HUBUNGAN DISFUNGSI EREKSI PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 TERHADAP KUALITAS HIDUP DI POLIKLINIK PENYAKIT DALAM RSUP SANGLAH PROVINSI BALI
on
ISSN: 2303-1395
E-JURNAL MEDIKA, VOL. 5 NO.6, JUNI, 2016
HUBUNGAN DISFUNGSI EREKSI PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 TERHADAP KUALITAS HIDUP DI POLIKLINIK PENYAKIT DALAM RSUP SANGLAH PROVINSI BALI
Muhammad Aris Sugiharso1, Made Ratna Saraswati2
1Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 2Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUP Sanglah, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana [email protected]
ABSTRAK
Disfungsi ereksi merupakan salah satu komplikasi diabetes mellitus yang seringkali terabaikan. Padahal, disfungsi ereksi pada penderita DM merupakan penanda kondisi kontrol gula darah yang buruk dan juga merupakan penanda adanya gangguan mikrovaskuler. Adanya komplikasi semacam ini disertai manajemen terapi yang ketat menyebabkan tekanan psikologis pada pasien yang mempengaruhi kualitas hidupnya dalam bidang kesehatan. Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui prevalensi pria penderita diabetes mellitus yang mengalami disfungsi ereksi, keadaan kualitas hidup dan hubungannya terkait dengan disfungsi ereksi. Penelitian dibuat dengan desain studi potong lintang analitik dan deskriptif yang dilakukan di Poliklinik Diabetes RSUP Sanglah Bali dengan sebanyak 34 partisipan mengikuti penelitian ini. Kuisioner International Index of Erectile Function (IIEF) 15 diberikan untuk menilai gangguan disfungsi ereksi, Diabetes Distress Scale (DDS) terhadap tekanan psikologis pasien serta RAND Short Form (SF) 36 untuk menilai kualitas hidup pasien. Adapun ditemukan bahwa prevalensi terjadinya disfungsi ereksi sebesar 61.8%. berdasarkan uji Kruskal – Wallis, ditemukan adanya penurunan kualitas hidup pasien, khususnya pada domain fungsi fisik, keterbatasan terhadap kondisi fisik, tingkat kelelahan, fungsi sosial dan kondisi secara umum (p<0.05) sementara dengan kuisioner DDS pada semua domain ditemukan nilai p > 0.05 sehingga disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara disfungsi ereksi pada pasien DM dengan stres psikologis terkait dengan DM. Dilakukan uji korelasi Pearson dan ditemukan adanya korelasi sedang (0.4 – 0.6) antara disfungsi ereksi pada DM dengan domain fungsi fisik, kondisi emosional dan fungsi sosial. Sementara itu, ditemukan korelasi ringan (<0.4) pada tingkat kelelahan dan kondisi umum secara keseluruhan. Ditemukan pula korelasi bernilai – (negatif), artinya bahwa semakin tinggi nilai skor disfungsi pada pasien akan memberikan kualitas hidup yang semakin turun. Dapat disimpulkan dari penelitian ini ditemukan bahwa adanya hubungan antara terjadinya disfungsi ereksi pada pasien penderita DM terhadap kualitas hidupnya. Namun, tidak ditemukan adanya hubungan antara disfungsi ereksi terkait dengan stres psikologis terkait dengan DM.
