Gambaran umum status anemia dan prestasi belajar anak usia sekolah dasar di SD Negeri 4 Abiansemal
on
ARTIKEL PENELITIAN
E-JURNAL MEDIKA UDAYANA, VOL. 7 NO. 4, APRIL, 2018 : 181 - 188
ISSN: 2303-1395
DIRECTORY OF OPEN ACCESS JOURNALS
ABSTRAK
Anemia merupakan keadaan jumlah sel darah merah atau konsentrasi hemoglobin (Hb) tidak mencukupi untuk kebutuhan fisiologis tubuh. Anemia mengakibatkan penurunan sistem imun terhadap infeksi, gangguan prestasi belajar karena kesulitan berkonsentrasi. Tujuan penelitian untuk mengetahui gambaran kejadian anemia dan prestasi belajar anak di SD Negeri 4 Abiansemal, Kabupaten Badung, Bali yang dilakukan pada bulan Agustus sampai November 2015. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional mengikutkan 44 orang responden. Responden mengisi kuesioner gejala anemia, diambil data nilai rapor responden, dan diukur kadar hemoglobinnya menggunakan HemoSmart Gold. Gejala anemia, data nilai rapor, dan kadar hemoglobin dianalisis menggunakan uji statistik Chi Square dan Simple Linear Regression. Hasil penelitian ini terdapat perbedaan prestasi belajar pada anak yang mengalami anemia dan tidak mengalami anemia. Prevalensi kejadian anemia di SD Negeri 4 Abiansemal 34,1%. Sebagian besar subjek penelitian berjenis kelamin perempuan (52,3%), rerata berusia 10 tahun (45,5%), ayah bependidikan menengah (79,5%), ibu berpendidikan menengah (72,7%), pekerjaan ayah bukan buruh/petani/pedagang (59,1%), ibu bekerja (77,3%), gejala suspek infeksi cacing (2,3%), berat badan kurang (63,6%), prestasi belajar baik (54,5%).
Kata kunci: anemia, siswa sekolah dasar, prestasi belajar
1Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Udayana
2Bagian Farmakologi RSUP
Sanglah Denpasar
ABSTRACT
Anemia is a condition of concentration of red blood cells that carries oxygen in the blood (Hb) is not sufficient for the physiological body needs. Anemia resulting decreases immune tend to get infections, impaired school performance because of having difficulty concentrating. The purpose of this study to describe the incidence of anemia and learning achievement of children in SD Negeri 4 Abiansemal, Badung, Bali conducted from August to November 2015. This study used cross sectional design include 44 respondents. Respondents filled out a questionnaire symptoms of anemia, the data retrieved grades, and hemoglobin levels were measured using HemoSmart Gold. Symptoms of anemia, the data grades, and hemoglobin levels were analyzed using a Chi Square test and Simple Linear Regression test. Results of study there are differences in learning achievement of children who are anemic and not anemic. The prevalence of anemia in SD Negeri 4 Abiansemal is 34.1%. Most of the subjects were female (52.3%), mean age 10 years (45.5%), father education is high school education (79.5%), the mother education is high school education (72.7%), father’s occupation not labor/farmers/traders (59.1%), working mothers (77.3%), suspected symptoms of worm infection (2.3%), underweight (63.6%), good learning achievement (54.5%).
Keywords: anemia, elementary school students, learning achievement
Diterima : 16 Maret 2018
Disetujui : 30 Maret 2018
Diterbitkan : 9 April 2018
PENDAHULUAN
Anemia masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Berdasarkan tempat tinggal didapatkan bahwa anemia di pedesaan lebih tinggi dari pada perkotaan yaitu sebesar 22,8%. Secara nasional, prevalensi anemia pada anak balita sebesar 28,1% dan anak 5-12 tahun 29%. Hal ini menunjukkan angka tersebut mendekati masalah kesehatan masyarakat berat (severe public health problem) dengan batas prevalensi anemia ≥40%)1.
Anemia merupakan suatu keadaan
ketika jumlah sel darah merah atau konsentrasi pengangkut oksigen dalam darah (Hb) tidak mencukupi untuk kebutuhan fisiologis tubuh1. Anemia dipengaruhi oleh faktor ekstrinsik dan intrinsik. Faktor ekstrinsik yang mempengaruhi kejadian anemia, antara lain pengetahuan tentang gizi khususnya anemia, tingkat pendidikan orang tua, tingkat ekonomi, infeksi, dan kebiasaan hidup. Faktor intrinsik yang mempengaruhi kejadian anemia, antara lain kehilangan darah secara kronis, seperti pada penyakit ulkus peptikum, hemoroid, investasi parasit, asupan zat besi tidak cukup dan
penyerapan tidak adekuat, peningkatan kebutuhan akan zat besi untuk pembentukan sel darah, yang berlangsung pada masa pertumbuhan bayi, masa pubertas, masa kehamilan dan menyusui2.
