ISSN: 2303-1395 E-JURNAL MEDIKA, VOL. 6 NO.1, JANUARI, 2017

PENYEBAB KEMATIAN MENDADAK DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH DENPASAR PERIODE JANUARI 2009 – DESEMBER 2013

Gusti Agung Ayu Lyska Permatadewi1, Kunthi Yulianti2

1Program Studi Pendidikan Dokter,

2Bagian/SMF Ilmu Kedokteran Forensik RSUP Sanglah Fakultas Kedokteran Universitas Udayana [email protected]

ABSTRAK

Pendahuluan: Kematian mendadak didefinisikan oleh WHO sebagai kematian yang terjadi dalam 24jam dari munculnya onset gejala penyakit. Kasus kematian mendadak paling banyak terjadi disebabkan oleh penyakit jantung. Puncak terjadinya kematian mendadak pada dewasa yaitu usia 45 – 75 tahun. Metode: Metode penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah deskriptif retrospektif dengan mempergunakan data sekunder Laporan Pemeriksaan Jenazah di Instalansi Kedokteran Forensik RSUP Sanglah Denpasar sejak Januari 2009-Desember 2013. Teknik pengumpulan sampel yang digunakan adalah consecutive sampling dan dianalisis menggunakan statistik deskriptif. Hasil: Dari 16 sampel yang didapat, penyebab kematian mendadak tertinggi yaitu penyakit jantung iskemik (37,5%). Menurut karakteristik sampel, jumlah jenazah laki-laki yang meninggal mendadak jauh lebih banyak dari pada wanita yaitu laki-laki (93,8) dan wanita (6,3%). Jika berdasarkan penyebaran usia, kelompok usia antara 51-60 tahun menempati posisi pertama dalam kasus kematian mendadak (50%). Berdasarkan kewarganegaraan, wisatawan asal Australia menempai urutan tertinggi untuk kasus ini (43,8%) sedangkan warga negara Indonesia menempati urutan kedua (18,8%). Simpulan: disimpulkan penyebab kematian mendadak tertinggi berasal dari penyakit jantung. Namun dari hasil temuan tidak seluruh kasus kematian mendadak murni karena penyakit kardiovaskular. Pada beberapa kasus ditemukan faktor pencetus. Oleh karena itu, anamnesis menyeluruh serta pencatatan data yang lengkap sangat penting untuk menggali faktor-faktor tersebut.

Kata kunci: kematian, kematian mendadak, forensik, jantung

ABSTRACT

Introduction: Sudden death was defined by WHO as death occurring within 24 hours of onset of symptoms of disease emergence. Sudden deaths occur most caused by cardiac disease. The peak of sudden death in adults are aged 45-75 years. Methods: The research method was a retrospective descriptive using secondary data Examination Report in Instalation Forensic Medicine Sanglah Hospital since January 2009 to December 2013. The sample collection’s techniques used consecutive sampling and analyzed by descriptive statistics. Results: From 16 samples, the highest cause of sudden death is ischemic heart disease (37.5%). According to the characteristics of the sample, the number of men (93.8%) who died suddenly were more higher than women (6.3%). If based on the age distribution, the age group between 51-60 years occupied the first position in the case of sudden death (50%). Based on nationality, tourists from Australia took highest order for these cases (43.8%) while the citizens of Indonesia ranks second (18.8%). Conclusion: The highest cause of sudden death is from heart disease. However, the findings of all cases of sudden death is not purely due to cardiovascular disease. In some cases, it was found precipitating factors. Therefore, a thorough history and complete record keeping is essential to explore more about these factors.

