ISSN: 2303-2197

E-JURNAL MEDIKA, VOL. 7 NO.6,Juni, 2018

EFEKTIVITAS EKSTRAK ETHANOL SYZYGIUM POLYANTHUM SEBAGAI PENGATUR PERKEMBANGAN LARVA AEDES AEGYPTI INSTAR II

Ida Ayu Sintya Pratiwi1, I Made Sudarmaja2, I Kadek Swastika2

  • 1.    Program Studi Pendidikan Dokter,

  • 2.    Bagian Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Email : [email protected]

ABSTRAK

Penyakit demam berdarah disebabkan oleh virus dengue yang diperantarai oleh nyamuk Ae.aegyptibetina. Kandungan saponin, alkaloid, dan flavonoid pada ekstrak ethanol daun salam (Syzygium polyanthum) berpengaruh terhadap perkembangan larva nyamuk Ae. aegypti. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas ekstrak ethanol daun salam(Syzygium polyanthum) sebagai pengatur perkembangan larva Ae. aegpti instar II. Metode yang digunakan yaitu eksperimental laboratoris dengan rancangan acak lengkap sesuai panduan WHOPES 2005.Sampel penelitian berupa larva Ae.aegypti instar II yang dibagi ke dalam 1 kelompok kontrol dan 5 kelompok perlakuan dengan konsentrasi 1%, 2%, 4%, 6%, dan 8%. Setiap kelompok terdiri dari 25 larva dan dilakukan 3 kali pengulangan.Data yang diperoleh dari penelitian diuji statistik menggunakan uji Kruskal Wallis, dan uji Probit. Hasil uji Kruskal Wallis menunjukkan adanya perbedaan bermakna antara kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan dengan nilai p<0,05 (p=0,021). Hambatan perkembangan larva Ae.aegypti instar II menjadi stadium dewasa 50% dan 90% (IE50 dan IE90) didapatkan pada konsentrasi 0,775% dan 3,799%. Hasil tersebut menunjukkan bahwa ekstrak ethanol Syzygium polyanthum memiliki pengaruh terhadap perkembangan larvaAe. aegypti.

Kata kunci: Aedes aegypti, Syzygium polyanthum, pengatur perkembangan

ABSTRACT

Dengue fever is caused by dengue virus that transmitted by female Ae. aegypti. The active compound of bay-leaf such as flavonoid, alkaloid, and saponin has effect as insect growth regulator in instar II Ae. aegypti larvae. This research in order to know the influence of leaf extracts bay-leaf (Syzygium polyanthum) against development of instar II Ae. aegyptilarvae. This research using experimental methods complete random design standard WHOPES 2005. The samples of larvae instar II Ae. aegypti larvae are divided in 1 control group and 5 treatment groups with different concentration (1%, 2%, 4%, 6%, and 8%). Each group contains 25 larvae and done three time repetition. Data obtained test tested Kruskal Wallis and Probit. The Kruskal Wallis test shows that there are differences between control group and treatment group with p<0.05 (p= 0.021). Barriers to the development of the instar II Ae.aegypti larvae to adult stage of 50% and 90% (IE50 and IE90) obtained at concentrations of 0.775% and 3.799%. The results showed the bay-leaf (Syzygium polyanthum) extract have an impact on development of Ae. aegyptilarvae.

Keywords: Aedes aegypti, Syzygium polyanthum, growth regulator

PENDAHULUAN

Dalam hal kesehatan, Indonesia merupakan negara yang mengalami double burden, yaitu meningkatnya kejadian penyakit menular, sementara penyakit tidak menular juga meningkat.1 Penyakit menular yang menjadi prioritas target pencegahan

dan pemberantasan dalam MDGs adalah HIV/AIDS, malaria, dan tuberkulosis,2 namun Demam Berdarah (DB) sendiri patut menjadi perhatian dan memerlukan urgensi untuk ditangani, karena telah menjadi wabah dan menimbulkan mortalitas setiaptahunnya.3,4

