DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN

KATUP URETRA POSTERIOR

Putu Primeriana Nugiaswari1, Gede Wirya Kusuma Duarsa2, Sri Maliawan3

  • 1Mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

  • 2,3Bagian/SMF Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah

ABSTRAK

Katup uretra posterior merupakan penyebab utama kesakitan, kematian, dan kerusakan ginjal berkelanjutan pada anak-anak. Kelainan ini berupa lipatan mukosa abnormal kongenital pada uretra pars prostatika yang menyerupai membran tipis yang menghambat drainase kandung kemih. Katup uretra posterior mayoritas didiagnosis saat prenatal melalui penggunaan ultrasonografi maternal. Tingkat keparahan dan derajat obstruksi yang disebabkan oleh kelainan ini tergantung pada konfigurasi dari membran obstruktif dalam uretra. Keputusan untuk mengintervensi saat prenatal didasarkan pada usia kehamilan, volume cairan amnion, dan fungsi renal pada aspirasi urin fetus. Ablasi katup dengan endoskopi merupakan standar emas penanganan katup uretra posterior.

Kata kunci : uretra posterior, katup, prenatal

POSTERIOR URETHRAL VALVE : DIAGNOSIS AND

MANAGEMENT

Putu Primeriana Nugiaswari1, Gede Wirya Kusuma Duarsa2, Sri Maliawan3

  • 1Student of Medical School, Udayana University

  • 2Department of Surgery, Medical School, Udayana University/Sanglah Hospital

ABSTRACT

Posterior urethral valve is a common cause of mortality, morbidity, and progressive renal disease in children. This abnormality presents as congenital mucosal fold in the prostatic urethra which obstructs the bladder drainage. Majority of cases are diagnosed prenatally during routine maternal ultrasonography. The degree of obstruction and severities depend on the configuration of obstructive membrane in the urethra. Prenatal intervention is decided based on gestational age, amniotic volume, and renal function from fetal urin aspiration. Valve ablation endoscopically is the gold standard intervention for posterior urethral valve.

Keywords : posterior urethra, valve, prenatal

PENDAHULUAN

Katup uretra posterior adalah lipatan mukosa abnormal kongenital pada uretra pars prostatika yang menyerupai membran tipis yang menghambat drainase kandung kemih.1,2 Katup uretra posterior merupakan penyebab obstruksi saluran kencing bagian bawah pada bayi laki-laki dan merupakan penyebab kongenital tersering dari obstruksi ginjal bilateral.

Katup uretra posterior berlanjut menjadi penyebab morbiditas, mortalitas, dan kerusakan ginjal berkelanjutan pada bayi dan anak-anak.1 Insidennya mencapai 1 dalam 5000 sampai 1 dalam 8000 kelahiran anak laki-laki.1,2 Walaupun sebagian besar laki-laki dengan katup uretra posterior didiagnosis sebelum lahir, 24% sampai 45% insufisiensi ginjal akan terjadi pada masa kanak-kanak atau remaja.1,3

Sejarah

Morgagni merupakan orang pertama yang mengemukakan katup uretra posterior pada tahun 1717.1,3,4 Namun kebanyakan referensi menyebutkan Langenbeck sebagai pencetus awal pada tahun 1802 tentang temuan berupa tonjolan menyerupai katup pada spesimen autopsi. 5

Hal ini diutarakan kembali oleh Velpeau (1832) yang menjelaskan tentang beberapa spesimen anatomis di mana terdapat tonjolan seperti katup pada bagian posterior uretra yang mungkin memiliki arti klinis. Hal ini tidak lagi dibahas hingga pada sebuah diskusi komprehensif tentang katup yang diadakan oleh Tolmatschew pada tahun 1970.1,6 Beliau juga merupakan orang pertama yang mengenali katup sebagai tanda patologis dan mengajukan sebuah teori yang berkaitan dengan embriologi katup tersebut. Young et al akhirnya mendeskripsikan katup uretra posterior sebagai kondisi klinis dan patologis pada tahun 1919.1,3,6

Etiologi dan Embriologi

Etiologi pasti dari katup uretra posterior belum diketahui, tetapi dianggap bahwa hal ini dipengaruhi oleh embriopati yang diperantarai oleh gen multifaktor.1,4 Faktor keluarga yang memiliki riwayat yang sama jarang ditemukan, tetapi ada laporan mengenai hal tersebut.1

Selama embriogenesis, ujung paling kaudal dari duktus Wolffian diserap ke dalam kloaka primitif pada tempat yang nantinya akan menjadi verumontanum di uretra posterior. Pada laki-laki sehat, hasil sisa dari proses ini adalah tonjolan atau lipatan uretra posterior yang disebut plika kollikuli.1,3,4 Studi histologi menyebutkan bahwa katup uretra posterior dibentuk sekitar minggu keempat gestasi, saat terjadi penggabungan duktus Wolffian dengan kloaka yang sedang berkembang.