Infeksi cacing masih merupakan masalah kesehatan di Indonesia. Infeksi ini merupakan salah penyebab anemia defisiensi besi pada anak usia sekolah dasar. Prevalensi infeksi infeksi cacing di Indonesia masih relatif tinggi pada tahun 2006, yaitu sebesar 32,6%. Spesies cacing tambang yang banyak ditemukan di Indonesia ialah N. americanus yang termasuk dalam kelompok Soil Transmitted Helminth (STH). Kelompok cacing ini siklus hidupnya melalui tanah3. Kecamatan Abiansemal di Kabupaten Badung adalah daerah yang memiliki prevalensi Soil Transmitted Helminth (STH) pada anak yang lebih tinggi bila dibandingkan daerah lain di Provinsi Bali, yaitu berkisar antara 58,3-96,8%4. Hal ini disebabkan sebagian besar wilayah Abiansemal merupakan dataran tinggi basah dan beriklim lembab yang secara ekologis merupakan media yang cocok untuk perkembangan cacing5.
Secara umum dampak yang ditimbulkan akibat anemia defisiensi besi adalah penurunan kemampuan kerja seseorang dan keseluruhan populasi6. Anemia defisiensi besi oleh karena berbagai faktor penyebab mengakibatkan penurunan daya tahan tubuh terhadap infeksi, gangguan prestasi belajar karena mengalami kesulitan berkonsentrasi dan penurunan kemampuan berpikir, atau gangguan mental lain yang berlangsung lama bahkan menetap7. Pada anak-anak sekolah telah ditunjukkan adanya korelasi antara hemoglobin dan kesanggupan anak untuk belajar. Pada kondisi anemia, daya konsentrasi dalam belajar tampak menurun. Bukti yang tersedia menunjukkan gangguan pada perkembangan psikomotor dan kemampuan intelektual, serta perubahan perilaku setelah terjadi anemia defisiensi besi8.
Salah satu cara untuk menilai perkembangan anak pada masa kanak - kanak pertengahan (6-12 tahun) melalui hasil prestasi belajar9. Hasil prestasi belajar didefinisikan sebagai hasil yang telah dicapai oleh siswa setelah mengikuti kegiatan proses belajar mengajar dalam waktu tertentu yang diwujudkan dalam bentuk angka maupun pernyataan.
Berdasarkan uraian di atas, diketahui bahwa prevalensi anemia pada anak di Indonesia masih tinggi dan tingginya kasus infeksi cacing tambang di wilayah kecamatan Abiansemal dapat menyebabkan penurunan prestasi belajar anak usia sekolah dasar. Oleh karena itu penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran umum
status anemia dan prestasi belajar anak usia sekolah dasar di SD Negeri 4 Abiansemal.
METODE PENELITIAN
Penelitian observasional deskriptif dengan pendekatan cross sectional ini dilakukan di SD Negeri 4 Abiansemal Kabupaten Badung, Bali berdasarkan teknik simple random sampling, dimulai pada bulan Agustus sampai November 2015. Subjek penelitian dipilih berdasarkan teknik simple random sampling sehingga didapatkan 44 subjek penelitian. Kriteria inklusi penelitian ini adalah siswa kelas IV, V, dan VI SD Negeri 4 Abiansemal dan bersedia berpartisipasi dalam penelitian ini (menandatangani lembar persetujuan/informed consent). Sedangkan kriteria eksklusinya adalah anak yang sedang mengonsumsi tablet besi dalam kurun waktu 30 hari terakhir dan anak yang tidak bisa diambil sampel darahnya saat pengambilan sampel darah di lapangan.
Penelitian ini menggunakan alat ukur kadar hemoglobin, data nilai rapor, dan kuesioner karakteristik responden dan gejala anemia. Pengukuran kadar hemoglobin menggunakan alat ukur HemoSmart Gold yang digunakan untuk mengetahui kadar hemoglobin siswa. Data nilai rapor merupakan data sekunder yang digunakan untuk mengukur hasil prestasi belajar siswa. Kuesioner karakteristik responden dan gejala anemia terdiri dari 10 pertanyaan untuk mengetahui identitas dan gejala anemia yang dirasakan oleh responden.
Data yang diperoleh dianalisis menggunakan software SPSS versi 17. Dilakukan analisis deskriptif untuk distribusi frekuensi umur, jenis kelamin, pendidikan ayah, pendidikan ibu, pekerjaan ayah, pekerjaan ibu, karakteristik status anemia, perilaku berisiko cacingan, status gizi, prestasi belajar. Data mengenai hubungan pendidikan orang tua dengan prestasi belajar menggunakan uji Simple Logistic Regression, hubungan pekerjaan orang tua dengan prestasi belajar menggunakan uji Simple Logistic Regression, dan hubungan status anemia dan prestasi belajar menggunakan uji Chi Square.
HASIL PENELITIAN
Berdasarkan Tabel 1 rerata umur siswa SD yang menjadi responden dalam penelitian ini yaitu 10,11±0,868 tahun. Sebagian besar responden berumur 10 tahun (45,5%). Berdasarkan jenis kelamin sebagian besar responden berjenis kelamin perempuan yaitu 23 orang (52,3%).