Angka morbiditas DB di Indonesia tahun 2004 mencapai 69.017 kasus dengan mortalitas mencapai 770 kasus.Jumlah tersebut cenderung meningkat dari tahun 1985-2004.4 Di Bali terdapat 2.993 kasus, dengan jumlah kematian 8 orang pada tahun 2011. Sedangkan tahun 2012 terjadi 2.649 kasus, dan pada tahun 2013 terjadi peningkatan kasus yang signifikan hingga mencapai 7.077 kasus.5

Demam berdarah merupakan penyakit yang diakibatkan oleh flavivirus dan diperantarai oleh nyamuk Ae.aegypti betina. Masa inkubasi virus dalam tubuh bervariasi (3-14 hari). Gejala yang dapat ditimbulkan dapat berupa sakit kepala, panas, ruam kulit, mual, dan nyeri tulang dan sendi.6

Berbagai usaha penanggulangan telah dilakukan untuk memberantas penyebaran DB, hanya saja sulit karena sampai saat ini belum ditemukan vaksin. Kebanyakan insektisida yang berbahan kimia tidak mampu membasmi target secara tepat, serta bersifat berbahaya bagi organisme lain dan lingkungan.7 Di beberapa daerah nyamuk dewasa Ae. aegypti sudah menunjukkan resistensi terhadap beberapa insektisida yang digunakan, seperti pyrethroid, permethrin, dan deltamethrin.8

Syzygium polyanthum (daun salam) adalah salah satu tanaman yang dapat dimanfaatkan sebagai bioinsektisida. Kandungan zat kimia alami yang

terkandung dalam daun salam antara lain, minyak atsiri, saponin, tannin, flavonoid, b-sitosterol, dan niacin.9

Saponin dapat mengganggu perkembangan dari larva Ae.Aegyptidengan cara mengikat sterol bebas pada tubuh larva.10 Tannin bekerja dengan menghambat masuknya zat-zat makanan yang diperlukan oleh serangga, sehingga kebutuhan nutrisi serangga tidak terpenuhi11 dan senyawa flavonoid menyerang sistem saraf dan juga mengganggu sistem pernapasan dari serangga, termasuk Ae. aegypti.12

Beberapa hasil penelitian sebelumnya menunjukkan saponin, alkaloid, dan flavonoid dapat dimanfaatkan sebagai bioinsektisida. Namun penelitian yang lebih khusus untuk mengetahui efek insektisida pada daun salam belum diketahui. Hal tersebut mendorong peneliti untuk mengetahui bagaimana efek bioinsektisida daun salam terhadap larva Ae. aegypti.

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan metode eksperimental laboratoris dengan teknik randomized post test only control group design. Daun salam yang digunakan didapatkan dari daerah Denpasar, Bali yang diolah di Laboratorium Pasca Sarjana Universitas Udayana. Data penelitian merupakan hasil pengamatan yang dilaksanakan dari bulan September hingga Oktober di Laboratorium

Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.

Pengamatan dilakukan terhadap larva Ae.aegypti instar II yang dibagi menjadi kelompok kontrol dengan konsentrasi 0% dan kelompok perlakuan dengan konsentrasi 1%, 2%, 4%, 6%, dan 8%, sehingga terdapat 6 kelompok yang diamati. Rentangan konsentrasi yang digunakan ditentukan melalui uji pendahuluan.Banyaknya pengulangan ditentukan dengan rumus Federer13 dan didapatkan pengulangan sebanyak tiga kali. Air sumur 100 ml dan masing-masing konsentrasi ekstrak ethanol daun salam (Syzygium polyanthum) dimasukkan sebanyak masing-masing 25 larva nyamuk Ae. aegypti instar II yang dimasukkan kedalam gelas plastik dan dilakukan pengamatan setiap 24 jam sampai larva pada masing-masing kelompok mati atau berkembang menjadi nyamuk dewasa.

HASIL

Uji pegaruh ekstrak ethanol daun salam terhadap perkembangan larva Ae. aegypti instar II dapat dilihat dari persentase rerata larva yang berhasil mencapai stadium nyamuk dewasa pada masing-masing konsentrasi yang disajikan pada Gambar 1.