Saat insersi dari duktus mesonefrik ke kloaka terjadi kelainan atau terlalu ke anterior, migrasi normal dari duktus akan terganggu dan duktus yang bergabung secara anterior akan menghasilkan tonjolan atau lipatan abnormal, di mana hal ini dipercaya sebagai sumber dari 95% kasus katup uretra posterior. Tipe ini disebut katup uretra posterior tipe I. Walaupun Young telah menjelaskan katup uretra posterior tipe II, kebanyakan urologi pediatrik beranggapan bahwa tipe ini bukan tipe obstruktif tetapi hanya hipertrofi dari plika kollikuli. Katup tipe III merupakan 5% kasus lainnya dan terdiri dari sebuah membran berbentuk cincin di distal dari verumontanum dengan perforasi sentral. Penyebab katup tipe ini adalah disolusi inkomplit dari membran urogenital.1,6,7

KLASIFIKASI

Pada tahun 1919, Young mendeskripsikan tiga tipe katup berdasarkan orientasi dan hubungannya dengan verumontanum.1 Tipe I : dua struktur membran pada uretra

posterior berasal dari ujung kaudal verumontanum melintasi sepanjang garis lateral uretra pada masing-masing sisinya, bertemu pada arah jam 12. Tipe II: Membran keluar dari verumontanum dan melekat di kranial bladder neck. Tipe III: Diafragma sirkuler pada daerah ujung kaudal dari verumontanum dengan defek sentral.1,2,4

PATOLOGI

Katup uretra posterior memiliki berbagai derajat keparahan tergantung pada konfigurasi membran obstruktif di dalam uretra.5,7 Tampilan makroskopis dari membran obstruktif adalah patologi primer yang menyebabkan obstruksi mekanis pada aliran uretra yang menyebabkan perubahan sekunder lanjutan. Keparahan dari dampak yang terjadi bergantung pada derajat dan durasi dari obstruksi primer.8

Setelah 20 minggu, ginjal menghasilkan lebih dari 90% cairan amnion. Jumlah cairan amnion yang adekuat merupakan kebutuhan vital untuk pertumbuhan paru dan perkembangan skeletal.1,9

Uretra posterior menjadi dilatasi dan memanjang, terdapat distorsi verumontanum, dan duktus ejakulatorius menjadi lebar dengan adanya refluks urin ke vas deferens.2,3

Obstruksi uretra posterior menyebabkan tingginya tekanan intravesikal, penebalan otot yang progresif (hipertrofi dan hiperplasia), trabekulasi, sakulasi, dan pada kasus yang parah terjadi pembentukan divertikel. Divertikulum yang lebar dapat memberikan beberapa perlindungan pada saluran kencing bagian atas karena mekanisme pop-off atau meniadakan yang berkaitan dengan prognosis baik.7,9

Dilatasi ureter dapat terjadi pada katup uretra posterior karena terjadi refluks vesikoureter.2,4 Kejadian ini muncul pada 50% pasien dengan katup uretra posterior, obstruksi junction vesikoureter, inefisiensi drainase ureter karena tekanan vesikal tinggi,

atau ureter displasia. Sejumlah besar refluks vesikoureter akan membaik setelah obstruksi dibebaskan. Refluks vesikoureter dan displasia ginjal dapat terjadi akibat lokasi abnormal dari ureteric bud yang muncul dari duktus mesonefrik. Refluks vesikoureter juga dapat terjadi sekunder akibat tekanan intravesikal yang tinggi.2,9

Patologi ginjal termasuk hidronefrosis dan kerusakan ginjal progresif. Hidronefrosis terjadi karena 1) refluks vesikoureter, 2) obstruksi: tekanan yang tinggi di dalam kandung kemih yang ditransmisikan ke ureter dan ginjal yang secara langsung berpengaruh pada tekanan hidrostatik, 3) ureter bud yang abnormal yang menghasilkan displasia ginjal dan dilatasi collecting system.1,10

