AMP

Harris Hip Score

6 bulan – 1 tahun

77

1 tahun – 2 tahun

77, 93, 93, 78, 95, 90

> 2 tahun

96

Penundaan atau lama tunggu operasi AMP dianggap menjadi determinan terhadap luaran dan HHS. Dari hasil yang didapatkan pada sampel, tidak ditemukan hubungan secara linier dan signifikan dari lama tunggu operasi dengan HHS.

Tabel 4. Skor HHS berdasarkan lama tunggu operasi


Tabel 2. Hasil Harris Hip Score sampel

Buruk

(<70)

Sedang (70 – 79)

Baik

(80 – 89)

Memuaskan

(90 – 100)

0 (0%)

3 (37,5%)

0 (0%)

5 (62,5%)


Lama tunggu operasi (hari)


Harris Hip Score


Nilai rerata HHS dari sampel yg diteliti yaitu 88 dengan pembulatan ke atas, dengan nilai terendah yaitu 77 dan tertinggi sebesar 96.

Salah satu kriteria inklusi yaitu riwayat AMP >

6 bulan. Adapun tujuan dari limitasi waktu tersebut

0 – 5

93

5 – 10

77

10 – 20

95, 90

> 20

77, 96, 93, 78




Gambar 3: a) Pasca AMP dengan skor HHS tertinggi; b) Pasca AMP dengan skor HHS terendah

Diskusi

Hemiartroplasti AMP merupakan tindakan bedah yang paling umum sebagai penalataksanaan fraktur kolum femur komplit. Hemiartroplasti menjanjikan pengembalian fungsi normal sendi pangkal paha dengan angka komplikasi dan operasi revisi ulangan yang rendah, serta mempercepat pengembalian fungsi sendi yang normal bila dibandingkan dengan fiksasi internal. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk menilai luaran hasil AMP di BRSUD Kabupaten Tabanan sebagai pusat kesehatan utama Kabupaten Tabanan dan rujukan Bali bagian barat.

Bila dilihat jumlah sampel yang didapat dalam rentang Januari 2016 – Desember 2017 masih relatif lebih rendah bila dibandingkan dengan pusat kesehatan yang lebih besar lainnya, telepas dari tingginya insiden fraktur kolum femur selama periode waktu tersebut. Hal ini diperkirakan karena sebagian besar masyarakat masih belum paham mengenai prosedur artroplasti, bahkan sebagian besar pasien fraktur kolum femur memilih tindakan konservatif tanpa operasi sama sekali dengan pasien sudah memberikan pernyatan penolakan tindakan secara resmi.

Bila melihat hasil HHS dari semua sampel, dengan sebagian besar (62,5%) menunjukan hasil yang memuaskan dan tidak ada hasil operasi yang masuk katagori hasil buruk (Tabel 2). Hal ini merupakan pencapaian yang baik terlebih melihat rerata HHS sampel sebesar 88 dengan katagori hasil yang baik.

Sampel penelitian ini seluruhnya lansia berjenis kelamin perempuan. Filipov11 menerangkan bahwa pada usia di atas 50 tahun, insiden fraktur kolum

femur berlipat ganda setiap dekadenya dengan wanita 2 – 3 kali lebih tinggi bila dibandingkan laki-laki. Hal ini diakibatkan oleh penurunan massa tulang pada proksimal femur akibat penambahan usia dan juga diakibatkan peningkatan kejadian jatuh pada lansia. Hal ini menerangkan bagaimana MOI minor sekalipun pada lansia berpotensi memiliki konsekuensi klinis yang serius.

Hal yang juga perlu diperhatikan dalam penatalaksanaan fraktur kolum femur yaitu durasi rawat inap pasca operasi. Pada penelitian ini, rerata sampel dirawat inap selama 10 hari pasca operasi. Perbandingan penelitian lain terhadap durasi rawat inap rerata yaitu 30,8 hari dengan 43% untuk manajemen fraktur akut, 37% dialokasikan untuk proses rehabilitasi, dan 20% sebagai perawatan kondisi lain yang mungkin muncul atau penatalaksanaan komplikasi.12 Durasi rawat inap di BRSUD Kabupaten Tabanan hingga saat ini masih terfokus pada manajemen fraktur akut. Salah satu pertimbangannya yaitu biaya yang akan lebih besar dan disesuaikan dengan indikasi rawat inap pada system BPJS.

Jenis artroplasti yang digunakan pada semua pasien fraktur kolum femur di BRSUD Kabupaten Tabanan terbatas pada Austin Moore Prosthesis

(AMP). Hal ini dikarenakan semua sampel merupakan anggota Jaminan Kesehatan Nasional BPJS, di mana AMP merupakan salah satu bentuk tanggungan terhadap pasien peserta BPJS. Homogenitas prosedur bedah pada penelitian ini sesuai dengan indikasi AMP yaitu bagi pasien dengan usia lanjut, sehingga menjadi pilihan terapi yang rasional dan tetap layak untuk dikaji.

Hasil penelitian Bhosale dkk.13 menyebutkan bahwa walaupun AMP memberikan hasil yang baik dalam kurun waktu singkat fraktur kolum femur pada lansia, AMP juga disebut memiliki angka kegagalan yang tinggi dalam waktu lama. Kekurangan dari teknik AMP yaitu luaran yang realtif buruk pada pasien yang aktif bergerak akibat kegagalan fiksasi internal, serta potensi yang besar terjadinya erosi acetabulum. Perlu diingat bahwa melihat harga yang lebih rendah dan hasil jangka pendek yang memuaskan, penggunaan AMP secara luas pada pasien yang tidak dipilih dengan tepat akan berpotensi mengarah pada angka kegagalan yang tinggi.