Per se nta si ny am uk

sπθz 80%

60%

40%

7ΠθZ 20%

no/

0%

Illlll

0%  1%  2% 4%  6% 8%

Konsentrasi ekstrak daun salam

Gambar 1. Persentase Rerata Larva yang Berhasil Menjadi Nyamuk Dewasa pada Masing-Masing Knsentrasi

Dari Gambar 1.diatas, menunjukkan bahwa persentase rerata larva Ae. aegypti yang berhasil mencapai stadium dewasa berbanding terbalik dengan peningkatan konsentrasi ekstrak. Terlihat persentase rerata larva yang berhasil menjadi nyamuk dewasa tertinggi pada LC0 yaitu 83% (62 nyamuk) dan terendah pada LC8. Bedasarkan panduan WHOPES tahun 200513, jika persentase larva yang berhasil menjadi dewasa yaitu 80%95%, maka perlu dilakukan koreksi menggunakan perhitungan Abbot’s dan diperoleh lima nilai mortality (%) yang disajikan dalam Tabel 1.

Pada Tabel 1. menunjukkan persentase mortalitas tertinggi terdapat pada konsentrasi 8% (100%) dan persentaseterendah pada konsentrasi

Tabel 1 .Persentase Mortalitas Larva

Ae.Aegypti

Konsen      Pengulangan Rerata trasi

1%

1

2

3

67,3

2%

8589

8772

5621

72,3

4%

94

100

69,5

87,8

6%

100

100

91

97

8%     100   100   100    100

1% (67,3%). Hal ini menunjukkan bahwa persentase mortalitas sebanding dengan besarnya konsentrasi ekstrak. Dengan kata lain, semakin besar konsentrasi ekstrak yang digunakan maka semakin besar persentase mortalitas yang diperoleh.

Penelitian ini juga mengamati perkembangan larva, pupa, maupun nyamuk dewasa pada masing-masing konsentrasi yang disajikan dalam

Gambar 2-4.berikut ini.

Gambar 2.Jumlah Larva Ae.aegypti

Instar II Selama Pengamatan pada Masing-Masing Konsentrasi

Gambar 2.tersebutmenyajikan perkembangan larva pada masingmasing konsentrasi. Tetapi penurunan jumlah

sangat signifikan terjadi pada kelompok LC4, LC6, dan LC8.Sedangkan pada kelompok LC0, LC1, dan LC2 terjadi penurunan yang konstan.Sehingga semakin besar konsentrasi ekstrak, maka semakin cepat jumlah larva yang mencapai angka 0.

Perkembangan pupa Ae.aegypti pada masing-masing konsentrasi disajikan pada Gambar 3.berikut

30

hari hari hari hari hari hari hari hari ∙ LC 8

1 4 7 10 IJ 16 19 22

Gambar 3.Jumlah Pupa Ae.aegypti padaMasing-Masing Konsentrasi

Pada Gambar 3.menunjukkan perkembangan larva yang mampu mencapai stadium pupa pada keenam kelompok. LC0 merupakan kelompok dengan jumlah pupa terbanyak yaitu 25 pada hari ke-13.Sementara pada ke LC1 jumlah tertinggi pada hari ke-10, yaitu 14 pupa dan kelompok LC2 jumlah tertinggi yaitu 9 pupa pada hari ke-11.Selanjutnya pada LC4, jumlah larva yang mencapai stadium pupa tertinggi pada hari ke-8, dengan 3 pupa.Pada LC6 jumlah pupa tertinggi pada hari ke-6 dengan jumlah 3 pupa dan pada LC8 hanya 2 pupa yang ditemukan selama pengamatan yaitu pada hari ke5.Jumlah pupa selama pengujian cenderung

menunjukkan grafik peningkatan diawal pengamatan sampai kira-kira pada pertengahan pengamatan, selanjutnya mengalami penurunan jumlah sampai akhir pengamatan. Dari Gambar 3.dikatakan bahwa semakin besar konsentrasi ekstrak maka semakin sedikit larva yang mampu mencapai stadium pupa.

Selanjutnya jugadiamati perkembangan larva yang berhasil mecapai stadium nyamuk dewasa pada masing-masing konsentrasi yang disajikan pada Gambar 4.

