GAMBARAN HASIL PEMERIKSAAN FUNGSI PARU DAN FAKTOR RISIKO GANGGUAN FUNGSI PARU PADA PEMANGKU DI KECAMATAN DENPASAR TIMUR
on
GAMBARAN HASIL PEMERIKSAAN FUNGSI PARU DAN FAKTOR RISIKO GANGGUAN FUNGSI PARU PADA PEMANGKU DI KECAMATAN DENPASAR TIMUR
Dewa Gede Putra Angga Pradnyana1, I Made Muliarta 2
1Program Studi Pendidikan Dokter
2
2Bagian Faal Fakultas Kedokteran Universitas Udayana
ABSTRAK
Gangguan fungsi paruadalah masalah yang ada di seluruh dunia terutama negara berkembang. Gangguan fungsi pada paruterbagi menjadi tiga macam yaitu restriktif, obstruktif, dan campuran. Asap dupa merupakan salah satu faktor risiko penyebab gangguan fungsi paru, terutama pada Pemangku yang ada di Bali. Terdapat beberapa faktor risiko pada Pemangku yang berkaitan dengan gangguan fungsi paru, diantaranya lama bekerja, sebagai indikator lamanya paparan, dan kebiasaan merokok.Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara faktor risiko tersebut dengan gangguan fungsi paru pada Pemangku di Kecamatan Denpasar Timur. Dalam penelitian ini digunakan metode analitik dengan rancanganpotong lintang. Sampel penelitian adalah 47 orang Pemangku yang ada di Kecamatan Denpasar Timur.Hasilnya,diperoleh tidak adanya hubungan yang signifikan antara lamanya bekerja dengan gangguan paru restriktif (p=0,181) dan gangguan paru obstruktif (p=0,659). Tidak diperoleh juga adanya hubungan yang signifikan antara kebiasaan merokok dengan gangguan paru restriktif (p=0,654) maupun obstruktif (p=0,939). Saran untuk Pemangku adalah agar rutin memeriksakan kesehatan diri dan agar diadakannya penelitian dengan skala yang lebih besar untuk mendapatkan data hubungan antara faktor risiko dengan gangguan fungsi paru pada Pemangku yang lebih akurat.
Kata kunci:asap dupa, Pemangku, fungsi paru, merokok
CHARACTERISTICS AND RISK FACTORS OF LUNG FUNCTION IMPAIRMENTAMONG HINDU’S PRIEST
IN DENPASAR TIMUR DISTRICT
ABSTRACT
Impaired lung function is a problem that occurs all over the world especially in the developing countries. Impaired lung function can be divided into three kinds, namely restrictive, obstructive, and mixed. Incense smoke is one of the risk factors associated with lung function impairment, especially on priests in Bali. There are two risk factors in priest associated with impaired lung function, i.e. length of time he/she work as priests, as an indicator of duration of exposure, and smoking habits. This study aims to determine the relationship between these risk factors with impaired lung function that occurs in Eastern Denpasar District priests. This study uses an analytical method with cross sectional design. Subjects were 47 priests in Eastern Denpasar District. The result showed no significant correlation between the length of working as priests with restrictive lung function (p=0.181) and obstructive lung function (p=0,659). Also there is no significant correlation found between smoking habits and restrictive (p=0,654) or obstructive lung function (p=0,939). Suggestions for priest is to have a routine health check up and another study need to be conducted on a larger scale to get more accurate data of the relationship between risk factors and impaired lung function
Keywords: Incense smoke, priests, lung function, smoking
PENDAHULUAN
Dewasa ini penyakit paru di dunia mendapat perhatian yang serius karena tingginya angka mortalitas dan morbiditas yang ditimbulkan. Menurut WHO, penderita gangguan paru berupa asma di dunia pada tahun 2005 mencapai 235 juta orang. Setiap tahunnya tiga juta orang di seluruh dunia meninggal karena PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronis). Hal ini semakin diperparah karena 90% kasus kematian akibat PPOK terjadi di negara berkembang, termasuk Indonesia1.