Kata kunci : Disfungsi ereksi, diabetes mellitus, tekanan psikologis, kualitas hidup bidang kesehatan
ASSOCIATION BETWEEN ERECTILE DYSFUNCTION ON TYPE 2 DIABETES MELITUS PATIENT WITH QUALITY OF LIFE ON OUTPATIENT DEPARTMENT OF DIABETIC SANGLAH GENERAL HOSPITAL CENTER BALI
ABSTRACT
Erectile dysfunction was one of the complication of diabetes mellitus that often ignored. Besides, erectile dysfunction could be a sign of uncontrolled blood glucose and microvascular complication. This condition coexist with strict management of therapy will cause the psychological distress to the patient and will affect his health-related quality of life. This study purposed to determine the prevalence of diabetic man with erectile dysfunction, quality of life and its relation with the quality of life. This study used the cross – sectional descriptive and analytic design that held on Outpatient Department of Diabetic Sanglah General Hospital Center Bali with 34 participants enrolled in this research. The International Index of Erectile Function (IIEF) 15 quissionaire given to assess the erectile dysfunction, Diabetic Distress Scale (DDS) to assess the psychological pressure and RAND Short Form (SF) 36 to assess the quality of life of patient. From this study found that the prevalence of erectile dysfunction is 61.8%. From Kruskal – Wallis test found that the decrease of quality of life, particularly in physical functioning, role limitations due to physical health, energy / fatigue, social functioning and general health domain, meanwhile with DDS questionnaire found the value of
p>0.05 on all of the domain so that it concluded that there is no association between erectile dysfunction on diabetic patient with diabetic-related distress. From the Pearson correlation test found that the medium correlation (0.4 – 0.6) between erectile dysfunction on diabetic patient with physical functioning, emotional well-being and social functioning. Weak correlation (0.4) found on energy/fatigue and general health domain. The correlation was negative, which mean that higher the score of dysfunction on the patient will give the lower quality of life. It can be concluded that from this study found that there is a association between erectile dysfunction on diabetic patient and their quality of life. Meanwhile, there is no association between erectile dysfunction with the diabetic-related stress.
Keyword: Erectile dysfunction, diabetes mellitus, psychological distress, health-related quality of life
PENDAHULUAN
Diabetes Melitus merupakan salah satu penyakit yang marak berkembang di masyarakat, baik pada negeri yang sudah maju maupun yang tengah berkembang. Diperkirakan bahwa jumlah penderita diabetes mellitus pada tahun 2000 berjumlah 171 juta dan akan meningkat hingga 366 juta orang pada tahun 2030.1 Berdasarkan data yang dikemukakan pula ditemukan bahwa Indonesia menduduki peringkat 4 jumlah penduduk menderita DM terbesar di dunia dengan jumlah sekitar 8,4 juta penduduk dan diperkirakan akan terus meningkat menjadi 12,4 juta pada tahun 2025 dan 21,3 juta pada tahun 2030.1,2
Diabetes melitus atau yang sering disingkat dengan DM didefinisikan sebagai kelompok penyakit metabolik dimana terjadinya peningkatan kadar gula darah (hiperglikemia) dan menyebabkan peningkatan risiko kerusakan mikrovaskuler.3,4 Berdasarkan klasifikasi ADA tahun 2009, DM dapat diklasifikasikan menjadi DM Tipe 1 (destruksi sel beta yang menyebabkan defisiensi insulin absolute), DM Tipe 2 (dimulai dari resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif sampai gangguan sekresi insulin bersama resistensi insulin), DM Tipe Lain, dan Diabetes Gestasional (pada kehamilan).3Berkaitan dengan penyebabnya pun memiliki modalitas terapi yang berbeda – beda. Pada pasien dengan DM tipe 1 membutuhkan terapi insulin eksogen untuk bertahan hidup,
sementara DM tipe 2 membutuhkan insulin sebagai kontrol pada tingkat yang berat.4
Bahaya dari DM ini tidak hanya terbatas pada kadar gula darah yang tinggi melainkan pada komplikasi yang ditimbulkan. Komplikasi mikrovaskuler (retinopati, nefropati, neuropati) merupakan komplikasi yang dapat terjadi pada pasien dengan kontrol gula darah yang buruk.4 Komplikasi ini dapat bermanifestasi menjadi komplikasi yang lebih besar seperti gangguan kardiovaskuler, gangguan pembuluh darah perifer, dan disfungsi ereksi.5
