ISSN: 2303-1395

E-JURNAL MEDIKA, VOL. 6 NO.5, MEI, 2017

GAMBARAN ANALISA SPERMA DI KLINIK BAYI TABUNG RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH TAHUN 2013

Cokorda Bagus Nurparma Putra1, I.B.G. Fajar Manuaba2 1Program Studi Pendidikan Dokter 2Bagian/SMF Obstetri dan Ginekologi RSUP Sanglah Denpasar Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

ABSTRAK

Mitos yang mengatakan infertil hanya dialami wanita masih berkembang dimasyarakat indonesia. Ini harus dibenahi karena telah dapat dibuktikan bahwa baik pria maupun wanita dapat mengalami infertiltas. Untuk mengetahui kontribusi pria pada kasus infertilitas dapat menggunakan pemeriksaan analisa sperma karena dapat mengetahui gangguan pada sperma. Dengan mengetahui gambaran analisa sperma akan dapat menyangkal mitos yang berkembang. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana gambaran hasil analisa sperma pada pria. Penelitian ini dilakukan dengan 2 tahap; 1) Pengambilan sampel yaitu hasil analisa sperma di Klinik Bayi Tabung RSUP Sanglah tahun 2013, 2) Perhitungan statistik dengan menggunakan aplikasi SPSS. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik total sampling. Sampel pada penelitian ini adalah semua pria yang melakukan analisa sperma di Klinik Bayi Tabung RSUP Sanglah Tahun 2013. Diperoleh jumlah laki-laki yang melakukan pemeriksaan analisa sperma sebanyak 2456 orang dan yang masuk dalam kriteria inklusi adalah sebanyak 1932 orang. Hasil dari penelitian ini didapatkan banyak pria yang mengalami gangguan sperma sebanyak 1904 (98,7%) dan yang normal/normospermia sebanyak 28 (1,3%) orang. Kejadian infertil primer (69,9%) lebih banyak dibandingakan infertil sekunder (30,1%) dan kelainan terbanyak yang dialami adalah oligoasthenoteratozoospermia (49,8%). Usia terbanyak melakukan analisa sperma berada pada rentang 32-38 tahun (41,4%). Pada penelitian ini juga melihat kelainan yang terjadi pada pemeriksaan makroskopis dan mikroskopis.

Kata kunci: Analisa sperma, Sperma, RSUP Sanglah

ABSTRACT

Myth that only women that can be infertile still exist in indonesia society. It must be corected because actually it able happen to both men and women. To determine the contribution of men in cases of infertility can use the sperm analysis because it provide us to know the disturbance on the sperm. By knowing the profile of sperm analysis, we can overcome the myth that blame women. This study was conducted to know the profile of sperm analysis on men.This study was done in 2 steps; 1) Taking samples that is the result of sperm analysis in IVF clinic Sanglah 2013, 2) statistical calculation with SPSS. The samples were taken with total sampling method. The samples were taken from all men who do a sperm analysis in IVF clinic Sanglah 2013.The number of men who do sperm analysis is 2456 men and 1932 man were included in the inclusion criteria. The result of this study, there is 1904 (98,7%) man who have sperm disorder and 28 (1,3%) have normal sperm/normospermia. The incidence of primary infertility (69,9%) more than secondary infertile (30,1%) and the most experienced abnormalities are oligoasthenoteratozoospermia (49,8%). The most ages doing sperm analysis is in range 32-38 years (41,4%). In this study also check the abnormalities that occur in macroscopic and microscopic examination.

Keywords: Sperm analysis, sperm, Sanglah Hospital.