PRESENTASI

Presentasi Prenatal

Sebagian besar katup uretra posterior didiagnosis setelah hidronefrosis terdeteksi oleh USG rutin prenatal. Temuan tipikal saat prenatal berupa hidroureteronefrosis bilateral, distensi kandung kemih, dan dilatasi uretra pars prostatika (keyhole sign). Kista fokal diskret pada parenkim ginjal merupakan temuan diagnostik untuk displasia ginjal.1,3 Presentasi Postnatal

Neonatus dengan katup uretra posterior yang tidak terdiagnosis sebelum lahir dapat datang dengan keluhan terlambat berkemih atau pancaran urin yang kemah, massa abdomen, gagal tumbuh, gizi kurang, letargi, urosepsis, atau asites urin. Selain itu, distres respirasi saat lahir karena hipoplasia pulmoner merupakan tanda awal dari obstruksi uretra. 1,3

Pada bayi, pancaran urin yang lemah dan infeksi saluran kencing berulang merupakan keluhan yang sering ditemui. Presentasi postnatal yang terlambat dapat disertai gejala urologi seperti gangguan berkemih, retensi urin, dan infeksi saluran

kencing. Gejala yang tidak spesifik terkait dengan gejala sekunder karena azotemia atau sepsis, namun gejala ini jarang ditemui. Presentasi seperti urinoma atau asites urin juga jarang ditemui serta merupakan tanda dari perforasi kandung kemih spontan atau kebocoran forniks urin. 1,3

Anak laki yang lebih tua dapat mengidap infeksi saluran kencing yang berulang, enuresis diurnal pada anak laki-laki lebih dari 5 tahun, enuresis diurnal sekunder, nyeri berkemih atau disfungsi, dan penurunan kekuatan pancaran kencing. Katup uretra posterior kadang ditemukan saat evaluasi massa abdomen atau gagal ginjal. Hidronefrosis dan proteinuria ditemukan pada evaluasi dari kondisi yang tidak berhubungan dan hal ini merupakan tanda awal katup uretra posterior. 1,3 EVALUASI

Evaluasi Antenatal

Diagnosis katup uretra posterior saat penialian antenatal dibuat berdasarkan ultrasonografi maternal dan pemeriksaan biokimia urin fetus untuk penilaian fungsi ginjal.1 Tanda kardinal dari fetus termasuk dilatasi kandung kemih fetus dan uretra proksimal, dan keyhole sign dengan penebalan dinding kandung kemih.4,5

Diagnosis katup uretra posterior dapat dicurigai pada fetus laki-laki dengan hidronefrosis bilateral, distensi kandung kemih dengan atau tanpa kelainan saluran kencing bagian atas, dan oligohidramnion pada usia kehamilan 18-20 minggu. Urin fetus normal adalah hipotonik dengan natrium kurang dari 100 mEq/L, klorida kurang dari 90 mEq/L, osmolalitas kurang dari 210 mEq/L, dan β2 mikroglobulin kurang dari 4 mg/L.1,2 Peningkatan elektrolit urin fetus dan β2 mikroglobulin merupakan tanda disfungsi ginjal yang ireversibel. 3,4

Evaluasi Postnatal

Saat postnatal, ultrasound dapat menunjukkan penebalan dinding kandung kemih dan tampilan klasik dilatasi dan elongasi uretra posterior.1,3,5 Hidronefrosis dalam berbagai tingkat keparahan dan dapat terjadi unilateral serta bilateral. Ultrasound melalui perineal dapat memastikan dilatasi uretra posterior dengan visualisasi leaflet katup.2

Kunci dari penegakan diagnosis hidronefrosis antenatal pada anak adalah dengan voiding cystourethrography (VCUG) yang dilakukan selama berkemih dan dengan fluoroskopi, serta imaging uretra posterior. Diagnosis katup uretra posterior adalah berdasarkan : (1) penebalan trabekula kandung kemih, dilatasi dan elongasi uretra posterior; (2) filling defect berbatas tegas pada pelvic floor; (3) bladder neck prominen dan refluks vesikoureter pada kebanyakan kasus. 1,3,5

Renal nuclear scintigraphy dengan scan technetium-99m–labeled dimercaptosuccinic acid (99mTc-DMSA) atau mercaptoacetyltriglycine (99mTc-MAG3) dikerjakan apabila ginjal tampak tipis atau parenkim yang abnormal.1,3,5 Laboratorium