Disfungsi ereksi merupakan salah satu komplikasi dari penyakit DM yang sering terjadi. Disfungsi ereksi terjadi pada hampir sepertiga wanita dan lebih dari setengah pria dengan DM.6 Berdasarkan data dari Massachusetts Male Aging Study (MMAS), ditemukan bahwa prevalensi disfungsi ereksi pada penderita DM ditemukan sebesar 52%.7 Berdasarkan dari beberapa studi ditemukan bahwa angka prevalensi bervariasi dari 20 – 90%.8 Disfungsi ereksi dapat terjadi 10 – 15 tahun lebih awal dibandingkan dengan pria tanpa DM.9
Disfungsi ereksi pada penderita DM merupakan komplikasi yang terabaikan. Hal ini terjadi karena adanya faktor psikosial yang juga berperan pada fungsi seksual.6 Selain itu, adanya konsep bahwa disfungsi ereksi merupakan akibat dari proses penuaan juga menyebabkan hal ini
2
sering diabaikan oleh dokter.6 Ditambah lagi, pengaruh sosial dan budaya yang berkembang di masyarakat menyebabkan seksualitas menjadi suatu hal yang tabu untuk diperbincangkan.7 Padahal, disfungsi ereksi pada penderita DM merupakan penanda kondisi kontrol gula darah yang buruk.6 Selain itu, disfungsi ereksi juga merupakan penanda adanya gangguan mikrovaskuler yang dapat bermanifestasi menjadi komplikasi kardiovaskuler yang berat seperti aterosklerosis dan penyakit jantung koroner.6,7,8,9,10 Adanya komplikasi disfungsi ereksi pada DM ini menyebabkan diperlukannya kontrol terhadap gula darah serta faktor – faktor lain seperti tekanan darah dengan ketat. Di sisi lain, disfungsi ereksi ini menyebabkan penurunan kualitas hidup di bidang kesehatan secara keseluruhan.11,12 Hal ini tentunya mempengaruhi kemauan pasien untuk menjalani terapi dan menjalani kehidupannya sehari – hari dan akan memperburuk kondisi kesehatannya.13,14 Melihat dari berbagai permasalahan diatas, dapat disimpulkan bahwa penurunan kualitas hidup dapat terjadi pada pasien DM dengan komplikasi disfungsi ereksi. Namun, jarang sekali hal ini diperhatikan baik oleh pasien maupun dokter. Untuk itu perlu untuk dilakukan studi terkait dengan hubungan disfungsi ereksi pada pasien DM dengan kualitas hidupnya sebagai cerminan bagi dokter dan pasien untuk memperhatikan berbagai aspek dalam merancang terapi.
METODE
Penelitian ini dilakukan di Poliklinik Diabetes RSUP Sanglah dan dilakukan pada bulan November – Desember 2013.Penelitian ini menggunakan rancangan studi potong lintang analitik dimana pengukuran terhadap faktor risiko dan efek dilakukan satu kali dalam satu waktu. Studi analitik dilakukan untuk mencari hubungan
antara disfungsi ereksi pada penderita DM terhadap kualitas hidupnya.
Jenis data yang digunakan pada penelitian ini adalah jenis data primer, dimana data ini diperoleh dari penyebaran kuisioner pada pasien yang mengalami DM yang berkunjung ke Poliklinik Diabetes RSUP Sanglah.
Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien yang berkunjung di RSUP Sanglah. Sampel dalam penelitian ini adalah semua pasien DM yang berkunjung ke poliklinik diabetes RSUP Sanglah. Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan metode non – probability consecutive sampling, dimana semua subjek penelitian yang datang secara berurutan dan memenuhi kriteria inklusi dimasukkan dalam penelitian sampai jumlah subjek yang dibutuhkan memenuhi.
Sampel yang diambil adalah sampel yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi yang mengunjungi Poliklinik Diabetes RSUP Sanglah. Sampel –sampel yang memenuhi kriteria kemudian diberikan kuisioner terkait dengan disfungsi ereksi dan pengaruhnya terhadap kualitas hidup dari responden. Data penderita, seperti umur, lama menderita DM, dan lain – lainnya, juga diambil. Penelitian diawali dengan mengajukan permohonan izin kepada Direktur RSUPSanglah dan Bagian/SMF Endokrin RSUP Sanglah dengan mengirimkan surat. Kemudian dilanjutkan dengan pengambilan data dari pasien yang berkunjung ke klinik Diabetes Mellitus selama bulan November – Desember 2013.Tahap selanjutnya adalah mengkaji data yang telah didapatkan dan menganalisis hasilnya.
Teknik pengumpulan data pada penelitian ini adalah mengambil data melalui pengisian kuisoner dari seluruh pasien yang datang berkunjung ke klinik Diabetes Mellitus pada bulan November hingga Desember tahun 2013. Data pokok sampel diperoleh dari hasil laboratorium
pada rekam medis dengan ditembah pengukuran lingkar perut menggunakan meteran.
