ARTIKEL PENELITIAN

E-JURNAL MEDIKA, VOL. 6 NO. 11, NOVEMBER, 2017 : 103 - 107

ISSN: 2303-1395

DOAJ


DIRECTORY OF OPEN ACCESS JOURNALS


Skrining Depresi pada Ibu dengan Anak Tuna Grahita

Menggunakan Alat Beck Depression Inventory

di Sekolah Luar Biasa Negeri C dan C1

Kota Denpasar Tahun 2014

Aretha Aprillya Kusumadjaja1, I Gusti Ayu Indah Ardani2

ABSTRAK

Besarnya angka ketergantungan anak tuna grahita atau retardasi mental akan kebutuhan asuhan yang terus – menerus dari kedua orang tauanya dapat menimbulkan beban psikologis dan mengakibatkan timbulnya faktor resiko munculnya depresi pada ibu yang memiliki peran besar dalam pengasuhan anak. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui tingkat depresi pada ibu dengan anak tuna grahita menggunakan alat Beck Depression Inventory di Sekolah Luar Biasa Negeri C dan C1 kota Denpasar tahun 2014. Penelitian dilaksanakan di Sekolah Luar Biasa Negeri C dan C1 kota Denpasar dari tanggal 1 April 2014 hingga 31 Oktober 2014. Metode penelitian adalah cross-sectional descriptive untuk mengetahui tingkat depresi pada ibu dengan anak tuna grahita di Sekolah Luar Biasa Negeri C dan C1 kota Denpasar tahun 2014. Data merupakan data primer yang diperoleh langsung dari sumber data dengan menggunakan metode pengisian kuesioner oleh responden langsung dan telah memenuhi kriteria inklusi. Berdasarkan 77 responden yang didapatkan, ibu dengan anak tuna grahita sebagian besar memiliki diagnosis tingkat depresi minimal atau normal (77,9%). Dengan karakteristik responden paling banyak memiliki tingkat pendidikan SMA, status pernikahan menikah, yang memiliki pekerjaan sebagai ibu rumah tangga dan memiliki rentang umur anatar 41 hingga 50 tahun. Tingkat depresi pada ibu dengan anak tuna grahita di Sekolah Luar Biasa Negeri C dan C1 kota Denpasar tahun 2014 sebagian besar adalah tingkat depresi minimal atau normal. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dipakai sebagai dasar penelitian lebih lanjut untuk mengetahui hubungan antara tingkat depresi pada ibu dengan anak tuna grahita.

Kata Kunci : Depresi pada ibu, Tuna Grahita, Retardasi Mental, Prevalensi, Disabilitas Intelektual

ABSTRACT

The high level of children with intelectual dissability’s demand on ongoing nurture from their parents, makes not only high burden of psychological condition but also could serve as precipitating factor of depression, especially in mother who have bigger part on extra care and practical work that the child with intelectual dissabuility requires. This study examine the depression rate in mother with intelectual dissability children using Beck Depression Inventory at Sekolah Luar Biasa Negeri C and C1 Denpasar 2014. This study’s subject taken from Sekolah Luar Biasa Negeri C and C1 Denpasar started from 1st April 2014 until 31th October 2014. This study using cross-sectional descriptive methods to examine the depression rate in mother with intelectual dissability children using Beck Depression Inventory at Sekolah Luar Biasa Negeri C and C1 Denpasar 2014. Primary data is taken using Questionnaire directly from the study’s subject and already meet the inclsion criteria. The analyse based on 77mothers participating in this study revealed the depression rate in mother with intelectual dissability children mostly have minimal depression rate or normal (77,9%). With higher characteristic are educational level on senior high school graduate, married, as a housewife and range of age from 41 to 50 years old. The depression rate in mother with intelectual dissability children at Sekolah Luar Biasa C and C1 Denpasar 2014 mostly have minimal depression rate or normal. The result of the study are expected can be used as a reference of the next study to know the relationship between depression in mother with intelectual dissability children.

1Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 2Bagian/ SMF Psikiatri FK UNUD/ RSUP Sanglah Denpasar E-mail : arethakusumadjaja@ yahoo.com


Keyword: Maternal Depression, Depression in Mother, Intelectual Dissability, Mental Retardation, Prevalence

Diterima : 3 Oktober 2017

Disetujui : 23 Oktober 2017

Diterbitkan : 1 November 2017


PENDAHULUAN

Retardasi mental atau yang di Indonesia biasa disebut dengan Tuna Grahita adalah penurunan fungsi intelektual yang menyeluruh secara bermakna dan secara langsung menyebabkan gangguan adaptasi sosial, dan bermanifestasi selama masa perkembangan.1 Retardasi mental merupakan masalah dunia dengan implikasi yang besar terutama bagi negara berkembang.


Diperkirakan angka kejadian retardasi mental berat sekitar 0,3% dari seluruh populasi dan hampir 3% mempunyai IQ di bawah 70. Dengan terbatasnya daya pikir para penderita retardasi mental tersebut, sebanyak kurang lebih 0,1% dari anak – anak yang menderita retardasi mental akan memerlukan perawatan, bimbingan serta pengawasan sepanjang hidupnya.2 Besarnya angka ketergantungan akan pengawasan dan pengasuhan yang terus – menerus ini dapat menimbulkan beban psikologis dan

mengakibatkan timbulnya faktor resiko munculnya depresi terutama pada ibu, sebagai pengasuh utama dalam keluarga.3

Gangguan depresi sendiri menurut DSM IV – TR adalah suatu gangguan suasana perasaan yang terjadi selama setidaknya 2 minggu disertai dengan dialaminya minimal 4 gejala dari gejala berikut, yaitu mencakup penurunan berat badan dan nafsu makan, perubahan tidur dan aktifitas, tidak ada energi, rasa bersalah, masalah dalam berpikir dan membuat keputusan, serta pikiran berulang mengenai kematian dan bunuh diri, episode ini muncul tanpa disertai dengan adanya riwayat episode manik, campuran atau hipomanik.4 Secara global terdapat setidaknya 4,46% dari total keseluruhan ketidakmampuan untuk mengatur kehidupan menahun dan 12,1% untuk keseluruhan tahun hidup dengan ketidakmampuan atau kecacatan.5

Tingginya angka ketergantungan anak dengan retardasi mental akan kebutuhan perawatan dan pengasuhan yang terus – menerus oleh orang tua, terutama ibu sebagai pengasuh utama dalam keluarga, serta sedikitnya perhatian dan dukungan mental bagi orang tua dengan anak retardasi mental membuat faktor resiko terjadinya depresi pada orang tua dengan anak retardasi mental semakin meningkat.

Berpijak dari latar belakang tersebut, peneliti ingin melaksanakan screening untuk melihat tingkat depresi pada ibu dengan anak yang memiliki tuna grahita menggunakan alat Beck Depression Inventory ( BDI ) di Sekolah LuarBiasa Negeri C dan C1 ( SLB Negeri C dan C1) di kota Denpasar pada tahun 2014.

METODE

Penelitian ini menggunakan rancangan deskriptif observasional dengan menggunakan rancangan cross sectional untuk menentukan tingkat depresi pada ibu dengan anak yang memilki tuna grahita menggunakan alat Beck Depression Inventory (BDI) di Sekolah Luar Biasa Negeri C dan C1 (SLB Negeri C dan C1) di kota Denpasar pada tahun 2014. Sampel yang digunakan adalah Ibu dengan anak retardasi mental yang bersekolah di SLB C dan C1 Denpasar pada tahun 2014 dan memenuhi kriteria inklusi menggunakan metode konsekutif sampling . pada penelitian ini terdapat 77 sampel yang diteliti.

HASIL

Penelitian ini dilaksanakan di SLB C dan C1 kota Denpasar pada tahun 2014 dengan menggunakan sampel sebanyak 77 responden ibu

dengan anak retardasi mental. Terdapat empat gambaran karakteristik yang diteliti dalam penilitian ini dalam kaitannya dengan distribusi tingkat depresi, yaitu berdasarkan tingkat pendidikan, status pernikahan, pekerjaan, dan umur ibu.

Didapatkan bahwa sebagian besar sample, dengan jumlah 35 responden memiliki tingkat pendidikan SMA atau sederajat (45,5%) dengan status pernikahan terbanyak menikah sejumlah 75 responden (97,4%). Sebagian besar sample berprofesi sebagai ibu rumah tangga dengan total 56 responden (72,7%) dengan rentang umur 41 hingga 50 tahun sebanyak 43 responden (55,8%) (Tabel 1.).

