Prevalensi Gangguan Fungsi Pendengaran Akibat Kebisingan Lingkungan Kerja pada Pekerja Kayu di Desa Mas Kecamatan Ubud Kabupaten Gianyar
on
ARTIKEL PENELITIAN
E-JURNAL MEDIKA, VOL. 6 NO. 12, DESEMBER, 2017 : 144 - 147
ISSN: 2303-1395
DIRECTORY OF OPEN ACCESS JOURNALS
1Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 2SMF Imu Kesehatan Mata RSUP Sanglah
Prevalensi Gangguan Fungsi Pendengaran Akibat Kebisingan Lingkungan Kerja pada Pekerja Kayu di Desa Mas Kecamatan Ubud Kabupaten Gianyar
Ayu Luih Adnyani1, Luh Made Indah Sri Handari Adiputra2
ABSTRAK
Setiap tempat kerja mempunyai potensi tersendiri untuk menyebabkan gangguan bagi para pekerja yang akan mempengaruhi kesehatannya sehingga tidak mampu untuk bekerja secara maksimal. Dampak yang ditimbulkan salah satunya dapat mempengaruhi fungsi pendengaran manusia, yaitu Noise Induced Hearing Loss oleh karena paparan bising pada lingkungan kerja. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi pekerja yang mengalami gangguan pendengaran atau penurunan fungsi pendengaran. Penelitian ini menggunakan desain penelitian observasional deskriptif dengan pendekatan cross sectional yang berarti semua variabel yang diteliti, diukur, diamati hanya satu kali, pada satu waktu dan dapat mengetahui prevalensi pekerja kayu yang mengalami gangguan pendengaran. Penelitian ini menggunakan beberapa alat yaitu otoskop dan audiometer yang dilakukan pada 36 sampel pekerja kayu. Pekerja dengan intensitas kebisingan 94,0 sampai 103,4 dB telah dilakukan pemeriksaan audiometri dari 36 sampel didapatkan 10 orang mengalami gangguan pendengaran mulai dari ringan sampai sangat berat. Ringan 6 orang (16,7%), berat 1 orang (2,8%), dan sangat berat 3 orang (8,3%). Usia berkisar dari 18 sampai 50 tahun dan pengalaman kerja berkisar antara 1 sampai 12 tahun. Usia dan lama kerja ikut berperan dalam terjadinya gangguan pendengaran, peningkatan usia umumnya diikuti oleh penurunan fungsi pendengaran ditambah dengan paparan bising secara terus-menerus. Pada penelitian ini lebih banyak pekerja berusia diatas 30 tahun, lama paparan yang paling banyak berkisar antara 1 sampai 3 tahun dan diikuti oleh 7 sampai 12 tahun. Jadi lama kerja dan usia dapat menjadi faktor resiko mempercepat terjadinya gangguan fungsi pendengaran.
Kata Kunci : Gangguan pendengaran, bising, audiometri.
ABSTRACT
Every workplace had its own potential to cause disruption for workers that would affected their health and was unable to work optimally . The impact affected the function of human hearing, which is Noise Induced Hearing Loss due to noise exposure in the workplace. This study aimed to determine the prevalence of workers with hearing loss or decrease in hearing function. This study uses an observational study design with cross sectional approach which meant that all the variables studied, measured, observed only one time, at one time and could find out the prevalence of wood workers who have a hearing loss. This study uses several tools that otoscope and audiometer were performed on 36 samples of wood workers. Workers with noise intensity 94.0 to 103.4 dB audiometry examination has been carried out on 36 samples obtained 10 have a hearing loss ranging from mild to very severe. Mild 6 (16.7 %), severe 1 (2.8 %), and very severe 3 (8.3 %) . Ages ranged from 18 to 50 years of work experience ranging from 1 to 12 years. Age and length of employment played a role in the occurrence of hearing loss, increasing age is generally followed by decrease in auditory function coupled with noise exposure on an ongoing basis. In this study, more workers aged over 30 years, long exposure to the most widely ranging from 1 up to 3 years and is followed by 7 to 12 years. Then, long work and age may be a risk factor accelerating auditory dysfunction.