Keyword: death, sudden death, forensic, cardiac

PENDAHULUAN

Ilmu kedokteran forensik pada dasarnya tidak hanya berhubungan dengan kasus kematian tidak wajar (unnatural death) seperti pembunuhan, bunuh diri dan kecelakaan, namun kasus kematian yang alami dapat menjadi kasus forensik bila kematian itu

mendadak atau dicurigai adanya faktor-faktor luar sebagai faktor pencetus kematian (undetermined death).1 Akhir-akhir ini kasus kematian mendadak yang disebabkan oleh penyakit menunjukan peningkatan. Data di Amerika Serikat menyebutkan kematian mendadak dialami oleh setidaknya 300.000

1

orang setiap tahunnya. Pada umumnya kematian mendadak setelah dilakukan investigasi diketahui penyebabnya adalah penyakit. Menurut buku romans forensic penyakit yang dapat menimbulkan kematian yang mendadak dibagi ke dalam beberapa kategori yaitu menurut sistem kardiovaskular, sistem pernafasan, sistem saraf pusat, sistem saluran cerna, serta sistem urogenital.2 Pada data studi post mortem yang diambil di RS Connoly di Dublin pada tahun 1987 – desember 2001 menyatakan bahwa kematian mendadak paling banyak terjadi akibat penyakit jantung sebesar 79%. Sedangkan data di negara Inggris menyebutkan Penyakit Jantung Koroner (PJK) membunuh 1 dari 2 penduduk dalam populasi; menyebabkan ± 250.000 kematian pada tahun 1998. Namun, beberapa tahun terakhir kematian mendadak akibat PJK sudah mulai menurun di negara Inggris begitu juga di negara Eropa lainnya karena kemajuan pengobatan dalam bidang kedokteran yang terus berusaha sebisa mungkin mencegah insiden kematian mendadak.3

Meskipun kematian mendadak hampir 75-90% disebabkan oleh PJK, sebaiknya sebagai tenaga kesehatan tidak langsung menyatakan kematian tersebut sebagai kematian yang disebabkan secara alami oleh penyakit, dimana pada beberapa kasus juga bisa ditemukan kematian mendadak karena disengaja atas dasar kriminalitas.

Pada penelitian ini diteliti mengenai berbagai penyebab kematian mendadak yang dikategorikan sebagai kematian yang mencurigakan (undetermined death). Hasil penelitian ini diharapkan dapat mengetahui penyebab kematian terutama penyakit alami sehingga dapat diketahui pola penyakitnya.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penyebab, usia terbanyak, maupun faktor pencetus pada kasus kematian mendadak, di RSUP Sanglah, Denpasar, Bali periode Januari 2009 - Desember 2013.

METODE

Desain penelitian ini adalah deskriptif retrospektif. Penulis ingin mengetahui jumlah kasus kematian mendadak, penyebab, katakteristik demografi, serta faktor pencetus kasus kematian mendadak di RSUP Sanglah, Denpasar, Bali periode 2009-2013 dengan mempergunakan data sekunder Laporan Pemeriksaan Jenazah di Instalansi Kedokteran Forensik RSUP Sanglah, Denpasar sejak Januari 2009 - Desember 2013. Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah, Denpasar, Bali pada bulan April 2014 hingga Mei 2014. Penelitian ini telah memperoleh persetujuan dari komite etik FK Unud/RSUP Sanglah Denpasar.

Sampel dalam penelitian ini adalah jenazah yang mengalami kematian mendadak di Instalasi Kedokteran Forensik RSUP Sanglah, Denpasar, Bali periode Januari 2009 hingga Desember 2013 dan memenuhi kriteria inklusi, kemudian peneliti mencari informasi tentang penyebab kematian, karakteristik

sampel (usia, jenis kelamin, kewarganegaraan), dan adanya faktor pencetus.

Hasil penelitian ini dianalisis secara deskriptif yaitu ditampilkan dalam bentuk sederhana berdasarkan usia, jenis kelamin, kewarganegaraan, faktor pencetus, serta penyebab kematian mendadak. Hasil pengolahan data disajikan dalam bentuk tabel disertai dengan narasi.

HASIL

Penelitian ini diperpanjang, dilaksanakan mulai bulan Januari 2009 hingga Desember 2013, dikarenakan terbatasnya data rekam medis yang tersedia. Selama periode Januari 2009 hingga Desember 2013 tersebut, diperoleh 16 jenazah kematian mendadak yang diotopsi dan memenuhi kriteria. Dari 16 jenazah tersebut didapatkan 15 jenazah (93,8%) berjenis kelamin laki-laki. Karakteristik sampel tertera pada tabel 1.

