GAMBARAN KETUBAN PECAH DINI PADA KEHAMILAN ATERM DI RSUP SANGLAH TAHUN 2013
on
ISSN: 2303-1395
E-JURNAL MEDIKA, VOL. 5 NO.10, OKTOBER, 2016
GAMBARAN KETUBAN PECAH DINI PADA KEHAMILAN ATERM DI RSUP SANGLAH TAHUN 2013
Angga Wiadnya1, I Gede Ngurah Harry Wijaya Surya2
1 Program Studi Pendidikan Dokter, 2 Bagian/SMF Obstetri dan Ginekologi RSUP Sanglah Fakultas Kedokteran Universitas Udayana [email protected]
ABSTRAK
Latar belakang: Ketuban pecah dini masih merupakan masalah kesehatan di Indonesia dengan angka kejadian dan angka kematiannya yang tinggi. Dimana kejadian ketuban pecah dini (KPD) ini mempunyai hubungan erat dengan sejumlah faktor ekstrinsik, di antaranya adalah insidensi lebih tinggi pada mereka yang memiliki aktivitas yang tinggi saat hamil. Selain itu banyak referensi yang mengatakan bahwa dari angka kejadian KPD yang dilaporkan bahwa lebih banyak terjadi pada kehamilan yang cukup bulan dari pada yang kurang bulan. Berdasarkan latar belakang tersebut maka perlu dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui gambaran ketuban pecah dini pada kehamilan aterm di RSUP Sanglah Denpasar tahun 2013. Metode: Rancangan deskriptif retrospektif dengan sampel penelitian adalah semua data rekam medis pasien ketuban pecah dini pada kehamilan aterm di RSUP Sanglah Denpasar tahun 2013. Sampel dipilih dengan cara purposive sampling yang memenuhi kriteria inklusi, dan data disajikan dalam bentuk tabel. Hasil: Dari hasil penelitian didapatkan 160 pasien ketuban pecah dini pada kehamilan aterm dimana diketahui bahwa usia pasien yang paling banyak mengalami kejadian ketuban pecah dini pada kehamilan aterm adalah pada usia 20 – 35 tahun sebanyak 131 orang (81.9%). Sebanyak 116 orang (72,5%) pasien ketuban pecah dini pada kehamilan aterm adalah berpendidikan sedang yaitu hanya sekitar lulusan SMP ataupun SMA. Untuk pekerjaan ibu rumah tangga memiliki jumlah yang lebih tinggi yaitu 95 orang (59.4%). Selain itu pasien tanpa riwayat ketuban pecah dini memiliki jumlah yang tinggi yaitu 142 orang (88.2%). Untuk gravida, yang paling dominan pada pasien ketuban pecah dini pada kehamilan aterm adalah Gravida 2 yaitu sebanyak 57 orang (35.6%). Simpulan: Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, ditemukan jumlah kejadian ketuban pecah dini pada kehamilan aterm yang tinggi pada pasien dengan usia produktif yaitu usia 20 – 35 tahun. Selain itu juga banyak ditemukan pasien dengan ketuban pecah dini pada kehamilan aterm dengan faktor risiko pendidikan sedang (SMP – SMA) beserta pekerjaan sebagai ibu rumah tangga. Tidak ditemukannya kejadian ketuban pecah dini dalam kehamilan aterm dengan faktor risiko riwayat ketuban pecah dini sebelumnya dan gravida tinggi.
Kata Kunci: Ketuban pecah dini, aterm, usia, pendidikan, pekerjaan, riwayat KPD, jumlah kehamilan (gravida).
ABSTRACT
Background: Premature rupture of membranes is still a health problem in Indonesia with the incidence and high mortality rate. Where the incidence of premature rupture of membranes (PROM) has a close relationship with a number of extrinsic factors, among which is a higher incidence in those with high activity during pregnancy. In addition, many references which say that the incidence of PROM reported that more common in term pregnancy than preterm. Based on this background it is necessary to research which aims to reveal the premature rupture of membranes at term pregnancy at Sanglah Hospital in 2013. Methods: A retrospective descriptive design with a sample are all patient medical records premature rupture of membranes at term pregnancy at Sanglah Hospital 2013. The sample was selected by purposive sampling that met the inclusion criteria, and the data is presented in tabular form. Results: From the results of 160 patients with premature rupture of membranes at term pregnancy where it is known that the age of most patients experiencing events premature rupture of membranes at term pregnancy is at the age of 20-35 years as many as 131 people (81.9%). A total of 116 people (72.5%) patients with premature rupture of membranes at term pregnancy is being educated at only about junior high or high school graduates. For housewife has a higher number is 95 persons (59.4%). In addition, patients without a history of premature rupture of membranes have a high number is 142 people (88.2%). For gravida, the most dominant in patients with premature rupture of membranes at term pregnancy is Gravida 2 as many as 57 people (35.6%). Conclusion: Based on the research that has been
done, found the number of events in the premature rupture of membranes at term pregnancy were higher in patients with age is the age of 20-35 years. In addition it is also found patients with premature rupture of membranes at term pregnancy with risk factors are education (SMP - SMA) and work as a housewife. Not finding events in the premature rupture of membranes at term pregnancy with a history of risk factors for premature rupture of membranes before and high gravida.