Keyword : Hearing loss, noise, audiometry.
Diterima : 17 November 2017
Disetujui : 29 November 2017
Diterbitkan : 2 Desember 2017
PENDAHULUAN
Setiap tempat kerja mempunyai potensi tersendiri untuk menyebabkan gangguan bagi para pekerja yang akan mempengaruhi kesehatannya sehingga tidak mampu bekerja secara maksimal. Dampak yang ditimbulkan salah satunya pada indera pendengaran manusia. Setiap bagian dari telinga mempunyai fungsinya masing-masing dan harus berfungsi dengan baik agar proses
pendengaran berlangsung dengan sebagaimana mestinya.1
Kebisingan di tempat kerja memberikan pengaruh yang sangat terasa dampaknya bagi kesehatan. Besarnya pengaruh kebisingan terhadap kesehatan tergantung besarnya intensitas bising pada tempat kerja itu sendiri. Gangguan yang ditimbulkan salah satunya adalah gangguan pendengaran, baik yang bersifat sementara
maupun yang permanen karena paparan yang terus-menerus tanpa penggunaan alat pelindung diri yang lengkap.2
Data survei Multi Center Study di Asia Tenggara, Indonesia termasuk empat negara dengan prevalensi ketulian yang cukup tinggi yaitu 4,6%, sedangkan tiga negara lainnya yakni Sri Lanka 8,8%, Myanmar 8,4% dan India 6,3%. Walaupun bukan yang tertinggi tetapi prevalensi 4,6% tergolong cukup tinggi. Menurut Sataloff diperoleh data sebanyak 35 juta orang Amerika menderita ketulian dan 8 juta orang diantaranya merupakan tuli akibat kerja.3
Paparan kebisingan merupakan salah satu penyebab tuli akibat kerja. Suara dari kebisingan tersebut merupakan gelombang longitudinal yang merambat melalui medium (cair, padat, udara) sebagai perantara sehingga dapat sampai ke telinga.4 Menurut Babba, kebisingan di tempat kerja diklasifikasikan menjadi beberapa jenis, yaitu kebisingan yang tetap dengan frekuensi terputus dan tetap, dan kebisingan yang tidak tetap dengan kebisingan yang fluktuatif, intermittent dan impulsif.5
Besarnya dampak yang disebabkan oleh kebisingan di tempat kerja tidak hanya menyebabkan gangguan pendengaran tetapi gangguan-gangguan lainnya seperti gangguan fisiologis, psikologis, komunikasi dan keseimbangan, sehingga memerlukan perhatian khusus, terutama bagi pekerja yang terus terpapar agar kesehatannya tetap terjaga dan pekerjaannya selesai sesuai dengan harapan. Berdasarkan masalah tersebut, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kondisi pendengaran pekerja setelah terpapar bising dan upaya dalam pengendalian gangguan pendengaran akibat paparan bising pada pekerja kayu di Mas Ubud.
METODE
Penelitian cross-sectional observasional deskriptif ini dilakukan di Desa Mas Kecamatan Ubud Kabupaten Gianyar dimulai pada bulan Oktober sampai November 2015. Pekerja kayu yang diikutkan dalam penelitian dihitung sejumlah 36 orang yang berusia 18-50 tahun. Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah pengalaman kerja para pekerja minimal 1 tahun dan tidak ada gangguan pada telinga tengah pekerja. Para pekerja yang ikut dalam penelitian dilakukan pemeriksaan otoskopi terlebih dahulu selanjutnya dilakukan pemeriksaan menggunakan audiometri setelah mengisi lembar persetujuan responden.
Fungsi pendengaran para pekerja dinilai menggunakan alat ukur pendengaran yaitu audiometri. Besarnya intensitas kebisingan di
tempat kerja diukur menggunakan sound level meter.
