STUDI AWALGAMBARAN PENGETAHUAN DASAR DAN SIKAP WISATAWAN

BACKPACKER MANCANEGARA DI BALI MENGENAI RESIKO INFEKSI RABIES

I Gede Eddy Pramana Agustina1Losen Adnyana2

  • 1Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana 2

  • 2Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana

ABSTRAK

Sejak ditetapkannya Bali sebagai daerah endemis rabies di tahun 2008 seluruh warga Bali memiliki resiko yang sangat tinggi terinfeksi virus rabies termasuk wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Bali, mengingat Bali merupakan salah satu destinasi pariwisata dunia. Jenis wisatawan yang memiliki resiko lebih tinggi terinfeksi rabies adalah mereka yang berwisata dengan biaya ketat dan memiliki kebiasaan berpetualang dengan berjalan kaki guna mencapai tempat wisata yang ditujunya yang sering disebut backpacker. Penelitian ini ingin mengetahui gambaran pengetahuan dasar yang dimiliki wisatawan backpacker mancanegara di Bali mengenai resiko penularan rabies serta sikap mereka terhadap isu tersebut dengan melakukan wawancara kepada wisatawan backpacker mancanegara menggunakan kuisioner yang telah disiapkan. Penelitian ini menggunakan rancangan potong lintang dilakukan pada bulan Desember 2013 hingga Februari 2014 melibatkan sampel sebesar 56. Pada penelitian ini didapatkan 92,8% wisatawan backpacker mancanegara yang berlibur di Bali belum mengetahui mengetahui jika Bali merupakan daerah endemis rabies. Sebesar 82,1% backpacker belum mengetahui bagaimana cara menghindari infeksi virus rabies,7,1% backpacker mancanegara yang berlibur di Bali belum mengetahui anjing merupakan hewan pembawa virus rabies. Selain itu 64,3% backpacker mancanegara di Bali belum mendapatkan informasi mengenai rabies sebelum berwisata ke Bali dan 92,9% backpacker mancanegara di Bali vaksinasi rabies secara lengkap di negara asalnya sebelum bepergian.

Kata Kunci : Backpacker, Rabies

OVERVIEW BASIC KNOWLEGDE AND ATTIDUDE FOREIGN BACKPACKER REGARDING RABIES RISK INFECTION: PREELIMINARY STUDY

ABSTRACT

Since Bali establish as rabies endemic area in 2008, all people in Bali have high risk for getting rabies infection, those are include foreign tourists who come to Bali. Backpacker is one who has high risk of infection because of their habitation of getting their destination on foot and travelling with limitingbudget. This study describes the basic knowledge and attitude of foreign backpacker regarding rabies infection prevention with deep interview based on preprintedquestioners.This study uses cross sectional design held on December 2013to February 2014 with 56 samples. We get 92,8% foreign backpacker who travelling in Bali do not know that Bali is a rabies endemic area, 82,1% foreign backpacker who travelling in Bali do not know how to avoid rabies infection, 7,1% foreign backpacker who travelling in Bali do not know dog as main carrier rabies in Bali, 64,3% foreign backpacker who travelling in Bali did not get information regarding rabies risk, initial management of biting before trip and 92,9% foreign backpacker who travelling in Bali did not receive complete rabies vaccine shot before travelling in their country.