Gangguan fungsi pada paru terbagi menjadi tiga yaitu gangguan paru restriktif, gangguan paru obstruktif, dan gangguan paru campuran.Gangguan paru restriktif adalah gangguan paru yang disebabkan oleh adanya hambatan pada pengembangan paru baik karena perubahan pada parenkim paru, atau adanya penyakit pada pleura maupun dinding dada2. Gangguan paru obstruktif adalah gangguan paru yang terjadi karena adanya peningkatan resistensi jalan
napas3. Sedangkan gangguan paru campuran adalah campuran dari gangguan obstruksi dan restriksi3.
Fungsi paru dapat terganggu dan menjadi tidak maksimal akibat faktor dari luar tubuh (ekstrinsik) dan dari dalam tubuh (intrinsik). Faktor intrinsik yang dapat mengakibatkan gangguan fungsi paru dipengaruhi oleh sistem pertahanan paru (anatomis maupun fisiologis), umur, jenis kelamin, status gizi (IMT). Salah satu faktor ekstrinsik yang dapat mengganggu fungsi paru adalah inhalasi bahan iritan (gas, debu, dan uap). Komponen tersebut cenderung untuk bereaksi dengan jaringan sekitar (silia dan enzim) dan dapat menyebabkan fibrosis luas di paru. Dengan demikian, lamanya paparan terhadap bahan iritan yang diinhalasi sangat mempengaruhi tingkat keparahan gangguan fungsi paru yang terjadi4.
Pemeriksaan faal paru menggunakan spirometer dapat mendeteksi gangguan paru. Dalam pemeriksaan faal paru, data yang sering dinilai adalah nilai FVC (forced vital capacity) dan FEV1 (forced
expiratory volume in 1 second). FVC adalah volume udara yang dihembuskan dengan paksa setelah melakukan inspirasi maksimal. Sedangkan, FEV1 adalah volume udara yang dihembuskan dengan paksa dalam durasi satu detik pertama. Dari hasil kedua nilai tersebut, dapat diperkirakan fungsi faal seseorang mengalami gangguan obstruktif atau restriktif2.
Pemangku berasal dari kata “Pangku” yang berarti “nampa”, “menyangga”, “memikul beban”, atau “memikul tanggung jawab” sebagai perantara antara manusia dengan Sang Pencipta5. Dalam setiap kegiatan upacara agama Hindu, Pemangku selalu membakar dupa yang berfungsi sebagai lambang Dewa Agni yang berfungsi sebagai saksi adanya upacara6.
Bali merupakan pulau dimana kebanyakan penduduknya beragama Hindu. Dupa merupakan salah satu sarana persembahyangan masyarakat Hindu di Bali. Dupa digunakan dengan cara dibakar dan akan menghasilkan asap yang terdiri dari
bahan partikulat, produk gas, dan senyawa organik lainnya7.
Asap dupa mempunyai beberapa dampak negatif pada sistem pernapasan. Alarifi, dkk menemukan bahwa paparan asap dupa dengan rasio 4 gram/hari pada mencit selama 14 minggu menyebabkan terjadinya perubahan ultrastruktural pada paru mencit yang melibatkan organel sel dan sel pneumosit tipe II, ditemukan adanya infiltrat neutrofil pada sel alveoli dan deposisi kolagen pada dinding alveoli yang menambah ketebalan alveoli. Selain itu asap dupa juga dapat menyebabkan peningkatan konsentrasi IgE yang menginduksi imunitas humoral yang pada akhirnya akan menyebabkan penyakit alergi saluran pernapasan8
Berdasarkan hal tersebut, ada kemungkinan orang yang berprofesi sebagai Pemangku mengalami gangguan fungsi paru akibat paparan lama terhadap asap dupa yang merupakan bahan iritan. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk mengetahui lebih lanjut mengenai gambaran umum spirometri dan faktor risiko yang berpengaruh
terhadap gangguan fungsi pada paruPemangku di Denpasar Timur.