Data mengenai disfungsi ereksi diperoleh menggunakan kuisioner International Index of Erectile Function (IIEF) 15. Kuisioner ini merupakan instrument yang sering digunakan untuk menggambarkan gangguan seksual yang dialami pasien.12,15,16
Data mengenai stress diperoleh melalui kuisioner dengan menggunakan kuisioner Diabetic Distress Scale (DDS). Kuisioner ini merupakan bentuk lebih ringkas untuk menilai stress yang dialami pasien yang mengalami DM secara umum.15
Data mengenai kualitas hidup berkaitan dengan kesehatan diperoleh dengan menggunakan
kuisioner SF36, dimana kuisioner ini berfungsi untuk mengetahui berbagai domain terkait bidang kesehatan yang mempengaruhi kualitas hidup pasien.15,16
Analisis data dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak komputer SPSS 16.0 for windows. Sebelum menganalisis data, dilakukan data entry dengan coding dan editing, kemudian dilanjutkan dengan data cleaning sehingga diperoleh data yang baik untuk dianalisis. Kemudian dilakukan Uji normalitas Kolmogorov-smirnov, digunakan untuk menguji apakah data penelitian berdistribusi normal atau tidak. Kemudian dilakukan Uji normalitas Kolmogorov-smirnov, digunakan untuk menguji distribusi data.
Tabel 1. Data Deskriptif Diabetes Mellitus Tipe 2 yang Mengunjungi Poliklinik RSUP Sanglah Denpasar
Frekuensi |
Range |
Mean | ||
Anak |
29 |
8 |
2.97 |
.296 |
BMI |
28 |
16.23 |
24.7464 |
.68883 |
BUN |
21 |
33.0 |
17.937 |
1.9201 |
Diastolik |
17 |
27 |
78.88 |
1.776 |
Durasi |
28 |
29.90 |
8.7893 |
1.56832 |
GD2JamPP |
26 |
273 |
233.09 |
12.945 |
GDP |
22 |
133 |
148.23 |
9.985 |
HbA1C |
19 |
7.88 |
9.1726 |
.52040 |
HDL |
19 |
39 |
44.32 |
2.763 |
Kolesterol |
18 |
124 |
173.44 |
10.101 |
LDL |
18 |
126 |
108.09 |
9.386 |
LP |
20 |
35 |
92.20 |
2.334 |
LPi |
14 |
30 |
93.21 |
2.017 |
SC |
19 |
9.08 |
1.6447 |
.46140 |
Sistolik |
17 |
60 |
127.71 |
3.479 |
Trigliserida |
18 |
186 |
114.04 |
10.182 |
Umur |
29 |
34 |
57.52 |
1.750 |
Kemudian dilakukan analisis statistik deskriptif untuk menggambarkan karakteristik dan distribusi umur, berat badan, BMI, dan lain - lain. Kemudian dilakukan analisis statistik inferensial dengan menggunakan uji X2. Analisis statistik dengan mencari nilai interval kepercayaan dan korelasi.
Hasil analisis disajikan dalam bentuk tabel dan narasi.
HASIL
Sejumlah 34 responden bersedia mengikuti penelitian dan rekam medis dari pasien ini juga
4
telah dperoleh untuk menggambarkan karakteristik dari sampel penelitian.
Prevalensi pasien DM yang mengalami disfungsi ereksi disajikan pada tabel 2 dan disimpulkan bahwa frekuensi pasien yang mengalami disfungsi ereksi pada DM sebesar 61,8%.Penyajian data pada tabel 3 merupakan data deskriptif rata – rata skor yang diperoleh dari kuisioner sekaligus untuk mengetahui hubungan antara disfungsi ereksi dengan domain pada kualitas hidup dan stres psikologis terkait dengan DM.
Pengujian adanya hubungan antara disfungsi ereksi terhadap masing – masing domain dari kualitas
hidup dan stres emosional yang dialami pasien dilakukan dengan uji Kruskal – Wallis. Uji ini dipilih karena terdapat beberapa data yang tidak terdistribusi secara normal.