Keywords:Backpacker, Rabies

PENDAHULUAN

Rabies merupakan ancaman kesehatan serius bagi sebagian besar negara-negara di dunia.1Rabiesdipastikan 100% berakibat fatal karena mengakibatkan kerusakan otak seriusdan kematian jika profilaksis pasca pajanan terlambat diberikan. Kematian oleh infeksi virus rabies rerataterjadi dalam 2-3 hari sejak gejala klinis pertama kali muncul.2Tercatatsekitar 150 negara telah terjangkit rabies dan sebanyak 55.000 orang meninggal dunia setiap tahun akibat rabies atau setara dengansatu orang meninggal dunia setiap sepuluh menit akibat infeksi virus rabies.Jumlah kematian tertinggi tercatat di wilayah Asia yang mencapai 31.000 orang setiap tahun.3Sementara itu diprediksi kerugian ekonomi yang ditimbulkan akibat rabies mencapai583 juta dolar Amerika per tahun dan lebih dari 1,4 miliar orang berisiko terinfeksi rabies di Asia. Badan kerja Organisasi Kesehatan Dunia yang menaungi wilayah Asia Selatan dan Asia Tenggara mempunyai beban kerja terbesarkarena terdapat sekitar 25.000 kematian manusia setiap tahun akibat rabies dibanding kawasan Asia lainnya.3Angka ini sekitar 45% dari total kematian diseluruh dunia akibat rabies.Jumlah kematian terbesar tercatat di India dengan 19.000 jiwa dan di Bangladesh dengan 2.000 jiwa.Potensi

penyebaran rabies dikaitkan dengan tingginya populasi manusia dan anjing liar di daerah padat penduduk dan diperparah dengan tingginya angka kemiskinan di negara-negara tersebut.Negara lain sepertiMyanmar, Nepal, Srilanka, Thailand, dan Indonesia melaporkan sedikitnya terdapat 100 kematian manusia akibat infeksi virus rabies setiap tahun.3

Organization International des Epizooties (OIE) mencatat bahwa rabies merupakan penyakit yang paling ditakuti wisatawan mancanegara(wisman) saat melakukan perjalanan wisata di negara-negara berkembang, setelah malaria.4 Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang memiliki potensi pariwisata sekaligus masuk dalam jajarandestinasi pariwisata dunia namun Kementerian Kesehatan Republik Indonesiapada tahun 2009 mengumumkan bahwa 24 dari 33 provinsi di Indonesia telah terjangkit rabies. Kasus tertinggi ditemukan di provinsi Bali dan Nusa Tenggara Timur yang secara historis dinyatakan bebas rabies.Diperkirakan terdapat total 16.000 kasus gigitan anjing di Indonesia sejak rabies pertama kali muncul di Ungasan-Bali tahun 2008.Semua kabupaten/kota di Bali dipastikan telah tertular rabies dengan jumlah korban meninggal bervariasi.Data Dinas Peternakan Provinsi Bali

menyebutkansejak akhir tahun 2008 hingga tahun 2011, kasus rabies sedikitnya telah membunuh 100 orang di Bali dan tercatat 565 anjing positif rabies dari 3.983 sampel yang diperiksa.4

Beberapa penelitian epidemiologis menunjukkan bahwa kesadaran masyarakat dan wisman mengenai rabies masih tergolong rendah.5Tiga penelitian yang melibatkan wisatawan Amerika Serikat dan Irlandia yang berkunjung ke negara-negara endemik rabies menunjukkan rendahnya tingkat kesadaran mereka terhadap bahaya rabies.6 Dari 80,7% wisatawan yang mencari informasi kesehatan sebelum berwisata, hanya 55,6% yang mendapat informasi mengenai rabies.7Wisatawan yang memiliki resiko tinggi terinfeksi rabies adalah mereka yang berwisata dengan biaya ketat danmemiliki kebiasaan berpetualang dengan berjalan kaki guna mencapai tempat wisata yang ditujunya yang sering disebut backpacker. Wisatawan backpacker biasanya merupakan anak muda yang melakukan perjalanan jauh yang mempunyai banyak tujuan. Sebagian besar penelitian mengenai backpacker menujukkan bahwa lebih dari 80% backpacker berusia kurang dari 30 tahun.8

Badan Pusat Statistik Provinsi Bali mencatat kedatangan wisatawan mancanegara ke Bali pada bulan Januari

2012 mencapai 253.286 orang dengan sepertiga angka tersebut diperkirakan merupakan wisatawan backpacker. Menurut kebangsaannya, wisman yang paling banyak datang ke Bali adalah Australia, Cina, Jepang, Taiwan, dan Malaysia. Tingkat penghuni kamar hotel nonbintang di Bali untuk bulan Januari 2012 mencapai 34,71%. Rerata lama menginap wisman di hotel nonbintang di Bali pada bulan Januari 2012 mencapai 3,51 hari.4