Tabel 1. Gambaran Karakteristik Subyek Penelitian di SD Negeri 4 Abiansemal
n (%)
Umur
9 tahun |
11 (25) |
10 tahun |
20 (45,5) |
11 tahun |
10 (22,7) |
12 tahun |
3 (6,8) |
Jenis Kelamin | |
Lelaki |
21 (47,7) |
Perempuan |
23 (52,3) |
Pendidikan Ayah | |
Dasar |
2 (4,5) |
Menengah |
35 (79,5) |
Tinggi |
7 (15,9) |
Pendidikan Ibu | |
Dasar |
3 (6,8) |
Menengah |
32 (72,7) |
Tinggi |
9 (20,5) |
Pekerjaan Ayah | |
Buruh/petani/pedagang |
18 (40,9) |
Bukan buruh/petani/pedagang |
26 (59,1) |
Pekerjaan Ibu | |
Bekerja |
34 (77,3) |
Tidak bekerja |
10 (22,7) |
Karakteristik orang tua siswa menunjukkan sebagian besar ayah responden berpendidikan menengah yaitu 35 orang (79,5%). Pendidikan ibu responden sebagian besar berpendidikan menengah yaitu 32 orang (72,7%). Sebagian besar ayah responden memiliki pekerjaan bukan buruh/ petani yaitu 26 orang (59,1%). Sebagian besar responden memiliki ibu yang bekerja yaitu 34 orang (77,3%).
Status anemia dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya risiko infeksi cacing dan status gizi. Status gizi merujuk pada kecukupan zat gizi yang direpresentasikan dengan indeks masa tubuh berdasarkan tinggi badan dan berat badan anak.
Tabel 2. Gambaran Status Anemia Siswa di SD N 4 Abiansemal
Status Anemia |
n (%) |
Anemia |
15 (34,1) |
Tidak Anemia |
29 (65,9) |
Berdasarkan Tabel 2 sebagian besar responden tidak mengalami anemia yaitu 29 orang (65,9%) dan responden yang mengalami anemia yaitu 15 orang (34,1%). Status anemia siswa hanya dikategorikan menjadi dua yaitu anemia dan tidak anemia.
Infeksi cacing merupakan salah satu risiko untuk mengalami anemia. Berikut merupakan gambaran perilaku berisiko dan gejala infeksi cacing siswa.
Tabel 3. Gambaran Perilaku Berisiko Infeksi cacing di SD Negeri 4 Abiansemal
Perilaku |
n (%) | |
Alas kaki |
Ya Tidak |
12 (27,3) 32 (72,7) |
Memiliki Toilet |
Ya Tidak |
41 (93,2) 3 (6,8) |
Aktivitas di Sungai |
Ya Tidak |
19 (43,2) 25 (56,8) |
Berdasarkan Tabel 3 sebagian besar perilaku responden tidak menggunakan alas kaki yaitu 32 orang (72,7%). Sedangkan responden yang menggunakan alas kaki yaitu 12 orang (27,3%). Sebagian besar responden sudah memiliki toilet yaitu 41 orang (93,2%). Sedangkan responden yang tidak memiliki toilet yaitu 3 orang (6,8%). Sebagian besar responden tidak melakukan aktivitas di sungai yaitu 25 orang (56,8%). Sedangkan responden yang melakukan aktivitas di sungai yaitu 19 orang (43,2%).
Tabel 4. Gambaran Gejala Suspek Infeksi Cacing Siswa di SD Negeri 4 Abiansemal
n (%) | |
Tanpa gejala |
11(25) |
Satu gejala |
20(45,5) |
Status gizi kurang |
15(75) |
Anemia |
4(20) |
Diare |
1(5) |
Dua gejala |
12(27,3) |
Status gizi kurang – anemia |
10(83,3) |
Status gizi kurang – diare |
2(16,7) |
Anemia – diare |
0(0) |
Tiga gejala |
1(2,3) |
Total |
44(100) |
Berdasarkan Tabel 4 sebagian besar responden memiliki satu gejala suspek infeksi cacing yaitu 20 orang (45,5%). Responden yang memiliki dua gejala suspek infeksi cacing yaitu 12 orang (27,3%), diantaranya gejala status gizi kurang dan anemia sebanyak 10 orang (83,3%). Responden yang tidak memiliki gejala infeksi cacing yaitu 11 orang (25%). Berdasarkan tabel tersebut hanya 1
orang (2,3%) responden yang memiliki tiga gejala suspek infeksi cacing.
Berdasarkan Tabel 5 sebagian besar responden memiliki berat badan kurang yaitu 28 orang (63,6%). Responden yang memiliki berat badan normal yaitu 14 orang (31,8%).
Responden yang memiliki berat badan lebih hanya 1 orang (2,3%). Responden yang mengalami obesitas yaitu 1 orang (2,3%).
Berdasarkan Tabel 6 sebagian besar anak berat badan kurang mengalami anemia yaitu 11 orang (39,3%). Sebagian besar anak berat badan kurang tidak mengalami anemia yaitu 17 orang (60,7%). Anak dengan berat badan normal tidak mangalami anemia yaitu 10 orang (71,4%). Sedangkan anak yang memiliki berat badan lebih dan obesitas tidak mengalami anemia, masing masing 1 orang (100%).
