ARTIKEL PENELITIAN

E-JURNAL MEDIKA, VOL. 7 NO. 2, FEBRUARI, 2018 : 82 - 86

ISSN: 2303-1395

DOAJ


DIRECTORY OF OPEN ACCESS JOURNALS


Gambaran depresi dan faktor yang memengaruhi pada remaja yatim piatu di Denpasar

Krisnhaliani Wetarini1, Cokorda Bagus Jaya Lesmana2

ABSTRAK

Depresi pada remaja yatim piatu merupakan masalah kesehatan mental yang rentan terjadi sebagai dampak dari ketiadaan hubungan kasih sayang yang memadai dari orang tua di masa kanak-kanak. Studi analitik potong-lintang dilakukan dengan mengikutsertakan 93 remaja yatim piatu dari tiga panti asuhan di Kota Denpasar. Data sosiodemografi diperoleh menggunakan kuesioner dan tingkat depresi dinilai menggunakan Beck’s Depression Inventory. Tingkat gambaran depresi, yaitu normal (60,2%), depresi ringan (18,3%), depresi sedang (15,1%), dan depresi berat (6,5%). Analisis regresi logistik menunjukkan faktor sosiodemografi yang berhubungan secara signifikan terhadap kejadian depresi adalah jenis kelamin, yaitu laki-laki 39% lebih tidak berisiko mengalami depresi dibandingkan dengan perempuan (OR=0,39; p=0,03). Depresi rentan terjadi pada remaja yatim piatu, terutama pada perempuan, sehingga pelayanan konseling dan dukungan sosial diperlukan sebagai penanganan gejala depresi yang terjadi pada remaja yatim piatu di Denpasar.

Kata Kunci: depresi, remaja, yatim piatu

ABSTRACT

Depression among orphaned teenagers is a vulnerable mental health disorder that occurs as an impact of the absence of an adequate relationship and affection from parents since childhood period. Cross-sectional analytical study was carried out, enrolling 93 orphaned teenagers from three orphanages in Denpasar City. Sociodemographic data were obtained using questionnaires and level of depression were classified based on Beck’s Depression Inventory. The level of depression among orphaned teenagers respectively, normal (60.2%), mild depression (18.3%), moderate depression (15.1%), and severe depression (6.5%). Logistic regression analysis showed that the only sociodemographic factor that significantly related to depression is gender, boys were about 39% less-likely to experience depression than girls (OR=0.39; p=0.03). Depression is prevalent among girl orphans, thus counseling and social support are needed to overcome the occurrence of depression among orphaned teenagers in Denpasar.

Keywords: depression, teenager, orphans

1Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana

2Bagian/SMF Psikiatri, Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Sanglah Email: [email protected]


Diterima : 18 Januari 2018

Disetujui : 26 Januari 2018

Diterbitkan : 1 Pebruari 2018


PENDAHULUAN

Hubungan antara anak dan orang tua pada masa perkembangan awal memiliki peran yang penting bagi pembentukan karakter remaja.1 Sayangnya, tidak semua anak memiliki kesempatan untuk memiliki hubungan yang memadai dengan orang tuanya, seperti yang terjadi pada anak yatim piatu.

Depresi merupakan salah satu dampak yang dapat terjadi sebagai akumulasi kesedihan atas rasa kehilangan dan kesepian oleh karena tidak adanya keluarga, serta adanya stigma negatif dari orang-orang di sekitar remaja yatim piatu.1,2 Kecenderungan terjadinya depresi pada remaja juga dapat dipengaruhi oleh jenis kelamin, indeks massa tubuh (IMT), dan tingkat jenjang pendidikan.3,4,5

Dalam studi epidemiologi ditemukan bahwa prevalensi depresi terjadi lebih tinggi pada remaja yatim piatu. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Ibrahim dkk.3 mengenai prevalensi dan predisposisi

depresi remaja yatim piatu di Mesir menemukan bahwa 20% remaja yatim piatu mengalami depresi. Selain itu, ditemukan pula bahwa depresi cenderung terjadi pada perempuan dibandingkan dengan laki-laki.3

Penelitian lain dilaksanakan oleh Bhat, mengenai stabilitas emosi dan depresi pada remaja yatim piatu.2 Studi tersebut menemukan bahwa remaja yatim piatu memiliki tingkat emosi yang lebih stabil, serta tingkat depresi yang lebih berat dibandingkan dengan remaja bukan yatim piatu.2

Menurut Global Burden of Disease Study, depresi dinyatakan sebagai penyebab utama terjadinya disabilitas pada manusia, baik secara fisik, sosial, maupun mental. Gangguan ini dapat berkembang dan terjadi bersamaan dengan gangguan mental lainnya, seperti gangguan kecemasan, gangguan pola makan, penyalahgunaan zat berbahaya, bahkan menyebabkan kecenderungan bunuh diri bagi para remaja.6

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran dan faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian depresi pada remaja yatim piatu di Denpasar.