Tabel 1 Karakteristik Ibu dengan Anak Tuna Grahita di SLB Negeri C dan C1 di Denpasar Tahun 2014

Karakteristik

Jumlah (N=77)

Persentase (%)

Tingkat Pendidikan

Tidak Tamat SD

4

5,2

SD

16

20,8

SMP

15

19,5

SMA

35

45,5

S1

Status Pernikahan

7

9

Menikah

75

97,4

Janda

Pekerjaan

2

2,6

Rumah Tangga

56

72,7

Bekerja di Dalam Rumah

9

11,7

Bekerja di Luar Rumah

Umur

12

15,6

21 - 30

1

1,3

31 - 40

28

36,4

41 - 50

43

55,8

>50

5

6,5

Tabel 2 Prevalensi Tingkat Depresi

Tingkat Depresi

Frekuensi

Persentase (%)

Normal

60

77.9

Depresi Ringan

10

13.0

Garis Batas Depresi Klinis

2

2.6

Depresi Sedang

3

3.9

Depresi Berat

1

1.3

Depresi Ekstrem

1

1.3

Total

77

100.0

Tabel 3 Distribusi Frekuensi Karakteristik Sampel dengan Gejala Depresi

Karakteristik

Gejala Depresi

Persentase (%)

Tingkat Pendidikan

Tidak Tamat SD

1

5,9

SD

1

5,9

SMP

3

17,6

SMA

11

64,7

S1

1

5,9

Status Pernikahan

Menikah

16

94,1

Janda

1

5,9

Pekerjaan

Ibu Rumah Tangga

16

94,1

Bekerja di Dalam Rumah

1

5,9

Bekerja di Luar Rumah

0

0

Umur

21 – 30

0

0

31 - 40

6

35,3

41 – 50

11

64,7

> 50

0

0

Tabel 2 menunjuukkan sebanyak 60 responden dengan Tingkat Depresi Minimal atau Normal (77,9%), sebanyak 17 responden (22,1%) terdiagnosa memiliki gejala depresi, dengan rincian 10 responden dengan Tingkat Depresi Ringan (13%), sebanyak 2 responden dengan Tingkat Garis Batas Depresi Klinis (2,6%), sebanyak 3 responden dengan Tingkat Depresi Sedang (3,9%), sebanyak 1 responden dengan Tingkat Depresi Berat (1,3%) dan sebanyak 1 responden dengan Tingkat Depresi Ekstrem (1,3%).

Tabel 3 menunjukkan distribusi karakteristik Karakteristik Sampel dengan Gejala Depresi pada SLB C dan C1 Denpasar Tahun 2014. Berdasarkan tabel tersebut didapati frekuensi sampel dengan gejala depresi tertinggi terdapat pada kelompok umur 41 - 50 tahun yaitu sebanyak 11 responden (64,7%) dengan status pernikahan terbanyak adalah menikah sebanyak 16 responden (94,1%). Pada tabel ini juga didapatkan bahwa sampel yang menunjukkan gejala depresi signifikan lebih banyak terdapat pada ibu tingkat pendidikan tertinggi SMA sebanyak 11 responden (64,7%) dan berprofesi sebagai ibu rumah tangga sebanyak 16 responden (94,1%).

PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada ibu dengan anak retardasi mental di SLB C dan

C1 kota Denpasar tahun 2014 menyatakan bahwa sebagian besar resonden sebanyak 60 orang (77,9%) memiliki status mental normal dan sebanyak 17 responden (22,1%) lainnya positif memililiki gejala depresi dengan berbagai tingkat keparahan. Hasil penelitian yang dilakukan ini berbanding terbalik dengan penelitian yang dilakukan oleh M.B. Olsson di Swedia menunjukkan hasil bahwa ibu dengan anak yang memiliki keterbatasan mempunyai resiko yang lebih untuk menderita stres psikologis dan depresi (47%) dibandingkan ibu dengan anak normal (24%), hal ini dikarenakan ibu bertugas lebih untuk merawat dan mengurus anaknya daripada ayah serta pada ibu dengan anak yang memiliki keterbatasan didapatkan bahwa mereka seringkali harus mengorbankan karir dan cita – citanya untuk mengurus anaknya, rasa kehilangan kebebasan personal, kehilangan impian untuk mendapatkan anak yang normal, rasa tidak berdaya, dan kegagalan. Walau demikian dalam penelitiannya Olsson mengatakan bahwa pada penelitiannya mungkin terjadi overexposed dikarenakan tingginya jumlah responden yang mengisi kuesioner dengan harapan akan memperoleh bantuan setelah berpartisipasi.3