METODE
Dalam penelitian ini,digunakan rancangan studi analitik dengan pendekatan potong lintang.Penelitian dilakukan di beberapa pura di Denpasar Timur pada Februari 2014. Populasi penelitian yang digunakan adalah total populasi Pemangku di Kecamatan Denpasar Timur. Sampel penelitian diambil dari seluruh populasi yang memenuhi kriteria inklusi:seorangPemangku yang berdomisili di Denpasar Timur, mau menjadi responden dan mau melakukan pengujian spirometri. Sampel penelitian akan dikeluarkan jika sampel sudah mempunyai riwayat gangguan fungsi paru sebelum berprofesi sebagai Pemangku, berprofesi lain yang mempunyai intensitas paparan asap tinggi, dan tidak bersedia menjadi responden.
Dalam pengumpulan data digunakan beberapa instrumen berupa kuesioner yang berisi data identitas responden, lamanya bekerja sebagai Pemangku, dan riwayat kebiasaan merokok
sampel. Tinggi badan sampel langsung diukur di tempat dengan microtoise. Berat badan diukur
dengan timbangan badan. Fungsi paru sampel diukur menggunakan spirometer.
Data yang dikumpulkandiproses untuk mengetahui hubungan antara setiap faktor risiko terhadap gangguan fungsi paru. Data dianalisisdengan menggunakan Chisquare test dengan program SPSS versi 20.0 64 bit dengan sistem operasi Windows10 dengan tingkat kemaknaan yang diinginkan adalah p<0,05.
HASIL
Dari hasil penelitian, diperoleh sampel sebanyak 47 orang. Sebanyak 33 sampel adalah lelaki dan sisanya wanita. Usia sampel adalah 53,40 tahun. Rerata berat badan sampel 64,61 kg. Rerata tinggi badan sampel adalah 163,55 cm dan rerataBMI (Body Mass Index) adalah 24,12.
Dari 47 orang sampel, diperoleh 11 sampel (23,4%) dengan fungsi paru normal. Sampel dengan gangguan fungsi paru restriktif ditemukan
sebanyak 27 sampel (57,4%), sedangkan sampel dengan gangguan fungsi paru obstruktif ditemukan sebanyak limasampel (10,6%). Sementara, sampel dengan gangguan fungsi paru campuran ditemukan sebanyak empatsampel (8,5%).
Tabel 1. Data Antropometri Sampel (n =
47)
Data |
Rerata± SD |
Jenis Kelamin | |
Lelaki n (%) |
33 (70,2%) |
Wanita n (%) |
14 (29,8%) |
Umur (Tahun) |
53,4 ± 8,211 |
Berat Badan (kg) |
64,61 ± 10,664 |
Tinggi Badan (cm) |
163,55 ± 6,413 |
BMI (kg/m2) |
24,12 ± 3,560 |
Tabel 2. Gambaran Fungsi Paru Sampel (n = 47) | |
Fungsi Paru |
Jumlahn (%) |
Normal |
11 (23,4%) |
Restriktif |
27 (57,4%) |
Obstruktif |
5 (10,6%) |
Campuran |
4 (8,5%) |
Dari total 47 orang sampel penelitian, diperoleh sebanyak 23 sampel telah menjadi Pemangku selama kurang dari 10 tahun dan 24 orang telah menjadi Pemangku selama lebih dari 10 tahun. Sebanyak 10 sampelmempunyai kebiasaan merokok, sedangkan 37 orang
lainnya tidak pernah mempunyai kebiasaan merokok.