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Penelitian analitik potong-lintang dilakukan di tiga panti asuhan yang tersebar di Kota Denpasar, dimulai pada bulan Februari sampai dengan Desember 2015. Jumlah responden yang diikutkan dalam penelitian sejumlah 93 orang. Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah remaja yatim piatu yang berstatus sebagai penghuni aktif pada panti asuhan terpilih dan berusia antara 13-18 tahun. Sedangkan kriteria eksklusi adalah apabila responden memiliki keadaan atau penyakit yang dapat mengganggu pengukuran dan interpretasi data. Remaja yatim piatu yang ikut serta di dalam penelitian akan diberikan penjelasan, mengisi lembar persetujuan, kemudian menjawab pertanyaan yang tercantum dalam kuesioner penelitian.

Tingkat depresi diukur menggunakan instrumen Beck’s Depression Inventory (BDI). Instrumen ini merupakan kuesioner dengan 21 pertanyaan yang sebelumnya telah dimodifikasi dan telah menggunakan Bahasa Indonesia untuk mempermudah pengisian data oleh responden penelitian. Data sosiodemografis diperoleh secara subjektif menggunakan kuesioner karakteristik sosiodemografis.

Data yang telah dikumpulkan kemudian akan diolah menggunakan peranti SPSS versi 21. Analisis deskriptif dilakukan untuk data usia, jenis

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Remaja Yatim Piatu di Denpasar pada Tahun 2015 (N=93)

kelamin, IMT, jenjang pendidikan, serta tingkat depresi yang dialami oleh responden. Hubungan antara masing-masing faktor sosiodemografi dengan tingkat depresi dianalisis menggunakan uji regresi logistik binari sederhana.

Kelaikan etik untuk penelitian ini telah diperoleh dari Komisi Etika Penelitian, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana / Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar.

HASIL PENELITIAN

Berdasarkan hasil analisis deskriptif pada 93 responden, diperoleh bahwa perbedaan proporsi antara remaja yatim piatu laki-laki dan perempuan sangat tipis. Perempuan ditemukan sedikit lebih besar (53,8%) dibandingkan laki-laki (46,2%). Rerata usia remaja yatim piatu adalah 14,82 tahun (SB=1,57). Berdasarkan jenjang pendidikan, ditemukan bahwa sebagian besar remaja sedang menempuh jenjang pendidikan SMP (53,8%). Selain itu, sebagian besar remaja yatim piatu ditemukan memiliki status gizi rendah (50,5%). Adapun hasil analisis univariat ini lebih jelasnya dijabarkan pada Tabel 1.

Gambaran tingkat depresi dapat diklasifikasikan berdasarkan tingkatan perolehan skor kuesioner BDI menjadi kategori depresi minimal, depresi ringan, depresi sedang, dan depresi berat (Tabel 2).

Analisis bivariat antara tingkat depresi dengan faktor-faktor yang memengaruhi pada remaja yatim piatu di Denpasar dapat dilihat pada Tabel 3. Besar hubungan digambarkan berdasarkan nilai Odds Ratio (OR), yaitu dapat dilihat pada Tabel 4. Depresi dikatakan memiliki hubungan yang signifikan secara statistik apabila hasil dari uji regresi logistik berupa nilai p bernilai lebih besar


Karakteristik Responden

Frekuensi (N)

Persentase (%)

Jenis Kelamin

Laki-laki

43

46,2

Perempuan

Indeks Massa Tubuh

50

53,8

Underweight

47

50,5

Normal

42

45,2

Overweight

Jenjang Pendidikan

4

4,3

Tidak Sekolah

2

2,2

SD/MI

11

11,8

SMP/MTs

50

53,8

SMA/MA

30

32,3

Usia

Rerata

Simpang Baku

14,82

1,57


Tabel 2. Frekuensi Tingkat Depresi pada Remaja Yatim Piatu pada tahun 2015 (N=93)


Tingkat Depresi

Frekuensi (N)

