FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KETERLAMBATAN PENGOBATAN PADA PENDERITA KANKER PAYUDARA DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT (RSUP) SANGLAH DENPASAR
on
ISSN: 2303-1395
E-JURNAL MEDIKA, VOL. 5 NO.12, DESEMBER, 2016
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KETERLAMBATAN PENGOBATAN PADA PENDERITA KANKER PAYUDARA DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT (RSUP) SANGLAH DENPASAR
Ni Putu Prema Rossalia1, Ida Bagus Tjakra Wibawa M.2
1Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 2Divisi Bedah Onkologi, Onkologi Medik, Bagian Ilmu Bedah Umum
FK Universitas Udayana/RSUP Sanglah Denpasar [email protected]
ABSTRAK
Keterlambatan pengobatan ke rumah sakit oleh seorang penderita kanker payudara berkontribusi terhadap rendahnya angka harapan hidup bagi penderita penyakit tersebut. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan keterlambatan pengobatan pada wanita penderita kanker payudara. Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif longitudinal dengan melakukan wawancara berbasis kuisioner selama 6 bulan dari bulan Maret-September 2015, terhadap pasien kanker payudara stadium lanjut (IIB, IIIA, IIIB, IIIC, IV) di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar. Diantara 77 pasien yang menjadi responden 31,2% pada tingkat pendidikan SMA/sederajat. Yang berasal dari luar Bali sejumlah 26% dan 24,7% berasal dari Denpasar. Sekitar 29,9% responden menunda dalam rentang waktu >6-12 bulan. Tujuh puluh empat persen tidak mengetahui tentang SADARI, dan yang menginterpretasikan gejala sebagai sesuatu yang tidak serius sejumlah 64,9%. Yang menyatakan takut operasi dan kemoterapi sejumlah 50,6%. Jaminan kesehatan dimiliki oleh 63,6% responden. Sementara 70,1% mengaku pernah mencoba pengobatan alternatif. Dari penelitian ini dapat disimpulkan keterlambatan pengobatan pada pasien kanker payudara berhubungan dengan beberapa faktor. Diperlukan adanya penyuluhan yang efektif pada masyarakat mengenai gejala, prognosis, terapi, dan screening kanker payudara untuk meminimalisir keterlambatan pengobatan.
Kata Kunci: kanker payudara, keterlambatan pengobatan, faktor menunda
ABSTRACT
Delay of treatment to the hospital by a breast cancer patient contributes to the mortality and low life expectancy for people with the disease. The purpose of this study is to determine the factors related to delayed treatment in women with breast cancer. This study used longitudinal descriptive study by conducting a questionnaire-base interviews during six months from March to September 2015 to patient with advance breast cancer (IIB, IIIA, IIIB, IIIC, IV) which conduct in Sanglah General Hospital Denpasar. Among 77 patients who observed had mean age of 47.39±10.2 years. With 31.2% are at the high school level/equivalent, 26% came from outside Bali and 24.7% come from Denpasar. Approximately 29.9% of respondents delay of treatment in a span of >6-12 months. Seventy-four percent did not know about breast self examination, and respondents who interpret symptom as something not serious is about 64.9%. While 50.6% respondents expressed fear of surgery and chemotherapy. Health insurance is owned by 63.6% and 70.1 % said they had tried alternative treatment. This study concludes that the delayed treatment in breast cancer patients is related to several factors. There needs to be an effective outreach to the community about the symptom, prognosis, therapy, and breast cancer screening to minimize delays in treatment.
