ISSN: 2303-1395

E-JURNAL MEDIKA, VOL. 5 NO.5, MEI, 2016

KESEHATAN RUMAH DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS I KARANGASEM BALI 2015

I Gusti Putu Sinar Adinata Wijaya1, Wayan Citra Wulan Sucipta Dewi2 1Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 2Bagian Ilmu Kedokteran Komunitas/Ilmu Kedokteran Pencegahan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana adinatasinar@gmail.com

ABSTRAK

Masalah kemiskinan menyebabkan ketidakmampuan seseorang untuk memenuhi kebutuhan tempat tinggal yang layak dari segi kesehatan. Rumah sehat adalah tempat berlindung, beristirahat, serta sebagai media pembinaan keluarga sehingga seluruh anggota keluarga dapat bekerja secara produktif. Rumah yang tidak sehat dapat meningkatkan resiko penghuninya mengalami berbagai macam penyakit. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran kesehatan rumah di wilayah kerja Puskesmas Karangasem I. Penelitian deskriptif cross sectional dilakukan pada Desa Pertima dan Desa Bugbug untuk mewakili wilayah tersebut. Sejumlah 81 rumah dipilih dengan metode proportional to size random sampling. Data dikumpulkan dengan wawancara untuk memperoleh karaktersitik dan perilaku responden serta observasi terhadap komponen rumah dan sarana sanitasi. Hasil penelitian menunjukkan hanya 38,3% rumah yang memenuhi kriteria rumah sehat. Berdasarkan komponen rumah, semuanya (100%) memiliki jendela ruang keluarga, sebagian besar memiliki jendela kamar tidur (96,3%), lantai diplester (97,5%), dinding permanen (91,4%), langit-langit yang bersih dan aman (67,9%), serta ventilasi permanen dengan luas >10% dari luas lantai (58,0%). Rumah yang memiliki ventilasi dapur >10% dari luas lantai dapur hanya 49,4%, dan yang memiliki pencahayaan terang 30,9%. Berdasarkan sarana sanitasi, semuanya (100%) memiliki sarana air bersih milik sendiri dan sebagian besar (91,4%) memiliki jamban yang disalurkan ke septic tank. Rumah yang memiliki sarana pembuangan air limbah yang diresapkan hanya 24,7% dan yang memiliki tempat sampah yang kedap air dan bertutup 2,5%. Berdasarkan perilaku, semuanya (100%) terbiasa membuang kotoran di jamban setiap hari. Sebagian besar responden terbiasa membersihkan halaman (97,5%), membuka jendela ruang keluarga (88,9%) dan jendela kamar tidur (70,5%) setiap hari. Kebiasaam membuang sampah di tempat sampah setiap hari hanya 39,5%.

Kata kunci: Rumah sehat, komponen rumah, sarana sanitasi, perilaku penghuni

DESCRIPTION OF HEALTHY HOUSE IN PUBLIC HEALTH CENTER I KARANGASEM BALI 2015

ABSTRACT

Poverty caused inability of the individual to fulfill their requirements of proper residential based from the aspect of healthiness. Healthy houses were a shelter, dwelling, also as a media for family building with the result that all of the member could be productive. Unhealthy houses might increase the risk for the family member to be subjected to all kind of diseases. The purpose of this study was to understand the descriptive of healthy houses in the work area of Karangasem I public health center. The cross-sectional-descriptive study was done in the Pertima and Bugbug Village as the representative of the work area. Eighty-one houses chosen as samples of study from both of the village with the proportional to size random sampling method. The data collected through the interview to obtain the characteristics and unmated daily habit of respondents and also to observe the houses component and sanitation facility. The result of the study showed that only 38,3% of houses that fulfilled the healthy houses criteria. Based on the components of the house, all of them (100%) had windows in the living room, most of them had windows in the bed room (96,3%), tiled floor (97,5%), brick wall (91,4%), clean and safe ceiling (67,9%), and also permanent ventilation with the size of more than 10% of the floor size (58%). Houses with the kitchen ventilation more than 10% of the floor size was only 49,4% and the houses with the good lighting was only 30,9%. Based on sanitation facility, all of them (100%) had private clean water facility and most of them (91,4%) had toilet that connected to the septic tank. Houses with the sewage wastewater disposal facility were only 24,7% and houses that had the waterproof and closed trash were only 2,5%. Based on the family habit, all of them (100%) defecated using the water closet. Most of them cleaned the yard (97,5%), opened the window in living room (88,9%) and bedroom (70,5%) everyday. The habit for throwing the trash daily was 39,5%.