Penelitian Piyaphaneedengan sampel wisatawan backpackermelaporkan hanya 18,1% wisman yang menerima vaksinasi profilaksis rabies lengkapsebelum berwisata, sedangkan 70,9% wisman tidak menerima vaksinasi profilaksis rabies sama sekali dan dilaporkan juga 53,5 % responden mempunyai pengetahuan kurang tentang rabies, 51,2 % memiliki sikap kurang tepat dalam penanganan pertama gigitan hewan pembawa rabies, meliputi sebesar 20,9 % responden mencuci luka di rumah, 41,9 % responden memberi antiseptik di rumah, 93,0 % memilih mendapatkan pengobatan Pasteur, 18,6 % responden menjawab hewan penggigit dibiarkan lari, 11,6 % responden menjawab hewandibunuh dan 14,0% responden menjawab hewan pengigit di observasi.7Penelitian

Altmannmenunjukkan hanya 6,7%

responden mengetahui rabiespenting untuk diwaspadai. Penelitian tersebut juga melaporkan hanya 50,7% wisatawan yang menyadari pentingnya vaksin preventif rabies.5Berdasarkan latar belakang di atas, maka perlu diketahuinya gambaran pengetahuan dasardan sikap backpacker mancanegara di Bali mengenai risiko dan pencegahan rabies mengingat Bali sekarang ini termasuk ke dalam salah satu wilayah endemis rabies di Indonesia.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan crosssectional, dilaksanakan di Popies Lane-Kuta, Kabupaten Badung dan Monkey Forest-Ubud,Kabupaten Gianyar. Pengumpulan data dimulai pada bulan Desember 2013 hingga Februari 2014.Populasi pada penelitian ini adalah seluruh wisatawanbackpacker mancanegara di Bali dengan sampelwisatawanbackpacker mancanegara di Bali yang berkunjung ke Popies-Lane Kuta dan Monkey Forest Ubud pada periode dilakukannya penelitian dengan besar sampel yang diteliti ditentukan berdasarkan formula Stanley Lameshow yakni sebesar 56 orang.Penelitian diawali dengan menyusun daftar pertanyaan yang akan digunakan acuan saat wawancara dengan responden. Daftar pertanyaan yang digunakan pada saat penelitian diambil

dari kuisioner pada penelitian sebelumnya dan telah diuji coba pada backpacker mancanegara. Sampel dipilih didasarkan pada teknik purposif konsekutif, yakni memilih sampel berdasarkan subjek yang ditemui di lokasi penelitian, bersedia menjadi responden dan berasal dari luar Indonesia. Kemudian dilakukan analisis data meliputi distribusi frekuensi dan rerata kemudian disajikan dalam bentuk naratif dan tabel.

HASIL PENELITIAN

Penyebaran dan analisis kuisioner dilakukan dalam periode Desember 2013 sampai Februari 2014 kepada wisatawan backpacker mancanegara di kawasan Kuta dan Ubud. Data tengah umur responden yang mengisi kuisioner didapatkan 34 tahun, dengan jenis kelamin yang mendominasi adalah lelaki (66,1%). Sebagain besar backpacker didominasi oleh turis asal eropa (53,5%), dan disusul oleh backpacker asal Australia (41,1%). Sebanyak 51,8 % backpacker mengaku tamat perguruan tinggi, 30,3% backpacker mengaku tamat sekolah setara SMA, dan 14,3 % backpackermenyatakan tidak bersekolahdengan 67,9% backpacker memiliki pekerjaan sebagai wiraswasta, 17, 9% dari 56 responden mengakui sebagai pengangguran seperti yang tercantum pada Tabel 1.

Tabel 1. Karakteristik dan Data Demografi Responden.