Keywords: breast cancer, treatment delay, delay factor
PENDAHULUAN
Berdasarkan data GLOBOCAN (2012) insiden kanker di dunia terus berkembang dari 12,7 juta kasus di tahun 2008 menjadi 14,1 juta kasus baru di tahun 2012. Angka kematian akibat kankerpun bertambah, dari 7,6 juta kematian di
tahun 2008 menjadi 8,2 juta kasus kematian tahun 2012.1 Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 menyebutkan prevalensi kanker di Indonesia sebesar 1,4 per 1000 penduduk. Kanker merupakan penyebab kematian nomor 7 di Indonesia dengan presentasi 5,7% dari seluruh penyebab kematian.2
Salah satu jenis kanker yang insidennya terus berkembang adalah kanker payudara. Setelah kanker paru (13 %), di dunia sendiri kanker payudara menduduki peringkat kedua kanker yang paling banyak diderita sekitar 11,9 % dari seluruh kasus kanker. Kasus kanker payudara yang baru terdiagnosis sekitar 1,7 juta di tahun 2012 mununjukkan peningkatan tajam dibanding tahun-tahun sebelumnya. Kanker payudara juga merupakan penyebab kematian utama kasus kanker pada perempuan yaitu 522.000 kematian di tahun 2012. 1
Insiden kanker payudara memang berkembang di beberapa tempat di seluruh dunia. Namun terdapat suatu kesenjangan antara negara maju dan negara berkembang. Incidence rate lebih tinggi terjadi pada negara maju, namun mortality rate lebih banyak terjadi di negara berkembang. Hal ini mungkin dikarenakan kurangnya pengetahuan akan diagnosis dini terhadap kanker dan juga fasilitas kesehatan serta akses ke pelayanan kesehatan yang kurang memadai.1
Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) pada tahun 2007 menyebutkan sekitar 70% dari kasus kanker yang ada di Indonesia, terdiagnosis pada stadium lanjut. Kenyataan tersebut sangat disayangkan karena kebanyakan kasus kanker yang datang pada stadium lanjut, tergolong yang tidak bisa dioperasi (stadium III dan IV) dan hal tersebut meningkatkan angka morbiditas serta mortalitas penderita kanker payudara.2
Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Sanglah Denpasar adalah rumah sakit rujukan untuk wilayah Bali, dan Nusa Tenggara sehingga banyak penderita kanker payudara yang berobat ke rumah sakit ini. Menurut penelitian yang dilakukan Hartaningsih dan Sudarsa, pasien dengan stadium lanjut (IIIB, IIIC, dan IV) menempati presentase sebesar 68,8 % dari keseluruhan kasus kanker payudara pada tahun 2002-2012 di RSUP Sanglah.3 Berdasarkan fakta yang telah disebutkan sebelumnya, maka diperlukan penelitian untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan keterlambatan pengobatan pada penderita kanker payudara di RSUP Sanglah Denpasar. Manfaat dari penelitian ini sebagai informasi bagi dinas kesehatan sehingga mampu membuat kebijakan dan tindakan untuk mengurangi angka keterlambatan pengobatan bagi penderita kanker payudara, sebagai informasi bagi RSUP Sanglah Denpasar untuk meningkatkan pelayanan kesehatan, dan sebagai informasi bagi pihak-pihak terkait serta pembaca bahwa pentingnya melakukan deteksi awal kanker payudara.
METODE
Jenis penelitian ini adalah deskriptif longitudinal yang dilaksanakan di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Sanglah Kota Denpasar dari
bulan Maret 2015 sampai September 2015. Sampel dipilih dengan cara consecutive sampling dimana semua subjek secara berurutan dan memenuhi kriteria pemilihan dimasukkan dalam penelitian sampai jumlah sampel yang diperlukan terpenuhi. Total terdapat 77 pasien yang menjadi responden dalam penelitian ini. Setelah semua data terkumpul, data dimasukkan dan diolah dalam Statistical Package for Social Sciences (SPSS) versi 21.
HASIL
Berdasarkan sosio-demografinya, rerata umur 77 responden yang diteliti adalah 47,39 tahun (SD±10,2). Yang memiliki tingkat pendidikan SMA sejumlah 31,2%. Tiga puluh sembilan persen bekerja sebagai wiraswasta, dan pendapatan rerata responden adalah Rp2.000.000,-. Banyak responden yang berasal dari Denpasar, Badung dan luar Bali. Untuk Hasil yang lebih lengkap nengenai sosiodemografi bisa dilihat pada tabel 1 berikut.