Pada penelitian ini didapatkan bahwa responden dengan gejala depresi memiliki tingkat pendidikan terbanyak adalah SMA, yaitu sebanyak 11 responden (64,7%). Hal ini sesuai

dengan penelitian yang dilakukan oleh Sutini di Sumedang yang menyatakan bahwa terdapat hubungan positif antara tingkat pendidikan ibu dengan koping keluarga anak tuna grahita tetapi keeratan hubungan ini bersifat lemah.6 Hal ini mengindikasikan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan ibu maka mekanisme koping yang dihasilkan juga semakin baik sehingga timbulnya gejala depresi juga akan semakin rendah. Walaupun demikian hasil penelitian ini berbanding terbalik dengan penlitian yang dilakukan oleh Olsson di Swedia yang menyatakan bahwa status ekonomi yang diukur berdasarkan tingkat pendidikan dan pekerjaan orang tua dengan anak tuna grahita menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan antara nilai depresi dengan status ekonomi. Adanya perbedaan dalam hasil penelitian tersebut di atas mungkin dikarenakan penelitian terhadap variabel tingkat pendidikan tidak dilakukan secara mandiri sehingga dapat menimbulkan bias.3 Perlu diperhatikan bahwa kurangnya variabilitas sampel pada penelitian ini juga dapat mempengaruhi hasil. Dimana terdapat kecenderungan responden memiliki tingkat pendidikan rata – rata SMA.

Status pernikahan terbanyak yang memiliki gejala depresi pada penelitian ini adalah menikah, yaitu sejumlah 16 responden (94,1%). Hal ini bertentengan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh J. Kresh dan rekan – rekannya di bagian Utara dan Timur Amerika Serikat menyatakan bahwa ibu dengan kualitas pernikahan yang baik memiliki gejala depresi yang lebih rendah, tingkat stres pengasuhan yang lebih rendah serta tingkat pengasuhan efektif yang lebih besar.7 Begitu pula dengan penelitian yang dilakukan oleh E. Emerson di Lancaster, Inggris didapatkan bahwa kemungkinan ibu yang positif memiliki gangguan kesehatan jiwa meningkat 1,7 kali lebih besar pada ibu yang hidup sendiri8 serta berdasarkan penelitian oleh Olsson juga disebutkan bahwa ibu dengan status pernikahan janda atau hidup sendiri ditemukan nilai depresi yang meningkat tajam dibandingkan ibu yang hidup bersama pasangannya.3 Perbedaan hasil yang didapatkan peneliti dengan penelitian di atas kemungkinan disebabkan oleh adanya perbedaan kultur, budaya, dan sudut pandang tertentu akan status pernikahan di Indonesia dengan di negara barat, dimana mengungkapkan diri sebagai janda dan memutuskan untuk mengasuh anak seorang diri tanpa pasangan merupakan hal yang tabu sehingga dapat terjadi bias. Serta kurang ditelitinya kualitas pernikahan terhadap tingkat depresi pada penelitian ini.

Pada penelitian ini didapatkan bahwa responden dengan gejala depresi memiliki pekerjaan terbanyak sebagai seorang ibu rumah