Keywords: Healthy house, house components, sanitary facility, unmate daily habit

PENDAHULUAN

Karangasem merupakan suatu Kabupaten di       cukup banyak. Berdasarkan data dari Badan Pusat

Provinsi Bali dengan jumlah penduduk miskin        Statistik Provinsi Bali tahun 2016, didapatkan

1

persentase penduduk miskin di Kabupaten Karangasem sebesar 6,88%, menyebabkan kabupaten ini menjadi kabupaten termiskin kedua setelah Klungkung.1 Banyaknya penduduk miskin akan menimbulkan permasalahan baru seperti ketersediaan lapangan pekerjaan, rumah yang layak, pelayanan kesehatan, kriminalitas dan lain-lain. Penelitian Septiana dkk tahun 2010 menunjukan bahwa terdapat hubungan antara kondisi ekonomi suatu keluarga dengan tingkat kematian perinatal.2 Selain itu kondisi ekonomi juga berpengaruh terhadap status gizi dari balita dalam suatu keluarga.3 Berdasarkan teori Bloom dalam konsep sehat-sakit, terdapat 4 komponen yang menentukan kesehatan suatu individu, diantaranya adalah aspek lingkungan yang masuk didalamnya adalah faktor ekonomi.4

Masalah kemiskinan dapat mempengaruhi kemampuan individu untuk memenuhi kebutuhan dasar, seperti tempat tinggal yang layak.4 Adapun komponen utama yang menjadi parameter tempat hunian yang layak adalah kesehatan.5

Rumah sehat adalah tempat berlindung dan beristirahat serta sebagai media pembinaan keluarga yang menumbuhkan kehidupan secara fisik, mental, dan sosial, sehingga seluruh anggota keluarga dapat bekerja secara produktif.5 Penilaian kesehatan rumah dilihat dari 3 aspek, yaitu komponen rumah, sarana sanitasi, dan perilaku penghuni berdasarkan kepada pedoman teknis penilaian rumah sehat Depkes RI tahun 2002. Hal ini bertujuan agar penghuni mampu meningkatkan mutu hunian sekaligus meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat.2

Kondisi rumah yang sehat merupakan hal penting, karena rumah yang tidak sehat dapat berdampak terhadap kesehatan penghuninya. Secara tidak langsung rumah yang tidak sehat dapat meningkatkan resiko penghuninya mengalami berbagai macam penyakit. Pada sebuah penelitian

ditemukan bahwa balita yang tinggal di rumah yang tidak sehat mempunyai resiko 6,8 kali lebih besar untuk menderita pneumonia.6 Penelitian lainnya juga menyatakan bahwa apabila persentase keberadaan rumah sehat tinggi maka persentase penyakit ispa dan diare cenderung rendah.7

Melihat permasalahan yang ada mengenai pentingnya keberadaan rumah sehat maka peneliti merasa perlu untuk mengetahui gambaran kesehatan rumah di wilayah kerja Puskesmas Karangasem I.

METODE

Penelitian deskriptif cross sectional dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Karangasem I pada bulan Februari 2015. Desa Pertima dan Desa Bugbug dipilih untuk mewakili wilayah tersebut. Dipilih secara acak satu Banjar di masing-masing desa untuk dijadikan sampel. Pengambilan sampel pada masing-masing desa sesuai dengan proporsi rumah tangga. Sejumlah 50 rumah dari Desa Bugbug dan 31 rumah dari Desa Pertima dipilih sebagai sampel. Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara terstruktur dan observasi rumah dengan menggunakan pedoman teknis penilaian rumah sehat Depkes RI tahun 2002. Sebelum wawancara, subjek penelitian dimintai persetujuan. Wawancara dilakukan untuk memperoleh karakteristik responden dan perilaku penghuni rumah. Terdapat lima poin yang dinilai pada perilaku penghuni yaitu frekuensi membuka jendela kamar tidur, frekuensi membuka jendela ruang keluarga, penggunaan jamban, kebiasaan membersihkan halaman, dan kebiasaan membuang sampah. Observasi dilakukan terhadap komponen rumah dan sarana sanitasi. Bagian yang dinilai dalam komponen rumah meliputi langit-langit, dinding rumah, lantai, jendela kamar, jendela ruang keluarga, ventilasi, lubang asap dapur, dan pencahayaan rumah. Sarana sanitasi meliputi sarana air bersih, sarana pembuangan kotoran,

2

sarana pembuangan air limbah, dan sarana pembuangan sampah. Total nilai komponen rumah dikali 31, sarana sanitasi dikali 25, dan perilaku penghuni dikali 44. Penjumlahan dari ketiga subvariabel tersebut memberikan rentang nilai antara 0-1200, dimana rumah dikatakan sehat jika memiliki nilai akhir diatas 1.089 dan tidak sehat bila dibawah 1089.2 Data hasil penelitian dianalisis secara deskriptif.