Hasil uji simple logistic regression didapatkan nilai OR= 0,62 untuk anak dengan status gizi normal. Interpretasinya yaitu kecenderungan besarnya peluang anak dengan status gizi normal menderita anemia 38% lebih sedikit dibandingkan anak dengan status gizi kurang. Secara statistik hubungan ini tidak bermakna (p=0,496; IK = 0,155-2,471). Sedangkan data lainnya tidak dapat dibandingkan peluangnya karena jumlah data yang terbatas.
Prestasi Belajar
Prestasi belajar siswa dibedakan menjadi prestasi belajar baik dan prestasi belajar kurang. Prestasi belajar secara tidak langsung dipengaruhi oleh tingkat pendidikan orang tua dan pekerjaan orang tua, selain faktor motivasi siswa dan intelegensi/kecerdasan siswa.
Berdasarkan Tabel 7 sebagian besar
responden memiliki prestasi belajar baik yaitu 24 orang (54,5%). Sedangkan responden yang memilik prestasi belajar kurang yaitu 20 orang (45,5%).
Hubungan Pekerjaan Orang Tua dengan Prestasi Belajar
Berdasarkan Tabel 8 sebagian besar responden yang memiliki prestasi belajar baik berasal dari ayah yang memiliki pekerjaan bukan buruh/petani/pedagang yaitu 18 orang (69,2%). Responden yang memiliki prestasi belajar kurang sebagian besar berasal dari ayah yang memiliki pekerjaan buruh/petani/pedagang yaitu 12 orang (66,7%). Responden yang memiliki prestasi belajar baik berasal dari ayah yang memiliki pekerjaan buruh/petani/pedagang yaitu 6 orang (33,3%). Responden yang memiliki prestasi belajar kurang berasal dari ayah yang memiliki pekerjaan bukan buruh/petani/pedagang yaitu 8 orang (30,8%)
Berdasarkan uji chi square didapatkan nilai RR=2,167. Interpretasinya yaitu anak yang memiliki ayah yang bekerja sebagai buruh / petani / pedagang cenderung meningkatkan risiko mendapatkan prestasi belajar kurang 2,167 kali dibandingkan anak yang memiliki ayah bukan buruh / petani / pedagang. Hubungan ini bermakna secara statistik (p=0,019; IK = 1,117-4,023).
Sebagian besar responden yang memiliki prestasi belajar baik berasal dari ibu yang bekerja yaitu 20 orang (58,8%). Responden yang memiliki prestasi belajar kurang berasal dari ibu yang bekerja yaitu 14 orang (41,2%). Responden yang memiliki prestasi belajar baik berasal dari ibu yang tidak bekerja yaitu 4 orang (40%). Responden yang memiliki prestasi belajar kurang berasal dari ibu yang tidak bekerja yaitu 6 orang (60%).
Berdasarkan uji chi square diperoleh nilai RR= 0,686. Interpretasinya yaitu anak yang berasal dari ibu yang tidak bekerja akan cenderung
Status Gizi |
Anemia Anemia n(%) |
Status Anemia | ||||
Tidak Total n(%) |
n(%) |
OR |
IK |
p | ||
Berat badan kurang |
11(39,3) |
17(60,7) |
28(100) |
1 | ||
Normal |
4(28,6) |
10(71,4) |
14(100) |
0,62 |
0,155-2,471 |
0,496 |
Berat badan lebih |
0(0) |
1(100) |
1(100) |
0,00 |
- |
1 |
Obesitas |
0(0) |
1(100) |
1(100) |
0,00 |
- |
1 |
Keterangan:
IK = 0,155 – 2,471
Status Gizi |
n(%) |
Berat Badan Kurang |
28 (63,6) |
Berat Badan Normal |
14 (31,8) |
Berat Badan Lebih |
1 (2,3) |
Obesitas |
1 (2,3) |
Prestasi Belajar |
n(%) |
Baik 24 (54,5)
Kurang 20 (45,5)
Tabel 8. Hubungan Pekerjaan Orang Tua dengan Prestasi Belajar Siswa di SD Negeri 4 Abiansemal
Pekerjaan orang tua |
Prestasi belajar | |||
Kurang Baik Total n(%) n(%) n(%) |
RR |
IK |
p | |
Ayah - bukan buruh/ petani/ pedagang -buruh/petani/pedagang |
8(30,8) 18(69,2) 26(100) 12(66,7) 6(33,3) 18(100) |
1 2,167 |
1,117-4,203 |
0,019 |
Ibu - bekerja - tidak bekerja |
20(58,8) 14(41,2) 34(100) 4 (40) 6(60) 10(100) |
1 0,686 |
0,36-1,31 |
0,245 |
Pendidikan orang tua |
Prestasi belajar |
OR |
IK |
p | ||
Kurang Baik |
Total n(%) | |||||
n(%) |
n(%) | |||||
Ayah - tinggi |
3(42,9) |
4(57,1) |
7(100) |
1 | ||
- menengah |
16(45,7) 19(53,3) 35(100) |
1,12 |
0,218-5,777 |
0,890 | ||
- dasar |
1(50) |
1(50) |
2(100) |
1,33 |
0,057-31,121 |
0,858 |
Ibu - tinggi |
3(33,3) |
6(66,7) |
9(100) |
1 | ||
- menengah |
16(50) |
16(50) |
32(100) |
2 |
0,425-9,418 |
0,381 |
- dasar |
1(33,3) |
1(66,7) |
3(100) |
1 |
0,063-15,988 |
1 |
Prestasi Belajar | ||||
Status Anemia |
Kurang Baik Total n (%) n (%) n (%) |
RR |
IK |
p value |
Anemia |
10(66,7) |
5(33,3) 15(100) |
1 |
Tidak Anemia |
10(34,5) |
19(65,5) 29(100) |
1,933 1,044-3,580 0,021 |
menurunkan risiko untuk memiliki anak dengan prestasi belajar baik sebesar 32% dibandingkan anak yang berasal dari ibu yang bekerja. Ada pengaruh variabel bebas terhadap variabel tergantung namun pengaruh ini tidak bermakna secara statistik (p= 0,245; IK =0,36-1,31).
