ISSN: 2303-1395

E-JURNAL MEDIKA, VOL. 5 NO.6, JUNI, 2016

HUBUNGAN STATUS NUTRISI DENGAN DERAJAT PROTEINURIA PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 DENGAN KOMPLIKASI NEFROPATI DIABETIK DI RSUP SANGLAH

I Gusti Ayu Mardewi1, Ketut Suastika2

1Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 2Divisi Endokrin dan Metabolik SMF Ilmu Penyakit Dalam

Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah Denpasar

ABSTRAK

Tahun 2013 di Indonesia sebanyak 2,1% populasi mengalami diabetes melitus. Nefropati diabetik merupakan salah satu komplikasi yang memiliki tingkat mortilitas dan morbiditas yang cukup tinggi. Pada diabetes melitus tipe 2 mikroalbuminuria bersifat ireversibel, dan 20-40% pasien akan mengalami proteinuria. Selain sebagai marker untuk menilai kelainan ginjal, proteinuria juga dihubungkan dengan body mass index (BMI). Semakin meningkat BMI pasien yang diteliti, derajat keparahan proteinuria semakin meningkat. Penelitian ini bertujuan untuk menilai status nutrisi dan hubungannya dengan derajat proteinuria pada pasien diabetes melitus tipe 2 dengan komplikasi nefropati diabetik. Metode penelitian ini menggunakan rancangan penelitian analitik dengan pendekatan cross sectional. Sampel dipilih dengan menggunakan teknik consecutive sampling. Dari 48 sampel yang memenuhi kriteria inklusi, berdasarkan subjective global assessment (SGA) 31 orang berstatus nutrisi baik (A), 11 orang suspek malnutrisi, 6 orang malnutrisi. Berdasarkan BMI 3 orang underweight, 30 orang normal, 13 orang overweight, dan 2 orang obese I. Distribusi derajat proteinuria yaitu 2 orang negatif, 10 orang +1, 12 orang +2, 13 orang +3 dan 11 orang +4. Hasil analisis dengan uji chi-square didapatkan hubungan yang tidak signifikan antara status nutrisi berdasarkan BMI dengan derajat proteinuria (p=1,00). Hubungan status nutrisi berdasarkan SGA dengan derajat proteinuria juga didapatkan hasil analisis yang tidak signifikan (p=0,46). Hasil yang tidak signifikan disebabkan oleh beberapa faktor yaitu jumlah sampel, faktor yang mempengaruhi proteinuria, dan komplikasi yang diderita pasien.

Kata Kunci: Nefropati diabetik, status nutrisi, derajat proteinuria.

CORELATION BETWEEN NUTRITIONAL STATUS AND DEGREES OF PROTEINURIA IN DIABETIC TYPE 2 PATIENT WITH DIABETIC NEPRHOPATHY COMPLICATION IN RSUP SANGLAH

ABSTRACT

There were 2,1% of Indonesian population with diabetic in 2013. Diabetic nephropathy is the most severe complication with high mortality and morbidity. In diabetic type 2 patient, microalbuminuria was irreversible and 20-40% of the patients will have proteinuria. Proteinuria related to body mass index (BMI). Higher the BMI the more severe the degree of proteinuria in patient with type 2 diabetic. The study conducted to evaluate the nutritional status of the patients and its relation with degree of proteinuria in type 2 diabetic patient with diabetic nephropathy complication. The study was analytic cross sectional study. Subjects were selected using consecutive sampling. Forty-eight samples were match inclusion criteria, according to subjective global assessment (SGA) 31 of them listed as good nutrition (A), 11 of them suspect malnutrition (B), and 6 of them malnutrition. According to BMI, 3 patients underweight, 30 patients normal, 13 patients overweight, and 2 patients obese I. The distribution of proteinuria degrees were 2 patients negative, 10 patients +1, 12 patients +2, 13 patients +3 and 11 patients +4. The result from chi-square analysis was found, there were no significant association between nutritional statuses according BMI with proteinuria degrees (p=1.00). Also there were no significant association between nutritional status according SGA with proteinuria (p=0.46). The result was caused by some factors such as samples number, factors that affecting proteinuria, and patient’s complication.