HASIL

Sebagian besar responden merupakan kepala keluarga yang berusia diatas 54 tahun. Tingkat pendidikan masih rendah. Sebagian besar memiliki pekerjaan disektor informal dengan pendapatan tergolong rendah. Masih banyak rumah (69,1%) yang dihuni oleh lebih dari satu keluarga. Data lebih rinci disajikan dalam tabel 1.

Tabel 1. Karakteristik Responden

Karakteristik

F

%

Umur (tahun)

<35

10

12,3

35-44

23

28,4

45-54

16

19,8

>54

32

39,5

Pendidikan

Rendah

39

48,1

Menengah

30

37,1

Tinggi

12

14,8

Pekerjaan

Tidak Bekerja

8

9,9

Buruh

12

14,8

Petani

20

24,7

PNS

5

6,3

Pegawai Swasta

13

16,0

Wiraswasta

13

16,0

Lainnya

10

12,3

Pendapatan

Rp. 200.000-Rp. 1.500.000 (Rendah)

43

58,9

Rp 1.501.000-Rp. 3.500.000 (Sedang)

27

37,0

> Rp. 3.500.000 ( Tinggi)

3

4,1

Anggota yang tinggal dengan responden

Keluarga Inti

25

30,9

Keluarga Besar

56

69,1

Tabel 2. Variabel rumah yang memenuhi syarat kesehatan

Karakteristik                                                                           f(%)

Komponen Rumah

1. Memiliki jendela ruang keluarga

81 (100%)

2. Lantai diplester/ubin/keramik

79 (97,5%)

3. Memiliki jendela kamar tidur

78 (96,3%)

4. Memiliki dinding permanen

74 (91,4%)

5. Memiliki langit-langit yang yang bersih dan aman

55 (67,9%)

6. Ventilasi permanen dengan luas >10% dari luas lantai

47 (58,0%)

7. Lubang asap dapur >10% dari luas lantai dapur

40 (49,4%)

8. Pencahayaan yang terang

25 (30,9%)

Sarana Sanitasi

  • 1.    Memiliki sarana air bersih milik sendiri dan sesuai kriteria kesehatan

  • 2.    Memiliki jamban tipe leher angsa dan disalurkan ke septic tank

  • 3.    Memiliki sarana pembuangan air limbah yang diresapkan

  • 4.    Memiliki tempat sampah yang kedap air dan bertutup

81 (100%)

74 (91,4%)

20 (24,7%)

2 (2,5%)

Perilaku Penghuni

  • 1.    kebiasaan membuang kotoran di jamban setiap hari

  • 2.    membersihkan halaman setiap hari

  • 3.    membuka jendela ruang keluarga setiap hari

  • 4.    membuka jendela kamar tidur setiap hari

  • 5.    membuang sampah di tempat sampah setiap hari

81 (100%)

79 (97,5%)

72 (88,9%)

55 (70,5%)

32 (39,5%)

Tabel 3. Gambaran Rumah Sehat Berdasarkan Pendidikan, Pendapatan, dan Anggota yang Tinggal dengan Responden.

Status Rumah

Karakteristik

Sehat f(%)

Tidak Sehat f(%)

Pendidikan

Tinggi

9 (75.0%)

3 (25,0%)

Menengah

13(43,3%)

17 (56,7%)

Rendah

9 (23,1%)

30 (76,9%)

3

Pendapatan

Tinggi

2 (66,7%)

1 (33,3%)

Sedang

14 (51,9%)

13 (48,1%)

Rendah

12 (27,9%)

31 (72,1%)

Yang Tinggal

Satu Rumah

Keluarga inti

10 (40,0%)

15 (60%)

Keluarga besar

21 (37,5%)

35 (62,5%)

Didapatkan hanya sebanyak 38,3% rumah dengan kondisi rumah sehat. Berdasarkan komponen rumah, sebagian memiliki ventilasi dapur dan pencahayaan rumah yang kurang memenuhi syarat kesehatan. Begitu juga dengan sarana sanitasi yang rendah pada aspek pembuangan air limbah dan tempat sampah. Kebiasaan membuang sampah di tempat sampah setiap harinya masih rendah pada penduduk setempat. Hal tersebut digambarkan pada Tabel 2.