Hubungan Pendidikan Orang Tua dengan Prestasi Belajar
Berdasarkan Tabel 9 sebagian besar anak yang memiliki prestasi baik berasal dari ayah dengan pendidikan menengah yaitu 19 orang (53,3%).
Sebagian besar anak yang memiliki prestasi cukup berasal dari ayah dengan pendidikan menengah yaitu 16 orang.
Berdasarkan uji simple logistic regression didapatkan nilai OR= 1,12 untuk anak yang memiliki ayah dengan pendidikan menengah. Kecenderungan peluang anak memiliki prestasi belajar kurang pada ayah yang memiliki pendidikan menengah yaitu 1,12 kali dibandingkan dengan ayah yang memiliki pendidikan tinggi. Secara statistik tidak bermakna dan tidak terdapat hubungan antara pendidikan ayah dengan prestasi belajar anak (p=0,89; IK= 0,218-5,777). Nilai OR=1,33 untuk anak yang memiliki ayah dengan pendidikan dasar. Kecenderungan peluang anak memiliki prestasi belajar kurang pada ayah yang memiliki pendidikan dasar yaitu 1,33 kali dibandingan dengan ayah yang memiliki pendidikan tinggi. Hubungan ini tidak bermakna secara statistik (p=0,858; IK = 0,057-31,121).
Anak yang berasal dari ibu dengan pendidikan menengah memiliki prestasi belajar baik sebesar 16 orang (50%) dan memiliki prestasi belajar cukup yaitu 16 orang (50%). Berdasarkan uji simple logistic regression didapatkan nilai OR= 2 untuk anak yang memiliki ibu dengan pendidikan menengah. Kecenderungan peluang anak memiliki prestasi belajar kurang pada ibu dengan pendidikan menengah yaitu 2 kali dibandingkan dengan anak dengan ibu pendidikan tinggi. Secara statistik tidak bermakna dan tidak terdapat hubungan antara pendidikan ibu dengan prestasi belajar anak (p=0,381; IK = 0,425-9,418). Nilai OR=1 untuk anak yang memiliki ibu dengan pendidikan dasar. Kecenderungan peluang anak memiliki prestasi belajar kurang pada ibu yang memiliki pendidikan dasar yaitu 1 kali dibandingan dengan ibu yang memiliki pendidikan tinggi. Hubungan ini tidak bermakna secara statistik (p=1; IK = 0,063-15,988).
Hubungan Status Anemia dengan Prestasi Belajar Siswa di SD Negeri 4 Abiansemal
Berdasarkan Tabel 10 responden yang tidak mengalami anemia memiliki prestasi belajar baik sebanyak 19 orang (65,5%). Responden yang tidak mengalami anemia memiliki prestasi belajar kurang 10 (34,5%). Responden yang mengalami anemia memiliki prestasi baik yaitu 5 orang (33,3%) dan responden yang mengalami anemia memiliki prestasi belajar kurang yaitu 10 orang (66,7%).
Berdasarkan uji chi square, didapatkan RR=1,933. Interpretasi dari nilai RR ini yaitu anak yang mengalami anemia cenderung meningkatkan risiko untuk memiliki prestasi belajar kurang yaitu
1,933 kali dibandingkan dengan anak yang tidak anemia, dan hubungan tersebut bermakna secara statistik (p=0,021; IK = 1,044 – 3,580).
PEMBAHASAN
Berdasarkan jenis kelamin sebagian besar responden berjenis kelamin perempuan yaitu 23 orang (52,3%). Namun sebagian besar responden yang mengalami anemia berjenis kelamin laki-laki yaitu 9 orang (42,9%). Hal ini berkaitan dengan aktifitas anak laki-laki lebih tinggi daripada aktifitas anak perempuan. Sehingga kebutuhan gizi harian anak laki-laki lebih tinggi dibandingkan anak perempuan. Hasil penelitian dari Martina menunjukkan jenis kelamin laki-laki lebih banyak menderita anemia pada pasien tuberkulosis10. Namun hasil analisis data tersebut belum dapat menyimpulkan hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian anemia pada pasien tuberkulosis.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh sebagian besar responden berumur 10 tahun yaitu 20 orang (45,5%). Persebaran umur responden yang paling banyak mengalami anemia berada pada umur 10 tahun yaitu 7 orang (35%). Hasil penelitian lain yang sejalan dengan hasil penelitian ini adalah penelitian Supardin dkk yang menyatakan anemia lebih banyak terjadi pada anak laki-laki dan paling banyak berumur 10 tahun. Jenis kelamin dan umur adalah faktor penting yang menentukan kadar hemoglobin. Nilai median hemoglobin naik selama 10 tahun pada masa kanak-kanak dan selanjutnya akan meningkat pada masa pubertas11.