Data-data diatas, kemudian
dimasukkan ke dalam tabulasi silang yang dapat dilihat pada Tabel 3. Dari tabulasi silang diperoleh dari 23 sampel yang telah menjadi menjadi Pemangku selama kurang dari 10 tahun, enamsampelmempunyai
fungsi paru normal, dan 17 sampelmempunyaigangguan fungsi paru dengan pembagian 12 sampelmempunyai fungsi paru restriktif, empatsampelmempunyai fungsi paru obstruktif, dan satusampelmempunyaigangguan fungsi paru campuran. Sedangkan dari 24 sampel yang telah menjadi Pemangku selama lebih dari 10 tahun, limasampelmempunyai fungsi paru yang normal, sedangkan 15 sampelmempunyaigangguan paru restriktif, satu orang
mempunyaigangguan paru obstruktif, dan tigasampelmempunyaigangguan paru campuran. Dari 10 sampel yangmempunyai kebiasaan merokok, sebanyak tigasampelmempunyai
fungsi paru normal, sedangkan limasampelmempunyaigangguan paru restriktif,
satusampelmempunyaigangguan paru obstruktif, dan
satusampelmempunyaigangguan paru campuran. Sedangkan dari 37 sampel yang tidak mempunyai
riwayat kebiasaan merokok,
sebanyak delapansampelmempunyai fungsi pada paru yang normal, 22 sampelmempunyaigangguan paru restriktif, 4
sampelmempunyaigangguan paru obstruktif, dan 3 orang
mempunyaigangguan paru
campuran.
Data-data tersebut lalu diproses ke dalam tabulasi silang agar diketahui hubungan dari setiap faktor risiko terhadap masing-masing gangguan restriktif dan obstruktif. Lalu, data akan dianalisisdenganChi-square Testagar diperolehkaitandari setiap faktor risiko dengan gangguan paru restriktif dan obstruktif.
Hasil dari Chi-squareTest dengan menggunakan tingkat kemaknaan p < 0,05 diperoleh tidak ada hubungan yang signifikan antara lamanya sampel menjadi seorang Pemangku dengan terjadinya gangguan paru tipe restriktif (p = 0,181). Hubungan
antara kebiasaan merokok dengan gangguan fungsi paru restriktif juga ditemukan tidak signifikan (p = 0,654).
bekerja sebagai Pemangku (p = 0,659) dan kebiasaan merokok (p = 0,939) dengan gangguan fungsi paru obstruktif.
Tabel 3. Gangguan fungsi parudibagi berdasarkan faktor risiko
Fungsi Paru
Kategori Normal |
Terganggu | ||
Res |
Obs |
Mix | |
Lama Bekerja (tahun) | |||
<10 6 |
12 |
4 |
1 |
>10 5 Kebiasaan Merokok |
15 |
1 |
3 |
Merokok 3 |
5 |
1 |
1 |
Tidak 8 Merokok |
22 |
4 |
3 |
Keterangan: Res = Restriktif; Obs = Obstruktif; Mix = Campuran |
Tabel 4. Gangguan fungsi paru Restriktif (%FVC <80%) Berdasarkan Faktor Risiko
Faktor Risiko Restriktif Nilai p
Ya Tidak
Lama Bekerja (tahun)
<10 >10 |
13 18 |
10 | |
6 |
0,181 | ||
Kebiasaan Merokok | |||
Merokok |
6 |
4 | |
Tidak |
25 |
12 |
0,654 |
Merokok |
Dari hasil Chi-square Test dengan menggunakan tingkat kemaknaan p<0,05 tidak ditemukan adanya hubungan antara lamanya sampel
Tabel 5. Gangguan fungsi paru Obstruktif (%FEV1< 75) Berdasarkan Faktor Risiko
Obstruktif | ||
Faktor Risiko |
Nilai p | |
Ya |
Tidak | |
Lama Bekerja (tahun) | ||
<10 5 |
18 |
0,659 |
>10 4 |
20 | |
Kebiasaan Merokok | ||
Merokok 2 |
8 | |
Tidak 7 |
30 |
0,939 |
Merokok |
PEMBAHASAN
Pemangku, sebagai salah satu pemuka Agama Hindu, merupakan bagian penting dari kehidupan masyarakat di Bali. Dalam kehidupan sehari-hari, Pemangku berfungsi sebagai seorang pemimpin upacara keagamaan dan seorang yang bertugas sebagai penghubung antara umat dan Tuhannya. Namun, bekerja sebagai seorang Pemangku membuat seseorang menjadi rentan terpapar oleh asap, terutama asap dupa. Asap dupa sendiri mengandung banyak zat-zat yang
dapat memunculkan dampak negatif terhadap fungsi paru.