1

PENDAHULUAN

Setiap pasangan suami istri tentunya ingin memiliki keturunan sebagai penerus keluarganya, namun pada kenyataannya tidaklah setiap pasangan berhasil dalam memperoleh keturunan. Karena kurangnya informasi yang memadai, maka berkembanglah mitos di masyarakat indonesia bahwa perempuanlah yang menjadi penyebab pasangan sulit memperoleh keturunan. Mitos ini haruslah dibenahi karena infertilitas kenyataanya dapat dialami oleh laki-laki ataupun perempuan1. Infertilitas adalah ketidakmampuan pasangan untuk mencapai kehamilan selama periode rata-rata satu tahun melalui hubungan seksual tanpa proteksi2. Pada laki-laki beberapa keadaan yang dapat menjadi faktor resiko infertil seperti infeksi pada testis yang menyebabkan kerusakan pada tubulus seminiferus, kriptokidisme, ketidakseimbangan hormon, panas lingkungan yang berlebih, paparan radiasi, keracunan logam berat, merokok, antibodi anti sperma dan paparan pestisida dapat mempengaruhi kualitas sperma.3,4,5 Abnormalitas anatomi seperti varikokel dan obstruksi duktus juga dapat sebagai penyebab kasus infertil pada laki-laki.3 Begitupun juga pada perempuan, terdapat faktor resiko sebagai penyebab infertil seperti penyakit radang panggul, endometriosis, sindrom ovarium polikistik, kegagalan ovarium prematur, fibroid rahim, masalah ovulasi, penyumbatan tuba, gangguan ovulasi, faktor yang berhubungan dengan usia, masalah rahim, ligasi tuba sebelumnya, ketidakseimbangan hormone, faktor lingkungan dan psikologikal.6,7,8 Oleh karena itu mitos masyarakat indonesia yang mengatakan bahwa masalah kesulitan pasangan suami istri untuk memiliki keturunan disebabkan oleh perempuan haruslah dibenahi karena pria juga memiliki kemungkinan untuk mengalami infertilitas.

Analisa sperma adalah salah satu pemeriksaan yang dilakukan pada laki-laki untuk 9 mengetahui adanya gangguan pada sperma. Beberapa karakteristik fisik sperma (bau, volume, pencairan, penampilan, viskositas dan pH) dan parameter mikroskopis (leukosit, konsentrasi, aglutinasi, motilitas dan morfologi) yang biasanya diperiksa pada analisa sperma. Beberapa contoh seperti keadaan Azoospermia (tidak ada sperma pada semen), teratozoospermia (persentase bentuk sperma normal di bawah krteria normal), oligozoospermia (rendahnya jumlah sperma), asthenozoospermia (persentase sperma motil di bawah krteria normal) adalah  contoh klasifikasi yang didapat untuk

menyatakan jenis gangguan sperma pada pria.10

Data dari populasi berdasarkan studi menunjukkan bahwa 10-15% pasangan di dunia mengalami infertilitas. Dimana diperkirakan kontribusi pria sekitar 25-30% pada semua kasus infertilitas.3 Di Afrika, prevalensinya sangat tinggi, di sub-Sahara mulai dari 20% sampai 60% dari pasangan.11 Namun di asia khususnya di indonesia masih belum diketahui secara pasti gambaran dari

keadaan infertil tersebut. Dari tingginya angka infertilitas di dunia, ini merupakan salah satu penyebab morbiditas psikologi seperti stres dan depresi pada pasangan yang mengalaminya. Sangat tidak adil apabila dalam kasus infertil hanya wanitalah yang disalahkan melihat dari mitos yang berkembang. Dengan analisa sperma nantinya akan didapat gambaran dari kondisi pria dan membuktikan keterlibatannya dalam kasus infertilitas sehingga informasi ini diharapkan akan mengatasi mitos yang menyalahkan wanita pada kasus pasangan infertil. Oleh karena itulah mendorong penulis untuk mengajukan proposal penelitian yang berjudul Gambaran Analisa Sperma di Klinik Bayi Tabung Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Tahun 2013.

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini dilakukan dengan desain penelitian deskriptif kuantitatif. Penelitian ini mempergunakan data sekunder dari hasil analisa sperma pasien pria yang melakukan pemeriksaan di Klinik Bayi Tabung, Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah, Denpasar, Bali tahun 2013.

