HUBUNGAN PERILAKU HIGIENITAS DIRI DAN SANITASI SEKOLAH DENGAN INFEKSI SOIL TRANSMITTED HELMINTHS PADA SISWA KELAS III-VI SEKOLAH DASAR NEGERI NO. 5 DELOD PEKEN TABANAN TAHUN 2014
on
ISSN: 2303-1395
E-JURNAL MEDIKA, VOL. 6 NO.5, MEI, 2017
HUBUNGAN PERILAKU HIGIENITAS DIRI DAN SANITASI SEKOLAH DENGAN INFEKSI SOIL TRANSMITTED HELMINTHS PADA SISWA KELAS III-VI SEKOLAH DASAR NEGERI NO. 5 DELOD PEKEN TABANAN TAHUN 2014
Ni Luh Gede Dian Ratna Dewi1, Dewa Ayu Agus Sri Laksmi2 1Program Studi Pendidikan Dokter, 2Bagian Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana
ABSTRAK
Infeksi kecacingan yang disebabkan oleh soil transmitted helminths (STH) merupakan masalah kesehatan masyarakat Indonesia. Infeksi soil transmitted helminths sangat sering ditemui di Asia Tenggara termasuk Indonesia. Letak geografis Indonesia yang beriklim tropis sesuai untuk perkembangan parasit. Tujuan dari dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara perilaku higienitas diri dan sanitasi sekolah dengan kejadian infeksi soil transmitted helminths di Sekolah Dasar No. 5 Delod Peken Tabanan. Penelitian ini merupakan studi analitik observasional dengan pendekatan cross-sectional untuk menilai hubungan penyakit kecacingan akibat infeksi soil transmitted helminths (STH) dengan perilaku higienis dan sanitasi sekolah. Dari 105 sampel, didapatkan prevalensi infeksi kecacingan STH sebesar 7,6%. Berdasarkan jenis cacing, infeksi terbanyak terjadi karena Trichuris trichiura (55,6%), Hookworm (22,2%), Enterobius vermicularis (11,1%), dan Ascaris lumbricoides (11,1%). Sebagian besar anak tergolong dengan higenitas baik (65,7%), sementara 34,3% tergolong dengan higenitas buruk. Terdapat hubungan yang signifikan antara higenitas diri dengan infeksi STH (P=0,012), dimana faktor yang mempengaruhi adalah aktifitas mencuci tangan (P=0,001) dan kontak dengan tanah (P=0,003). Sementara tidak didapatkan hubungan infeksi STH dengan jenis kelamin (P=1), penggunaan alas kaki (P=0,333), dan kebersihan kuku (P=0,141).
Kata Kunci: STH, higienitas diri, sanitasi sekolah
ABSTRACT
Infection by soil-transmitted helmints (STH) remains a public health challenge in Insonesia. STH is prevalent in Southeast Asia, including Indonesia. The tropical climate of Indonesia allows vast development of the parasite. The purpose of this study was to determine the relationship between the hygiene behavior of the students, school sanitation and incidence of soil-transmitted helminths infection in Primary School No. 5 delod Peken Tabanan. This study is an observational analytic study with cross-sectional approach to assess the relationship between infections due to soil-transmitted helminths with hygienic behavior of the students and the school sanitation. Of 105 samples in the study, the prevalence of STH infection was 7,6%. Based on the types of worm, most infections was due to Trichuris trichiura (55,6%), Hookworm (22,2%), Enterobius vermicularis (11,1%), and Ascaris lumbricoides (11,1%). Most of the students (65,7%) practice good hygiene, while 34,3% does not. There were significant relationship between personal hygiene with STH infection (P=0,012), severak factors were involved including washing hand (P=0,001) and soil contact (P=0,003). There were no significant relationship between STH infection and sex (P=1), use of footwear (P=0,333), and hygiene of nails (P=0,141).