Keywords: Diabetic nephropathy, nutritional status, proteinuria degrees

PENDAHULUAN

Di Indonesia pada tahun 2013 sebanyak 2,1% populasi mengalami diabetes melitus.1 Diantara komplikasi yang terjadi, nefropati diabetik merupakan salah satu komplikasi yang memiliki tingkat mortilitas dan morbiditas yang cukup tinggi, di mana sekitar sepertiga dari penderita diabetes mellitus tipe 2 (DMT2) akan menderita chronic kidney disease (CKD). Dan untuk pasien yang menjalani dialisis, 45% diantaranya menderita diabetes sebagai penyebab dari gagal ginjal yang diderita.2

Pada diabetes melitus tipe 2 mikroalbuminuria bersifat ireversibel, dan sebanyak 20-40% pasien akan mengalami proteinuria. Pasien yang mengalami proteinuria, 10-50% berkembang menjadi CKD yang memerlukan dialisis atau transplantasi.3 Malnutrisi lebih tinggi terjadi pada pasien dialisis dengan diabetes dari pada tanpa diabetes. Malnutrisi biasanya masih sulit untuk dinilai, karena pasien diabetes yang menderita CKD banyak yang masih kelebihan berat badan.4

Subjective global assessment (SGA) merupakan alat yang digunakan untuk menilai status nutrisi dan juga untuk memprediksikan prognosis dari kondisi klinis yang berhubungan dengan status nutrisi.5 Status nutrisi biasanya paling sering dilihat dari body mass index (BMI) karena metodenya sangat mudah. Pada penelitian yang dilakukan oleh Hernan dkk, terdapat hubungan antara BMI dengan proteinuria. Disebutkan semakin meningktanya BMI pasien yang diteliti, derajat keparahan proteinuria semakin meningkat. 6

Penelitian ini bertujuan untuk menilai status nutrisi dan apakah ada hubungannya dengan derajat proteinuria pada pasien diabetes melitus tipe 2 dengan komplikasi nefropati diabetik di RSUP Sanglah. Data yang didapat berguna untuk mengetahui gambaran status nutrisi dan untuk meningkatkan efektifitas terapi nutrisi yang

diberikan pada penderita yang dirawat di RSUP Sanglah.

METODE

Penelitian ini menggunakan rancangan analitik dengan pendekatan cross sectional yang dilakukan antara bulan Februari sampai November 2014. Sampel dipilih dengan menggunakan teknik consecutive sampling. Pasien diabetes melitus tipe 2 dengan komplikasi nefropati diabetik yang dirawat inap dan rawat jalan di RSUP Sanglah yang bersedia, dimasukan menjadi sampel. Jumlah sampel sebanyak 48 orang. Pengumpulan data dilakukan dengan melihat rekam medis pasien dan menggunakan kuisioner SGA yang dijadikan dalam bentuk formulir yang meliputi:

  • 1.    Data dasar penderita (umur, jenis kelamin, tekanan darah, pendidikan, riawayat keluarga).

  • 2.    Data untuk BMI (berat badan, tinggi badan).

  • 3.    Status nutrisi berdasarkan kuisioner SGA (nutrisi baik (A), suspek malnutrisi (B), malnutrisi (C)).

  • 4.    Komplikasi diabetes mellitus

  • 5.    Derajat proteinuria yang dilihat dari rekam medis pasien.

Data diperoleh dengan melakukan wawancara kuisioner SGA, pengukuran berat badan dan tinggi badan diukur secara langsung kepada pasien. Diagnosis nefropati diabetik pada pasien diabetes melitus tipe 2 berdasarkan kriteria KDOQI 2007, dan diagnosis sampel dilihat dari rekam medis pasien yang sudah didiagnosis nefropati diabetik. Derajat proteinuria juga dilihat dari rekam medis pasien.