Tabel 2. Prevalensi Pasien Disfungsi Ereksi pada DM
N % Valid (%) Kumulatif (%)
Tabel 3. Skor Rata – Rata Hubungan antara Disfungsi Ereksi pada Pasien DM terhadap stres psikologis yang dialami dan kualitas hidupnya
Domain |
Disfungsi (Mean ± SD) |
Sig. |
SF – 36 Fungsi Fisik |
73.44 ± 25.16 |
0.002* |
Keterbatasan terhadap Kondisi Fisik |
39.06 ± 47.07 |
0.049* |
Keterbatasan terhadap Emosional |
72.92 ± 43.53 |
0.137 |
Tingkat Kelelahan |
59.14 ± 23.12 |
0.042* |
Kondisi Emosional |
69.5 ± 22.51 |
0.010* |
Fungsi Sosial |
67.97 ± 24.79 |
0.008* |
Nyeri |
55.31 ± 39.6 |
0.169 |
Kondisi Umum |
49.38 ± 25.04 |
0.026* |
DDS Gangguan secara Umum |
2.5 ± 1.42 |
0.079 |
Gangguan Emosional |
3.02 ± 1.35 |
0.086 |
Gangguan terkait dengan Dokter |
2.38 ± 1.89 |
0.120 |
Gangguan terkait dengan Pengobatan |
2.29 ± 1.52 |
0.101 |
Gangguan Interpersonal |
2.09 ± 1.78 |
0.964 |
Berdasarkan uji ini ditemukan bahwa pada pasien disfungsi ereksi mengalami penurunan kualitas hidup, khususnya pada domain fungsi fisik, keterbatasan terhadap kondisi fisik, tingkat kelelahan, fungsi sosial dan kondisi secara umum (p<0.05) sehingga hipotesis 0 ditolak pada domain – domain ini. Sementara dengan kuisioner DDS pada semua domain ditemukan nilai p > 0.05 sehingga disimpulkan bahwa tidak ada hubungan
antara disfungsi ereksi pada pasien DM dengan stress psikologis.
Tabel 4 menyajikan korelasi antara disfungsi ereksi pada pasien DM terhadap masing – masing domain dari kualitas hidup dan stres psikologis terkait dengan DM. Ditemukan adanya korelasi sedang (0.4 – 0.6) antara disfungsi ereksi pada DM dengan domain fungsi fisik, kondisi emosional dan fungsi sosial. Sementara itu, ditemukan korelasi ringan (<0.4) pada tingkat
5
kelelahan dan kondisi umum secara keseluruhan. Ditemukan pula korelasi bernilai – (negatif), artinya bahwa semakin tinggi nilai skor disfungsi
pada pasien akan memberikan kualitas hidup yang semakin turun.
Tabel 4. Korelasi antara Disfungsi Ereksi pada Pasien DM terhadap stres psikologis yang dialami dan kualitas hidupnya
Domain |
Korelasi |
Sig. | |
SF – 36 |
Fungsi Fisik |
- 0.49 |
0.004** |
Keterbatasan terhadap Kondisi Fisik |
- 0.32 |
0.072 | |
Keterbatasan terhadap Emosional |
- 0.3 |
0.109 | |
Tingkat Kelelahan |
- 0.37 |
0.037* | |
Kondisi Emosional |
- 0.46 |
0.008** | |
Fungsi Sosial |
- 0.46 |
0.009** | |
Nyeri |
- 0.24 |
0.189 | |
Kondisi Umum |
- 0.44 |
0.012* | |
DDS |
Gangguan secara Umum |
+ 0.29 |
0.109 |
Gangguan Emosional |
+ 0.30 |
0.104 | |
Gangguan terkait dengan Dokter |
+ 0.30 |
0.102 | |
Gangguan terkait dengan Pengobatan |
+ 0.31 |
0.080 | |
Gangguan Interpersonal |
+0.10 |
0.576 |
PEMBAHASAN
Dari 34 sampel yang mengikuti penelitian ini, diperoleh hasil bahwa pasien mengalami disfungsi ereksi sebanyak 21 sampel (61,8%) dan 13 sampel tidak mengalami gangguan. Penilaian disfungsi ereksi dilakukan dengan kuisioner IIEF-15. Berdasarkan data yang diperoleh Ma dan Tong pada tahun 2008, ditemukan prevalensi terjadinya disfungsi ereksi pada pasien dengan DM berkisar antara 20 – 90% dari berbagai populasi yang berbeda.8