Pada Gambar 4.disajikan jumlah larva yang mencapai nyamuk dewasa pada setiap kelompok selama pengamatan. Pada LC0 merupakan jumlah terbanyak nyamuk dewasa yaitu mencapai 62 pada akhir pengamatan.Sedangkan LC1 mencapai 20 nyamuk dewasa.LC2 dengan 18 nyamuk dewasa dan 8 nyamuk pada LC4.Pada LC6 hanya 2 nyamuk yang ditemukan dan LC8 tidak terdapat nyamuk dewasa yang

Gambar 4. Jumlah Nyamuk Dewasa Ae.aegyptiInstar II pada Masing-Masing

Konsentrasi

ditemukan.Dari gambar tersebut, dikatakan semakin besar konsentrasi ekstrak, maka semakin sedikit larva yang mampu mencapai stadium nyamuk dewasa.

Penelitian ini juga mengamati jumlah larva, pupa, dan nyamuk dewasa pada masing-masing konsentrasi selama pengamatan dan disajikan pada Gambar 5.berikut


Keterangan :           larva          pupa    ^^^^^ nyamuk dewasa


Gambar 5. Jumlah Larva, Pupa, dan Nyamuk Dewasa Ae. aegyptiInstar II Selama

Pengamatan pada Masing -Masing Konsentrasi. (a) konsentrasi 0%, (b) konsentrasi 1%, (c) konsentrasi 2%, (d) konsentrasi 4%, (e) konsentrasi 6%, (f) konsentrasi 8%

Gambar 5.menunjukkan jumlah stadium larva, pupa, dan nyamuk dewasa pada masing-masing konsentrasi selama waktu pengamatan. Pada konsentrasi 0% didapatkan jumlah larva mengalami penurunan dari 75 larva pada hari pertama dan mencapai 0 pada hari ke-22.Grafik stadium larva berbanding terbalik dengan stadium dewasa yang semakin hari mengalami peningkatan jumlah, yaitu 0 pada hari pertama dan 62 nyamuk pada hari ke22.Sedangkan stadium pupa mengalami sedikit peningkatan sampai hari ke-13 lalu

p gy mengalami hambatan.

Berbeda halnya dengan konsentrasi 1% dan konsentrasi 2% yang sama-sama menunjukkan jumlah larva mengalami penurunan signifikan dari 75 larva menjadi 10 larva pada hari ke 10-11, dan pada hari ke-15 tidak terdapat larva. Sedangkan larva mulai mencapai stadium pupa di hari ke-5.Jumlah larva yang mampu mencapai pupa pada konsentrasi 1% yaitu 10 pupa dan 8 pupa pada konsentrasi 2%. Jumlah nyamuk dewasa pada akhir pengamatan yaitu mencapai 20 nyamuk pada konsentraso 1%

dan 18 nyamuk pada konsentrasi 2%. Jumlah pupa dan nyamuk dewasa pada konsentrasi 1% dan 2% jauh lebih sedikit dibandingkan dengan konsentrasi 0%.

Pada kelompok konsentrasi 4%, jumlah larva mengalami penurunan yang signifikan pada hari ke-2 yaitu 38 larva dan seterusnya sampai hari ke-11 sudah tidak terdapat larva.Sangat sedikit larva yang mampu mencapai stadium pupa, yaitu hanya 8 pupa pada hari ke-7.Jumlah nyamuk dewasa pada akhir pengamatan yaitu 6 nyamuk dewasa.

Kelompok konsentrasi 6% dan konsentrasi 8% menunjukkan jumlah larva yang menurun sangat drastis dimulai dari hari ke-2 yaitu dari 75 larva menjadi 22 larva (konsentrasi 6%) dan dari 75 larva menjadi 15 larva (konsentrasi 8%) dan sudah tidak terdapat larva pada hari ke 4-5. Jumlah pupa pada konsentrasi 6% hanya mencapai 4 pupa dan di akhir pengamatan hanya 1 yang mampu berkembang menjadi nyamuk dewasa.Pada konsentrasi 8%, larva yang mampu menjadi pupa sebanyak 2 dan tidak ada yang menjadi nyamuk dewasa sampai akhir pengamatan.