N

%

Jenis Kelamin

-  Lelaki

37

66,1

- Perempuan

19

33,9

Umur

-  20-39

32

57,1

-  40-59

18

32,2

-  60-79

6

10,7

Kebangsaan

-  Eropa

30

53,5

- Amerika

1

1,8

- Australia

23

41,1

- Afrika

1

1,8

- Asia

1

1,8

Pendidikan

-  Tidak sekolah

8

14.3

-  Tamat SD

1

1.8

-  Tamat SMP

1

1.8

-  Tamat SMA

17

30,3

-  Tamat perguruan

29

51,8

tinggi

Pekerjaan

- Pengangguran

10

17,9

-   Petani

1

1,8

- Pengusaha

7

12,5

-  Lainnya

38

67,9


Tabel 2 kolom A menunjukkan data mayoritas backpackers (83,9% dari total sampel)menyatakan mereka telah memiliki pengetahuan dasar mengenai rabies dan 73,2%dari total sampel menyetujui pernyataan bahwa rabies merupakan penyakit yang bersifat parah/fatal. Ketika sampel ditanyakan mengenai risiko terpapar rabies di negara tujuannya berwisata (Indonesia),92,8% backpackersmenyatakan mereka bepergian

ke negara yang bebas rabies, sementara hanya 7,2% backpackers yang mengetahui bahwa negara tujuannya berwisata endemis rabies dan mereka mengetahui dirinya berisiko sangat tinggi terpapar rabies. Ketika sampel ditanyakan cara mencegah paparan rabies,10% dari total sampel yang menyebutkan dengan preexposure vaccination(vaksinasi sebelum terpajan), sementara 34% dengan menghindari kontak dengan binatang,

1,8% responden menjawab dengan mengkonsumsi obat-obatan, 6% menjawab rabies dapat dihindari dengan vaksinasikepada binatang pembawa rabies, dan sebanyak 5% responden tidak mengetahui bagaimana cara menghindari terpajan virus rabies.

Pada Tabel 2 kolom B menunjukkan sejumlah 92,9%backpackers mengetahuimereka akan terinfeksi virus rabies jika tergigit binatang yang sebelumnya telah terinfeksi virus rabies.

Sebanyak 66,1 % mengetahui jika mereka dijilatoleh binatang yang terinfeksi rabies pada kulit yang luka dapat mentransmisikan virus rabies. Sebesar 92,9% backpackers mengetahui anjing merupakan carrier(pembawa) virus rabies, dan sejumlah 57,1%, 66,1%,83,9% backpackersjuga mengetahui kucing, kelelawar,monyet juga merupakan carriervirus rabies. Sebanyak 8,9% backpackersmenyatakan gigitan dari binatang yang terlihat sehat tidak memiliki risiko untuk menularkan rabies.

Tabel 2.Pengetahuan Responden Tentang Rabies

No

Daftar Pertanyaan

n

%

1.

KOLOM A

Do you consider having a basic knowledge about what is rabies?

47

83,9

-   Yes

9

16,1

2.

  • -  No

How severe is rabies?

  • -  Severe disease

41

73,2

-  Mild disease

5

8,9

-  No idea

10

17,9

3.

How do you evaluate the risk for rabies in your destination country?

52

92,8

-   Travel to rabies free country

4

7,2

4.

-   Travel to rabies endemic country

Do you know how to avoid rabies?

-  Pre-exposure vaccination

10

17,9

- Avoiding animal contact

34

60,7

-  Drugs

1

1,8

- Animal’s vaccination

6

10,7

-  No idea

5

8,9


KOLOM B

Yes (%)

No (%)

5     You may get rabies if you

- Are bitten by an infected animal

52 (92,9)*

4 (7,1)

- Are licked by an infected animal on broken skin

37 (66,1)*

19 (33,9)

-  Have contact with animal saliva on normal skin

4 (7,1)

52 (92,9)*

-  Consume contaminated food/drinks

10 (17,9)

46 (82,1)*

6     Animal that could carries rabies

-  Dog

52 (92,9)*

4 (7,1)

-   Cat

32 (57,1)*

24 (42,9)

-  Snake

9 (16,1)

47 (83,9)*

-   Chicken

11 (19,6)

45 (80,4)*

-  Bat

37 (66,1)*

19 (33,9)

- Monkey

47 (83,9)*

9 (16,1)

7      The bite of a healthy looking dog/cat poses no risk of

rabies.