Keywords: STH, personal hygiene, school sanitation
PENDAHULUAN
Infeksi kecacingan yang disebabkan oleh
Soil Transmitted Helminths (STH) merupakan masalah kesehatan masyarakat Indonesia. Jumlah infeksi Soil Transmitted Helminths sangat banyak di
Asia Tenggara termasuk Indonesia. Letak geografis Indonesia yang beriklim tropis sesuai untuk perkembangan parasit. Geographical Information System (GIS) menyatakan distribusi Soil Transmitted Helminths di Indonesia mencakup
1
seluruh pulau yang ada di Indonesia, dimana prevalensi tertinggi terdapat di Papua dan Sumatera Utara dengan prevalensi antara 50% hingga 80%.1 Prevalensi dan intensitas tertinggi didapatkan dikalangan anak presekolah dan sekolah dasar. Di Bali berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Kapti dkk diperoleh prevalensi infeksi cacing usus pada anak SD di daerah Bali selama kurun waktu 2003-2007 tergolong tinggi yaitu berkisar antara 40,94%-92,4%.2 Daerah yang panas, kelembaban tinggi dan sanitasi yang kurang, sangat menguntungkan bagi Soil Transmitted Helminths (A.lumbricoides, T.trichiura, hookworm dan S.stercoralis) untuk dapat melangsungkan siklus hidupnya.3
Infeksi kecacingan tergolong penyakit neglected disease yaitu infeksi yang kurang diperhatikan dan penyakitnya bersifat kronis tanpa menimbulkan gejala klinis yang jelas dan dampak yang ditimbulkannya baru terlihat dalam jangka panjang seperti kekurangan gizi, gangguan tumbuh kembang dan gangguan kognitif pada anak. Selain itu infeksi kecacingan dapat meningkatkan kerentanan terhadap penyakit penting lainnya seperti malaria, TBC, diare dan anemia.4 Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kejadian kecacingan antara lain: faktor sosial ekonomi, status gizi, penataan kesehatan lingkungan, higenitas, sanitasi serta pendidikan dan perilaku individu. Pada suatu penelitian di Ethiopia sosial ekonomi yang rendah dan sanitasi yang jelek merupakan penyebab utama infeksi cacing usus.5
Faktor sanitasi yang berperan tinggi terhadap infeksi cacing contohnya adalah rendahnya tingkat sanitasi pribadi (perilaku hidup bersih sehat) seperti kebiasaan cuci tangan sebelum makan dan setelah buang air besar (BAB), kebersihan kuku, perilaku jajan di sembarang tempat yang kebersihannya tidak dapat dikontrol, perilaku BAB tidak di WC yang menyebabkan pencemaran tanah dan lingkungan oleh feses yang mengandung telur cacing serta ketersediaan sumber air bersih.4
METODE
Penelitian ini merupakan studi analitik observasional dengan pendekatan cross-sectional untuk menilai hubungan penyakit kecacingan akibat infeksi Soil Transmitted Helminths (STH) dengan perilaku higienis dan sanitasi sekolah. Penelitian ini dilaksanakan di Sekolah Dasar Negeri 5 Delod Peken, Kabupaten Tabanan, Provinsi Bali pada bulan Oktober 2014.
Sebanyak 105 anak dari kelas III, IV, V dan VI Sekolah Dasar Negeri 5 Delod Peken Tahun Ajaran 2013/2014 yang terpilih melalui purposive sampling dilibatkan dalam penelitian ini. Pada anak yang terpilih menjadi sampel, dilakukan pemeriksaan feses mikroskopik dengan metode modifikasi Kato-Kantz, serta pembagian kuesioner mengenai perilaku higenis.
Analisis data dilakukan secara deskriptif dan analitik menggunakan uji chi-square dengan tingkat kepercayaan 95%. Analisis data dilakukan dengan perangkat lunak SPSS 17 for Windows.
HASIL
Pada penelitian ini, didapatkan prevalensi anak terinfeksi cacing sebesar 7,6%. Berdasarkan jenis cacing, infeksi terbanyak terjadi karena Trichuris trichiura (55,6%), Hookworm (22,2%), Enterobius vermicularis (11,1%), dan Ascaris lumbricoides (11,1%) (Tabel 1).
Tabel 1. Frekuensi Infeksi Cacing
Jenis Cacing |
Frekuensi |
Trichuris trichiura |
5 (55,6%) |
Enterobius vermicularis |
1 (11,1%) |
Hookworm |
2 (22,2%) |
Ascaris lumbricoides |
1 (11,1%) |
Perilaku higenitas anak yang dinilai dengan kuesioner digambarkan dalam Tabel 2. Perilaku higenitas yang dinilai meliputi: aktifitas mencuci tangan, penggunaan alas kaki, kontak dengan tanah, kebersihan kuku, dan hi
Dari 105 sampel didapatkan sebagian besar anak telah melakukan aktifitas menuci tangan dengan baik (76,2%), menggunakan alas kaki dengan baik (95,2%), tidak kontak dengan tanah (81%), dengan kebersihan kuku yang baik (72,4%), dan higenitas diri secara umum yang baik (65,7%).
Tabel 2. Karakteristik Perilaku Higenitas Anak
Karakteristik |
Baik |
Buruk |
80 |
25 | |
Aktifitas mencuci tangan |
(76,2%) |
(23,8%) |
Penggunaan alas kaki |
100 (95,2%) |
5 (4,8%) |
Kontak dengan tanah |
83 (81%) |
22 (19%) |
Kebersihan kuku |
76 |
29 |
(72,4%) |
(27,6%) | |
69 |
36 | |
Higenitas diri |
(65,7%) |
(34,3%) |
Dilakukan tabulasi silang antara status infeksi cacing dan karakteristik anak, yakni: jenis kelamin, aktifitas mencuci tangan, penggunaan alas kaki, kontak dengan tanah, kebersihan kuku, dan higenitas diri secara umum.