Data dianalisis secara deskriptif dan analitik. Analisis data deskriptif digunakan untuk mengetahui data dasar sampel penelitian, proporsi status nutrisi sampel dan derajat proteinuria. Untuk mengetahui hubungan status nutrisi dengan derajat proteinuria dilakukan analisis data analitik chi-sqaure. Untuk menilai apakah ada hubungan antara

status nutrisi dengan derajat proteinuria, dilihat p value pada hasil chi-sqaure. Jika p<0,05 maka status nutrisi berhubungan signifikan dengan derajat proteinuria atau dianggap bermakna.

HASIL

Sebagian besar sempel adalah laki-laki (52,1%) (Tabel 2), dengan umur rerata 58,35±9,6 tahun (Tabel 1). Lebih dari sebagian sempel (62,5%) tanpa riwayat keluarga menderita DM yang dapat dilihat pada Tabel 5.

Dari Tabel 3 didapatkan tekanan darah sampel bervariasi dari normal (33%), prehipertensi (31,2%), hipertensi stage I (27,1%), dan hipertensi stage II (8,3%). Dan pada Tabel 4 dapat dilihat tingkat pendidikan sampel sebagian adalah SD.

Pada Tabel 6, status nutrisi sampel berdasarkan SGA adalah sebanyak 64,6% adalah nutrisi baik (A), 22,9% suspek malnutrisi (B), dan malnutrisi (C) sebanyak 12,5%. Berdasarkan BMI sebanyak 62,5% memiliki BMI normal, 6,2% underweight, 27,1% overweight, 4,2% obese I dan tidak ada sampel yang mengalami obese II seperti data pada Tabel 7.Dari Tabel 8 didapatkan data derajat proteinuria pada sampel bervariasi yaitu dari negatif (-) sampai +4. Sebanyak 4,2% sampel derajat proteinuria negatif, 20,8% sampel derajat proteinuria +1, 25,0% derajat proteinuria +2, sebesar 27,1% derajat proteinuria +3, dan sampel yang derajat proteinuria +4 sebanyak 22,9%.

Tabel 1. Data Dasar Sampel yang Diteliti

Mean±SD

Tabel 2. Jenis Kelamin

n

rr (%)

Kelamin

Laki (%)

Perempuan

(%)

48

48,0

52,1

47,9

n: jumlah data valid dari pasien yang dijadikan sampel; (rr) respon rate (%)

Tabel 3. Tekanan Darah

N

rr

(%)

Tekanan Darah

Normal

(%)

Pre-HT (%)

HT-1 (%)

HT-2

(%)

48

48,0

33,3

31,2

27,1

8,3

Kriteria Klasifikasi7

* Normal : Sistol <120, diastol <79

Pre-HT : Prehipertensi (sistol 120-139, diastol 80-89)

HT-1 : Hipertensi Stage 1 (sistol 140-159, diastol 90-99)

HT-2 : Hipertensi Stage 2 (sistol ≥160, diastol ≥100)

Tabel 4. Tingkat pendidikan sampel

N

rr (%)

Pendidikan

A (%)

B (%)

C (%)

D (%)

E (%)

F (%)

48

48,0

10,4

50,0

12,5

16,7

8,3

2,1

*A

: Tidak bersekolah/tidak tamat SD

B

: SD

C

: SMP

D

: SMA

E

: S1

F

: S2

Tabel 5. Riwayat Keluarga

N

rr (%)

Riwayat Keluarga

Ya (%)

Tidak (%)

48

48,0

37,5

62,5

Usia (th)

58,35±9,6

Berat badan (kg)

60,2±9,9

Tinggi badan (cm)

161±6,5

BMI (kg/m2)

23,2±3,8

Tekanan darah

sistolik 130,0±16,7

(mmHg)

Tekanan darah

diastolik 82,3±9,9

(mmHg)

Proteinuria

1,8±182,8

Tabel 6. Status Nutrisi Berdasarkan SGA

n

rr

(%)