Perkembangan larva, pupa, dan nyamuk dewasa pada keenam konsentrasi menunjukkan bahwa hambatan perkembangan mulai terjadi pada konsentrasi 1% dan hambatan perkembangan berbanding lurus dengan besarnya konsentrasi ekstrak (Gambar 5). Namun pada konsentrasi 4%, 6%, dan 8%

jumlah larva yang mati sebelum mampu mencapai stadium pupa lebih banyak daripada konsentrasi 1% dan 2%, sehingga pada konsentrasi ini sudah menunjukkan konsentrasi kematian atau lethal dose.

Selanjutnya untuk mengetahui kebermaknaan ekstrak ethanol daun salam (Syzygium polyanthum) sebagai pengatur perkembangan larva Ae. aegypti instar II apabila dibandingkan dengan kontrol maka dilakukan uji Kruskal Wallis dan didapatkan nilai p<0,05 (p=0,021) yang berarti ekstrak ethanol daun salam memiliki perbedaan yang bermakna dibandingkan dengan kelompok kontrol secara keseluruhan. Selanjutnya dilakukan uji Mann Withney untuk mengetahui efektivitas ekstrak ethanol daun salam terhadap perkembangan larva Ae. aegypti instar II pada masing-masing konsentrasi dibandingkan dengan kelompok kontrol, yang disajikan dalam Tabel 2.

Tabel 2. Hasil Uji Mann Withney Pada Masing-Masing Konsentrasi

Konsentrasi     Nilai kebermaknaan

ekstrak

(nilai p)

1%

0,046

2%

0,046

4%

0,046

6%

0,043

8%

0,034

Hasil uji Mann Whitney pada Tabel

2.menunjukkan adanya perbedaan yang

bermakna antara kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan pada masing-masing konsentrasi. Dimana konsentrasi 8% memiliki nilai terkecil, yaitu p=0,034. Pada konsentrasi 6% memiliki nilai p=0,043 dan konsentrasi 1%, 2%, dan 4% memiliki nilai yang sama yaitu p=0,046. Sehingga dapat dikatakan bahwa ekstrak ethanol daun salam (Syzygium polyanthum) memiliki efektivitas sebagai pengatur perkembangan larva Ae. aegypti instar II karena masing-masing konsentrasi memiliki nilai p<0,05 jika dibandingkan dengan kelompok kontrol.

Adult Emergence Inhibition (IE%) adalah suatu persentase jumlah larva yang tidak dapat sukses menjadi bentuk nyamuk dewasa yang sempurna pada setiap konsentrasi. IE% dihitung dengan menggunakan persamaan dalam panduang WHOPES 2005,14yang diperoleh dengan membandingkan jumlah larva yang tidak berhasil menjadi nyamuk dewasa pada kelompok perlakuan dan kontrol. Data persentase IE% akan disajikan dalam Tabel 3.

Tabel 3. Persentase Adult Emergence Inhibition (IE%) Ekstrak Daun Salam pada Masing-Masing Konsentrasi

1

60

87

93

100

100

2

52

71

100

100

100

3

57

43

67

90

100

Rerata

56

67

87

97

100

Tabel 3. diatas menunjukkan persentase IE% tertinggi terdapat pada konsentrasi 8% dan terendah pada konsentrasi 1%, yang berarti semakin besar konsentrasi ekstrak ethanol daun salam maka semakin besar pula persentase daya hambat ekstrak terhadap larva Ae. aegypti instar II menjadi dewasa.

Selanjutnya dilakukan analisis probit untuk mengetahui estimasi besarnya konsentrasi yang dapat menghambat perkembangan larva Ae.aegypti instar II menjadi nyamuk dewasa sebesar 50% dan 90%. Dari analisis tersebut didapatkan persentase konsentrasi ekstrak yang mampu menghambat 50% perkembangan larva (IE50) yaitu 0,775% dan persentase konsentrasi ekstrak yang mampu menghambat 90% perkembangan larva (IE90) yaitu 3,799%.