Tabel 1. Karakteristik Jenazah Kematian Mendadak di RSUP Sanglah periode Januari 2009 hingga Desember 2013

Variabel

Jumlah

Jenis Kelamin

Laki-laki

15 (93,8%)

Wanita

1 (6,3%)

Umur

21-30 tahun

1 (6,3%)

31-40 tahun

2 (12,5%)

41-50 tahun

1 (6,3%)

51-60 tahun

8 (50%)

61-70 tahun

3 (18,8%)

>70 tahun

1 (6,3%)

Kewarganegaraan

Australia

7 (43,8%)

Indonesia

3 (18,8%)

Rusia

1 (6,3%)

Jerman

1 (6,3%)

India

1 (6,3%)

Taiwan

1 (6,3%)

Inggris

1 (6,3%)

Tabel 2 memperlihatkan ada tidaknya faktor pencetus yang memicu proses kematian mendadak pada sampel. Faktor pencetus ditemukan pada 6 kasus (37,5%), sedangkan pada 10 kasus lainnya (62,5%) tidak ditemukan adanya faktor pencetus kematian mendadak.

Pada tabel 3, mempersentasikan jumlah serta penyebab kematian mendadak yang terjadi pada jenazah yang telah dilakukan otopsi di Instalasi Kedokteran Forensik RSUP Sanglah pada tahun 2009 hingga 2013.

2

Tabel 2. Faktor Pencetus Kematian Mendadak

Faktor Pencetus

Total

Ada

6 (37,5%)

Tidak Ada

10 (62,5%)

Tabel 3. Penyebab Kematian Mendadak

Penyebab Kematian Mendadak

Total

Penyakit Jantung Iskemik

6 (37,5%)

Infark Miokard Akut

5 (31,3%)

Gagal Jantung

1 (6,3%)

Stroke

1 (6,3%)

Infark Miokard + penyakit lain

1 (6,3%)

Susp. Tumor Serebelum

1 (6,3%)

Sirosis Hepatis + Gangguan Otak

1 (6,3%)

DISKUSI

Kejadian jumlah jenazah laki-laki yang meninggal mendadak pada penelitian ini jauh lebih banyak dari pada wanita yaitu 15 orang laki-laki (93,8) dan hanya satu wanita (6,3%). Hasil penelitian diatas juga sebanding dengan penelitian yang dilakukan oleh bagian Ilmu Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado tahun 2010-2012 yang menyatakan distribusi kematian mendadak berdasarkan jenis kelamin terbanyak pada laki-laki yaitu 7 orang (87,5%) dan pada wanita hanya 1 orang (12,5%). Sedangkan dari data yang diperoleh dari bagian forensik FK UI, menyebutkan bahwa pada tahun 1990, dari sekilar 2461 jenazah yang diperiksa, terdapat 277 kasus kematian mendadak (9,2% pria dan 2% wanita). Hal ini menunjukkan bahwa kematian mendadak lebih sering terjadi pada laki-laki daripada wanita. Hasil ini sesuai dengan data studi yang dilakukan oleh Farmingham yang menunjukkan bahwa laki-laki dengan riwayat penyakit jantung lebih rentan mengalami mati mendadak 2-4 kali dibanding wanita.2

Jika menurut penyebaran usia, kelompok usia antara 51-60 tahun menempati posisi pertama dalam kasus kematian mendadak dengan 8 kasus (50%), kemudian dilanjutkan dengan kelompok usia 61-70tahun yaitu 3 kasus (18,8%) , lalu kelompok usia 31-40 tahun dengan 2 kasus (12,5%) pada urutan ketiga, dan tiga kelompok usia terakhir dengan presentase yang sama yaitu 21-30 tahun (6,3%), 4150 tahun (6,3%) dan >70 tahun (6,3%) masing masing terdiri atas satu kasus yang dianalisis. Pada penelitian di bagian forensik Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado, usia terbanyak adalah antara 41-59 tahun sebanyak 3 orang (37,5%). Sedangkan kelompok usia 21-40 tahun dan ≥ 60 tahun sama yaitu terdapat 2 orang (25%), dan yang paling sedikit ditemui pada kelompok usia 13-20 tahun hanya terdapat 1 orang (12,5%). Sehingga dapat ditarik kesimpulan kematian mendadak memang lebih sering terjadi antara rentang usia kurang lebih 40 hingga 60 tahun. Menurut hipotesis yang berkembang, kematian

mendadak meningkat seiring pertambahan usia. Namun, pada penelitian ini persentase menurut usia tidak semakin meningkat namun memuncak pada usia 51-60 tahun dan menurun pada usia 61-70 tahun. Hal ini diperkirakan terjadi karena sampel yang tidak dapat merepresentasikan populasi sesungguhnya, selain karena jumlah sampel yang terbatas, populasi sampel juga banyak yang merupakan warga asing.2