SGA

A (%)

B (%)

C (%)

48

48,0

64,6

22,9

12,5

* A : Nutrisi baik

B : Suspek malnutrisi / malnutrisi sedang

C : Malnutrisi berat

3

Tabel 7. Status Nutrisi Berdasarkan BMI

N

rr

(%)

BMI

Underweight

(%)

Normal

(%)

Overweight

(%)

Obese I

(%)

Obese II

(%)

48

48,0

6,2

62,5

27,1

4,2

0

Kriteria klasifikasi8

Underweight : BMI <18,5 kg/m2 Normal : BMI 18,5-22,9 kg/m2 Overweight     : 23,0-24,9 kg/m2

Obese I : 25,0-29,9 kg/m2 Obese II : ≥30,0 kg/m2

Tabel 8. Derajat Proteinuria

N

rr

(%)

Derajat Proteinuria

0 (%)

+1

(%)

+2

(%)

+3

(%)

+4

(%)

48

48,0

4,2

20,8

25,0

27,1

22,9

Keterangan : 0 (negatif), +1 (25mg/dl), +2 (75 – 100 mg/dl), +3 (150mg/dl), +4 (500mg/dl).

Tabel 9. Hubungan BMI dengan Derajat Proteinuria

Derajat Proteinuria

p

BMI

Rendah

Tinggi

valu

n

%

N

%

e

Underweight + normal

12

50

12

50

1,00

Overweight + Obese I,II

12

50

12

50

Total

24

24

*Ringan : proteinuria negatif, +1, +2

Tinggi : proteinuria +3, +4

Dari tabel 9 didapatkan hasil uji analisis statistik chi-square untuk BMI dan derajat proteinuria menunjukkan nilai signifikansi 1,00 sehingga Ha ditolak artinya tidak ada hubungan antara status nutrisi berdasarkan BMI dengan derajat proteinuria pasien diabetes melitus tipe 2 dengan komplikasi nefropati diabetik.

Tabel 10. Hubungan SGA dengan Derajat Proteinuria

BMI

Derajat Proteinuria

p value

Rendah

Tinggi

n

%

N

%

A

15

62,5

16

66,7

0,76

B+C

9

37,5

8

33,3

Total

24

24

Hasil uji statistik Chi-Square pada tabel 10 menunjukkan nilai signifikansi 0,76 sehingga Ha ditolak artinya tidak ada hubungan antara status nutrisi berdasarkan SGA dengan derajat proteinuria pada pasien diabetes melitus tipe 2 dengan komplikasi nefropati diabetik di RSUP Sanglah.

PEMBAHASAN

Diabetes melitus merupakan penyakit kronik yang disebabkan oleh genetik atau karena difisiensi sekresi insulin oleh pankreas yang didapat (acquired). Hiperglikemia atau peningkatan kadar glukosa dalam darah merupakan efek dari diabetes melitus yang paling banyak dan yang paling sulit dikontrol, sehingga menyebabkan kerusakan serius pada sistem tubuh lainnya terutama pada saraf dan pembuluh darah.7 Nefropati diabetik merupakan salah satu komplikasi mikrovaskular diabetes melitus tipe 2. Faktor resiko terjadinya nefropati diabetik yaitu diabetes yang tidak terkontrol, peningkatan tekanan darah, usia, durasi diabetes, merokok, obesitas, riwayat keluarga dan kendali gula darah yang buruk.8

Data demografi sampel dari penelitian didapatkan 52,1% berjenis kelamin laki-laki. Ini sesuai dengan penelitian Sugiani dari 100 sampel yang diteliti didapatkan sampel lebih banyak laki-laki yang menderita diabetes. Tingkat pendidikan sampel yang terbanyak adalah sekolah dasar (50%). Hasil ini sedikit berbeda dengan penelitian Sugiani,