Persentase (%)

Depresi Minimal

56

60,2

Depresi Ringan

17

18,3

Depresi Sedang

14

15,1

Depresi Berat

6

6,5


Tabel 3. Distribusi Kejadian Depresi berdasarkan Faktor yang Memengaruhi pada Remaja Yatim Piatu di Denpasar Tahun 2015 (N=93)


Faktor

Status Depresi

Total

Normal

Depresi

N

(%)

N

(%)

N

(%)

Jenis Kelamin

Laki-laki

31

72,1

12

27,9

43

100,0

Perempuan

25

50,0

25

50,0

50

100,0

Usia

12,27

43,3

14,62

57,7

14,82

100,0

Indeks Massa Tubuh

Underweight

28

59,6

19

40,4

47

100,0

Normal

25

59,5

17

40,5

42

100,0

Overweight

3

75,0

1

25,5

4

100,0

Jenjang Pendidikan

Tidak Sekolah

2

100,0

0

0,0

2

100,0

SD/MI

11

100,0

0

0,0

11

100,0

SMP/MTs

25

50,0

25

50,0

50

100,0

SMA/MA

18

60,0

12

20,0

30

100,0


Tabel 4. Analisis Regresi Logistik Depresi dan Faktor yang Memengaruhi pada Remaja Yatim Piatu di Denpasar Tahun 2015 (N=93)


Faktor

Odds Ratio (OR)

Interval Kepercayaan (95% IK)

Nilai p

Jenis Kelamin

Perempuan

Ref

Laki-laki

0,39

0,16 – 0,92

0,03 *

Usia

0,87

0,67 – 1,15

0,33

Indeks Massa Tubuh

Underweight

Ref

Normal

2,04

0,20 – 21,07

0,55

Overweight

2,04

0,20 – 21,30

0,55

Jenjang Pendidikan

Tidak Sekolah

Ref

SD/MI

0,00

0,99

SMP/MTs

0,00

0,99

SMA/MA

1,50

0,60 – 3,75

0,39


dari nilai α = 0,05. Dalam melakukan analisis ini, kategori tingkat depresi telah disederhanakan menjadi 2 kategori status depresi, yaitu kategori normal (depresi minimal) dan depresi (depresi ringan hingga berat).

Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan, adapun faktor yang ditemukan memiliki hubungan yang signifikan secara statistik dengan variabel tingkat depresi adalah jenis kelamin. Secara umum, ditemukan jumlah responden perempuan yang lebih banyak mengalami depresi dibandingkan dengan laki-laki. Ditemukan pula hasil analisis dengan nilai OR sebesar 0,39 (nilai

p=0,03; IK: 0,16-0,92), sehingga dapat disimpulkan terdapat hubungan bermakna antara kejadian depresi dan jenis kelamin pada remaja yatim piatu. Interpretasinya adalah bahwa laki-laki 39% lebih tidak berisiko mengalami depresi dibandingkan dengan perempuan.

Menurut tingkat usia, kejadian depresi paling banyak terjadi pada remaja berusia 13 tahun. Dari hasil analisis ditemukan nilai OR sebesar 0,87 (nilai p=0,33; IK: 0,67-1,15). Jika diinterpretasikan, maka dapat dikatakan bahwa setiap satu tahun penambahan usia, risiko kejadian depresi pada remaja yatim piatu berkurang sebesar 13%. Namun, hasil tersebut tidak signifikan secara statistik.

Berdasarkan IMT, terdapat sedikit perbedaan proporsi kejadian depresi antara remaja yatim piatu memiliki status gizi yang kurang (underweight) dan normal. Dengan kategori status gizi kurang sebagai pembanding, ditemukan nilai OR IMT normal sebesar 2,04 (nilai p=0,55; IK: 0,20-21,07) dan nilai OR IMT overweight sebesar 2,04 (nilai p=0,55; IK: 0,20-21,30), sehingga dapat disimpulkan hasil tersebut tidak signifikan secara statistik.

Berdasarkan jenjang pendidikan, kejadian depresi ditemukan pada remaja dengan jenjang pendidikan SMP dan SMA. Pada jenjang pendidikan SD dan SMP diperoleh nilai OR sebesar 0, yang artinya apabila dibandingkan dengan remaja yang tidak bersekolah, tidak ditemukan risiko depresi pada remaja tersebut. Sedangkan apabila dibandingkan dengan remaja yang tidak bersekolah, ditemukan nilai OR jenjang pendidikan SMA sebesar 1,50 (nilai p=0,39; IK: 0,60-3,75), sehingga dapat diinterpretasikan bahwa remaja berjenjang pendidikan SMA memiliki risiko mengalami depresi 1,5 kali dibandingkan remaja yang tidak bersekolah. Namun, hasil tersebut tidak signifikan secara statistik.