Keywords: premature rupture of membranes, aterm, age, education, occupation, history of the premature rupture of membrane, number of pregnancies (gravida).
PENDAHULUAN
Persalinan merupakan suatu peristiwa fisiologis yang dialami oleh seseorang wanita, namun tidak menutup kemungkinan keadaan fisiologis berubah menjadi patologis. Akhir-akhir ini berbagai permasalahan dalam kehamilan yang membahayakan seorang ibu hamil saat ini sangat banyak terjadi salah satu hal yang bisa terjadi adalah ketuban pecah dini sehingga meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas ibu dan bayi.
Ketuban pecah dini masih merupakan masalah kesehatan diIndonesia dengan angka kejadian dan angka kematiannya yang tinggi. Menurut penelitian yang dilakukan Damarati dan Pujiningsih pada tahun 2012, kejadian ketuban pecah dini mendekati 10% dari semua persalinan. Pada umur kehamilan kurang dari 34 minggu sekitar 4 %. Kejadian ketuban pecah dini di indonesia sebanyak 35,70% - 55,30% dari 17.665 kelahiran.1
Laporan tahunan dinas kesehatan provinsi Bali tahun 2011 menunjukan adanya peningkatan kejadian kematian ibu di Bali menjadi 55 orang, 9 orang diantaranya di kota Denpasar yang disebabkan oleh perdarahan sebanyak 2 orang , hipertensi dalam kehamilan 2 orang , infeksi 1 orang , oleh faktor lainya sebanyak 4 orang. Salah satu faktor predisposisi terjadinya infeksi adalah ketuban pecah dini (KPD).2
Dalam keadaan normal, selaput ketuban pecah dalam proses persalinan. Ketuban pecah dini adalah keadaan pecahnya selaput ketuban sebelum proses persalinan. Bila ketuban pecah dini terjadi sebelum usia kehamilan 37 minggu disebut ketuban pecah dini pada kehamilan prematur. Dalam keadaan normal 8 – 10% perempuan hamil aterm akan mengalami ketuban pecah dini. Atau ketuban pecah dini dapat juga didefinisikan pecahnya ketuban secara spontan pada saat belum inpartu, bila diikuti satu jam kemudian tidak timbul tanda-tanda awal persalinan.3, 4
Kejadian ketuban pecah dini (KPD) ini mempunyai hubungan erat dengan sejumlah faktor ekstrinsik, di antaranya adalah insidensi lebih tinggi pada mereka yang memiliki aktivitas yang tinggi saat hamil. Selain itu banyak referensi yang mengatakan bahwa dari angka kejadian KPD yang dilaporkan bahwa lebih banyak terjadi pada kehamilan yang cukup bulan dari pada yang kurang bulan, yaitu sekitar 95 %, sedangkan pada kehamilan tidak cukup bulan atau KPD pada kehamilan preterm terjadi sekitar 34 % dari semua kelahiran prematur.
Pola pekerjaan ibu hamil berpengaruh terhadap kebutuhan energi. Kerja fisik pada saat hamil yang terlalu berat dan dengan lama kerja melebihi tiga jam perhari dapat berakibat kelelahan. Kelelahan dalam bekerja menyebabkan lemahnya korion amnion sehingga timbul ketuban pecah dini. Pekerjaan merupakan suatu yang penting dalam kehidupan, namun pada masa kehamilan pekerjaan yang berat dan dapat membahayakan kehamilannya hendaklah dihindari untuk menjaga keselamatan ibu maupun janin. Berdasarkan Tahir dkk (2012) menyatakan bahwa ibu yang bekerja dan lama kerja ≥40 jam/minggu dapat meningkatkan risiko sebesar 1,7 kali mengalami KPD dibandingkan dengan ibu yang tidak bekerja. maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui gambaran ketuban pecah dini pada kehamilan aterm di RSUP Sanglah Denpasar tahun 2013 dan diharapkan nantinya bisa menjadi dasar dari penelitian selanjutnya.5 .