Berdasarkan kewarganegaraan, wisatawan asal Australia menempai urutan tertinggi pada kasus kematian mendadak yang diotopsi di Instalasi Kedokteran Forensik ini dengan jumlah 7 kasus (43,8%), lalu yang menempati posisi kedua adalah warga negara Indonesia dengan 2 kasus (18,8%), kemudian negara negara lainnya seperti Malaysia, Rusia, Jerman, India, Taiwan, serta Inggris masing – masing terdapat satu kasus (6,3%). Menurut Heart Foundation Australia, sekitar 15.000 warga Australia meninggal mendadak setiap tahunnya disebabkan oleh penyakit jantung. Kematian mendadak tersebut terjadi sekitar 10% dari seluruh total kematian di Australia. Di Indonesia sendiri belum terdapat data mengenai perkiraan kematian mendadak. Diperkirakaan tingginya presentasi warga Australia yang meninggal mendadak di Indonesia dikarenakan sejumlah warga Australia yang meninggal mendadak wajib diotopsi sebelum dikembalikan ke negara asalnya. Sedangkan warga Indonesia sangat jarang dilakukan otopsi untuk kasus yang meninggal mendadak.4

Berdasarkan faktor pencetus, ditemukan adanya 6 sampel yang disertai dengan faktor pencetus (37,5%). Jenis zat yang ditemukan pada enam kasus diatas terdiri atas metanol, etanol, MDMA, serta kafein. Dari 6 sampel yang diketahui ada faktor pencetus zat toksik, terdapat 3 sampel yang positif metanol bersama dengan etanol. Secara umum, di dalam tubuh metanol diubah menjadi formaldehyde lalu ditransformasikan menjadi asam format yang berperan dalam toksisitas metanol. Asam format yang terakumulasi tersebut berperan penting dalam proses asidosis metabolik pada stadium awal keracunan. Pada stadium lanjut, produksi asam laktat menumpuk akibat terhambatnya asam format di siklus respirasi. Peningkatan toksisitas asam format menyebabkan hipoksia jaringan yang mengakibatkan terjadi toksisitas okular maupun toksisitas secara menyeluruh. Gangguan utama intoksikasi metanol terdapat pada nervus optikus. Akan tetapi metanol tidak memberikan efek langsung terhadap sistem kardiovaskular. Berbeda dengan etanol, ketika tertelan dalam dosis tertentu, etanol menyebabkan disfungsi sitolik dan/atau diastolik ventrikel, hipertensi arteri sistemik, angina pektoris, aritmia, bahkan sudden cardiac death. Etanol dapat menyebabkan kerusakan miokardial dengan beberapa mekanisme. Pertama, etanol dan hasil metabolismenya, asetaldehid dan asetat, memberikan efek toksik langsung terhadap miokardium. Kedua, defisiensi vitamin tertentu (e.g. thiamin), mineral (e.g.

3

selenium), atau elektrolit (eg. Magnesium, fosfor, atau kalium) yang terkadang terjadi pada pengonsumsi etanol berat dapat berefek pada fungsi miokardial. Ketiga, substansi tertentu yang terkadang ditambahkan pada minuman beralkohol seperti timah atau kobalt juga bisa memberikan efek toksik terhadap miokardial.5