Tabel 3. menggambarkan rumah sehat berdasarkan pendidikan, pendapatan, dan anggota yang tinggal dengan responden Jika dilihat dari tingkat pendidikan maka kepemilikan rumah sehat paling besar pada kelompok dengan pendidikan tinggi. Begitu juga, rumah sehat lebih banyak dimiliki oleh kelompok yang berpendapatan tinggi. Jumlah anggota keluarga yang tinggal serumah tidak memberikan perbedaan yang besar mengenai kesehatan rumah.

PEMBAHASAN

Hasil penelitian ini menunjukan pada wilayah tersebut hanya 38,3% rumah yang memenuhi kriteria rumah sehat. Temuan ini sejalan dengan penelitian Supraptini (2007) yang menunjukan determinan kepemilikan rumah sehat pada daerah pedesaan hanya sebesar 38,5%.9 Begitu juga dengan, hasil penelitian Bungsu (2008) mengenai rumah sehat di Kecamatan Peureulak Kabupaten Aceh Timur hanya sebesar 31,7%.10 Penelitian Faisal (2011) juga menunjukan rumah sehat pada wilayah pesisir di Desa Pusong Lama Kota Lhokseumawe masih rendah (19,09%).11

Persentase rumah sehat yang bervariasi tersebut dipengaruhi oleh berbagai faktor sosial ekonomi seperti pendidikan dan pendapatan. Rumah yang sehat cenderung dimiliki oleh responden dengan tingkat pendidikan tinggi. Pernyataan ini didukung dengan penelitian Prasetyo (2009) yang menunjukkan bahwa tingkat pendidikan berpengaruh terhadap usaha peningkatan kondisi lingkungan rumah. Tingkat pendidikan yang tinggi menyebabkan pengetahuan seseorang akan semakin baik dan lingkungan rumahnya akan diatur sedemikian rupa sehingga memiliki kualitas rumah yang baik.12 Hasil penelitian ini juga didukung dengan pernyataan Sastra (2002), dimana pendidikan yang rendah berhubungan dengan keterbatasan informasi tentang semua hal yang berkaitan dengan pengadaan dan pembangunan rumah sehat.13 Tingkat pendidikan sangat menentukan daya nalar seseorang sehingga memungkinkan untuk menyerap berbagai informasi. Selain itu juga dapat membantu berpikir secara rasional dalam menanggapi informasi yang beredar dan menghadapi masalah yang dihadapi terutama yang berhubungan dengan perilaku sehat.10

Hal yang serupa juga terjadi pada responden dengan pendapatan tinggi cenderung untuk memiliki rumah yang sehat. Dalam penelitian Bungsu (2008) menyatakan bahwa pendapatan keluarga mempunyai hubungan dengan penerapan rumah sehat.10 Kebutuhan dasar dari sebuah rumah tangga adalah makanan, pakaian, perumahan, kesehatan, pendidikan, air dan sanitasi, transportasi, serta partisipasi.13 Hal ini menunjukkan kepala keluarga dengan pendapatan yang tinggi mampu memenuhi kebutuhannya akan makanan serta pakaian, maka sisa pendapatannya akan dialokasikan untuk memenuhi kebutuhan akan tempat tinggal yang sehat dan nyaman.

4 http://ojs.unud.ac.id/index.php/eum

Berdasarkan komponen rumah, penyebab rendahnya persentase rumah sehat diakibatkan oleh rendahnya kepemilikan lubang asap dapur dan pencahayaan rumah yang memenuhi syarat kesehatan. Pemahaman responden mengenai seberapa luas lubang asap dapur yang seharusnya dimiliki berdasarkan luas lantai dapurnya masih kurang. Beberapa responden memiliki lubang asap di dapurnya namun dengan luas <10% luas lantai dapur. Hal tersebut kemungkinan diakibatkan oleh pengetahuan masyarakat yang masih kurang mengenai luas ventilasi yang seharusnya. Pernyataan tersebut didukung oleh temuan Atmaja (2004) pada penelitiannya bahwa rendahnya kepemilikan rumah sehat, khususnya pada aspek ventilasi dikarenakan tingkat pengetahuan masyarakat yang rendah terhadap persyaratan rumah sehat.14