Berdasarkan jenis kelamin, infeksi cacing terjadi relatif setara pada laki-laki (7,7%) dan perempuan (7,6%). Infeksi lebih sering terjadi pada anak dengan aktifitas mencuci tangan yang buruk (28%) dibanding aktifitas mencuci tangan yang baik (1,25%). Pada anak dengan perilaku pengunaan alas kaki yang buruk, infeksi cacing terjadi pada 20% anak; sementara pada anak dengan perilaku yang buruk, infeksi terjadi pada 7% anak. Bedasarkan
2
Tabel 3. Infeksi Cacing Menurut Karakteristik Anak
Karakteristik |
Infeksi Cacing |
P-value | ||
Positif |
Negatif | |||
Jenis kelamin |
Laki-laki Perempuan |
4 (7,7%) 4 (7,6%) |
48 (92,3%) 49 (92,4%) |
1* |
Aktifitas mencuci tangan |
Baik |
1 (1,25%) |
79 (98,75%) |
0,001 |
Buruk |
7 (28%) |
18 (72%) | ||
Penggunaan alas kaki |
Baik Buruk |
7 (7%) 1 (20%) |
93 (93%) 4 (80%) |
0,333 |
Kontak dengan tanah |
Baik Buruk |
3 (3,6%) 5 (22,7%) |
80 (96,4%) 17 (77,3%) |
0,003 |
Kebersihan kuku |
Baik |
4 (5,2%) |
72 (94,8%) |
0,141 |
Buruk |
4 (13,8%) |
25 (86,2%) | ||
Higenitas diri |
Baik Buruk |
2 (2,9%) 6 (16,7%) |
67 (97,1%) 30 (83,3%) |
0,012 |
uji Fisher’s Exact
kontak dengan tanah, infeksi lebih sering terjadi pada anak dengan kontak yang buruk (22,7%), dibanding anak dengan kontak yang baik (3,6%). Infeksi lebih sering terjadi pada anak dengan kebersihan kuku yang buruk (13,8%) dibanding anak dengan kebersihan kuku yang baik (5,2%). Pada anak dengan perilaku higenitas diri secara umum yang buruk, infeksi terjadi pada 16,7% anak; sementara pada anak dengan higenitas diri yang baik, infeksi terjadi pada 2,9% anak (Tabel 3).
PEMBAHASAN
Pada penelitian ini, sebagian besar anak tergolong dengan higenitas baik (65,7%), sementara 34,3% tergolong dengan higenitas buruk. Menurut karakteristik anak, angka infeksi cacing setara antara laki-laki (7,7%), dan perempuan (7,6%). Temuan ini berbeda dengan penelitian Saharman (2013) dimana ditemukan bahwa anak perempuan akan lebih memandang citra tubuhnya sebagai individu yang harus selalu menjaga kebersihan dan penampilan tubuhnya serta sudah lebih menjaga dalam praktek higienitas diri nya dibandingkan dengan anak laki-laki.6 Hal ini kemungkinan dipengaruhi demografi tempat tinggal dan kebersihan perseorangan.