Pada penelitian lain yang dilakukan Mutagaywa pda tahun 2012, ditemukan prevalensi disfungsi ereksi pada pasien dengan Diabetes Mellitus sebesar 5,1%.5 Pada penelitian lain yang dilakukan pada kelompok pria usia lanjut oleh Asmara di Jakarta pada tahun 2011 ditemukan prevalensi disfungsi ereksi sebesar 80,5%.11 Penelitian lain yang dilakukan oleh Tsai dkk pada tahun 2008 didapatkan prevalensi disfungsi ereksi sebesar 57,6%.12 Hasil yang lebih kecil ditemukan
pada penelitian yang dilakukan Berardis dkk pada tahun 2002 ditemukan sebesar 34%.15Tidak terdapat literatur yang menjelaskan adanya perbedaan prevalensi dari populasi penelitian ini, namun dikatakan bahwa pria dengan DM memiliki prevalensi disfungsi ereksi yang lebih tinggi dibandingkan dengan populasi umum.8Hal ini mengindikasikan bahwa adanya disfungsi ereksi tidak semata – mata disebabkan oleh adanya faktor psikogenik, melainkan adanya faktor organik yang dipicu oleh DM.15
Berkaitan dengan kondisi kualitas hidup, ditemukan bahwa secara bermakna kualitas hidup pasien DM yang mengalami disfungsi ereksi memiliki skor yang lebih rendah, khususnya pada domain fungsi fisik, keterbatasan terhadap kondisi fisik, emosional, tingkat kelelahan, fungsi sosial dan kondisi secara umum (p<0.05). Pada penelitian yang dilakukan Asmara, ditunjukkan adanya asosiasi yang signifikan antara disfungsi ereksi terhadap kualitas hidup, dimana ditemukan skor
yang lebih rendah pada fisik, emosional dan vitalitas.10Hal berbeda dilaporkan pada penelitian yang dilakukan oleh Berardis dkk, pada pengukuran kualitas hidup ditemukan adanya skor yang lebih rendah pada seluruh domain, namun lebih besar ditemukan pada peranan fisik, emosi, dan fungsi sosial.15
Penilaian kualitas hidup dilakukan melalui pengisian kuisioner SF-36 yang diadaptasi dari World Health Organization terkait dengan persepsi kualitas hidup terkait dengan kesehatan.10,13,15 Berdasarkan hasil penelitian ini dan beberapa penelitian lainnya, dapat disimpulkan bahwa disfungsi ereksi mempengaruhi kualitas hidup dari penderita, khususnya dengan DM, dan mempengaruhi aspek fisik dan emosional pasien, disamping faktor – faktor lain seperti kondisi secara umum dan vitalitas. Hal ini dapat dimungkinkan, mengingat aspek seksualitas sendiri sangat melibatkan kedua komponen ini, yaitu komponen fisik dan emosional.17
Penilaian terkait besarnya hubungan antara disfungsi ereksi dengan kualitas hidup dilakukan dengan uji Pearson dan ditemukan korelasi sedang antara disfungsi ereksi pada DM dengan domain fungsi fisik, kondisi emosional dan fungsi sosial. Sementara itu, ditemukan korelasi ringan (<0.4) pada tingkat kelelahan dan kondisi umum secara keseluruhan. Ditemukan pula korelasi bernilai – (negatif), artinya bahwa semakin tinggi nilai skor disfungsi pada pasien akan memberikan kualitas hidup yang semakin turun.