Populasi pada penelitian ini adalah seluruh pasien yang menjalani tes analisa sperma di Klinik Bayi Tabung, Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah, Denpasar, Bali pada tahun 2013. Sampel dalam penelitian ini adalah populasi terjangkau yang memenuhi kriteria inklusi, yaitu hasil analisa sperma terisi lengkap, diagnosis pasien hanya infertil primer dan infertil sekunder, spesimen diambil setelah abstinensia sedikitnya 2 hari dan maksimal 7 hari. Penelitian ini menggunakan sumber data sekunder yang didapat dari soft copy hasil analisa sperma di Klinik Bayi Tabung RSUP Sanglah tahun 2013. Variable yang diamati meliputi usia, abstinensia, diagnosis, penampilan, pencairan semen, konsistensi semen, pH semen, volume semen, konsentrasi sperma, aglutinasi, motilitas sperma, morfologi sperma, leukosit dan klasifikasi gangguan sperma.

Data yang telah terkumpul kemudian diolah dan dilakukan perhitungan statistik sederhana agar rincian frekuensi data yang diperoleh saat tabulasi data dapat disajikan dalam suatu ukuran deskriptif, dapat berupa mean, median, modus, dan tendensi sentral yang nantinya dapat menjelaskan karakteristik setiap variable yang diteliti.

HASIL

Dari Penelitian yang dilakukan di Klinik Bayi Tabung RSUP Sanglah pada tahun 2013 ini diperoleh jumlah laki-laki yang melakukan pemeriksaan analisa sperma sebanyak 2456 orang dan yang masuk dalam kriteria inklusi adalah sebanyak 1932 orang. Didapat distribusi usia pria yang memeriksakan diri berkisar dari 18 hingga 61 tahun dengan persentase umur 32-38 tahun merupakan yang tertinggi sebesar 41,4 % sedangkan yang terendah adalah umur 59 tahun keatas sebesar 0,1 %. Dari diagnosis pasien didapatkan sebanyak

2

1351 (69,9%) orang mengalami infertil primer dan sebanyak 581 (30,1%) orang mengalami infertil sekunder. Adapun dari pemeriksaan makroskopis meliputi penampilan, pencairan, konsistensi, pH dan volume sampel. Dari hasil penelitian didapatkan 1930 (99,9%) sampel dinyatakan memiliki penampilan normal dan 2 (0.01%) sampel dinyatakan tidak normal. Didapatkan seluruh pasien memiliki pencairan sampel yang normal (100%) dan konsistensi yang normal (100%). Pada pemeriksaan pH didapatkan 1928 (99,8%) sampel dengan pH normal dan 4 (0,02%) sampel dengan pH tidak normal. Sebanyak 1501 (77,7%) sampel dinyatakan memiliki volume yang normal dan 431 (22,3%) dinyatakan tidak normal. Pemeriksaan mikroskopis terdiri dari konsentrasi sperma, leukosit, morfologi, motilitas dan aglutinasi. Didapatkan sebanyak 637 (33%) sampel memiliki konsentrasi sperma yang normal dan 1295 (67%) tidak normal. Pada pemeriksaan leukosit didapat sebanyak 1676 (86,7%) sampel dinyatakan normal dan 256 (13,3%) sampel dinyatakan tidak normal. Sebanyak 241 (12,5%) sampel memiliki morfologi normal dan 1691 (87,5%) sampel tidak normal. Motilitas normal sebanyak 300 (15,5%) sampel dan 1632 (84,5%) tidak normal. Sebanyak 1 (0,1%) sampel dinyatakan aglutinasi positif dan 1931 (99,9%) dinyatakan aglutinasi negatif. Dari 1932 sampel didapatkan sebanyak 35 (1,8%) sampel dinyatakan oligozoospermia, 116 (6%) astenozoospermia, 62 (3,2%) teratozoospermia, 64 (3,3%) oligoasthenozoospermia, 173 (9,0%) oligoteratozoospermia, 433 (22,4%) asthenoteratozoospermia, 963 (49,8%) oligoasthenoteratozoospermia, 58 (3,1%) azoospermia, dan 28 (1,3%) normozoospermia.