Meskipun begitu, tidak semua Pemangku yang terpapar asap dupa mengalami gangguan fungsi pada paru. Hal ini bergantung pada berbagai faktor risiko yang menyebabkan terjadinya gangguan fungsi pada paru. Lamanya bekerja, sebagai indikator lamanya paparan, dan kebiasaan merokok merupakan salah satu dari beberapa faktor risiko.
Pertama, dilihat dari faktor risiko lamanya seseorang bekerja sebagai Pemangku. Dari analisis lamanya seseorang bekerja sebagai Pemangku dengan Chi-square Test,diperoleh tidak ada perbedaan nilai %FVC signifikan berdasarkan lamanya bekerja dengan p=0,181. Hal ini tidak sesuai dengan hasil penelitian dari Alarifi dkk yang menyatakan bahwa paparan asap dapat menyebabkan gangguan restriksi karena asap dapat mengganggu sel pneumosit tipe II yang akan mengubah komposisi dari surfaktan paru. Gangguan pada surfaktan akan menyebabkan tidak mampunya surfaktan mempertahankan
pengembangan alveolus sehingga alveolus akan mudah kolaps dan menurunkan volume paru2.
Dari analisis mengenai lamanya sampel bekerja sebaga Pemangku dengan nilai %FEV1diperoleh tidak adanya perbedaan nilai %FEV1 yang signifikan dengan p=0,659. Hasil ini bertentangan dengan hasil penelitian Alarifi dkk yang menyebutkan bahwa paparan asap dapat menyebabkan gangguan obstruksi pada paru. Hal ini disebabkan karena reaksi inflamasi yang berulang karena paparan asap dapat membentuk jaringan fibrous pada alveolus dan mengurangi elastisitas alveolus9.
Hasil diatas sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Lin dkk yang menyebutkan bahwa paparan asap tidak selalu menimbulkan gangguan pada fungsi paru. Hal ini ditunjukkan dengan adanya perbedaan hasil studi epidemiologi dimana tidak di semua negara dan budaya ditemukan gangguan fungsi paru karena paparan asap dupa. Hal ini diperkirakan disebabkan oleh perbedaan dari komposisi dupa dan kebiasaan
membakar dupa di tiap negara dan budaya yang berbeda-beda. Meskipun dalam uji statistik menyatakan tidak ada hubungan antara lamanya bekerja sebagai Pemangku dengan gangguan paru, paparan asap dupa yang berlebih tetap harus dihindari karena dalam jangka panjang, zat-zat yang terkandung dalam asap dupa dapat merusak jaringan dalam paru yang pada akhirnya dapat menyebabkan gangguan fungsi paru10.
Faktor risiko kedua yang dilihat adalah hubungan antara riwayat kebiasaan merokok dengan nilai %FVC dan %FEV1 pada Pemangku. Dari hasi analisis dengan Chi-square Test, tidak terdapat hubungan yang signifikan antara kebiasaan merokok dengan %FVC (p=0,654) dan %FEV1 (p=0,939). Hasil ini memiliki kesesuaian dengan penelitian yang dilaksanakan oleh Yulaekah, dimana penelitian tersebut menyatakan riwayat kebiasaan merokok tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan gangguan fungsi pada paru pada pekerja industri1. Namun menurut Gold dkk menunjukkan terdapat hubungan
antara merokok dengan nilai %FVC dan %FEV1 yang menurun11. Perbedaan ini mungkin disebabkan oleh adanya perbedaan lamanya merokok, jumlah rokok yang dihabiskan dalam sehari, jenis rokok yang berbeda-beda dalam sampel tiap penelitian.