Untuk MDMA (3,4-methylenedioxy-methamphetamine) atau ekstasi hanya ditemukan pada satu sampel. Efek akut positif dari MDMA terdiri atas euforia, empati intens untuk orang lain, dan relaksasi ekstrim dapat terjadi bersamaan dengan efek negatif dari MDMA itu sendiri seperti takikardia, hipertensi, penekanan jantung secara tidak langsung berhubungan dengan penekanan nafsu makan, haus, dan tidur. Pada kenyataannya, MDMA dan turunan amfetamin lainnya memproduksi efek akut pada fisiologi kardiovaskular yang menyebabkan kardiotoksik dan meningkatkan kerentanan kematian yang berhubungan dengan jantung, selain memproduksi defisit neurokognitif dan neurobehavioral6. Pada orang yang berusia lebih tua, efek negatif tersebut kurang bisa dikompensasi dengan baik oleh tubuh, sehingga MDMA dapat memicu timbulnya kematian mendadak. Sedangkan untuk peran kafein sendiri terdapat pada satu sampel saja, selain ditemukan kafein sebagai faktor pencetus, ditemukan juga adanya etanol. Menurut Bertoia (2013) penggunaan alkohol dan kafein secara bersamaan dapat menimbulkan sudden cardiac death oleh karena efeknya terhadap kolestrol, tekanan darah, denyut jantung, serta inflamasi dalam tubuh.5

Penyebab kematian mendadak tertinggi yaitu Penyakit Jantung Iskemik dengan jumlah 6 sampel (37,5%). Pada posisi kedua dengan 5 sampel Infark Miokard Akut (31.3%). Pada posisi ketiga hingga ketujuh terdiri atas masing-masing satu sampel kematian mendadak yang disebabkan oleh gagal jantung (6,3%), stroke (6,3%), infark miokard dan penyakit lain (6,3%), suspek tumor serebelum (6,3%), dan sirosis hepatis yang disertai dengan gangguan otak (6,3%). Data ini sesuai dengan data yang tercantum di Amerika Serikat menunjukkan bahwa 12% dari keseluruhan kematian alami yang terjadi di negara tersebut merupakan kejadian yang mendadak dan sekitar 88% persen dari kasus tersebut disebabkan oleh penyakit jantung7. Penyakit jantung iskemik juga merupakan penyakit yang paling sering menyebabkan kematian mendadak di negara barat1.

Dua kasus dari enam sampel yang terjadi akibat penyakit jantung iskemik tidak murni hanya karena penyakit. Dalam pemeriksaan toksikologi ditemukan adanya peran metanol dan etanol dalam kadar yang tidak mematikan, serta peran kafein dan etanol pada satu sampel lainnya. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, metanol, etanol dan kafein dapat memicu timbulnya kematian mendadak, meskipun tiga zat tersebut bukan menjadi etiologi utama dalam proses perjalanan kematian mendadak itu. Penyebab kematian mendadak pada sampel

lainnya adalah gagal jantung. Dalam kasus ini gagal jantung terjadi dicetuskan pula dengan adanya kadar MDMA di dalam tubuh yang menimbulkan gangguan fisiologis jantung sehingga menyebabkan kematian mendadak. Pada kasus yang meninggal mendadak karena stroke, menurut Soros (2012), kejadian stroke akut dapat menganggu pusat kontrol otonom, yang menyebabkan cedera miokardia, abnormalitas elektrokardiografi, aritmia jantung, dan akhirnya terjadi kematian mendadak. Bukti eksperimental dan klinis menunjukkan bahwa ketidakseimbangan otonom lebih sering terjadi setelah munculnya infark yang melibatkan korteks insular, wilayah penting untuk mengontrol fungsi otonom simpatis dan parasimpatis. Namun mekanisme pasti yang menyebabkan kematian mendadak masih sepenuhnya belum dimengerti oleh para ahli.8

Dari tabel 3 ditemukan kejadian infark miokard juga disertai adanya abses hepar karena fungi. Etiologi abses hepar ini paling sering disebabkan oleh karena Candida albicans, dan terjadi pada individu dengan paparan lama terhadap antibiotik, keganasan hematologi, riwayat transplantasi organ solid, dan imunodefisiensi. Pada kasus ini tidak dicantumkan riwayat sampel sebelumnya sehingga tidak bisa diketahui etiologi dasar terjadinya abses hepar karena fungi ini dan bagaimana mekanismenya hal tersebut bisa terjadi bersama dengan infark miokard hingga menyebabkan kematian mendadak.2