Serum biokimia diperiksa untuk menilai elektrolit rutin, urea dan kreatinin yang sering terganggu.1,3 Serum elektrolit diperlukan untuk menentukan tingkat kerusakan ginjal, untuk memonitor respon terhadap drainase, untuk mengarahkan penatalaksanaan.1,4

Gas darah arteri diperlukan untuk menyingkirkan kemungkinan metabolik asidosis. Sampel urin harus diperiksa studi mikroskopis, kultur, dan tes sensitivitas sebelum memulai antibiotik khususnya pada pasien dengan infeksi pada urin.1,3

Evaluasi urodinamik memperlihatkan informasi tentang pengisian dan pengosongan kandung kemih. Pasien dengan katup uretra posterior memiliki spektrum

urodinamik yang abnormal. Studi urodinamik bermanfaat dalam mengarahkan tipe

terapi kandung kemih terutama setelah ablasi katup. 1,3

PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan Antenatal

Penatalaksanaan antenatal pada pasien yang didiagnosis katup uretra posterior saat antenatal adalah berdasarkan pemeriksaan berseri pada bayi, dengan persetujuan penuh dari orang tua.2,8 Keputusan untuk intervensi bergantung pada usia kehamilan, penurunan volume amnion, dan perburukan fungsi ginjal pada aspirasi urin fetus. Tidak dilakukan intervensi pada bayi merupakan prognosis terburuk. Jika katup uretra posterior didiagnosis terlambat (trimester ketiga) pada kehamilan tanpa penurunan cairan amnion, tindakan terbaik adalah menunggu karena periode ini sudah mengarah pada akhir dari perkembangan struktur ginjal.1,3,7

Jika urin fetus hipotonik dan terjadi oligohidramnion, harus dipertimbangkan intervensi pada fetus dengan tujuan mencegah ancaman hidup berupa hipoplasia pulmoner. Prosedur ini telah dilakukan pada trimester ketiga, walaupun mayoritas fetus yang menderita hal ini berada pada usia trimester kedua. Bila usia kehamilan adalah 32 minggu atau lebih, kelahiran awal akan disarankan. Jika fetus kurang dari 32 minggu usia kehamilan, urin dapat dialihkan ke cairan amnion dengan penempatan pintasan vesikoamnion perkutan (percutaneously placed vesicoamniotic shunt).1,3,7 Penatalaksanaan Postnatal

Penanganan awal pada neonatus yang dicurigai memiliki katup uretra posterior adalah dekompresi saluran kemih dengan feeding tube 5- atau 8-Fr yang masuk secara transurethral selama pemeriksaan ultrasound pertama sesaat setelah lahir.1,5 Kateter

akan sangat sulit untuk lewat karena dilatasi signifikan dari uretra pars prostatika dan hipertrofi bladder neck.2,3

Fungsi ginjal, elektrolit, dan status cairam harus dimonitor dengan teliti. Konsentrasi serum kreatinin pada saat lahir mencerminkan fungsi ginjal maternal. Jika fungsi ginjal neonatus masih baik, akan terjadi penurunan kadar kreatinin dari 0,3% menjadi 0,4 mg/dL.4,5 Asidosis metabolik dan hiperkalemia merupakan komplikasi yang sering karena fungsi renal sudah terganggu.2,5

Neonatus dengan distres respiratorik memerlukan resusitasi pulmoner yang segera dengan intubasi endotrakeal dan ventilasi tekanan positif, di mana hal ini dapat menyebabkan pneumotoraks atau pneumomediastinum.2,4 Jika terdapat ascites urin, parasentesis dapat dilakukan untuk koreksi cairan dan imbalans elektrolit.3 Ablasi Katup Primer

Ablasi katup dengan endoskopi dilakukan setelah neonatus dalam keadaan stabil. Urethral sounds untuk bayi yang telah dilubrikasi dimasukkan secara lembut untuk kalibrasi dan membuat uretra menjadi sedikit lebar. Uretra neonatus laki-laki biasanya dapat dimasuki oleh endoskopi 8-Fr. 7,10

Diversi Urinari Temporer

Alternatif dari ablasi primer katup adalah vesikostomi kutan. Pendekatan ini sesuai dengan neonatus prematur atau bayi kecil jika sistoskopi pediatri terlalu lebar untuk ablasi katup atau jika terdapat hidroureteronefrosis berat, ascites urin, atau reflux high grade dengan fungsi ginjal buruk.7,8