Tabel 1. Sosio-demografi Pasien Kanker Payudara di RSUP Sanglah
Sosio-demografi Pasien |
Frekuensi (%) N = 77 |
Mean (SD) |
Umur |
47,39 (±10,2) | |
21-30 |
3 (3,9) | |
31-40 |
16 (20,8) | |
41-50 |
30 (39,0) | |
51-60 |
20 (26,0) | |
61-70 |
7 (9,1) | |
71-80 |
1 (1,3) | |
Tingkat pendidikan | ||
Tidak sekolah |
7 (9,1) | |
SD |
18 (23,4) | |
SMP |
12 (15,6) | |
SMA/sederajat |
24 (31,2) | |
Diploma |
5 (6,5) | |
Sarjana |
11 (14,3) | |
Pekerjaan | ||
Wiraswasta |
30 (39,0) | |
Pegawai swasta |
15 (19,5) | |
Ibu rumah |
15 (19,5) | |
tangga | ||
Petani |
7 (9,1) | |
Guru |
7 (9,1) | |
PNS |
3 (3,9) | |
Pendapatan |
Rp 2.200.000 | |
<Rp 500.000 |
17 (22,1) | |
Rp 500.000 – |
20 (26,0) | |
Rp 1.000.000 | ||
>Rp 1.000.000 |
16 (20,8) | |
– Rp 2.500.000 | ||
>Rp 2.500.000 |
17 (22,1) | |
– Rp 4.000.000 | ||
>Rp 4.000.000 |
7 (9,1) |
Tabel 1. Sosio-demografi Pasien Kanker Payudara di RSUP Sanglah (lanjutan)
Sosio-demografi Pasien |
Frekuensi (%) N = 77 |
Mean (SD) |
Asal daerah | ||
Denpasar |
19 (24,7) | |
Badung |
12 (15,6) | |
Tabanan |
9 (11,7) | |
Jembrana |
6 (7,8) | |
Karangasem |
5 (6,5) | |
Gianyar |
3 (3,9) | |
Singaraja |
3 (3,9) | |
Bangli |
0 (0) | |
Klungkung |
0 (0) | |
Luar Bali |
20 (26,0) |
Saat pertama kali responden datang ke RSUP Sanglah Denpasar, 44,2% terdiagnosis pada tahun 2014 dimana paling banyak terdiagnosis pada stadium III. Median waktu menunda responden adalah 12 bulan. Saat pertama kali datang ke RSUP Sanglah Denpasar paling banyak mengeluh tentang banjolan pada payudaranya. Untuk lebih lengkapnya mengenai gambaran umum kanker payudara responden bisa dilihat pada tabel 2
Tabel 2. Gambaran Umum Kanker Payudara Pasien
Saat Pertama Kali Datang ke RSUP Sanglah
Gambaran Umum Penyakit |
Frekuensi (%) N = 77 |
Median |
Tahun terdiagnosis | ||
≤ 2010 |
6 (7,8) | |
2011 |
4 (5,2) | |
2012 |
2 (2,6) | |
2013 |
10 (13,0) | |
2014 |
34 (44,2) | |
2015 |
21 (27,3) | |
Stadium | ||
IIB |
10 (13,0) | |
III |
60 (77,9) | |
IV |
7 (9,1) | |
Waktu menunda |
12bulan | |
≤ 1bulan |
5 (6,5) | |
> 1 bulan-6 bulan |
16 (20,8) | |
> 6 bulan-1 tahun |
23 (29,9) | |
> 1 tahun-2 tahun |
17 (22,1) | |
> 2 tahun |
16 (20,8) |
kemoterapi. Faktor yang berhubungan dengan keterlambatan pengobatan responden pada penelitian ini bisa dilihat pada tabel 3 dan tabel 4 berikut.