tangga, yaitu sebanyak 16 responden (94,1%). Hal ini sesuai dengan Hasil penelitian oleh E.Emerson yang dilakukan di Lancaster, Inggris menyatakan bahwa ibu yang memiliki status ekonomi yang rendah berhubungan dengan buruknya keluaran status psikologis ibu baik secara umum dan pada ibu dengan anak tuna grahita8 hal ini juga sesuai penilitian oleh J.Kresh dan rekan – rekannya yang menunjukkan bahwa gejala depresi berhubungan dengan status sosial ekonomi keluarga, penemuan ini memperkuat hubungan antara tingkat sosial ekonomi yang rendah dengan kesehatan jiwa yang buruk yang banyak terdapat di penelitian lainnya.7 Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian tersebut di atas dengan asumsi bahwa ibu yang status pekerjaannya sebagai ibu rumah tangga atau tidak bekerja memiliki tingkat sosial ekonomi yang lebih rendah dibandingkan dengan ibu yang bekerja di dalam dan di luar rumah. Tapi tidak dengan penelitian yang dilakukan oleh Olsson yang menyatakan bahwa status ekonomi yang diukur berdasarkan tingkat pendidikan dan pekerjaan orang tua dengan anak tuna grahita menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan antara nilai depresi dengan status ekonomi, hal ini dikarenakan di Swedia tempat dilakukan penelitian oleh Olsson terdapat tunjangan sosial setiap bulan untuk orang tua dengan anak tuna grahita sebagai kompensasi pengeluaran yang meningkat dan berkurangnya pendapatan keluarga karena keperluan mengurus anaknya serta diterapkannya jaminan kesehatan gratis bagi seluruh warga di Swedia.3

Pada penelitian ini didapatkan bahwa responden dengan gejala depresi paling banyak ditemukan pada kelompok umur 41 – 50 tahun, yaitu sebanyak 11 responden (64,7%). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Titin Sutini di Sumedang menyatakan bahwa hubungan umur ibu dengan koping keluarga pada anak tuna grahita memiliki hubungan yang negatif, dimana semakin tinggi umur ibu akan menurunkan koping keluarga.6

Penelitian ini juga memiliki beberapa keterbatasan antara lain kurangnya jumlah sampel, variabilitas dan adanya faktor budaya yang dapat mempengaruhi hasil penelitian, serta pada penelitian ini menggunakan metode penelitian cross-sectional maka pengambilan data atau sample pada penelitian ini hanya dilakukan pada satu periode waktu tertentu saja sehingga kurang akurat untuk menggambarkan faktor resiko dari suatu penyakit.

SIMPULAN

Pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa di SLB C dan C1 Kota Denpasar pada

Tahun 2014 terdapat 22,1% ibu dengan anak Tuna grahita yang terdiagnosa memiliki depresi, dengan berbagai tingkatan. Frekuensi sampel dengan gejala depresi tertinggi terdapat pada kelompok umur 41 - 50 tahun yaitu sebanyak 64,7%. Sampel dengan status pernikahan terbanyak yang memiliki gejala depresi adalah menikah sebanyak 94,1%. Sampel yang menunjukkan gejala depresi signifikan lebih banyak terdapat pada ibu tingkat pendidikan tertinggi SMA sebanyak 64,7%. Sampel dengan profesi sebagai ibu rumah tangga yang positif terdiagnosis depresi sebanyak 94,1%.

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    Sularyo TS, et al. Retardasi Mental. Jakarta: Sari Pediatri. 2000. Vol. 2, No. 3, Desember 2000: 170 – 177.

  • 2.    Salmiah S. Retardasi Mental. Medan: Departemen Ilmu Kedokteran Gigi Anak Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatra Utara. 2010.

  • 3.    Olsson MB dan Hwang CP. Depression in mothers and fathers of children with intellectual disability. Sweden: Journal of Intellectual

Disability Research. 2001.Volume 45 part 6 pp 535 – 543.

  • 4.    Sadock BJ. dan Sadock VA. Kaplan & Sadock’s Synopsis of Psychiatry: Behavioral Sciences/ Clinical Psychiatry, 10th Edition. Lippincott Williams & Wilkins, USA. Hal. 1207. 2007.

  • 5.    Üstün, TB, et al. Global burden of depressive disorders in the year 2000. British Journal of Psychiatri 2004. 184. 386 - 392.

  • 6.    Sutini T, et al. Pengaruh Terapi Self – Help Group TerhadapKoping Keluarga Dengan Anak Retardasi Mental Di SLB – C Kabupaten Sumendang.Universitas Indonesia. 2009.

  • 7.    Kresh J, et al. The contribution of marital quality to the well-being of parents of children with developmental disabilities. Journal of Intelectual Dissability Research. 2006. Volume 50 part 12 pp 883 – 893.

  • 8.    Emerson E. Mothers of children and adolescents with intellectual disability: social and economic situation, mental health status, and the self assessed social and psychological impact of the child’s difficulties. Journal of Intellectual Disability Research. 2003. Volume 47 part 4/5 pp 385 – 399.

http://ojs.unud.ac.id/index.php/eum

107