DISKUSI

Persentase terbesar tingkat gejala depresi yang dialami oleh remaja yatim piatu pada penelitian ini adalah depresi minimal (60,2%), kemudian diikuti dengan gejala depresi ringan (18,3%), depresi sedang (15,1%), dan depresi berat (6,5%). Apabila dibandingkan dengan penelitian serupa mengenai tingkat gejala depresi pada remaja yatim piatu, maka gejala depresi yang dialami oleh remaja yatim piatu di Denpasar dapat dikatakan lebih ringan. Penelitian yang dilakukan oleh Bhat di India, menunjukkan bahwa 29,3% remaja yatim piatu mengalami tingkat depresi minimal, dan sebagian besar di antaranya, yaitu sebesar 46,0% mengalami depresi ringan-sedang, serta 24,7% mengalami depresi berat.2

Berdasarkan observasi dan pengumpulan informasi yang dilakukan oleh peneliti, perbedaan tingkat gejala depresi tersebut dapat terjadi oleh karena adanya perbedaan latar belakang pengasuhan remaja yatim piatu di panti asuhan di Denpasar dibandingkan dengan pada penelitian pembanding. Ditemukan bahwa sebagian besar remaja tersebut sebenarnya masih memiliki orang tua kandung. Namun, karena status sosial-ekonomi yang rendah, maka orang tua remaja yatim piatu tersebut dengan sengaja menitipkan atau menyerahkan anak-anak mereka ke panti asuhan untuk diasuh, terutama sejak anak-anak mereka mulai memasuki usia sekolah.

Remaja yatim piatu di Denpasar umumnya berasal dari keluarga yang tinggal di daerah rural dan memang masih memiliki akses pendidikan maupun sarana-prasarana lain yang sangat terbatas. Menurut hasil observasi peneliti, sebagian besar remaja yatim piatu umumnya masih sering dikunjungi atau berkunjung ke orang tua atau keluarga pendamping mereka pada saat jadwal liburan sekolah.

Depresi pada remaja yatim piatu sangat dipengaruhi oleh kematian orang tua pada masa kanak-kanak dan remaja.7 Brent dkk.8 mengemukakan pernyataan yang sama bahwa perasaan kesedihan dan kehilangan orang tua (bereavement dan grief) dapat memberikan pengaruh terhadap munculnya insiden depresi pada kehidupan remaja.8 Apabila ditinjau kembali pada penelitian ini, ditemukan bahwa sebagian besar remaja yatim piatu di Denpasar sebenarnya masih memiliki keberadaan orang tua yang mendampingi mereka. Meskipun orang tua tidak dapat secara langsung memberikan asuhan kepada remaja yatim piatu, namun pada kondisi ini tidak terjadi perasaan kehilangan yang menyeluruh pada remaja tersebut.

Sementara itu, pada penelitian serupa seperti yang dipublikasikan oleh Ibrahim dkk.3 dan Bhat, remaja yatim piatu adalah remaja yatim piatu yang seutuhnya sudah tidak memiliki orang tua karena meninggal dunia.2,3 Hal inilah yang diduga oleh peneliti menyebabkan munculnya tingkat gejala depresi yang lebih ringan dibandingkan dengan remaja yatim piatu di komunitas lain pada umumnya.

Berdasarkan hasil analisis regresi logistik, diperoleh bahwa satu-satunya faktor yang signifikan memengaruhi kejadian depresi pada remaja yatim piatu di Denpasar adalah jenis kelamin. Kejadian depresi lebih tinggi ditemukan pada perempuan dibandingkan dengan laki-laki. Hasil analisis juga menunjukkan hubungan yang signifikan antara depresi dan jenis kelamin, di mana jenis kelamin perempuan ditemukan lebih berisiko mengalami

kejadian depresi pada remaja. Hasil penelitian yang didapatkan tersebut serupa dengan hasil penelitian yang didapatkan oleh Ibrahim dkk.3 yang menyatakan bahwa remaja perempuan memiliki risiko mengalami depresi 45 kali lebih besar dibandingkan pada laki-laki.3 Penyebab perempuan lebih cenderung mengalami depresi adalah karena remaja perempuan menghadapi beban yang lebih berat untuk mempersiapkan diri menuju kedewasaan, serta cenderung memiliki status dan peran sosial yang lebih dibandingkan dengan laki-laki.3,10