Responden yang memiliki gangguan pada organ pendengaran dieksklusi namun pada penelitian ini tidak ada pekerja yang dieksklusi. Responden yang telah mengisi lembar persetujuan selanjutnya dilakukan pemeriksaan otoskopi untuk mengeksklusi adanya gangguan pada telinga tengah, selanjutnya setelah tidak ada gangguan pada telinga tengah dilakukan pemeriksaan audiometri. Hasil pemeriksaan audimetri pada responden dibagi menjadi normal, ringan, sedang, berat, sangat berat.
Data yang diperoleh dianalisis menggunakan software SPSS 16.0. Dilakukan analisis deskriptif untuk data usia, lama kerja, intensitas kebisingan dan hasil tes audiometri responden.
Kelaikan etik untuk penelitian ini telah diperoleh dari Unit Penelitian dan Pengembangan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar.
HASIL
Berdasarkan analisis deskriptif pada 36 responden, gambaran usia responden cukup beragam. Persentase tertinggi usia responden adalah pada usia 31-40 tahun (33,3%) dan persentase terendah adalah pada usia 10-20 tahun (8,3%). Rerata usia responden adalah 33,94 tahun (SD=9,586) (Tabel 1).
Tabel 1. Distribusi Usia Pekerja Kayu (n=36)
Usia (tahun) |
Frekuensi (orang) |
Usia responden (%) |
10-20 |
3 |
8,3 |
21-30 |
11 |
30,6 |
31-40 |
12 |
33,3 |
41-50 |
10 |
27,8 |
Tabel 2. Distribusi Lama Kerja Pekerja Kayu (n=36)
Lama kerja (tahun) |
Frekuensi (orang) |
Lama kerja responden (%) |
1-3 |
16 |
44,4 |
4-6 |
6 |
16,8 |
7-9 |
7 |
19,4 |
10-12 |
7 |
19,4 |
Gambaran lama kerja para responden juga cukup beragam. Persentase tertinggi untuk lama kerja responden adalah 1-3 tahun (44,4%),
dan untuk persentase terendah adalah 4-6 tahun (16,7%). Rerata lama kerja responden adalah 5,14 tahun (SD=3,465) (Tabel 2).
Hasil pemeriksaan audiometri yang dilakukan kepada responden didapatkan persentase paling tinggi adalah normal (72,2%) dan terendah adalah berat (2,8%) (Tabel 3).
Tabel 3. Hasil Audiometri Pada Pekerja Kayu
Frekuensi |
Gangguan | |
Gangguan |
(orang) |
responden (%) |
Normal 26 72,2
Ringan |
6 |
16,7 |
Berat |
1 |
2,8 |
Sangat berat |
3 |
8,3 |
PEMBAHASAN
Mayoritas pekerja kayu yang terpapar kebisingan tercatat lebih banyak berusia 31 sampai 40 tahun yaitu sebanyak 12 orang, dan diikuti oleh pekerja yang berusia 21 sampai 30 tahun, yang mengalami gangguan pendengaran dari ringan sampai sangat berat sebanyak 10 orang dari 36 pekerja. Hal ini sesuai dengan penelitian Achmadi bahwa usia merupakan faktor yang tidak secara langsung menyebabkan keluhan subjektif gangguan pendengaran akibat kebisingan, namun pada usia diatas 40 tahun akan lebih mudah mengalami gangguan pendengaran dan rentan terhadap trauma akibat bising.6
Salah satu faktor yang berhubungan terhadap terjadinya gangguan pendengaran adalah lamanya paparan terhadap kebisingan tersebut. Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang menyatakan masa paparan 6 sampai 10 tahun mempunyai risiko terjadinya gangguan pendengaran akibat bising 3,63 kali lebih tinggi dibanding masa paparan 1 sampai 5 tahun.7
Paparan bising yang terus menerus atau intermittent dapat mempercepat gangguan pendengaran atau hearing loss selama 10 sampai 15 tahun paparan, dan jumlah dari hearing loss dapat menurun jika ambang pendengarannya ditingkatkan, berbeda dengan gangguan pendengaran yang berhubungan dengan umur atau age-related loss yang meningkat setiap waktu.8
Angka kejadian gangguan pendengaran akibat bising lebih sering terjadi pada laki-laki dibandingkan pada perempuan. Usia rata-rata terjadinya gangguan pendengaran ini berkisar pada usia 20 sampai 50 tahun dan pada laporan
penelitian ini semua penderita berusia 18 sampai 50 tahun.9
Noise Induce Hearing Loss umumnya lebih banyak terdapat pada pekerja industri produksi. Individu dengan Noise Induce Hearing Loss mengalami kesakitan yang signifikan karena hilangnya atau terganggunya fungsi pendengarannya.10 Kondisi lain yang dapat dihubungkan dengan gangguan pendengaran yaitu depresi dan meningkatnya risiko untuk terjadinya kecelakaan.