DISKUSI

Dari hasil penelitian, didapatkan distribusi umur yang paling banyak melakukan analisa sperma adalah umur pada interval 32-38 tahun. Selanjutnya berturut-turut diikuti oleh 25-31 tahun, 39-45 tahun, 46-52 tahun, 18-24 tahun, 53-59, dan diatas 59 tahun. Terlihat memang benar terjadi kelainan karena tidak sesuai dengan teori fisiologis dimana penurunan kualitas spermatogenesis diperkirankan terjadi setelah umur 45 sampai 50 tahun, yang terjadi akibat perubahan degeneratif pada pembuluh darah testis sehingga terjadi penurunan efek testosteron.12 Penurunan volume, motilitas dan morphologi juga dihubungakan dengan peningkatan umur pria.13

Infertilitas dapat dibagi menjadi infertil primer dan infertil sekunder. Infertil primer didefinisikan sebagai keadaan apabila tidak dapat membuahi sama sekali (childlessness), sedangkan pada infertil sekunder telah pernah terjadi pembuahan namun tidak dapat terjadi lagi selanjutnya.14 Dari hasil penelitian, kejadian infertil primer (61,7%) lebih banyak dibandingkan infertile sekunder (27%). Terdapat beberapa kondisi yang dapat mempengaruhi kualitas dan kuantitas sperma pada pria yang dapat

menimbulkan kondisi infertil. Beberapa kondisi penyebabnya antara lain varicocele, obstruksi saluran reprodusi, gangguan pada testis, cryptorchidism, idiopatic, paparan gonadotoxin, kondisi immunologis, disfungsi seksual/ejakulasi, kanker dan penyakit 15

sistemik.

Dalam pemeriksaan makroskopis, analisa semen dilakukan dengan segera melakukan inspeksi setelah proses pencairan (liquefaction). Inspeksi dilakukan setelah 30 menit namun tidak lebih dari 1 jam agar tidak terjadi dehidrasi atau perubahan temperatur yang mempengaruhi kualitas sampel.10 Pada penelitian ini pencairan seluruh sampel (100%) dinyatakan normal. Pada penampilan sperma, didapat sebanyak 2 (0,1%) sampel tidak normal dan sisanya sebanyak 1930  (99,9%) sampel berpenampilan

normal. Apabila terdapat sel darah merah (haemospermia) pada ejakulat, akan menyebabkan penampilan merah. Warna kuning disebabkan oleh jaundice atau konsumsi vitamin dan obat tertentu. 10

Viskositas atau konsistensi sampel dapat dinilai setelah pencairan dengan menggunakan pipet disposable dengan diameter 1,5mm, sampel diaspirasi dan dibiarkan menetes dengan bantuan gravitasi. Dikatakan viskositas atau konsistensi tidak normal apabila sampel membentuk untaian sepanjang 2cm. Gangguan pada konsistensi akan mempengaruhi penilaian motilitas sperma, konsentrasi sperma, deteksi antibody-coated spermatozoa dan marker biokimia. Pada penelitian ini, konsistensi seluruh sampel (100%) dinyatakan normal.10

Pada pemeriksaan volume, sebanyak 1501 (77,7%) sampel dalam keadaan normal dan sebanyak 431 (22,3%) sampel dalam keadaan tidak normal.