PEMBAHASAN

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui efektivitas ekstrak ethanol daun salam terhadap larva Ae. aegypti instar II sebagai pengatur perkembangan.Pada analisis deskriptif menunjukkan adanya pengaruh ekstrak ethanol daun salam terhadap larva Ae. aegypti instar II. Pada Gambar 1. menunjukkan bahwa persentase rerata larva Ae. aegypti yang berhasil mencapai stadium dewasa berbanding terbalik dengan peningkatan konsentrasi ekstrak, yaitu persentase tertinggi pada konsnetrasi 0%. Selain itu pada Tabel 1.menunjukkan semakin besarnya

konsentrasi ekstrak berbanding lurus dengan angka mortalitas larva Ae. aegypti instar II.

Selain itu, Gambar 2-5.juga menunjukkan bahwa besarnya konsentrasi berbanding terbalik dengan jumlah larva yang mampu mencapai stadium pupa atau nyamuk dewasa. Daya hambat (IE%) ekstrak ethanol terhadap larva ditunjukkan dalam Tabel

  • 3.    yang menunjukkan besarnya konsentrasi sebanding dengan besarnya persentase daya hambat (IE%), sehingga semakin besar konsentrasi maka semakin besar pula persentase IE% yang diperoleh.

Pada ekstrak ethanol daun salam terdapat       berbagai       senyawa

aktif, beberapa diantaranya yaitu senyawa alkaloid, saponin, dan flavonoid. Ketiga senyawa inilah yang diperkirakan memberikan efek terhadap larva Ae.aegypti terutama dalam perkembangannya. Hal ini sejalan dengan beberapa penelitian yang mengatakan bahwa senyawa flavonoid masuk ke tubuh serangga melalui sistem pernapasan serangga dan menyebabkan kerusakan hingga serangga tidak mampu bernapas. Selain itu, senyawa yang masuk dapat menimbulkan kelumpuhan pada sistem saraf pusat dan senyawa ini juga berperan sebagai antifeedant.15

Flavonoid yang masuk ke tubuh larva akan menyebar ke seluruh jaringan serta secara selektif menyerang ganglion saraf pusat. Hal ini akan mengganggu

kinerja hormon eksidon yang terlibat dalam proses pertumbuhan larva sehingga menyebabkan sel-sel saraf akan lumpuh dan pada akhirnya akan menyebabkan kematian.15

Sementara senyawa alkaloid bekerja dengan cara menghambat tiga hormon utama yaitu brain hormone, hormon eksidon, dan juvenile hormone. Selain itu, alkaloid juga bekerja dengan mengganggu proses pergantian kulit larvadengan mengikat sterol bebas selama proses pencernaan. Sterol sendiri berperan sebagai prekursor dari hormon eksidon, sehingga penurunan jumlah sterol akibat diikat oleh alkaloid akan mengganggu proses pergantian kulit pada serangga, termasuk larva Aedes aegypti.12,15 Menurut Dinata, kandungan saponin memiliki efek yang sama dengan alkaloid dengan cara mengganggu proses pergantian kulit larva.12

Nilai IE50 ekstrak ethanol daun salam yang diperoleh dari hasil uji analisis probit adalah 0,775%dan nilai IE90 adalah 3,799%. Pada penelitian yang dilakukan oleh Nugroho A dkk, menyebutkan bahwa kandungan flavonoid san saponin memiliki daya hambat terhadap larva Ae. aegypti dengan diperoleh nilai IE50 sebesar 0,030% dan nilai IE90 sebesar 0,126% yang terkandung dalam Phaleria marcocarpa.16 Hal tersebut sejalan dengan penelitian M. Parto Gondo S. dkk,. yang menyebutkan

bahwa flavonoid pada ekstrak Allium sativum

L.    memiliki    efek menghambat

perkembangan larva Ae.aegypti dengan nilai IE50 sebesar 0,148% dan nilai IE90 sebesar 0,708%.17

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa ekstrak ethanol daun salam (Syzygium polyanthum) memiliki potensi sebagai bioinsektisida dalam hal pengatur perkembangan larva Ae. aegypti instar II karena terdapat kematian larva yang signifikan dan juga terdapat perlambatan perkembangan pada kelompok perlakuan dibandingkan dengan kelompok kontrol.