Munculnya gejala depresi yang terjadi pada remaja perempuan tidak terlepas oleh karena adanya perubahan-perubahan biologis yang terjadi pada perempuan di masa remajanya. Masa remaja merupakan masa awal terjadinya perubahan yang mengarah pada kematangan seksual. Pada masa ini, pengaruh kenaikan hormon memegang peranan penting terhadap perubahan fisik maupun pola pikir remaja. Hormon dehydroandrosterone (DHEA), salah satunya estrogen pada wanita dapat memengaruhi gejala-gejala yang berkaitan dengan suasana hati. Hal yang sama terjadi layaknya pada masa menstruasi, adanya perubahan hormonal dapat memberikan pengaruh yang drastis sehingga perempuan cenderung lebih peka dan stabilitas emosi menjadi menurun. Kepekaan emosi tersebutlah yang menyebabkan perempuan cenderung lebih mudah untuk mengalami depresi.9

Ditinjau dari hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti, beberapa faktor diduga dapat memengaruhi timbulnya gejala depresi pada remaja perempuan. Sosok remaja perempuan yang cenderung lebih mandiri dan memiliki peran sosial yang lebih berat dibandingkan laki-laki. Remaja perempuan lebih banyak bertanggung- jawab dalam menyelesaikan tugas atau pekerjaan rumah di dalam panti asuhan. Hal ini berpengaruh terhadap kurangnya waktu berinteraksi dengan rekan sebaya. Kurangnya interaksi dapat berpengaruh terhadap kondisi psikologis remaja perempuan saat menghadapi masalah. Individu yang kurang berinteraksi cenderung menjadi lebih pendiam dan memendam sendiri permasalahan yang dihadapi. Sikap tersebut akan bisa menimbulkan tekanan mental yang dapat diekspresikan sebagai gejala-gejala depresi.10

SIMPULAN

Depresi merupakan masalah kesehatan mental yang rentan terjadi pada remaja yatim piatu, terutama pada perempuan. Pelayanan konseling dan dukungan sosial diperlukan sebagai penanganan gejala depresi yang terjadi pada remaja yatim piatu di Denpasar.

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    Fawzy N, Fouad A. Psychosocial and developmental status of orphanage children: epidemiological study. Current Psychiatry. 2010;17(2):61-5.

  • 2.    Bhat NM. A study of emotional stability and depression in orphan secondary school student. International Journal of Education and Psychological Research. 2014; 3(2):95-100.

  • 3.    Ibrahim A, El-Bilsha MA, El-Gilany A, Khater M. Prevalence and predictors among orphans in Dakahlia’s orphanages, Egypt. International Journal of Collaborative Research on Internal Medicine & Public Health. 2012;4(12):2036-43.

  • 4.    Akhtar-Danesh N, Landeen J. Relation between depression and sociodemographic factors. Int J Ment Health Syst. 2007;1:4.

  • 5.    Revah-Levy A, Speranza M, Barry C, Hassler C, Gasquet I, Moro R, dkk. Association between Body Mass Index and depression: the “fat and jolly” hyprothesis for adolescent girls. BMC Public Health. 2011;11:649.

  • 6.    National Institute of Mental Health. Depression [online]. 2015 [diakses: 23 Februari 2017]. Diunduh dari: URL: http://www.nimh.nih.gov/ hea lth/topics/depression/index.shtml.

  • 7.    Kaplan HI, Sadock, BJ, Grebb JA. Kaplan-Sadock Sinopsis Psikiatri. Ciputat - Tangerang: Binarupa Aksara Publishing; 2010.

  • 8.    Brent D, Melhem N, Donohoe MB, Walker M. The incidence and course of depression in bereaved youth 21 months after the loss of a parent to suicide, accident, or sudden natural death. AM J Psychiatry. 2009;166(7):786-94.

  • 9.    Papalia DE, Olds SW, Feldman RD. Human Development. Jakarta: Salemba Humanika; 2009.

  • 10.    Tiwari P, Ruhela S. Social isolation & depression among adolescent: a comparative perspective. 2012 2nd International Conference on Social Science and Humanity IPEDR. 2012;31:249-53.

86

http://ojs.unud.ac.id/index.php/eum