Hasil analisis data penelitian menunjukkan sebagian besar ayah responden berpendidikan menengah yaitu 35 orang (79,5%). Pendidikan ibu responden sebagian besar berpendidikan menengah yaitu 32 orang (72,7%). Semakin tinggi pendidikan akan dapat meningkatkan tingkat pendapatan seseorang sehingga akan meningkatkan daya beli sumber pangan. Hal ini juga akan menyebabkan terpenuhinya kebutuhan gizi harian. Pendidikan orang tua secara tidak langsung akan menentukan pilihan barang termasuk jenis makanan apa yang akan dikonsumsi12.
Hasil analisis data penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar ayah responden memiliki pekerjaan bukan buruh/petani yaitu 26 orang (59,1%). Sebagian besar responden memiliki ibu yang bekerja yaitu 34 orang (77,3%). Semakin tinggi tingkat pekerjaan orang tua akan mempengaruhi pendapatan dan mempengaruhi daya beli terhadap makanan. Selain itu tingkat pekerjaan yang tinggi akan meningkatkan pengetahuan akan kebutuhan gizi yang diperlukan pada masa anak-anak dan remaja.
Anemia dapat disebabkan oleh faktor
kekurangan nutrisi dan infeksi parasit seperti infeksi cacing akan mengakibatkan anemia13.
Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar responden tidak mengalami anemia yaitu 29 orang (65,9%). Responden yang mengalami anemia yaitu 15 orang (34,1%). Beberapa faktor yang mempengaruhi anemia yang diteliti dalam penelitian ini yaitu infeksi cacing dan status gizi.
Orang yang menderita defisiensi besi akan lebih mudah terserang mikroorganisme, karena kekurangan zat besi berhubungan erat dengan kerusakan kemampuan fungsional dari mekanisme kekebalan tubuh yang penting untuk menahan masuknya penyakit infeksi14.
Hasil analisis data status gizi menunjukkan sebagian besar responden memiliki berat badan kurang yaitu 28 orang (63,6%). Berat badan kurang, erat kaitannya dengan tidak adekuatnya konsumsi gizi harian. Kebutuhan dan intake/ pemasukan gizi yang tidak seimbang dan cenderung kurang akan menyebabkan kekurangan zat gizi tertentu, salah satunya yaitu zat besi. Zat besi merupakan kelompok mineral yang diperlukan, sebagai inti dari hemoglobin, unsur utama sel darah merah.
Hasil analisis hubungan status gizi dengan status anemia menunjukkan tidak terdapat hubungan antara status gizi dengan status anemia (p=0,496). Hal ini kemungkinan besar diakibatkan oleh beberapa variabel perancu yang tidak diteliti. Terdapat kecenderungan anak mengalami anemia sebagian besar memiliki berat badan kurang yaitu 11 orang (39,3%).
Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian di Poliwali Mandar yang meyatakan ada hubungan status gizi dengan kejadian anemia pada remaja putri. Semakin tinggi remaja yang memiliki status gizi kurang maka semakin tinggi angka kejadian anemia pada remaja putri15.
Dalam penelitian ini terdapat 60,7% responden yang memiliki berat badan kurang tidak mengalami anemia. Faktor lain yang mempengaruhi status anemia diantaranya status ekonomi, status kesehatan, aktivitas, absorbsi makanan, dan kehilangan darah yang disebabkan oleh menstruasi.
Dalam penelitian ini tidak terbukti obesitas/berat badan berlebih meningkatkan risiko mengalami anemia. Hal ini tidak sejalan dengan penelitian di Meksiko yang mengatakan bahwa defisiensi besi dapat terjadi 2-4 kali pada wanita dan anak-anak obesitas. Penelitian di Meksiko ini menyebutkan bahwa obesitas merupakan prediktor status besi yang rendah. Hubungan antara status besi yang rendah dan obesitas cenderung disebabkan oleh peningkatan reaksi inflamasi yang akan menyebabkan peningkatan hepcidin di sirkulasi.
Peningkatan produksi hepcidin di sirkulasi akan menghambat penyerapan zat besi16. Perbedaan ini kemungkinan dikarenakan oleh karakteristik subjek yang berbeda.
Hasil analisis penelitian menunjukkan sebagian besar anak memperoleh prestasi belajar baik yaitu 24 orang (54,5%). Anak yang memperoleh prestasi belajar cukup yaitu 20 orang (45,5). Prestasi belajar dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya faktor eksternal yaitu pendidikan dan pekerjaan orang tua. Faktor internal lainnya yang mempengaruhi prestasi belajar yaitu intelegensi dan motivasi siswa.