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan jenis penelitian yang bersifat deskriptif retrospektif. Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar selama kurun waktu 6 bulan sampai dengan 1 tahun. Sebanyak 160 sampel diperoleh dari data sekunder rekam medis pasien ibu hamil aterm dengan ketuban pecah dini yang didapat dari register RSUP Sanglah Denpasar pada tahun 2013. Teknik pengambilan sampel adalah dengan purposive sampling berdasarkan pada pertimbangan subjektif dan praktis, dalam hal ini adalah data rekam medis pasien yang lengkap. Data yang telah diperoleh diolah secara manual kemudian disajikan secara deskriptif.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dari hasil penelitian didapatkan 160 pasien ketuban pecah dini pada kehamilan aterm dengan berbagai gambaran usia, pendidikan, pekerjaan, riwayat ketuban pecah dini, dan jumlah kehamilan (gravida). Hal ini terlihat dari hasil penelitian yang tedapat pada tabel 1 yang menunjukkan gambaran ketuban pecah dini pada kehamilan aterm di RSUP Sanglah Denpasar tahun 2013.
Tabel 1. Gambaran Ketuban Pecah Dini pada Kehamilan Aterm di RSUP Sanglah Denpasar Tahun 2013
Karakteristik Frekuensi Persentase (%)
Usia | ||
<20 tahun |
9 |
5.6 |
20-35 tahun |
131 |
81.9 |
>35 tahun |
20 |
12.5 |
Pendidikan | ||
Rendah |
37 |
23.1 |
Sedang |
116 |
72.5 |
Tinggi |
7 |
4.4 |
Pekerjaan | ||
IRT |
95 |
59.4 |
Swasta |
65 |
40.6 |
Riwayat KPD | ||
Ada |
18 |
11.2 |
Tidak Ada |
142 |
88.2 |
Gravida | ||
G1 |
50 |
31.2 |
G2 |
57 |
35.6 |
G3 |
32 |
20.0 |
G4 |
16 |
10.0 |
G5 |
5 |
3.1 |
Berdasarkan tabel 1 diketahui bahwa usia pasien yang paling banyak mengalami kejadian ketuban pecah dini pada kehamilan aterm dengan jumlah 131 (81.9%) adalah usia 20 – 35 tahun. Berdasarkan pada tingkat pendidikannya, sebanyak 116 (72,5%) pasien ketuban pecah dini pada kehamilan aterm adalah berpendidikan sedang yaitu, lulusan SMP ataupun SMA. Pada kategori pekerjaan, pekerjaan ibu rumah tangga memiliki jumlah paling tinggi yaitu, 95 (59.4%). Dilihat dari ada atau tidaknya riwayat ketuban pecah dini, pasien tanpa riwayat ketuban pecah dini lebih dominan dibanding pasien dengan riwayat ketuban pecah dini dengan jumlah 142 (88.2%). Berdasarkan gravida pada pasien ketuban pecah dini pada kehamilan aterm, dominan merupakan pasien dengan Gravida 2 (35.6%) dan (31.2%) pasien dengan Gravida 1.