Tabel 3. Faktor yang Berhubungan dengan Keterlambatan Pengobatan
Pasien Kanker Payudara ke RSUP Sanglah
Dari 77 responden, sebagian besar tidak mengetahui tentang SADARI, dan lebih banyak yang menginterpretasikan keluhan payudara pertama kali sebagai sesuatu yang tidak serius. Sekitar 39% responden datang ke RSUP Sanglah karena nyeri yang dirasakan pada payudara. Lima puluh persen responden menyatakan tidak berani ke pelayanan kesehatan karena takut operasi dan
Faktor Berhubungan dengan |
Frekuensi |
Keterlambatan |
(%) |
N = 77 |
Pengetahuan tentang SADARI
Tahu |
20 (26,0) |
Tidak tahu |
57 (74,0) |
Interpretasi penyakit yang tidak |
serius
Ya |
50 (64,9) |
Tidak |
27 (35,1) |
Keluhan utama yang membuat | |
datang | |
Benjolan |
29 (37,7) |
Nyeri tanpa ulkus |
30 (39,0) |
Ulkus |
13 (16,9) |
Retraksi puting payudara |
2 (2,6) |
Sesak, kondisi drop, sakit |
3 (3,9) |
kepala | |
Pengobatan yang dipilih pertama | |
Medis |
52 (67,5) |
Alternatif |
25 (32,5) |
Jaminan kesehatan | |
Ya |
49 (63,6) |
Tidak |
28 (36,4) |
Saran kerabat dekat terhadap | |
keluhan | |
Medis |
51 (66,2) |
Alternatif |
26 (33,8) |
Kesalahan diagnosis | |
Ya |
7 (9,1) |
Tidak |
70 (90,9) |
Pernah mencoba pengobatan | |
alternative | |
Ya |
54 (70,1) |
Tidak |
23 (29,9) |
Tabel 4. Faktor Psikologis yang Berhubungan dengan Keterlambatan Pengobatan Pasien Kanker Payudara ke RSUP Sanglah
Faktor Psikologis |
Frekuensi (%) N = 77 |
Takut terdiagnosis kanker | |
Ya |
22 (28,6) |
Tidak |
55 (71,4) |
Takut diperiksa dan disuntik | |
Ya |
10 (13,0) |
Tidak |
67 (87,0) |
Takut hubungan buruk dengan | |
suami | |
Ya |
3 (3,9) |
Tidak |
74 (96,1) |
Takut operasi dan kemoterapi | |
Ya |
39 (50,6) |
Tidak |
38 (49,4) |
Takut membebani keluarga | |
Ya |
13 (16,9) |
Tidak |
64 (83,1) |
Malu diperiksa | |
Ya |
3 (3,9) |
Tidak |
74 (96,1) |
Malu terhadap tanggapan sosial | |
Ya |
11 (14,3) |
Tidak |
66 (85,7) |
Terdapat beberapa alasan responden memilih pengobatan alternatif sebelum yang bersangkutan pergi ke RSUP Sanglah, pada tabel 5 bisa dilihat sebanyak 42% responden mengaku mencari alternatif untuk menghindari operasi dan kemoterapi. Jumlah yang terdapat pada tabel adalah jumlah kumulatif dari alasan tersebut bukan jumlah responden yang memilih pengobatan alternatif.
Tabel 5. Alasan yang Mendasari Keputusan Pasien Kanker Payudara di RSUP Sanglah Untuk Memilih Pengobatan Alternatif
Alasan |
Frekuensi (%) Nkumulatif = 76 |
Menghindari operasi atau kemoterapi |
32 (42,1) |
Ingin mencoba-coba dan dinilai lebih aman |
23 (30,3) |
Melihat iklan yang menjanjikan kesembuhan |
10 (13,2) |
Tidak ada biaya pengobatan medis |
5 (6,6) |
Ada kerabat yang bisa sembuh dengan pengobatan tersebut |
3 (4,0) |
Keluarga tidak mendukung pengobatan medis |
1 (1,3) |
Mengira penyakit lain |
1 (1,3) |
Ingin tahu penyakit yang diderita ada unsur gaib atau tidak |
1 (1,3) |
Dari 54 responden yang mencoba pengobatan alternative sekitar 35,2% mengaku mencoba 3 jenis pengobatan. Sebagian besar mengaku pernah mencoba pengobatan alternatif herbal. Untuk selengkapnya mengenai karakteristik pengobatan alternatif yang pernah dicoba responden bisa dilihat pada tabel 6 berikut.