5 (8,9)

51 (91,1)*

Keterangan :*jawaban yang benar


Tabel 3 menunjukkan sebanyak 50% backpacker telah menerima informasi kesehatan sebelum bepergian, dan 35,7% menerima informasi terkait rabies. Hanya 2% backpacker yang telah menerima preexposure vaccine(vaksin sebelum pajanan) lengkapsebelum bepergian dan 2% lainnyatelah menerima satu atau dua kali suntikan, sementara sebanyak 92,9% backpacker belum memperoleh vaksin rabies sebelum bepergian. Dari 92,9% (n=52 responden)backpacker yang tidak menerima vaksinasi tersebut, sejumlah46,2% backpacker (24 dari 52) menyatakan vaksinasi rabies tidak penting untuk dilakukan sebelum bepergian, 15,4% backpacker (8 dari 52) tidak menerima vaksinasi rabies karena tidak

mengetahui atau tidak mengetahui resiko penularan rabies, dan 15,4% backpacker (8 dari 52) tidak menerima vaksinasi rabies karena dokter atau perawat di negara asal mereka tidak merekomendasikan vaksinasi rabies. Sisanya sejumlah5,8% menyatakan biaya vaksin rabies sangat mahal, dan 3,8 % lainnya tidak menerima vaksinasi rabies karena rentang waktu yang sempit sebelum bepergian. Pada tabel 3 juga menampilkan dari 56 responden, yang mengisi kolom “tidak” pada pertanyaan “jika kamu telah divaksinasi rabies lengkap sebanyak tiga kali, sebelum bepergian dan kamu tergigit oleh anjing di negara tujuan, kamu membutuhkan vaksinbooster (ulangan), sebanyak 28,6%, dan jumlah pengisi kolom “ya” sebanyak 71,4%.

Tabel 3. Sikap Responden Terhadap Resiko Rabies.

No

Daftar Pertanyaan

N

%

1

Had sought any travel health information before leaving?

-   Yes

28

50

- No

28

50

2

Received information about rabies before this trip

-   Yes

20

35,7

- No

36

64,3

3

Received vaccination against rabies? (n=56)

-   Yes, complete 3 shots

2

3,6

-   Yes, 1-2 shots

2

3,6

- No

52

92,9

4

Reason for not being vaccinated? (n=52) - It is too expensive

3

5,8

- I did not know/aware about rabies

8

15,4

- I think it is not necessary

24

46,2

- Doctor/nurse did not recommend rabies shot

8

15,4

- It is too expensive and may not be necessary

2

3,8

- Limited time frame before departure

2

3,8

-  Other reason

5

9,6

5

If you have already had a complete course (3 shots) of rabies vaccine before travel, and you are bitten by a dog, you need to have a booster.

-   Yes

40

71,4

- No

16

28,6

PEMBAHASAN

Karakteristik dan data demografi responden pada studi kami tidak jauh berbeda dengan karakteristik dari responden penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Piyaphanee di Thailand dengan jumlah responden yang lebih besar yakni 870 responden. Kesamaan data ini meliputi dominasi jenis kelamin lelaki, dominasi responden yang berumur

dibawah 30 tahun dan dominasi asal

negara dari Eropa. Penelitian serupa sebelumnya oleh Altmann juga menggambarkan sebaran demografi yang

sama dimana sampelnya yang berjumlah 300 responden didominasi oleh responden yang tamat perguruan tinggi.5,7