Maka dari itu penting untuk melakukan pencegahan sejak awal khususnya pada para pekerja. Berdasarkan penelitian dari Munilson untuk kebisingan melebihi 100 dB, hanya boleh terpajan selama 2 jam per hari, pekerja yang terpajan lebih dari 8 jam merupakan suatu faktor risiko untuk terjadinya gangguan pendengaran akibat bising. Maka dari itu diperlukan pengaturan kerja setiap jamnya.9
Pencegahan yang dapat dilakukan yaitu, kontrol paparan bising dengan cara mengurangi jangka waktu terkena bising dengan intensitas yang cukup tinggi, menempatkan peredam suara pada mesin, dan waktu kerja untuk pekerja bisa digilir, menggunakan alat pelindung pada telinga, misalnya menggunakan kapas, ear plug dan helmet dan melakukan pemeriksaan audiometri secara berkala dan teratur.10
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian, prevalensi gangguan fungsi pendengaran pada pekerja kayu di Desa Mas tidak terlalu tinggi, dari 36 sampel ditemukan 10 orang yang mengalami gangguan pendengaran mulai dari ringan sampai berat dan sebanyak 26 orang lebih banyak memiliki pengalaman kerja dibawah 3 tahun. Sehingga tidak selalu berkaitan antara lama bekerja, usia terhadap gangguan pendengaran, tapi usia dan lama kerja dapat menjadi faktor risiko mempercepat terjadinya gangguan fungsi pendengaran.
DAFTAR PUSTAKA
-
1. Soetirto,I.Hendarmin,H.Bashiruddin,J. GangguanPendengaran. Telinga Hidung tenggorok kepala dan Leher.Jakarta:Universitas Indonesia.2007;(6):16-17.
-
2. Buchari.Kebisingan Industri dan Hearing Conservation Program.Universitas Sumatra Utara.2007.
-
3. Tarigan,EJ.Data Survei Multi Center Study. Chapter1.Unversitas Sumatra utara.2011.
Terhadap Kelelahan Kerja pada Tenaga Kerja di PT.Antam Tbk.Skripsi.Surakarta:Universitas Sebelas Maret.2009.
-
5. Tambunan S.Kebisingan Di Tempat Kerja, Andi, Yogyakarta.2005.
-
6. Kandou,LF.Mulyono.The Indonesian Journal of Occupational Safety and Health.2013.
-
7. Tantana,O.Hubungan antara Jenis Kelamin, Intensitas Bising dan Masa Paparan dengan Risiko terjadinya Gangguan Pendengaran Akibat Bising Gamelan Bali pada Mahasiswa Fakultas Seni Pertunjukan.Denpasar.2014.
-
8. Kirchner,B..Evenson,EC.Dobie,RA. Occupational Noise-Induced Hearing Loss.2012;(54).
-
9. Munilson,J.Edward,Y.Hafiz,Al.Gangguan Pendengaran Akibat Bising:Tinjauan Beberapa. Kasus.Bagian Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher Fakultas Kedokteran Universitas Andalas.2009.
http://ojs.unud.ac.id/index.php/eum
147
Discussion and feedback