Hasil ini didapat dengan kriteria normal RSUP sanglah yaitu lebih dari atau sama dengan 2mL. Pada guideline WHO 2010 volume dinyatakan normal apabila diatas 1,5 mL. Pada penelitian ini didapatkan rata-rata volume semen adalah 2,8 mL. Volume tertinggi yang di dapat adalah 9,5 mL dan terendah adalah 0,1 mL. Hasil ini sesuai dengan penelitian di semarang dengan nilai volume rata-rata 2,2 mL. Volume semen yang cukup dibutuhkan untuk untuk membantu pergerakan sperma ke organ reproduksi wanita sehingga terjadi pembuahan oosit.16 Volume semen yang rendah dapat disebabkan oleh obstruksi duktus ejakularis atau congenital bilateral absence of the vas deferens (CBAVD). Selain itu juga dapat disebabkan oleh masalah pengambilan sampel seperti kehilangan fraksi beberapa semen saat ejakulasi, partial retrograde ejaculation dan defisiensi androgen. Pada keadaan volume semen yang sedikit merupakan salah satu indikasi melakukan transrectal, scrotal dan renal ultrasonografi.15 Pada keadaan volume semen yang banyak dapat terjadi karena inflamasi pada organ-organ aksesori.10

Di klinik bayi tabung RSUP sanglah kriteria pH normal adalah apabila dalam rentang 6,8-7,2. Sedangkan pada WHO dikatakan pH 7,2 adalah nilai batas terendah. Dengan kriteria RSUP sanglah,

3

didapat 1928 (99,8%) sampel dinyatakan normal dan 4 (0,2%) dinyatakan tidak normal. pH rata-rata didapatkan 7,48 , pH terendah didapatkan 6 dan teringgi 9,5. Hasil ini serupa dengan penelitian di semarang tahun 2002 dimana rata-rata pH didapat 7,5 dengan nilai terendah 2 dan tertinggi 9.17 Dalam guideline WHO dikatakan apabila pH dibawah 7,0 pada volume dan konsentrasi sperma yang rendah, ini mungkin disebabkan oleh obstruksi duktus ejakulatorius atau congenital bilateral absence of vas deferens dimana vesikula seminalis tumbuh dengan tidak sempurna.10 pH 7,2 – 8,2 dikatakan menjadi kondisi yang optimal terhadap motilitas sperma. Kondisi asam dapat merusak membran sel sperma secara langsung, mengurangi motilitas dan kapasitasi.18

Pemeriksaan mikroskopis pada penelitian ini antara lain aglutinasi dari spermatozoa, motilitas sperma, konsentrasi sperma, morphologi sperma, dan leukosit. Aglutinasi diartikan sebagai menempelnya spermatozoa yang motil satu dengan yang lainnya baik antara kepala dengan kepala, ekor dengan ekor atau gabungannya.10 Pada hasil penelitian didapatkan 1 (0,1%) sampel dinyatakan positif terjadi aglutinasi dan 1931 (99,9%) sampel dinyatakan negatif. Pada guideline WHO, kondisi aglutinasi dibagi menjadi grade 1-4 dan grade A-E namum di klinik Bayi Tabung RSUP sanglah hanya mengklasifikasikannya menjadi positif dan negatif saja. Keadaan aglutinasi positif sebaiknya dilakukan pemeriksaan lanjutan karena penyebab aglutinasi dapat disebabkan oleh antibodi anti-sperma atau infeksi terutama infeksi pada saluran reproduksi oleh E.Coli.10,19

Dari hasil penelitian didapatkan sampel dengan motilitas normal sebanyak 300 (15,5%) sampel dan tidak normal sebanyak 1632 (84,5%) sampel. Hasil ini didapat dengan acuan yang digunakan di klinik bayi tabung RSUP Sanglah dimana pergerakan sperma dibagi menjadi empat yaitu gerak cepat (a), gerak lambat (b), gerak di tempat (c) dan tidak bergerak (d). Dikatakan normal apabila a (gerak cepat) ≥ 25% atau a (gerak cepat) +b (gerak lambat) ≥ 50%. Sedikit terdapat perbedaan pada guideline WHO dimana klasifikasi dibagi menjadi progressive motility (PR), Non-progresive motility (NP) dan Immotillity (IM). Batas nilai terendah untuk total motilitas (PR + NP) adalah 40% dan nilai terendah untuk motil progresif (PR) adalah 32%. Gangguan motilitas sperma dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain kesalahan pengeluaran, kesalahan penempatan sampel, abnormalitas maturasi, varikokel, abnormalitas kromosom, infeksi, dan riwayat perokok berat.17 PCB (polychlorinated biphenyl) juga diketahui merusak motilitas sperma.20