4

ini disebabkan karna jumlah sampel yang diteliti berbeda.9 Adanya riwayat keluarga atau genetik merupakan salah faktor resiko terjadinya nefropati diabetik. Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar sampel tidak memiliki riwayat keluarga. Hasil ini dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu pasien tidak mengetahui secara pasti riwayat penyakit keluarganya karna kurangnya catatan medis anggota keluarga.8

Perkembangan diabetes maupun komplikasinya sangat dipengaruhi oleh metabolisme dan faktor nutrisi. Pada pasien diabetes melitus memiliki basal metabolic rate (BMR) 7% lebih tinggi dari pada pasien selain diabetes melitus, terutama pada pasien diabetes melitus tipe 2 dengan komplikasi nefropati. Pada pasien yang mengalami gangguan ginjal, terjadi penurunan laju filtrasi glomerulus mengakibatkan penumpukan toksin uremikum yang menyebabkan perubahan pola makan akibat anoreksia yang terjadi. Metabolisme dan kebutuhan beberapa nutrisi juga berubah karena terjadi perubahan asupan, terutama pembatasan asupan protein yang bertujuan untuk mengurangi penumpukan uremium akibat metabolisme protein. Selain itu, pada pasien gangguan ginjal kronik juga terjadi perubahan metabolisme asam amino seperti arginin, serin, dan tirosin yang menyebabkan penderita beresiko mengalamai protein-energy malnutrition (PEM) atau malnutrisi.10

Berdasarkan SGA, 31 sampel memiliki status nutrisi baik (A), 11 orang suspek malnutrisi (B), dan 6 orang mengalami malnutrisi (C). Berdasarkan BMI 30 sampel memiliki BMI normal, overweight 12 orang, 3 orang underweight, dan 2 orang obese I. Hasil ini sedikit berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Hachinal pada 120 pasien diabetes mellitus dengan kompikasi dan tanpa komplikasi yang mendapatkan BMI normal terdapat pada 31 orang, underweight 1 orang, overweight 18 orang, 50 orang obese I, dan 20 orang

obese II. Perbedaan ini terjadi disebabkan karena jumlah sampel yang didapatkan selama penelitian jauh berbeda yaitu 48 orang dengan 120 orang, jadi distribusi status nutrisi yang didapatkan juga berbeda.11

Hubungan antara status nutrisi berdasarkan SGA dengan derajat proteinuria, berdasarkan uji statistik menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara status nutrisi berdasarkan SGA (p=0,76) maupun BMI (p=1) dengan derajat proteinuria. Hal ini tidak sesuai dengan penelitan yang dilakukan oleh Trimarchi dari 57 pasien yang menjalani hemodialisis kronik karena glomerulonefritis, diabetes, nefroangiosklerosis, obstruktif uropati, interstitial nefritis, dan penyakit ginjal polikistik. Pada penelitian yang dilakukan oleh Trimarchi (p<0,01) status nutrisi diukur dengan malnutrition inflammation score dan proteinuria diukur dengan teknik pengumpulan urin 24 jam pada saat jadwal hemodialisis pasien. Penelitian yang dilakukan oleh Toto tentang hubungan BMI dengan proteinuria pada pasien hipertensi nefrosklerosis menunjukkan hubungan yang signifikan antara BMI dengan protein-creatinine dan urine albumin-creatinin rasio. Pengukuran rasio protein-kreatinin dan albumin-kreatinin diukur dari urin yang ditampung selama 24 jam.6

Perbedaan hasil analisis pada penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Trimarchi dan Robert dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Penelitian yang dilakukan oleh Ramirez menyebutkan faktor yang mempengaruhi proteinuria yaitu tekanan darah, ras, durasi menderita diabetes, adanya riwayat keluarga menderita diabetes mellitus, komplikasi yang diderita oleh pasien seperti penyakit jantung. dan kelainan ginjal. Selain faktor yang disebutkan di atas, hasil yang tidak signifkan juga disebabkan karena pengukuran proteinuria dilakukan tidak bersamaan dengan penilaian status nutrisi di mana