SIMPULAN

Ekstrak ethanol daun salammemiliki efek sebagai pengatur perkembangan terhadap larva Ae. aegypti instar II, dengan nilai kebermaknaan sebesar p<0,05 (p=0,021). NilaiIE50 dan IE90 dari ekstrak daun salam (Syzygium polyanthum) terhadap perkembangan larva Ae. aegypti instar II adalah 0,775% dan 3,799%.

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    Handoko D, Prasetyowati, EB.

Pedoman Pengendalian Demam Chikkungunya. Edisi 2. Ditjen PP dan PL [Diakses pada tanggal 12 April 2015]

  • 2.    Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). Rencana

Pembangunan Jangka Menengah. Jakarta : Bappenas.2004 – 2009

  • 3.    Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). Rencana Pembangunan Jangka Panjang.

Jakarta : Bappenas. 2005 – 2025

  • 4.    World Health Organization (WHO) South East Asia Regional Office. Situation of Dengue/Dengue Hemorrhagic Fever in the SouthEast Asia Region: Prevention and Control Status in SEA Countries. 2004

  • 5.    Dinas Kesehatan Provinsi Bali. Profil Kesehatan Provinsi Bali. Dinas Kesehatan Provinsi Bali. 2013

  • 6.    Aryu C. Demam Berdarah Dengue: Epidemiologi, Patogenesis, dan Faktor Risiko      Penularan.      Aspirator.

2010;2(2):110-9.

  • 7.    Rizki I, latifah, Warlan S. Ekstraksi dan Karakterisasi Senyawa Bioaktif Dalam Daun Kenikir. Indonesia Journal of Chemical Science. 2013 ;2(1):51-55.

  • 8.    Ahmad G, Humairo F, Chairil A. Deteksi Resistensi Insektisida Sintetik Piretroid pada Aedes aegypti (L.), Strain Palembang Menggunakan teknik Polymeerase     Chain     Reaction.

Aspirator.

2013.2:37-44.

  • 9.    Lovita A, Roni P, Bagus P, Hendroto A, W Lengkey. Using bay Leaf Meal (Syzygium

Polyanthum, wight) in Ration on fat and Cholesterol levels of Quanil Meat

(coturnix coturnix japonica). Proc.The 1st Poult. Int. SEm;2012.

  • 10.    Aminah NS, Sigit S, Partosoedjono, Chairul. S. Lerak, D. Metel, dan E. Prostata sebagai Larvasida Aedes aegypti. Cermin Dunia Kedokteran In press 2001.

  • 11.    Dewanti TW, Siti NW, Indira NC. Aktivitas Antioksidab dan

Antibakteri Produk Kering, Instan dan Effervescent dari Buah Mahkota Dewa [Phaleria    marcocarpa    (Scheff.)]

Boerl.Jurnal teknologi    Pertanian,

Universitas Brawijaya. 2005;6(1):29-36

  • 12.    Dinata, A. Atasi Jentik DBD dengan Kulit Jengkol. [Diakses pada tanggal 10     April     2015]     Diunduh

dari:URL:http://arda.students.undip.

  • 13.    Sudarmaja, M. Perbedaan daya fekunditas, daya tetas, perkembangan larva dan perubahan gambaran esterase

aedes aegypti pada beragam tempat berkembangbiak (disertasi). Denpasar: Universitas Udayana. 2014.

  • 14.    World Health Organization(WHO). World Health Organization Pesticide Evaluation Scheme (WHOPES). 2005

  • 15.    Wardani, Mifbakhuddin, Yokorinanti K. Pengaruh konsentrasi ekstrak daun tembelekan (lantara camara) terhadap kematian larva Aedes aegypti. J. Kes mas Ind. 2010;6(2):30-8.

  • 16.    Nugroho A, Setyaningrum E, Wintoko R,.Kurniawan B. The influence of fruit extracts. Phaleria macrocarpa against Aedes aegypti. larvaedevelopment of instar III. Med J. Lampung Univ. 2014:9-17.

  • 17.    Patrio GS, Endah S, Novita C, Beta K.Influence of Garlic (Allium sativum L.) Extract as Larvacide of Aedes aegypti. J Majority 2015:4(2):45-51.

11

http.//ojs.unud.ac.id/index php/eum