Pada pemeriksaan morfologi didapatkan sebanyak 241 (12,5%) sampel memiliki morfologi normal dan 1691 (82,5%) sampel dinyatakan tidak normal. Kriteria yang digunakan di RSUP sanglah adalah dikatakan normal apabila persentase sperma dengan morfologi normal pada analisa sperma lebih

besar atau sama dengan 25% sedangkan di WHO menyebutkan batas nilai terendah adalah 4%. Abnormal spermatozoa biasanya memiliki potensi rendah untuk membuahi. Gangguan bentuk dihubungakan dengan peningkatan fragmentasi DNA, imatur kromatin, aberasi struktur kromososm, keganasan pada testis, aneuploidi dan infeksi. 5,21, 22

Pada pemeriksaan leukosit didapat sebanyak 1676 (86,7%) sampel dinyatakan normal dan 256 (13,3%) sampel dinyatakan tidak normal. Hasil ini didapatkan dengan kriteria normal di klinik Bayi Tabung RSUP sanglah yaitu leukosit dengan nilai kurang dari atau sama dengan 1 jt/mL. Kriteria ini sama dengan kriteria yang terdapat pada guideline WHO dimana jika terdapat leukosit diatas 1 jt/mL dinyatakan sebagai leukocytospermia atau leukospermia. Jumlah leukosit yang terdapat pada sampel terkait dengan adanya infeksi dan dapat merefleksikan tingkat keparahan inflamasi yang menyebabkan penurunan kualitas sperma.10 Selain melakukan tes mikrobiologis untuk menegakkan penyebab infeksi, pemeriksaan lain perlu dipertimbangkan untuk etiologi postensial yang lain. Etiologi lain yang diketahui antara lain paparan toksin lingkungan, produk tembakau, alcohol, mariyuana, operasi pada saluran genitourinarius (vasovasostomy dan uretroplasty), varikokel dan autoimun. 23 Leukosit dapat mempengaruhi motilitas sperma dan integritas DNA melalui serangan oksidatif. 10

Konsentrasi sperma sangat berhubungan dengan tingkat kemampuan dalam membuahi. Pada ejakulasi normal ketika pria tidak mengalami obstruksi dan anstinensia yang singkat, jumlah total spermatozoa pada ejakulat berhubungan dengan volume testis dan dapat digunakan untuk mengukur kemampuan testis dalam memproduksi spermatozoa dan sekaligus mengevaluasi patensitas saluran reproduksi pada pria. Perkecualian pada kondisi pria dengan electro-ejaculation karena spinal cord injury, androgen defisiensi, pasien dengan abstinensia yang terlalu lama dan partial retrograde ejaculation tidak dapat menggunakan konsep ini. Pada penelitian ini didapatkan sebanyak 637 (33%) sampel memiliki konsentrasi sperma yang normal dan 1295 (67%) tidak normal. Hasil ini didapat dari kriteria yang dipakai di Klinik Bayi Tabung RSUP sanglah dimana dikatakan normal apabila nilai konsentrasi sperma lebih atau sama dengan 20 jt/mL. Sedikit berbeda apabila dibandingkan dengan kriteria WHO yang menebutkan nilai batas terendah adalah 15 jt/mL.10 Menurut penelitian Jurewicz (2009) dikatakan bahwa terjadi penurunan pesat pada total sperma pria di beberapa belahan negara yang diperkirakan akibat dari polusi lingkungan seperti DBCP (DDT/ Dichlorodiphenyldichloroethylene [DDE], ethylenedibromide, organophosphate). Penyebab oligospermia dibagi menjadi kegagalan testis primer (idopatik, kerusakan testis, obat, toksin, anomaly kromosom, genetik) dan kegagalan testis sekunder