Suspek tumor serebelum ditemukan sebagai salah satu penyebab yang dimasukkan ke dalam sampel kematian mendadak namun dalam kategori undertermined death. Pada tumor otak terjadi proses yang cukup lama, dapat menimbukan gejala sejak awal dan bukan terjadi secara mendadak. Yang menyebabkan kejadian ini terlihat mendadak mungkin saja tumor tersebut tidak menimbulkan gejala sebelumnya ataupun memang oleh karena sampel meninggal di tempat dimana tidak diketahui bahwa sebelumnya sampel memang mengidap tumor otak.2

Untuk sampel terakhir diketahui bahwa jenazah meninggal oleh karena sirosis hepatis yang disertai gangguan terhadap otak yaitu ensefalopati hepatik. Pertumbuhan ensefalopati hepatik merupakan efek dari substansi neurotoksik yang terjadi pada sirosis dan hipertensi portal. Ensefalopati hepatik muncul karena pada sirosis hepatis tidak terjadi metabolisme amonia sebagaimana mestinya sehingga kadar amonia di darah akan meningkat. Pada sirosis hepatis juga terjadi pengurangan masa otot yang cukup besar hingga menambah jumlah amonia yang ada di tubuh melalui proses aktivitas sintesis glutamin. Amonia akan mempengaruhi fungsi otak dengan menembus sawar darah otak dan secara langsung mengganggu fungsi saraf pusat. Hiperamonia di otak dapat mengurangi kadar ATP di otak. Metabolisme amonia menjadi glutamin di otak dapat meningkatkan osmolaritas sel-sel astrosit.

Peningkatan hidrasi sel-sel astrosit tanpa adanya peningkatan tekanan intrakranial dianggap sebagai faktor utama timbulnya komplikasi ensefalopati hepatik pada sirosis9.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian serta pembahasan yang telah dipaparkan dapat disimpulkan bahwa usia, jenis kelamin, kewarganegaraan, faktor pencetus, serta penyebab kematian mendadak memiliki kesamaan hasil dengan beberapa penelitian yang telah ada, walaupun dapat ditemukan beberapa perbedaan data. Hal ini dapat dipengaruhi oleh minimnya jumlah sampel, waktu, serta tempat penelitian.

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    Saukko P, Knight B. 2004. Knight’s Forensic Pathology. Edisi Revisi Ketiga. Great Britain : Hodder Arnold.

  • 2.    Yandi, Fahriza, Riana, Elly. 2009. Roman’s Forensic. Banjarmasin :   Bagian Ilmu

Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat.

  • 3.    Gray HH, Dawkins KD, Morgan JM, Simpson IA. 2005. Lecture Notes : Kardiologi. Edisi Revisi Keempat. Jakarta : Erlangga Medical Series.

  • 4.    Heart Foundation Australia. 2013. Sudden

Cardiac Death. [Online] Available on: https://www.heartfoundation.org.au/your-heart/sudden-cardiac-death. [Accessed : 13 Nov 2014]

  • 5.    Kraut JA, Kurtz I. Toxic alkohol ingestion: clinical features, diagnosis, and management. Clin J Am Soc Nephrol 2008; 3:208-225.

Doi:10.2215/CJN.03220807.

  • 6.    Perrine SA, Michaels MS, Ghoddoussi F, Hyde ME, Tancer ME, Galloway MP. (2009). ‘Cardiac effects of MDMA on the metabolic profile determined with 1H-magnetic resonance spectroscopy in the rat’ NMR Biomed. May; 22(4): 419–425. doi: 10.1002/nbm.1352

  • 7.    Fuster V, O’Rourke RA, Waish RA. 2008. Hurst’s : The Heart. Edisi Revisi Keduabelas. USA : Mc.Graw-Hill Medical.

  • 8.    Mitsias PD, Ramadan NM, Levine SR, Schultz L,Welch KMA. 2006. ‘Factors determining headache at onset of acute ischemic stroke’ Cephalalgia. February; 26( 2), p. 150–157.

  • 9.    Wolf DC, Lee JG, Talavera F. 2013. Hepatic Encephalopathy. [Online] Available on : http://emedicine.medscape.com/article/186101-overview [Accessed : 13 Nov 2014]

5

http://ojs.unud.ac.id/index.php/eum