Pada anak dengan higenitas diri secara umum yang baik, infeksi cacing terjadi pada 2,9% anak; sementara pada anak dengan higenitas diri yang buruk, infeksi cacing terjadi pada 16,7% anak (P=0,012). Hal ini sesuai dengan penelitian Saharman (2013) yang menyatakan terdapat hubungan bermakna antara personal hygiene dengan kecacingan pada murid sekolah dasar di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara.6
Berdasarkan aktifitas mencuci tangan, infeksi cacing lebih sering terjadi pada anak dengan aktifitas cuci tangan yang buruk (28%) dibanding anak dengan aktifitas cuci tangan yang baik (1,25%) (P=0,001). Temuan ini sesuai dengan penelitian Oktavia (2011) yang menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara kebiasaan mencuci tangan pada anak – anak dengan infeksi cacing.7
Infeksi cacing juga lebih sering terjadi pada anak yang sering kontak dengan tanah (22,7%) dibanding anak yang jarang kontak dengan tanah (3,6%) (P=0,003). Hal ini juga ditemukan pada penelitian Samad (2009) pada siswa SDN Pagi Paseban terdapat 53,6% siswa yang suka kontak dengan tanah baik itu aktivitas bermain maupun hanya sekedar istirahat duduk sambil makan diatas tanah, kondisi ini memungkinkan terjadinya infeksi kecacingan pada siswa SDN Pagi Paseban.8
Berdasarkan penggunaan alas kaki, infeksi cacing lebih sering terjadi pada anak dengan perilaku yang buruk (20%) dibanding anak dengan perilaku yang baik (7%), akan tetapi hal ini tidak signifikan secara statistik (P=0,333). Menurut Faridan (2013) Faktor lain yang mampu mengurangi risiko kecacingan pada siswa SDN Cempaka 1 adalah kebiasaan siswa yang selalu menggunakan alas kaki di halaman sekolah dan kebersihan ruang kelas yang selalu terjaga. Penggunaan alas kaki dan kebersihan ruang kelas yang selalu terjaga mampu mengurangi risiko terinfeksi cacing khususnya cacing jenis Hookworm.9
Infeksi lebih sering terjadi pada anak dengan kebersihan kuku yang buruk (13,8%) dibanding anak dengan kebersihan kuku yang baik (5,2%), namun hal ini tidak signifikan secara statistik (P=0,141). Hal ini sesuai penelitian Lengkong (2013) dimana kebersihan kuku dengan infestasi cacing mempunyai probabilitas sebesar 0,356 (p>0,05) yang berarti bahwa tidak ada hubungan antara kebersihan kuku dengan infestasi cacing pada pelajar di SD negeri 47 Kota Manado.11
SIMPULAN
Dari 105 sampel, didapatkan prevalensi infeksi kecacingan STH sebesar 7,6%. Berdasarkan jenis cacing, infeksi terbanyak terjadi karena Trichuris trichiura (55,6%), Hookworm (22,2%), Enterobius vermicularis (11,1%), dan Ascaris lumbricoides (11,1%). Sebagian besar anak tergolong dengan higenitas baik (65,7%), sementara
3
34,3% tergolong dengan higenitas buruk. Terdapat hubungan yang signifikan antara higenitas diri dengan infeksi STH (P=0,012), dimana faktor yang mempengaruhi adalah aktifitas mencuci tangan (P=0,001) dan kontak dengan tanah (P=0,003). Sementara tidak didapatkan hubungan infeksi STH dengan jenis kelamin (P=1), penggunaan alas kaki (P=0,333), dan kebersihan kuku (P=0,141).
DAFTAR PUSTAKA
-
1. Brooker S. Estimating the global distribution and disease burden of intestinal nematode infections: adding up the numbers—a review. International Journal of Parasitology. 2010; 40(10): p. 1137-1144.
-
2. Kapti IN, Ariwati L, Sudarmaja M. Pengobatan Penyakit Cacing Usus pada Anak-Anak SD 1 Belok Sidan, Kecamatan Petang, Badung.
Jurnal Pengabdian Masyarakat Universitas
Udayana Mengabdi. 2004; 3(2).
-
3. Hotez PJ, Brindley PJ, Bethony JM, King CH, Pearce EJ, Jacobson J. Helminth infections: the great neglected tropical diseases. The Journal of Clinical Investigation. 2008; 118(4): p. 13111321.
-
4. Mara D, Lane J, Scott B, Trouba D. Sanitation and Health. PLOS Medicine. 2010; 7(11).
-
5. Sorensen W, Cappello M, Bell D, Difedele L, Brown M. Poly-helminth Infection in East
Guatemalan School Children. Journal of Global Infectious Diseases. 2011; 3(1): p. 25-31.
-
6. Saharman S, Mayulu N, Hamel R. Hubungan Personal Hygiene Dengan Kecacingan Pada Murid Sekolah Dasar Di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara. Ejournal Keperawatan Unsrat. 2013; 1(1).
-
7. Oktavia N. Hubungan Infeksi Cacing Usus STH dengan Kebiasaan Mencuci Tangan Pada Siswa SDN 09 Pagi Paseban Tahun 2010 [Skripsi] Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia; 2011.
-
8. Samad H. Hubungan Infeksi Dengan Pencemaran Tanah Oleh Telur Cacing Yang Ditularkan Melalui Tanah Dan Perilaku Anak Sekolah Dasar Di Kelurahan Tembung Kecamatan Medan Tembung [Tesis] Medan: Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara; 2009.
-
9. Faridan K, Marlinae L, Audhah NA. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian kecacingan pada siswa Sekolah Dasar Negeri Cempaka 1 Kota Banjarbaru. Jurnal Epidemiologi dan Penyakit Bersumber Binatang. 2013; 4(3): p. 121-127.
-
10. Lengkong BR, Joseph WBS, Pijoh VD. Hubungan Antara Higiene Perorangan Dengan Infestasi Cacing Pada Pelajar Sekolah Dasar Negeri 47 Kota Manado. Manado. Jurnal FKM UNSRAT. 2013.
Discussion and feedback