4 http://ojs.unud.ac.id/index.php/eum

(defisiensi GnRH parsial, defisiensi gonadotropin parsial).24

Dari hasil penelitian didapatkan kondisi kelainan terbanyak adalah oligoasthenoteratozoospermia yaitu sebanyak 963 (49,8%) dan terkecil adalah oligospermia sebanyak 35 (1,8%). Didapatkan kondisi azoospermia sebanyak 68 (3,1%) dan normospermia sebanyak 29 (1,3%). Beberapa kondisi yang dicurigai menyebabkan oligoasthenoteratospermia antaralain usia, gangguan pada organ post-testicular, agen infeksi (Clamydia trachomatis, virus herpes dan adeno-assosiated virus), gangguan pada genome gamet, gangguan pada mitikondria, polusi lingkungan dan gangguan hormonal. Gen BOULE yang meng-encode key faktor protein cdc 25 phosphatase dikatakan berperan besar pada kasus azoospermia. Protein cdc 25 phosphatase berfungsi sebagai pencetus kematangan meiosis. Dikatakan bahwa kelompok azoospermia yang mengalami meiotic arrest total memperlihatkan kadar gen BOULE dan targetnya (cdc 25 phosphatase) yang rendah. Pada kasus asthnozoospermia, terjadi gangguan pada potensial membran dan DNA mitokondria dan telah diuji secara ekperimental. Rendahnya kadar prostat spesifik antigen, zink, fruktosa dan asam phosphatase prostat pada semen juga dihubungan pada kasus asthenospermia.25

SIMPULAN

Dari hasil analisa sperma yang dilakukan pada 1932 sampel di Klinik Bayi Tabung RSUP Sanglah pada tahun 2013 dapat disimpulan banyak pria yang mengalami gangguan sperma adalah 1904 (98,7%) orang dan yang normal/normospermia sebanyak 28 (1,3 %) orang. Tiga gangguan sperma terbanyak antara lain oligoasthenoteratozoospermia sebanyak 963 (49,8%) orang, asthenoteratozoospermia sebanyak 433 (22,4%) orang, dan oligoteratozoospermia sebanyak 173 (9,0%) orang. Kejadian infertil primer lebih banyak dibandingkan infertile sekunder dimana infertil primer berjumlah 1351 (69,9%) orang dan infertil sekunder berjumlah 581 (30,1%) orang. Pada pemeriksaan makroskopis didapatkan kelainan penampilan sebanyak 2 (0.01%) orang, kelainan pH sebanyak 4 (0,02%) orang dan kelainan volume yang sebanyak 431 (22,3%) orang. Pada pencairan dan konsistensi tidak ditemukan kelainan. Pada pemeriksaan mikroskopis didapatkan kelainan konsentrasi sebanyak 1295 (67%) orang. Kelainan leukosit sebanyak 256 (13,3%) orang, kelainan morfologi sebanyak 1691 (87,5%), kelainan motilitas sebanyak 1632 (84,5%), dan 1 (0,1%)orang dinyatakan aglutinasi positif.

SARAN

Pada pasien yang melakukan prosedur analisa sperma, perlu diketahui faktor resiko yang mungkin menyebabkan terjadinya gangguan sperma

tersebut agar penanganan yang dilakukan lebih komprehensif. Selain itu diharapkan rumah sakit dapat menggali data yang lebih lengkap dari pasien sebelum melakukan analisa sperma guna menunjang penelitian lebih lanjut.

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    Dohle GR et al. Guidelines on Male Infertility: European Association of Urology. 2010.

  • 2.    Jungwirth A, et al. Guidelines for the investigation and treatment of male infertility. Europa Urology. 2010 p 157.