Pada penelitian ini kami menemukan sebagian besar (83,9%) responden mengakui memiliki pengetahuan dasar mengenai penyakit rabies. Namun ketika dievaluasi lebih lanjut mengenai pengetahuan dasar tersebut banyak dari mereka yang menjawab kurang tepat atau hasilnya tidak sesuai dengan pernyataan responden di awal yang mengakui memiliki pengetahuan dasar yang cukup

tentang rabies. Evaluasi pengetahuan dasar yang dimiliki oleh responden dengan menanyakan bagimana tingkat keparahan penyakit rabies, bagaimana status endemis rabies negara tujuan wisata, bagaimana menghindari infeksi rabies,bagaimana cara penularan rabies, dan apa saja dan bagaimana hewan pembawa rabies. Pada penelitian kami jumlah responden yang mengaku memiliki pengetahuan dasar tentang rabies berbeda jauh dengan jumlah responden yang menjawab jika rabies merupakan penyakit yang bersifat fatal,yakni 83,9% dan 73,2%, berbeda dengan penelitian oleh Altmann, dimana dalam penelitiannya didapatkan jumlah responden yang mengaku memiliki pengetahuan dasar mengenai rabies dan jumlah responden yang menjawab jika rabies merupakan penyakit yang bersifat fatal,yakni 83,7% dan 89,9%. Seharusnya jumlah responden yang memiliki pengetahuan dasar tentang rabies seimbang dengan jumlah responden yang menjawab benar pada pertanyaan tentang fatal atau tidaknya penyakit rabies tersebut.5

Pada penelitian kami juga ditemukan ketidakseimbangan persentase responden yang mengakui memiliki pengetahuan dasar mengenai rabies dengan pertanyaan bagiamana cara menghindari infeksi virus rabies. Jumlah responden kami yang

menjawab bagaimana cara menghindari infeksi virus rabies dengan vaksinasi sebelum pajanan hanya 17,9% jauh dari penelitian Altmann yang mendapatkan 50,7% respondennya menjawab vaksinasi sebelum pajanan merupakan cara untuk menghindari infeksi virus rabies. Padahal vaksinasi sebelum pajanan (preexposure vaccination) merupakan langkah yang paling efektif untuk mencegah transmisi virus rabies dan secara signifikan dapat menurunkan angka mortalitas infeksi rabies.5,9

Kami mendapatkan jumlah responden yang mendapatkan informasi kesehatan sebelum bepergian mencapai 50%. Idealnya seluruh backapacker mencari dan mendapatkan informasi kesehatan sebelum bepergian. Informasi utama yang seyogyanya didapatkan adalah daftar penyakit yang menjadi endemik, epidemik pada daerah tujuan wisata serta bagaimana pencegahan serta penanganan awal penyakit tersebut. Kami memperoleh data dari 50% responden yang menerima informasi kesehatan hanya 7,1 persen dari angka tersebut menerima informasi tentang rabies, yang seharusnya mencapai angka 100%, mengingat Bali merupakan daerah endemik rabies sejak tahun 2008.10

Sikap responden pada penelitian kami juga dinilai dari pertanyaan lainnya yaitu pada status vaksinasi rabies mereka sebelum

bepergian ke Indonesia dan alasan untuk tidak melakukan vaksinasi lengkap. Penelitian kami mendapatkan hanya 2 responden(3,6%)yang menerima vaksin rabies secara lengkap, 2 responden lainnya (3,6%) hanya menerima 1 atau 2 kali vaksin rabies, dan sebanyak 52 responden (92,9%) tidak mendapatkan vaksin rabies sebelum bepergian. Jika dibandingkan dengan jumlah orang yang menerima informasi tentang penyakit rabies sebelum bepergian (35,7%), maka angka penerima vaksin rabies jauh lebih kecil (3,6%) namun berbanding lurus dengan jumlah responden yang mengetahui Bali merupakan daerah endemis rabies (7,1%).10

Latar belakang responden kami tidak mendapatkan vaksinasi rabies beragam dan merata hampir pada semua opsi jawaban. Tidak pentingnya vaksin rabies menjadi alasan terbanyak responden untuk tidak mendapatkan vaksin sebelum bepergian, diikuti oleh tidak direkomendasikannya vaksinasi rabies dokter atau petugas medis lainnya sebelum bepergian dan tidak mengetahui atau peduli dengan rabies. Seharusnya tim medis mengetahui daerah tujuan wisata pasiennya merupakan daerah endemik rabies dan menyarankan mereka untuk melakukan vaksin rabies, dikarenakan vaksinasi merupakan lini primer dan