Temuan lain dalam penelitian ini adalah subvariabel pembuangan sampah yang tidak memadai. Hal serupa juga ditemukan pada penelitian Subakti (2014) yang menyatakan bahwa kepemilikan tempat sampah yang kedap air dan tertutup masih termasuk rendah.15 Pada subvariabel ini, sangat sedikit responden yang memiliki tempat sampah yang yang kedap air dan bertutup. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh pengetahuan masyarakat tentang tempat sampah masih kurang atau tempat sampah yang sesuai kriteria sehat dianggap tidak praktis. Masyarakat cenderung memilih barang-barang bekas untuk dijadikan tempat sampah seperti keranjang bambu, kardus, karung, dan lainnya karena mudah didapat dan dapat menampung sampah. Tempat sampah yang direkomendasikan oleh Depkes RI adalah tempat sampah yang kedap air dan memiliki penutup. Tempat pembuangan sampah tersebut seharusnya mampu menjamin tikus, lalat dan binatang pengganggu lainnya tidak bersarang disana serta tidak menimbulkan bau ke sekitar.16 Penelitian

Subakti (2014) juga menemukan bahwa kepemilikan tempat sampah yang tidak kedap air dan tertutup berhubungan dengan peningkatan prevalensi terjadinya diare akut.15

Subvariabel lain yang ditemukan rendah pada penelitian ini adalah sarana pembuangan limbah air. Sebagian besar responden mengalirkan air limbahnya ke selokan terbuka. Hal ini merupakan hal yang berbahaya karena Air limbah adalah air yang mengandung berbagai zat kimia yang dapat membahayakan kehidupan mahluk hidup sehingga beresiko untuk mencemari sumber air setempat.17 Sistem pembuangan air limbah yang paling baik adalah disalurkan ke selokan tertutup atau saluran kota untuk diolah lebih lanjut.5

Belum tersedianya fasilitas itu di wilayah tersebut menyebabkan responden memilih untuk mengalirkan air limbah rumah tangga ke selokan terbuka. Sebagian kecil responden memiliki lubang resapan untuk pengaliran air limbah namun tidak semuanya mengetahui bahwa jarak minimal untuk membuat lubang resapan adalah >10 meter dari sumber air bersih.

Variabel perilaku penghuni, ditemukan nilai yang rendah pada subvariabel kebiasaan membuang sampah di tempat sempah setiap harinya (39,5%). Hal ini dikarenakan sistem pengolahan sampah diwilayah tersebut yang belum optimal. Mobil angkutan sampah hanya datang 1 kali dalam seminggu sehingga sampah sering banyak menumpuk. Hal inilah salah satu penyebab terdapatnya sebagian kecil responden yang tidak pernah membuang sampah ditempat sampah. Mereka lebih memilih untuk membuang sampah dikebun atau membakarnya karena dianggap lebih praktis.

Rendahnya kepemilikan rumah sehat patut menjadi perhatian berbagi pihak karena keberadaan rumah sehat dapat meningkatkan produktivitas keluarga itu sendiri. Kolaborasi atau kerjasama

5


lintas program ataupun lintas sektoral diperlukan untuk bisa meningkatkan kepemilikan rumah sehat. Untuk itu sebaiknya dilakukan penyuluhan mengenai rumah sehat kepada masyarakat sehingga masyarakat lebih paham mengenai komponen rumah, sarana sanitasi dan perilaku yang memenuhi syarat kesehatan. Hal-hal seperti penyediaan tempat sampah yang layak, optimalisasi program kerja bakti lingkungan, menambah jadwal pengambilan sampah keliling, dan lainnya merupakan salah satu upaya segera atau jangka pendek yang dapat dilakukan untuk meningkatkan rumah sehat. Rencana jangka panjang dapat dilakukan dengan melibatkan Desa Adat atau Banjar melalui pembuatan    awig-awig    desa    mengenai

pembangunan rumah yang sesuai syarat kesehatan.

SIMPULAN

Rumah sehat di wilayah kerja Puskesmas Karangasem I hanya sebesar 38,3%. Lubang asap dapur, pencahayaan rumah, sarana pembuangan air limbah dan sampah serta kebiasaan membuang sampah ditempat sampah merupakan aspek yang masih belum sesuai kriteria kesehatan di wilayah tersebut. Semakin tinggi pendapatan dan tingkat pendidikan cenderung semakin memiliki rumah sehat.