Tabel 6. Karakteristik Pengobatan Alternatif Pasien Kanker Payudara
Sebelum Datang ke RSUP Sanglah
Frekuensi
Karakteristik Pengobatan Alternatif |
(%) N = 54 |
Jumlah alternatif yang pernah dicoba | |
(jenis) | |
1 |
12 (22,2) |
2 |
8 (14,8) |
3 |
19 (35,2) |
4 |
8 (14,8) |
5 |
5 (9,3) |
6 |
1 (1,9) |
8 |
1 (1,9) |
Jenis-jenis alternatif | |
Herbal | |
Ya |
46 (85,2) |
Tidak |
8 (14,8) |
Dukun | |
Ya |
31 (57,4) |
Tidak |
23 (42,6) |
Suplemen | |
Ya |
23 (42,6) |
Tidak |
31 (57,4) |
Pijat | |
Ya |
8 (14,8) |
Tidak |
46 (85,2) |
Akupuntur | |
Ya |
6 (11,1) |
Tidak |
48 (88,9) |
Lainnya | |
Ya |
14 (25,9) |
Tidak |
40 (74,1) |
PEMBAHASAN
Karakteristik Responden
Berdasarkan sosial demografi mayoritas responden berada pada rentang umur 41-50 tahun dengan rerata umur 47,39 tahun (SD ±10,2). Hal senada diungkapkan dalam penelitian Norsa’adah dkk dari 328 penderita kanker payudara di lima rumah sakit di Malaysia memiliki umur rerata 47,9 (SD ±9,4).4 Pakseresht dkk menyebutkan rerata umur dari 172 responden yang diteliti di India adalah 46,99 tahun (SD ±12,6).5
Tingkat pendidikan penderita kanker payudara pada penelitian ini sebagian besar adalah SMA/sederajat, hal serupa juga diungkapkan dalam
penelitian Norsa’adah dkk.4 Menurut Pakseresht dkk tingkat pendidikan berpengaruh secara signifikan terhadap kewaspadaan akan kanker payudara, patuh terhadap saran petugas kesehatan, dan konsultasi pertama yang dilakukan.5
Mayoritas responden bekerja sebagai wiraswasta. Hal ini berbeda dengan penelitian di Malaysia dan India dimana sebagian besar responden adalah ibu rumah tangga.4,5
Responden yang berasal dari Denpasar dan Badung terhitung cukup tinggi dibanding kabupaten lainnya di Bali. Hal ini mungkin dipengaruhi oleh jarak tempuh pasien ke RSUP Sanglah Denpasar yang lebih dekat dibanding kabupaten lainnya. Sesuai dengan yang diungkapkan dalam sebuah literature review oleh Khakbazan dkk dimana inaccessibility menuju pelayanan medis berpengaruh terhadap keterlambatan mencari pengobatan.6 Sama seperti yang diungkapkan suatu penelitian di India bahwa 52% pasien berasal dari urban area yang mungkin disebabkan karena lokasi rumah sakit tersebut juga di urban area.5
Banyak responden pada penelitian ini tergolong stadium III hal ini berbeda dengan penelitian di India dimana 61% responden yang diteliti terdiagnosis stadium IV.5 Median waktu menunda dalam penelitian ini adalah 12 bulan. Kebanyakan responden menunda pengobatan pada rentang 6 bulan – 1 tahun dengan 24,7% mengaku menunda 1 tahun untuk pergi ke RSUP Sanglah Denpasar. Tidak terlalu berbeda dengan penelitian di Malaysia dimana 29,3% menunda lebih dari 1 tahun dan 27,1% menunda dalam rentang > 3–6 bulan.4 Hal ini sangat berbeda dengan penelitian di Selandia Baru dimana 40% responden mengaku hanya menunda dalam waktu 40 hari.7 Hal tersebut mengasumsikan berbedanya tingkat kewaspadaan terhadap kanker payudara pada negara maju dan negara berkembang, seperti Indonesia, Malaysia, dan India memiliki tingkat kewaspadaan yang lebih rendah dibanding negara maju seperti Selandia Baru.
Faktor Pengetahuan dan Presentasi Klinis
Sebagian besar responden dalam penelitian ini tidak mengetahui tentang SADARI dan dianggap pengetahuan tentang gejala dari kanker tersebut sangat minim. Sama seperti penelitian yang dilakukan di salah satu rumah sakit di Medan oleh Tiolena, dimana semua responden yang diteliti menyatakan tidak mengetahui tentang SADARI sebelum terdiagnosis kanker payudara dan pengetahuan responden tentang kanker payudara pada penelitian tersebut dinilai kurang.8 Semantara menurut Meechan dkk, 62% dari wanita yang diteliti di Selandia Baru melakukan breast-self-examination secara rutin.7
Penelitian ini menemukan pengetahuan seseorang tentang SADARI berbanding lurus dengan tingkat pendidikannya. Dimana semakin tinggi tingkat pendidikan, maka jumlah responden yang mengetahui pemeriksaan ini juga semakin banyak. Namun dalam penelitian ini tidak ditanyakan mengenai berapa orang yang turut mempraktekkan pemeriksaan tersebut secara rutin. Dari pasien yang mengetahui tentang SADARI 65% diantaranya menginterpretasi gejalanya sebagai sesuatu yang tidak serius. Hal ini memunculkan asumsi bahwa pengetahuan mengenai gejala kanker payudara yang didapat dari pemeriksaan SADARI belum memadai pada responden yang mengetahui pemeriksaan tersebut.