Adapun keterbatasan dalam penelitian ini, diantaranya adalah jumlah sampel yang terlalu sedikit serta durasi penelitian yang kurang lama. Selain itu, masih banyaknya variabel perancu yang tidak dapat dikontrol dengan baik dengan desain penelitian yang ada. Kesulitan dalam pencarian data – data karakteristik sampel juga menjadi keterbatasan dalam penelitian ini dikarenakan
belum dilakukannya tes laboratorium sehingga banyak data yang missing. Hal ini tentunya mempengaruhi nilai statistik penelitian Penelitian ini sendiri masih belum dapat mewakili populasi dengan baik dikarenakan sifatnya yang hospital – based.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian ditemukan prevalensi disfungsi ereksi pada pasien DM sebanyak 61,8% Secara bermakna kualitas hidup pasien DM yang mengalami disfungsi ereksi mengalami penurunan, khususnya pada domain fungsi fisik, keterbatasan terhadap kondisi fisik, tingkat kelelahan, fungsi sosial dan kondisi secara umum Ditemukan korelasi sedang antara disfungsi ereksi pada DM dengan domain fungsi fisik, kondisi emosional dan fungsi sosial. Sementara itu, ditemukan korelasi ringan (<0.4) pada tingkat kelelahan dan kondisi umum secara keseluruhan. Ditemukan pula korelasi bernilai – (negatif), artinya bahwa semakin tinggi nilai skor disfungsi pada pasien akan memberikan kualitas hidup yang semakin turun.
DAFTAR PUSTAKA
-
1. Wild S, Roglic G, Green A, Sicree R, King H. Global Prevalence of Diabetes: Estimates for the Year 2000 and Projections for 2030. Scotland: Diabetes Care 2004;(27):1047–53.
-
2. Suyono, S. 2009. Diabetes Melitus di Indonesia: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: InternaPublishing
-
3. Purnamasari, D. 2009. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: InternaPublishing
-
4. WHO. 2006. Definition and Diagnosis of Diabetes Mellitus and Intermediate Hyyperglycaemia. Geneva
-
5. Mutagaywa, R. 2012. Prevalence of Erectile Dysfunction and Associated Risk Factors Among Diabetic Men Attending Diabetes Clinic at Muhimbili National Hospital in Dar-es-salaam Tanzania. Tanzania
-
6. Conway J.R.C, Pacaud D. An Undisclosed Affair: Sexual Dysfunction in Diabetes. Canada: Canadian Diabetes Association 2006(19:1
7
-
7. Lim KB, Brock GB Sexual Dysfunction in Men with Diabetes. Canada: Canadian Diabetes Association 2006;(19):2
-
8. Ma R, TongP. Erectile Dysfunction in Men with Diabetes – an Early Warning for Heart Disease: Diabetes Voice 2008;(53)3
-
9. Diabetes Research Wellness Foundation. 2009. Sexual Dysfunction and Diabetes in Men.
-
10. Gazzaruso C. Erectile Dysfunction and Coronary Atherothrombosis in Diabetic Patients: Pathophysiology, Clinical Features and Treatment: Expert Rev. Cardiovasc. Ther. 2006;4(2):173 – 80.
-
11. Asmara K, Marisha M, Hengky, Agustanti F. Erectile Dysfunction and Health – Related Quality of Life in Elderly Male. Jakarta: Universa Medicina 2011;(30): 3
-
12. Tsai T dkk. Effect of Erectile Dysfunction on the Health – Related Quality of Life of Elderly People. Taiwan: JTUA 2008;(19):4
-
13. Bowling A. 2001. Measuring Disease: A Review of Disease-Specific Quality of Life
Measurement Scale Second Edition. Philadelphia
-
14. Shobhana, R. dkk. Quality of Life and Diabetes Integration Among Subjects with Type 2 Diabetes. India: JAPI 2003(51)
-
15. Berardis GD dkk. Erectile Dysfunction and Quality of Life in Type 2 Diabetic Patiets: Diabetes Care 2002;(25):284 – 91.
-
16. Avasthi A dkk. Erectile Dysfuncrion in Diabetes Mellitus Contributes to Poor Quality of Life. India: International Review of Psychiatry, 2011;23(1):93–99
-
17. Rachmy H, Januarta K. 2016. Pola Mikroba Pasien Yang Dirawat Di Intensive Care Unit (Icu) Serta Kepekaannya Terhadap Antibiotik Di Rsup Sanglah Denpasar Bali Agustus -Oktober 2013. E-jurnal medika udayana: Vol 5, No 4 (2016). Diakses pada tanggal: 15 April 2016.
http://ojs.unud.ac.id/index.php/eum/issue/view /1929
8
Discussion and feedback