5

proteinuria dilihat dari rekam medis pasien yang pemeriksaan laboratoriumnya dilakukan sebelum dilakukan penilaian status nutrisi, dan kadar proteinuria yang dilihat bukan rasio protein-kreatinin seperti pada penelitian yang dilakukan oleh Robert. Pada penelitian yang dilakukan Robert sebelum dianalisis sudah dilakukan kontrol terhadap usia, jenis kelamin, tekanan darah sistol, kadar serum glukosa, kadar uric acid dan kadar kreatinin. Hasil analisis yang berbeda juga disebabkan karena karakterisktik sampel yang diteliti pada juga berbeda.6

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian, berdasarkan SGA lebih dari setengah responden termasuk status nurisi baik (64,6%). Mayoritas responden tergolong BMI normal (62,5%) dan memliki drajat proteinuria +3 (27,1%). Dari uji statistik chi-square, tidak ada hubungan yang signifikan antara status nutrisi dengan derajat proteinuria pada pasien diabetes melitus dengan komplikasi nefropati diabetik.

Pada penelitian ini jumlah sampel yang digunakan sebanyak 48 sampel, diperlukan jumlah sampel yang lenih besar dan variasi dari sampel sehingga lebih representatif terhadap populasi. Pengukuran derajat proteinuria juga sebaiknya menggunakan rasio protein-creatinin. Perlu juga dilakukan analisis terhadap variabel-variabel perancu yang juga mempengaruhi status nutrisi dan derajat proteinuria sampel penelitian.

  • 3.    Coresh J, Astor BC, Greene T, Eknoyan G, Levey AS. Prevalence of Chronic Kidney Disease ond Decreased Kidney Function in The Adult US Population: Third National Health and Nutrition Examination Survey. Am J Kidney Disease 2003; 41:1–12.

  • 4.    Raffaitin C, Lasseur C, Chauveau P, Barthe N, dkk. Nutritional Status in Patient with Diabetes and Chronic Kidney Disease: a Prospective Study. American Society for Nutrition 2007; 85:96-100.

  • 5.    Steiber LA, Kalantar-Zadeh K, Secker D, McCarthy M, dkk. Subjective Global Assessment in Chronic Kidney Disease: A Review. Journal of Renal Nutrition 2004;191-200.

  • 6.    Trimarchi H, Muryan A, Rana MS, Paggi P, dkk. Proteinuria and Its Relation to Diverse Biomarkers and Body Mass Index in Chronic Hemodialysis. International Journal of Nephrology and Renovascular Disease 2013; 6:113-9.

  • 7.    WHO. Global Database on Body Mass Index. 2013 [diakses 28 November 2013]. Diunduh dari:

http://apps.who.int/bmi/index.jsp?introPage=in tro.html.

  • 8.    Viswanathan V, Tilak P, dan Kumpatla S. Risk Factor Associated with The Development of Overt Nephropathy in Type 2 Diabetes Patient: A 12 Years Observational Study. Indian J Med Res 2012; 136:46-53.

  • 9.    Sugiani P. S. Status Gizi dan Status Metabolik Pasien Diabetes Melitus Rawat Jalan RSUP Sanglah. Poltekes Denpasar 2011; 2:49-57.

  • 10.    Pura L. Hubungan Laju Filtrasi Glomerulus Dengan Status Nutrisi pada Penderita Penyakit Ginjal Kronik Predialisis. Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung 2009.

  • 11.    Hanchinal RH. Assessment of Nutritional Status of Diabetic and Development of Dietary Guidelines with Special References to Renal Complication. Department of Food Science and Nutrition Collage of Rural Home Science. Dharwad.2008.

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    Kemenkes RI. Riset Kesehatan Dasar. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI 2013.h.121-2.

  • 2.    U.S. Renal Data System (USRDS). Annual Data Report: Atlas of End-Stage Renal Disease in the United States. Bethesda, Md., National Institutes of Health, National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Diseases. 2006 [diakses 28 November 2013]. Diunduh dari: http://www.usrds.org.

http://ojs.unud.ac.id/index.php/eum