Pada penelitian ini juga menemukan tingginya keluhan nyeri mendorong seseorang untuk melakukan pengobatan segera ke RSUP Sanglah Denpasar dibandingkan benjolan saja tanpa disertai nyeri. Norsa’adah dkk dalam penelitiannya di Malaysia menyebutkan adanya hubungan antara presentasi klinis dengan keterlambatan, dimana wanita dengan presentasi ulkus secara signifikan mengalami keterlambatan.4 Namun berbeda dengan penelitian dari negara yang lebih maju yaitu Selandia Baru dimana Meechan dkk menyebutkan adanya hubungan antara presentasi klinis berupa benjolan payudara dengan pemendekan waktu keterlambatan.7
Faktor Psikologis Responden
Dari segi psikologis 28,6% menyatakan takut terdiagnosis kanker. Berdasarkan wawancara ditemukan adanya kecurigaan responden terhadap penyakit kanker payudara, namun karena rasa takutnya untuk menerima kenyataan kalau dirinya menderita kanker maka responden tidak pergi ke pelayanan kesehatan untuk diagnosis dan cenderung mengabaikan keluhan itu selama tidak mengganggu aktifitas sehari-hari. Sementara 50,6% responden menyatakan menunda pengobatan kanker payudara karena takut akan operasi atau kemoterapi. Dari hasil wawancara terdapat asumsi bahwa adanya pengaruh persepsi negatif di masyarakat mengenai kanker payudara dan terapinya terhadap keputusan pasien pergi ke pelayanan kesehatan konvensional, sama seperti penelitian yang dilakukan di Malaysia.4
Efek samping kemoterapi yang banyak diungkapkan responden pada penelitian ini adalah rontoknya rambut (alopecia) bisa membuat yang bersangkutan malu untuk bersosialisasi serta membatasi ruang geraknya. Ketakutan bahwa efek yang ditimbulkan oleh terapi konvensional lebih buruk daripada kanker payudara itu sendiri membuat responden mengurungkan niat pergi ke pelayanan kesehatan konvensional.
Serupa dengan yang diungkapkan oleh Khakbazan dkk tahun 2014 bahwa wanita di Asia
memiliki pengetahuan yang terbatas dan lebih kepada pandangan buruk tentang kanker payudara. Persepsi publik yang salah mengenai kanker menjadi salah satu alasan menunda bagi wanita China, Malaysia, Iran, dan Taiwan.6
Kebanyakan responden memilih pengobatan medis pertama kali dibanding pengobatan alternatif untuk menindaklanjuti keluhan yang dialami. Namun dari 52 orang yang memilih pengobatan medis tersebut, 57,7% diantaranya mengaku pernah mencoba pengobatan alternatif sebelum pergi ke RSUP Sanglah Denpasar. Banyak responden tidak melanjutkan diagnosis maupun pengobatan untuk keluhan yang diderita di pengobatan medis karena berbagai alasan, bahkan tidak sedikit pasien yang sudah terdiagnosis kanker payudara pada stadium awal (I dan IIA) akhirnya lari ke pengobatan alternatif untuk mencari kesembuhan dan pada akhirnya kembali lagi datang ke RSUP Sanglah Denpasar dengan stadium kanker yang sudah tinggi.
Bila dihubungkan dengan teori berduka dari Kubler, mungkin saja pasien masih dalam tahap penolakan terhadap diagnosis kanker, tahap kemarahan, dan berlanjut pada tahap tawar menawar dimana pasien mencari usaha pengobatan lain yang menurutnya bisa memperbesar kesempatan untuk hidup. Sangat disayangkan keputusan pasien tersebut, karena kemungkinan kesembuhan kanker yang berada pada stadium awal sangat besar apabila dilakukan terapi yang tepat. Hal ini mungkin dikarenakan pengetahuan pasien yang minim mengenai dampak keterlambatan penanganan penyakit kanker payudara, komunikasi dan informasi yang kurang dari petugas kesehatan, atau pendapat kerabat dekat seperti keluarga dan teman yang menyatakan kalau terapi kanker berupa operasi dan kemoterapi memiliki efek samping yang lebih buruk dibanding kanker itu sendiri.