Hal yang perlu menjadi dipertimbangkan untuk mencapai luaran dan hasil pembedahan yang baik di bidang Ortopedi dan Traumatologi, yaitu diperlukan kolaborasi dengan bidang lain terutama di Rehabilitasi Medik. Adapun peran dari Rehabilitasi Medik dalam proses pengembalian fungsi normal muskuloskeletal pasca operasi yaitu mempercepat pengembalian fungsi normal dengan latihan fisik dan pembebanan yang disesuaikan. Oleh sebab itu, variasi katagori hasil HHS pada penelitian ini tidak semata-mata merupakan hasil dari proses operasi, namun kolaborasi dengan bidang lain dan yang terpenting kepatuhan pasien untuk mengikuti rangkaian proses follow up pasca operasi.

Beberapa pasien yang ditemui masih menggunakan tongkat dan alat bantu berjalan lain dengan alasan masih takut dan belum merasa mampu untuk berjalan tanpa alat bantu. Pasien yang masih bergantung dengan alat bantu berjalan diketahui tidak mengikuti sepenuhnya proses follow up yangdianjurkan setelah menjalani operasi. Dari 8 sampel, 2 di antaranya masih menggunakan alat bantu jalan, dengan riwayat AMP 13 bulan dan 15 bulan. Keduanya tidak memiliki komorbid dominan yang dianggap menunda kemajuan perbaikan fungsi normal sendi.

Simpulan dan Saran

Hasil operasi pasien fraktur kolum femur dengan prosedur hemiartroplasti monopolar AMP di BRSUD Kabupaten Tabanan periode 2016 – 2017 berdasarkan Harris Hip Score menunjukan hasil yang baik. Pemilihan metode artroplasti yang lebih mutakhir (bipolar, total hip replacement) selayaknya menjadi pertimbangan untuk diimplementasikan secara luas guna mencapai luaran yang lebih baik lagi.

Daftar Pustaka

  • 1.    Liang C, Yang F, Lin Y, Fan W. Efficacies of surgical treatments based on harris hip score in elderly patients with femoral neck fracture. Int J Clin Exp Med. 2015;8(5):6784-6793.

  • 2.    Mital R, Glasgow M, Banarje S. Proximal femoral fractures: Principles of management and review of literature. Journal of Clinical Orthopaedics and Trauma. 2012; 3:12-23.

  • 3.    Somashekar, Krishna SV, Murthy S. Treatment of femoral neck fractures: unipolar versus bipolar hemiarthroplasty. Malaysian Orthopaedic Journal. 2013; 7(3):6-11.

  • 4.    Jia Z, Ding F, Wu L, Li W, Li H, Wang D, He Q, Ruan D. Unipolar versus bipolar hemiarthroplasty for displaced femoral neck fractures: a systematic review and meta-analysis of randomized controlled trials. Journal of Orthopaedic Surgery and Research. 2015; 10:8.

  • 5.    Lu-Yao GL, Keller RB, Littenberg B, Wennberg JE. Outcomes after displaced fractures of the femoral neck. A meta-analysis of one hundred and six published reports. J Bone Joint Surg Am. 1994; 76:15-25.

  • 6.    Sabnis BM, Brenkel IJ. Unipolar versus bipolar uncemented hemiarthroplasty for elderly patients with displaced intracapsular femoral neck fractures. Journal of Orthopaedic Surgery. 2011; 19(1):8-12.

  • 7.    Dennis ZW, Lee KBL. Unipolar versus bipolar uncemented hemiarthroplasty for elderly patients with displaced intracapsular femoral neck fractures. Ann Acad Med Singapore. 2015; 44:197201.

  • 8.    Sharif KM, Parker MJ. Austin Moore hemiarthroplasty:  technical aspects and their

effects on outcome, in patients with fractures of the neck of femur. Injury, Int. J. Care Injured. 2002; 33:419–422.

  • 9.    Nilsdotter A, Bremander A. Measures of hip function and symptoms harris hip score (hhs), hip disability and osteoarthritis outcome score (hoos), oxford hip score (ohs), lequesne index of severity for osteoarthritis of the hip (lisoh), and american academy of orthopedic surgeons (aaos) hip and knee questionnaire. Arthritis Care & Research. 2011; 63(11):200-207.

  • 10.    Hoeksma HL, Ende CH, Ronday HK, Heering A, Breedveld FC, Dekker J. Comparison of the responsiveness of the Harris Hip Score with generic measures for hip function in osteoarthritis of the hip. Ann Rheum Dis. 2003;62:935–938.

  • 11.    Filipov O. Epidemiology and social burden of thefemoral neck fractures. JIMAB.   2014;

20(4):516-518.            Available            at

http://dx.doi.org/10.5272/jimab.2014204.516

  • 12.    Ireland AW, Kelly PJ, Cumming RG. Total hospital stay for hip fracture: measuringthe variations due to pre-fracture residence, rehabilitation, complications and comorbidities. BMC Health Services Research. 2015; 15:17.

  • 13.    Bhosale P, Suryawanshia A, Mittal A. Total hip arthroplasty for failed aseptic austin moore prosthesis. Indian J Orthop. 2012; 46(3):297-303.

https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum

7