  • 3.    Sekhavat L et al. The effect of male body mass index on sperm parameters. The Aging Male. 2010 13(3): 155–158.

  • 4.    Guyton CA, Hall JE. Textbook of medical physiology. 11th. Ed. Rachman LY et al. Jakarta: ECG; 2007.

  • 5.    Mostafa M.  Cigarette Smoking and Male

Infertility. Faculty of Medicine, Cairo University. Journal of Advanced Research (2010) 1, 179–186.

  • 6.    Franken D, Oehninger. Semen analysis and sperm function testing. Asian Journal of Andrology .2012 14: 6–13.

  • 7.    Sharma et   al.   Female Infertility:   An

Overview.International       Journal       of

Pharmaceutical Sciences and Research, 2011; Vol. 2(1): 1-12.

  • 8.    Roupa Z, Polikandrioti M, Sotiropoulou P, Faros E, Koulouri A,Wozniak G et al. Causes of infertility in women at reproductive age. Health Science Journal. 2009 (3) pp: 80-87.

  • 9.    Milardi D, Grande G, Sacchini D, Astorri A, Pompa G, Giampietro A, et al. Male Fertility and Reduction in Semen Parameters: A Single Tertiary-Care Center Experience. International Journal of Endocrinology. 2012 p2.

  • 10.    WHO.Laboratory manual for the examination and processing of human semen: fifth edition. 2010.

  • 11.    Okonufua, Friday et al. A case-control study of risk factors for male infertility in Nigeria. Asian J Andrology. 2005 7(4): 351–361.

  • 12.    Sherwood, L. Human physiology from cells to systems. 7th ed. USA; 2010.

  • 13.    Silva LF, et al. The Effect of Male Age on Sperm Analysis by Motile Sperm Organelle Morphology     Examination     (MSOME).

Reproductive Biology and Endocrinology. 2012 p2.

  • 14.    Evens EM. A Global Perspective on infertility: An under recognized public health issue. Carolina papers international health. 2004.

  • 15.    Esteves SC, Miyaoka R, Agarwal A. An update on the clinical assessment of the infertile male. Clinics. 2011; 66(4):691-700.

  • 16.    Roberts M, Jarvi K. Steps in the investigation and management of low semen volume in the infertile man. CUAJ. 2009 (3) 479.

    5


  • 17.    Kuswondo, G. Analisis semen pada pasangan infertil [tesis]; Fakultas Kedokteran Universitaas Diponegoro. 2002.

  • 18.    Zhou J, Chen L, Li J, Li H, Hong Z, Xie M, et al. (2015) The Semen pH Affects Sperm Motility and Capacitation. PLoS ONE 10(7).

  • 19.    Kaur K, Prabha V. Physicochemical Factors: Impact on Spermagglutination Induced by Escherichia coli. The Open Access Journal of Science and Technology. 2014 (2) p6.

  • 20.    Jurewicz, J. Hanke, W. Radwan, M. Bonde, JP. Enviromental Factor and Semen Quality. International Journal of Occupational Medicine and Enviromental Health. 2009; 22(4); 305-329.

  • 21.    Cooper TG. Looking forward to human sperm Morphology.   Human Reproduction and

Embryology. 2016 (31) pp. 8–9.

  • 22.    Vilvanathan S, et al. Bacteriospermia and Its Impact on Basic Semen Parameters among Infertile Men. Interdisciplinary Perspectives on Infectious Diseases. 2016 p1.

  • 23.    Domes T, et al. The incidence and effect of bacteriospermia and elevated seminal leukocytes on semen parameters. American Society for Reproductive Medicine. Elsevier. 2012 (97) p1.

  • 24.    McLachlan R. Approach to the Patient with Oligozoospermia. J Clin Endocrinol Metab. March 2013, 98(3):873–880.

  • 25.    Cavalini, G. 2006. Male idiopathic oligoasthenotertozoospermia. Asian journal of andrology; 8 (2); 143-157.

6

http://ojs.unud.ac.id/index.php/eum