Faktor Ekonomi dan Jaminan Kesehatan
Pada penelitian ini pasien yang merasa keberatan terhadap pengobatan medis dikarenakan tidak memiliki jaminan kesehatan. Ada beberapa responden yang menyatakan bahwa alasan menunda karena tidak ada biaya pengobatan kanker payudara yang dinilai sangat mahal. Dari beberapa responden yang diwawancara tidak mengetahui sebelumnya bahwa pengobatan kanker payudara sudah dicover melalui jaminan kesehatan JKN-BPJS. Jaminan Kesehatan Nasional - BPJS baru dimulai pada 1 Januari 2014 dan pada penelitian ini pula ditemukan adanya peningkatan jumlah pasien kanker payudara yang datang terdiagnosis pada tahun 2014 ke RSUP Sanglah Denpasar.
Khakbazan dkk menyebutkan desakan finansial berpengaruh terhadap keterlambatan pasien kanker payudara untuk mencari
pengobatan.6 Dalam sebuah literature review oleh Saldana dan Cestaneda, hubungan antara status sosioekonomi dan keterlambatan belum bisa dibuktikan secara pasti.9
Faktor Pengobatan Alternatif
Tujuh puluh persen dari responden mengaku pernah mencoba pengobatan alternatif sebelum pergi ke RSUP Sanglah Denpasar dan 46% diantaranya mencoba pengobatan herbal tradisional. Hasil tersebut senada dengan penelitian yang diadakan oleh Vidal dkk dimana dari 107 wanita Portugis yang menderita kanker payudara terdapat 47,7% pernah mencoba pengobatan alternatif, dimana yang paling sering digunakan adalah natural products (herbal).10 Sebuah metaanalisis dari 18 negara oleh Horneber mengasumsikan adanya peningkatan penggunaan complementary and alternative medicine (CAM) dari 25% di tahun 1970an dan 1980an menjadi 32% pada tahun 1990an dan menjadi 49% pada tahun 2000 ke atas. Sementara pemakaian CAM tertinggi di Amerika Serikat dan yang paling rendah adalah di Italia dan Belanda.11
Pada penelitian ini ditemukan 71,4% dari responden yang tidak sekolah, 77,8% dari responden pada tingkat pendidikan SD, 41,7% dari responden yang SMP, 83,3% dari responden pada tingkat pendidikan SMA/sederajat, 60% dari responden dengan tingkat pendidikan diploma, dan 63,6% dari responden pada tingkat sarjana yang mengaku pernah mencoba pengobatan alternatif. Angka tersebut mengasumsikan bahwa tingkat pendidikan mungkin tidak ada pengaruhnya terhadap sikap memilih alternatif, karena didapatkan angka yang tinggi pada setiap jenjang pendidikan dan tidak berbanding lurus terhadap tingkat pendidikan. Namun hal ini berbeda dengan penelitian yang dilaksanakan oleh Rahayu di Mentawai dimana pada penelitian tersebut terdapat hubungan yang bermakna antara pendidikan dan pemilihan pengobatan responden.12
Jika dibandingkan dengan Malaysia alasan responden memilih alternatif tidaklah jauh berbeda, seperti yang disebutkan Norsa’adah dkk bahwa kebanyakan pasien memilih alternatif adalah untuk menghindari operasi atau ketika mereka menerima pengobatan konvensional tetapi tidak menyembuhkan penyakitnya, bahkan beberapa pasien beranggapan pengobatan tradisional lebih efektif dibanding pengobatan konvensional.4 Namun berbeda dengan penelitian oleh Vidal menyatakan alasan utama responden memilih pengobatan alternatif adalah untuk meningkatkan kualitas hidup dan untuk menangani kondisi kesehatan jangka panjang.10
Pada penelitian ini juga menemukan adanya pembentukan persepsi publik melalui iklan-iklan produk herbal di media massa bahwa produk herbal
menjanjikan kesembuhan dan relatif lebih aman tanpa efek samping. Lanin dkk dalam Khakbazan dkk menyebutkan banyak pasien yang berasal dari Afrika-Amerika yang terdiagnosis kanker payudara stadium lanjut lebih memilih pengobatan herbal sebelumnya karena ketakutan akan operasi payudara dan kehilangan dukungan partner.6
SIMPULAN
Penelitian ini menemukan pengetahuan seseorang tentang SADARI berbanding lurus dengan tingkat pendidikannya, namun pengetahuan mengenai gejala kanker payudara yang didapat dari pemeriksaan SADARI belum memadai pada responden yang mengetahui pemeriksaan tersebut dan adanya persepsi masyarakat yang salah mengenai nyeri dengan adanya penyakit di dalam tubuh berkontribusi terhadap keterlambatan pengobatan kanker payudara. Terdapat asumsi bahwa adanya pengaruh persepsi negatif di masyarakat mengenai kanker payudara dan terapinya terhadap psikologis responden dan keputusan untuk menunda pengobatan kanker payudara.