Berdasarkan pekerjaan orang tua menunjukkan bahwa pekerjaan ayah sebagai buruh/ petani/pedagang cenderung akan meningkatkan risiko anak mendapatkan prestasi belajar kurang. Hubungan ini bermakna secara statistik (p=0,019). Berdasarkan pekerjaan ibu menunjukkan ada pengaruh pekerjaan ibu terhadap prestasi belajar namun hubungan ini tidak bermakna secara statistik (p=0,245). Pekerjaan orang tua dapat mempengaruhi prestasi belajar karena pekerjaan akan mempengaruhi jumlah pendapatan keluarga. Pendapatan akan menentukan sarana-prasarana dan fasilitas belajar yang menunjang prestasi siswa. Status sosial ekonomi, pendidikan, pekerjaan dan pendapatan orang tua sangat mempengaruhi tingkat keberhasilan belajar siswa17.
Hasil analisis pendidikan orang tua menunjukkan sebagian besar ayah responden berasal dari pendidikan menengah yaitu 19 orang (53,3%). Berdasarkan analisis didapatkan bahwa tidak terdapat hubungan antara pendidikan orang tua baik ayah maupun ibu terhadap prestasi belajar (p=0,858; p=1). Hasil ini berbeda dengan penelitian Chasanah dkk yang menunjukkan adanya hubungan signifikan antara tingkat pendidikan orang tua dengan prestasi belajar matematika siswa SMP se-Kecamatan Puring Kabupaten Kebumen tahun pelajaran 2012/2013. Adanya hubungan antara tingkat pendidikan orang tua dengan prestasi belajar matematika siswa dikarenakan tinggi rendahnya tingkat pendidikan orang tua berpengaruh terhadap cara orang tua dalam memperhatikan dan mengarahkan anak. Perhatian dan pengarahan orang tua yang baik khususnya matematika membuat anak menjadi siap dalam mengikuti pelajaran matematika di sekolah18.
Hasil analisis hubungan prestasi belajar dengan anemia menunjukkan anemia cenderung dapat menurunkan prestasi belajar siswa (p=0,021). Berdasarkan data diatas, anak yang mengalami anemia memiliki prestasi belajar kurang sebesar 66,7%. Hal ini sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa pada kondisi anemia atau pada keadaan
kadar hemoglobin darah yang kurang, konsentrasi dan kemampuan daya pikir seseorang juga akan menurun, sehingga menyebabkan prestasi belajar menurun. Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Kota Banjar menunjukkan anemia pada anak sekolah disebabkan karena kekurangan asupan zat besi dan infeksi cacing. WHO menyatakan bahwa anemia gizi besi pada anak usia sekolah menyebabkan hilangnya 5-10% prestasi belajar19.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian di Kabupaten Klaten yang menyatakan terdapat kecenderungan siswa yang tidak mengalami anemia mempunyai prestasi belajar yang baik. Secara statistik terdapat hubungan antara kadar hemoglobin dengan prestasi belajar siswa20.
Dalam penelitian ini terdapat 33,3% responden yang mengalami anemia tetapi memiliki prestasi belajar yang baik. Hal ini mendukung penelitian di Manado yang menyatakan tidak ada hubungan antara kejadian anemia dengan hasil belajar siswi (p=0,664)6. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan pada siswa SMA di Semarang yang menunjukkan tidak terdapat hubungan antara kadar hemoglobin darah dengan hasil belajar atau prestasi belajar pada siswa21.
Faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi hasil belajar adalah faktor sosial dan non sosial serta faktor dari dalam diri siswa itu sendiri. Dalam hal ini hasil belajar juga ditentukan oleh tingkat kecerdasan siswi. Tingkat kecerdasan sangat menentukan berhasil atau tidaknya seorang siswa dalam belajar. Semakin tinggi tingkat kecerdasan siswa, semakin baik pula nilai hasil belajar yang diperoleh6. Selain itu terdapat faktor motivasi. Motivasi belajar memiliki pengaruh yang signifikan terhadap hasil belajar atau prestasi belajar22. Prestasi belajar juga dipengaruhi oleh sarana prasarana dan tenaga pengajar yang ada di sekolah23.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, kejadian anemia pada anak usia sekolah dasar di SD Negeri 4 Abiansemal sebesar 34,1%, terbanyak pada usia 10 tahun dan berjenis kelamin lelaki. Prestasi belajar anak usia sekolah dasar di SD Negeri 4 Abiansemal yang tergolong prestasi baik sebesar 54,5% terbanyak pada siswa kelas V dan berjenis kelamin perempuan.
DAFTAR PUSTAKA
-
1. Riskesdas. Riset kesehatan dasar. Jakarta. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. 2013.
-
2. Dewi M, Sutiari K, Wulandari L. Status anemia gizi besi dan konsumsi zat gizi pada anak usia
Ida Ayu Mas Suryani, Bagus Komang Satriyasa (Gambaran umum status sekolah di lima panti asuhan di kota denpasar. Arc. Com. Health. 2012;01:35-42
-
3. Sumanto D. Faktor risiko infeksi cacing tambang pada anak sekolah (studi kasus kontrol di Desa Rejosari, Karangawen, Demak). Semarang: Universitas Diponegoro;2010.