Pasien ketuban pecah dini pada kehamilan aterm yang tercatat di RSUP Sanglah denpasar selama tahun 2013 sejumlah 160 orang. Pada penelitian ini didapatkan pasien ketuban pecah dini pada kehamilan aterm terbanyak didapatkan pada usia 20-35 tahun setelah itu diikuti dengan usia >35 tahun dan terakhir <20 tahun. Hal ini diperkirakan karena usia produktif dari wanita dan kesadaran masyarakat yang mulai meningkat terhadap bahaya hamil di usia muda dan usia tua.2
Pada kelompok pendidikan ditemukan kejadian ketuban pecah dini pada kehamilan aterm terbanyak pada kelompok pendidikan sedang (SMP-SMA) yaitu 116 orang dan diikuti oleh kelompok pendidikan rendah (Tidak sekolah-SD) sejumlah 37 orang. Hal ini mungkin dikarenakan kurangnya pengetahuan pasien tentang komplikasi dari persalinan yang salah satunya adalah ketuban pecah dini.7
Pada kelompok yang dibagi berdasarkan pekerjaan pasien ketuban pecah dini pada kehamilan aterm, didapatkan pekerjaan ibu rumah tangga merupakan pekerjaan yang paling dominan. Hal ini
sesuai dengan teori Tahir (2012) yang menyatakan bahwa kerja fisik pada saat hamil yang terlalu berat dan dengan lama kerja melebihi tiga jam perhari dapat berakibat kelelahan. Kelelahan dalam bekerja menyebabkan lemahnya korion amnion sehingga timbul ketuban pecah dini.5
Pada kelompok riwayat ketuban pecah dini ditemukan bahwa pasien tanpa riwayat ketuban pecah dini lebih banyak daripada pasien dengan ada riwayat ketuban pecah dini sebelumnya. Hal ini berbeda dengan teori Cunningham (2006) yang menyatakan bahwa riwayat KPD sebelumnya berisiko 2-4 kali mengalami KPD kembali.6
Untuk kelompok gravida, 57 orang pasien dengan gravida 2 adalah jumlah yang paling tinggi pasien ketuban pecah dini pada kehamilan aterm. Selanjutnya diikuti oleh Pasien dengan gravida 1 dengan jumlah 50 pasien. Hal ini berbeda dengan teori dari Sumadi (2013) yang menyatakan bahwa gravida tinggi menyebabkan risiko ketuban pecah dini menjadi lebih tinggi. Hal ini diperkirakan karena adanya kebijakan pemerintah yaitu, program KB yang membatasi jumlah anak dalam satu keluarga.7
SIMPULAN
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, ditemukan jumlah kejadian ketuban pecah dini pada kehamilan aterm yang tinggi pada pasien dengan usia produktif yaitu usia 20 – 35 tahun. Selain itu juga banyak ditemukan pasien dengan ketuban pecah dini pada kehamilan aterm dengan faktor risiko pendidikan sedang (SMP – SMA) beserta pekerjaan sebagai ibu rumah tangga. Tidak ditemukannya kejadian ketuban pecah dini dalam kehamilan aterm dengan faktor risiko riwayat ketuban pecah dini sebelumnya dan gravida tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
-
1. Damarati & Pujiningsih. Analisis Tentang Paritas Dengan Kejadian Ketuban Pecah Dini Pada Ibu Bersalin Di RSUD Sidoarjo. Jurnal Kebidanan.[online] 1(1), 36 – 41. 2012. Tersedia di :
http://digilib.unipasby.ac.id/download.php?id= 168 [diunduh : 25 Januari 2014]
-
2. Dinas Kesehatan Provinsi Bali. Pencapaian Kegiatan KIA (LB 3KIA) Tahun 2010. Bali : Dinas Kesehatan Provinsi Bali. 2011.
-
3. Soewarto, Soetomo. Ketuban Pecah Dini. In : Saifuddin , Abdul bari; Trijatmo Rachimhadhi; Gulardi H Winkjosastro; Editor. Ilmu Kebidanan. 4th ed. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. P. 677 – 681. 2008.
-
4. Anonim. Ketuban Pecah Dini. In: Karkata, K;
Suwiyoga; Wardhiana;Pemaron. Prosedur Tetap Bagian/SMF Obstetri dan Ginekologi FK Unud/RS Sanglah Denpasar. Bagian/SMF Obstetri dan Ginekologi FK Unud/RS Sanglah. Denpasar. p:8-10. 2004.
-
5. Tahir. Faktor Determinan Ketuban Pecah Dini Di RSUD Syekh Yusuf Kabupaten Gowa. Makassar : Akademi Kebidanan
Muhammadiyah Makassar. P. 1 – 15. 2012.
-
6. Cunningham. Pertumbuhan dan Perkembangan Janin. Obstetri Williams. Terjemahan Hartono, Andry; Y. Joko Suyono; Brahm U. Pendit. 21th edition, vol. 1. Jakarta : Penerbit buku kedokteran EGC. P. 144 – 143. 2006.
-
7. Sumadi. Faktor Risiko Yang Berhubungan Dengan Kejadian Ketuban Pecah Dini. Jurnal Ilmiah Kebidanan. [online] 1(1), 33-38. 2013. Tersedia di http://poltekkes-
denpasar.ac.id/files/JIB/JURNAL%20KEBID ANAN%20VOLUME%201%20NOMOR%20 1.pdf#page=35 [diunduh : 12 November 2014]
4
Discussion and feedback