Komplikasi

Sebuah isu penatalaksanaan yang spesial adalah ekstravasasi urin yang terjadi pada 515% neonatus dengan katup uretra posterior.4 Tujuan dari penatalaksanaan awal adalah

untuk menentukan lokasi ekstravasasi dan tingkat fungsi ginjal.10 Akan tetapi, dengan ascites urin, gangguan elektrolit yang bermakna dapat terjadi akibat reabsorbsi urin dan

gangguan respirasi dapat terjadi.8,10

PROGNOSIS

Pasien dengan cairan amnion yang normal atau sedikit berkurang memiliki prognosis lebih baik. Sebaliknya, oligohydramnion menandakan uropati obstruktif yang bermakna atau displasia ginjal atau keduanya dan hipoplasia pulmoner juga sering ditemukan. Pada satu studi, fetus dengan katup uretra posterior dan anatomi ginjal yang tampak normal setelah 24 minggu lebih mungkin memiliki fungsi ginjal normal daripada fetus dengan hidronefrosis yang ditemukan sebelum usia 24 minggu.1,2,4

Follow-up setelah Penatalaksanaan Awal

Profilaksis antibiotik harus dilanjutkan sampai dilatasi traktus atas membaik, memakan waktu sampai beberapa tahun.2,4 Selain itu, jika anak-anak mengalami refluks, antibiotik profilaksis harus dilanjutkan sampai refluks vesikoureteral membaik secara spontan atau dikoreksi dengan pembedahan.5,6 Sebagian besar pasien diuntungkan dengan manajemen urologi jangka panjang dan perawatan nefrologi yang diawali sejak lahir.7,10

RINGKASAN

Manajemen katup uretra posterior masih merupakan tantangan bagi klinisi urologi pediatris. Masih terdapat banyak hal yang harus diketahui tentang fisiologi obstruksi kandung kemih. Keluaran jangka panjang tergantung pada kerusakan ginjal, perubahan saluran kemih bagian atas, dan disfungsi kandung kemih. Tujuan utama penanganan adalah untuk memaksimalkan fungsi ginjal, menjaga kandung kemih dalam fungsi normal, meminimalkan morbiditas, dan mencegah masalah iatrogenik.

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    Nasir, Abdulrasheed; Ameh, Emmanuel; Abdul-Rahman. Posterior Urethral Valve. World J Pediatr. 2011;7(3): 205-216.

  • 2.    W. DeFoor, C. Clark, E. Jackson, P. Reddy, E.Minevich, and C. Sheldon. Risk factors for end stage renal disease children with posterior urethral valves. Journal of Urology. 2008; vol. 180, no. 4, pp. 1705–1708.

  • 3.    P. Lopez Pereira, L. Espinosa, M. J. Martinez Urrutina, R.Lobato, M. Navarro, and E. Jaureguizar. Posterior urethral valves: prognostic factors. British Journal of Urology International. 2003 vol. 91, no. 7, pp. 687–690.

  • 4.    S. K. Chowdhary, D. T. Wilcox, and P. G. Ransley. Posterior urethral valves: antenatal diagnosis and management. Journal of Indian Association of Paediatric Surgeon. 2003;vol. 8, no. 3, pp. 163–168.

  • 5.    E. Ylinen, M. Ala-Houhala, and S. Wikstr¨om. Prognostic factors of posterior urethral valves and the role of antenatal Detection. Pediatric Nephrology. 2004; vol. 19, no. 8, pp. 874–879.

  • 6.    Krishnan A, de Souza A, Konijeti R, Baskin LS. The anatomy and embryology of posterior urethral valves. J Urol. 2006;175:1214-1220.

  • 7.    Murphy JP, Gatti JM. Abnormalities of the Urethra, Penis, and Scrotum. Dalam: Grosfeld JL, O'Neill JA, Fonkalsrud EW, Coran AG, penyunting. Pediatric Surgery. Edisi ke-6. Philadelphia: Mosby Elsevier, 2006; h. 1899-1910.

  • 8.    Bomalaski MD, Windle ML, Koo HP, Rauch D, Cendron M. Posterior Urethral Valves. 2011 (diakses September 28, 2012); Diunduh dari: URL: http://www.emedicine.com/urology/puv.htm

  • 9.    Vanderheyden T, Kumar S, Fisk NM. Fetal Renal Impairment. Semin Neonatol 2003;8:279-289.

  • 10.    Hodges SJ, Patel B, McLorie G, Atala A. Posterior urethral valves. Scientifi cWorldJournal 2009;9:1119-1126.

11