-
4. Kapti N, Ariwati L, Sudarmaja M. Reinfeksi A. lumbricoides dan T. trichiura serta faktor-faktor risikonya pada anak-anak SD N 1 Taman, SD N 3 Mambal, dan SD N 3 Sibang Kaja. Denpasar: Laporan Hasil Penelitian DUE-Like Universitas Udayana Batch III. 2004.
-
5. Bappeda Kabupaten Badung. Laporan akhir pemetaan dan identifikasi pola ruang permukiman di Kabupaten Badung. Pemerintah Kabupaten Badung. 2011.
-
6. Malonda-Nancy SH, Kapantow NH, Basuki A, Maarial N. Hubungan antara kejadian anemia dengan hasil belajar siswi SMP Negeri 11 Manado. Buletin IDI Manado. 2011:39-46
-
7. Lubis B, Saragih R, Gunadi D, Rosdiana N, Andriani E. Perbedaan respon hematologi dan perkembangan kognitif pada anak anemia defisiensi besi usia sekolah dasar yang mendapat terapi besi satu Kali dan tiga kali Sehari. Sari Pediatri. 2008:3(10):184-189.
-
8. Sampouw A, Bolang A, Basuki A. Hubungan antara anemia dengan prestasi belajar siswa kelas 4 dan 5 SD Sta. Theresia Malalayang. Manado: Universitas Sam Ratulangi; 2013.
-
9. Tuturoong M, Malonda N, Kapantow M. Hubungan antara kadar hemoglobin (Hb) dengan prestasi belajar pada anak sekolah dasar di Kelurahan Bunaken Kota Manado Sulawesi Utara. Manado: Universitas Sam Ratulangi; 2013.
-
10. Martina AD. Hubungan usia, jenis kelamin, dan status nutrisi dengan kejadian anemia pada pasien tuberkulosis. Semarang: Universitas Diponegoro; 2012.
-
11. Supardin N, Hadju V, Sirajuddin S. Hubungan asupan zat gizi dengan status hemoglobin pada anak sekolah dasar di wilayah Pesisir Kota Makassar Tahun 2013. Makassar: Universitas Hasanuddin; 2013.
-
12. Siahaan N. Faktor-faktor yang berhubungan dengan status anemia remaja putri di wilayah Kota Depok pada tahun 2011 (analisis data sekuder survei anemia remaja putri Dinas Kesehatan Kota Depok tahun 2011. Jakarta: Universitas Indonesia; 2012.
-
13. Bakta. Hematologi klinik ringkas. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2012.
-
14. Indartanti D, Kartini A. Hubungan status gizi dengan kejadian anemia pada remaja putri. Journal of Nutrition College. 2014;2(3):33-39.
-
15. Hapzah. Hubungan tingkat pengetahuan dan status gizi terhadap kejadian anemia remaja putri pada siswi kelas III di SMAN 1 Tinambung Kabupaten Polewali Mandar. Sulawesi Barat: STIKES Bina Bangsa Majene; 2012.
-
16. Cepeda-Lopez A, Osendarp SJ, Melse-Boonstra A, Aeberli I, Gonzalez-Salazar F, dkk. Sharply higher rates of iron deficiency in obese Mexican women and children are predicted by obesity-related inflammation rather than by differences in dietary iron intake. American Journal of Clinical Nutrition. 2011;93:975–983.
-
17. Rodiyah. Hubungan status sosial ekonomi orang tua dengan hasil belajar kompetensi perawatan kulit wajah bermasalah siswa kelas XI SMK Negeri 6 Padang. Padang: Universitas Negeri Padang; 2013.
-
18. Chasanah IR, Budiyono, Kurniawan H. Hubungan tingkat pendidikan orang tua dengan prestasi belajar matematika siswa sekolah menengah pertama negeri se-Kecamatan Puring Kabupaten Kebumen. Universitas Muhammadiyah Purworejo; 2013..
-
19. Indriati I. Pengaruh suplementasi besi dan vitamin A terhadap kadar hemoglobin dan prestasi belajar anak sekolah dasar di Sekolah Dasar Negeri 3 Neglasari Kota Banjar. Jurnal Forikes. 2013;(2)3.
-
20. Widyastuti AP. Hubungan kadar hemogblobin siswa dengan prestasi belajar di Sekolah Dasar Negeri 1 Bentangan Wonosari Kabupaten Klaten. Klaten: Universitas Muhammadiyah Surakarta; 2014.
-
21. Alfiyanah S. Hubungan antara kadar hemoglobin darah dan status iodium dengan prestasi belajar siswi SMA Negeri 14 Semarang. Semarang: Universitas Diponegoro; 2010.
-
22. Hamdu G & Agustina L. Pengaruh motivasi belajar Siswa terhadap prestasi belajar IPA. studi kasus terhadap siswa kelas IV SDN Tarumanagara Kecamatan Tawang Kota Tasikmalaya. Jurnal Penelitian Pendidikan. 2011;1(12).
-
23. Rajagukguk,W. Upaya meningkatkan hasil belajar matematika siswa SMA sesuai tuntutan kurikulum berbasis kompetensi dan kurikulum tingkat satuan. J.Pend.Mat. & Sains. 2008;3(1):45-51.
-
188
Discussion and feedback