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    BPS Provinsi Bali. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Provinsi Bali Menurut Klasifikasi Daerah Tahun 2004 – 2014. 2014. Accessed                            from

http://bali.bps.go.id/tabel_detail.php?ed=615--1&od=15&id=15

  • 2.    Aisyan SDS, Djannah SN, Wardani Y. Hubungan antara Status Sosial Ekonomi Keluarga dengan Kematian Perinatal di Wilayah Kerja Puskesmas Baamang Unit II Sampit Kalimantan Tengah Januari – April 2010. Jurnal KESMAS UAD 2010;ISSN :

1978-0575.

  • 3.    Santi DY, Utama SP, Putranto AMH. Hubungan antara Kondisi Sosial Ekonomi dan Higiene Sanitasi Lingkungan dengan Status Gizi Anak

Usia 2-5 Tahun di Kecamatan Seginim Kabupaten Bengkulu Selatan Tahun 2012. Naturalis 2012;1(2):141-45.

  • 4.    Notoatmodjo, S. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta : Rineka Cipta

  • 5.    Kemenkes RI, 2014. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2013. Jakarta

  • 6.    Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2002. Pedoman Teknis Penilaian Rumah Sehat. Ditjen PPM dan PL. Jakarta

  • 7.     Sulistyowati. 2010. Hubungan antara

Rumah Tangga Sehat dengan Kejadian Pneumonia pada Balita di Kabupaten Trenggalek. Tesis. Program Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret.

  • 8.     Hapsari D, Dharmayanti I, Supraptini. Pola

Penyakit ISPA dan Diare Berdasarkan Gambaran Rumah Sehat di Indonesia dalam Kurun Waktu Sepuluh Tahun Terakhir. Buletin Penelitian Sistem Kesehatan 2013;16(4):363–72

  • 9.    Supraptini. 2007. Gambaran Rumah Sehat

di Indonesia Berdasarkan Analisis Data Susenas 2001 dan 2004. Buletin Penelitian Kesehatan. Vol. 35, No. 4 : 187-196

  • 10.    Bungsu, R.,  2008. Pengaruh Karakteristik

Individu, Pengetahuan, Sikap dan Peran Petugas terhadap Penerapan Rumah Sehat di Kecamatan Peureulak Kabupaten Aceh Timur. Tesis Mahasiswa S-2 IKM Universitas Sumatera Utara Medan

  • 11.    Faisal. 2011. Pengaruh Karakteristik Masyarakat Terhadap Penerapan Rumah Sehat pada Wilayah Pesisir di Desa Pusong Lama Kota Lhokseumawe Tahun 2010. Tesis Mahasiswa S-2 IKM Universitas Sumatera Utara Medan.

  • 12.    Prasetyo, A. 2009. Karakteristik Pemukiman Kumuh di Kampung Krajan Kelurahan Mojosongo Kecamatan Jebres Kota Surakarta. Skripsi Mahasiswa S-1 Fakultas Geografi Universitas Muhammadiyah Surakarta.

  • 13.    Sastra, S., Marlina, E. 2002. Perencanaan dan Pengembangan Perumahan. Penerbit Andi. Yogyakarta.

  • 14.    Atmaja J. Hubungan Faktor Sosial Ekonomi dengan Kondisi Fisik Bangunan Rumah Tidak Sehat di Kecamatan Lubuk Alung. Jurnal Ilmiah R & B 2004;(4):2.

  • 15.    Subakti FA. Pengaruh Pengetahuan, Perilaku Sehat  dan  Sanitasi  Lingkungan terhadap

Kejadian Diare Akut di Kelurahan Tlogopojok dan Kelurahan Sidorukun Kecamatan Gresik Kabupaten Gresik. 2014. Accessed from http://ejournal.unesa.ac.id/article/13744/40/artic le.pdf on April 6th 2016

  • 16.    Roy, A.T. 2010.Hubungan Karakteristik, Pengetahuan, dan Sikap Kepala Keluarga dengan Kepemilikan Rumah Sehat di Kelurahan Pecan Selesei, Kecamatan Selesei, Kabupaten Langkat. Universitas sumatera utara.

6

17. Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2014. Sanitasi Total Berbasis Masyarakat : Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 3 Tahun 2014. Jakarta


7


http://ojs.unud.ac.id/index.php/eum