efektif untuk mencegah terlular penyakit rabies.9

Namun demikian pada penelitian kami mempunyai beberapa keterbatasan. Pertamakuisioner kami sebagai alat ukur variabel pada penelitian ini tidak memiliki standar baku sebagai batas potong (cut of point) untuk menganalisa jawaban yang diperoleh melalui kuisioner guna menentukan tingkat pengetahuan dan sikap responden pada penelitian melainkan kami mengkaji kedua variabel tersebut menggunakan analisa komparatif dengan penelitian sebelumnya. Kedua teknik pengambilan data pada penelitian ini dilakukan dengan teknik purposif hanya pada dua tempat tersering dikunjungi oleh sampel, sehingga memberikan kesan tidak mewakili keseluruhan sampel pada populasi sebenarnya. Ketiga kami tidak mengkaji apakah sampel sudah pernah terpapar oleh carrier (pembawa) virus rabiesdi Bali dan penanganan awal yang dilakukan sehingga analisis mengenai resiko sampel terinfeksi rabies terkesan kurang mendalam.

SIMPULAN

Pada penelitian ini didapatkan 92,8% wisatawan backpacker mancanegara yang berlibur di Bali belum mengetahui mengetahui jika Provinsi Bali merupakan daerah endemis rabies. Sebesar 82,1%

wisatawan backpacker tersebut belum mengetahui       bagaimana       cara

menghindariinfeksi virus rabies di tujuannya. Sebanyak 7,1% wisatawan backpacker mancanegara yang berlibur di Bali belum mengetahui anjing merupakan hewan pembawa virus rabies. Selain itu penelitian ini juga mendapatkan sebesar 64,3% wisatawan backpackermancanegara di Bali belum mendapatkan informasi mengenai rabies sebelum berwisata ke Bali dan    92,9% wisatawan backpacker

mancanegara di Bali vaksinasi rabies secara lengkap di negara asalnya sebelum bepergian.

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    Jibat T, Hogeveen H, Monique C, Mourits M. Review on Dog Rabies Vaccination Coverage in Africa: A Question of Dog Accessibility or Cost Recovery. PLOS Negleted Tropical Disease.2015:1-13

  • 2.    World Health Orgnization.2005. Rabies.http://www.who.int/rabies/en. Diakses pada 3 Agustus 2013.

  • 3.    Vallat. 2011. Rabies emergency vs endemic management: lessons from Indonesia        and        Africa.

http://www.zoonoses.csiro.au/CaseStu dy.aspx?id=7. Diakses pada 7 Agustus 2013.

  • 4.    Berita Resmi Statistik Badan Pusat Statistik Provinsi Bali. Diakses di

http://bali.bps.go.id.Tanggal        10

Agustus 2013

  • 5.    Altman M, Parola P, Deltmon J,et all.Knowledge, Attitudes, and Practices of French Travelers from Marseille Regarding Rabies Risk and Prevention. Journal of Travel Medicine.2009;6:1-5

  • 6.    Trembath R.Backpacker Travellers in South Australia ; A Study of Itinerary Planning. CRC for Sustainable Tourism.2006;1-26

  • 7.    Piyaphanee W,Shantavasinkul P, Phumratanaprapin W,et all.Rabies Exposure Risk among Foreign Backpackers in Southeast Asia.Am J Trop Med Hyg.2010;82(6):  1168–

1171

  • 8.    Nathan U, Yonai Y, Dalit S.Backpacking Experience:A Type and     Form     Analysis.Annals

TourismResearch.2006;29(2).519-537

  • 9.    Sudarshan M K, Mahendra B J, Narayana D H A, Giri M S A. 2006. A Guide to Intradermal Rabies Vaccination.Diakses               di

http://www.kimscommunitymedicine .org. Tanggal 9 Agustus 2013

  • 10.    Putra AAG.Epidemiologi Rabies di Bali:Analisis Kasus Rabies pada “Semi Free-Ranging Dog” dan Signifikansinyadalam          Siklus

Penularan Rabies dengan Pendekatan

Ekosistem.Buletin

Veteriner.2011;23(78):45-55

13