Sekitar 36,4% responden belum memiliki jaminan kesehatan sebelum terdiagnosis kanker payudara dan berkontribusi terhadap penundaan pengobatan ke RSUP Sanglah Denpasar. Banyaknya responden yang memilih terapi alternatif karena takut akan kemoterapi dan operasi serta adanya pembentukan persepsi publik melalui iklan-iklan produk herbal di media massa bahwa produk herbal menjanjikan kesembuhan dan relatif lebih aman tanpa efek samping.
DAFTAR PUSTAKA
-
1. Ferlay J, Soerjomataram I, Ervik M, Dikshit R, Eser S, dkk. GLOBOCAN 2012 v1.0, Cancer incidence and mortality worldwide: IARC Cancer Base No. 11 [Internet]. Lyon, France: International Agency for Research on Cancer.
2013 Diunduh dari : http://globocan.iarc.fr, Diakses pada: 12 November 2014
-
2. Rahajeng, Ekowati. Pers Rilis Hari Kanker Sedunia Tahun 2014 Tema : "Hilangkan Mitos Tentang Kanker". 2014 [online] Diunduh dari : http://pppl.depkes.go.id/berita?id=1295, Diakses pada 12 November 2014
-
3. Hartaningsih, N. & Sudarsa, I. Kanker Payudara Pada Wanita Usia Muda di Bagian Bedah Onkologi Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar Tahun 2002-2012. E-Jurnal Medika Udayana. 2013
-
4. Norsa’adah, B., Rampal, K.G., Rahmah, M. A., Naing, N., Biswal, M. Diagnosis Delay of Breast cancer and Its Associated Factors in Malaysian Women. BMC Cancer 2011; 11:(141)
-
5. Pakseresht, S., Ingle, G. K., Garg, S., Sarafraz, N. Stage at Diagnosis and Delay in Seeking Medical Care Among Women With Breast Cancer, Delhi, India. Iran red Crescent Med Journal. 2012; 16:(12)
-
6. Khakbazan, Z., Taghipour, A., Roudsari R. L. Help Seeking Behavior od Women with SelfDiscovered Breast Cancer Symptoms: A MetaEthnographic Synthesis of Patient. Plos One. 2014
-
7. Meechan, G., Collin, J., Petrie, K. J. The relationship of symptoms and psychological factors to delay in seeking medical care for breast symptoms. Academic Press. 2013
-
8. Tiolena, H.R. “Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Keterlambatan Pengobatan pada Wanita Penderita Kanker Payudara RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2008” (). Universitas Sumatera Utara. 2009
-
9. Saldana, K. U., Castaneda, C. I. Delay of medical care for symptomatic breast cancer: A literature review. Salud Publica de Mexico. 2008
-
10. Vidal, M., Carvalho, C., Bispo, R. Use of Complementary and Alternative Medicine in a sample of Women With Breast Cancer. Sage Open. 2013
-
11. Honeber, M., Bueschel, G., Dennert, G., Less, D., dkk. How Many Cancer Patients Use Complementary and Alernative Medicine: A Systemic Review and Metaanalysis. Sage journals. 2011
-
12. Rahayu, D. A. “Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Pemilihan Pengobatan Tradisional di Wilayah Kerja Puskesmas Muara Siberut, Kecamatan Siberut Selatan Kabupaten Kepulauan Mentawai Tahun 2012” (). Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Andalas. 2012
Discussion and feedback