SIMPULAN DAN SARAN
Dari hasil penelitian, ditemukan 23,4% Pemangku di Kecamatan Denpasar Timur mempunyai fungsi paru yang normal, 57,4% mempunyaigangguan fungsi paru restriktif, 10,6%
mempunyaigangguan fungsi paru
obstruktif, dan 8,5%
mempunyaigangguan fungsi paru campuran. Ditemukan juga bahwa lama pekerjaan tidak mempunyai hubungan yang signifikan dengan gangguan fungsi paru pada Pemangku di Kecamatan Denpasar Timur. Riwayat kebiasaan merokok pada Pemangku juga tidak mempunyai hubungan yang signifikan terhadap gangguan fungsi
paru.
Disarankan untuk para Pemangku agar rutin memeriksakan
kesehatannya. Selanjutnya juga disarankan perlunya dilakukan penelitian yang lebih lanjut dan dalam skala yang lebih besar untuk mendapatkan gambaran hubungan faktor risiko dengan gangguan fungsi paru yang lebih akurat dan representatif.
DAFTAR PUSTAKA
-
1. Yulaekah S.(2007),Paparan
Debu Terhirup dan Gangguan fungsi paru Pada Pekerja Industri Batu Kapur. Program Studi Magister Kesehatan Lingkungan, Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro, Semarang.
-
2. Mengkidi D. (2006).Gangguan fungsi paru dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya Pada Karyawan PT Semen Tonasa Pangkep Sulawesi Selatan. Program Studi Magister Kesehatan Lingkungan, Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro, Semarang.
-
3. Pellegrino R., Viegi G., Brusasco V., Crapo RO., Burgos F., Casaburi R., et al. (2005). Interpretative Strategies for
Lung Function Test. European Respiratory Journal, Uni Eropa.
-
4. Guyton AC., (2007). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Alih bahasa: dr. Irawati Setiawan, dr. LMA Ken Ariata, dr. Alex Santoso. Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta.
-
5. Anonim. (2013). Sesana Pemangku. Tersedia di
http://www.babadbali.com/cana ngsari/hkt-sesana-Pemangku.htm. Diakses 31 Juli 2014.
-
6. Sudira. (2012). Sesananing Pemangku atau Pinandita. Tersedia di
http://ferrycute87.blogspot.com/ 2012/10/sesananing-Pemangku-atau-pinandita.html. Diakses 31 Juli 2014.
-
7. Tse LA., Yu IT., Qiu H., Au JSK., Wang X. (2011). A CaseReferent Study of Lung Cancer and Incense Smoke, Smoking, and Residential Radon in Chinese Men. Dalam:
Environmental Health
Perspectives; 119(11):1641-6. Daerah Administrasi Khusus Hong Kong, Cina.
-
8. Alarifi SA., Mubarak M., Alokail MS. (2004).
Ultrastructural Changes of Pneumocytes of Rat Exposed to Arabian Incense (Bakhour). Saudi Med J; 25(11): 1689-93. Riyadh, Arab Saudi.
-
9. Alarifi SA., Mubarak M., Alokail S., (2004).
Ultrastructure of the Pulmonary Alveolar Cells of Rats Exposed to Arabian Mix Incense (Ma’amoul). Journal of
Biological Sciences; 4(6): 694-9. Riyadh, Arab Saudi.
-
10. Lin TC., Krishnaswamy G., Chi DS., (2008). Incense Smoke: Clinical, Structural, And Molecular Effects On Airway Disease. Clinical and Molecular Allergy; 6(3). Biomed Central Ltd. Amerika Serikat.
-
11. Gold DR., Wang X., Wypij D., Speizer FE., Ware JH., Dockery DW. (1996) Effects of Cigarette Smoking on Lung Function in Adolescent Boys and Girls. New England Journal of Medicine. 355(13): 931-7. Massachusetts, Amerika Serikat.
11
Discussion and feedback