PERILAKU PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI TERKAIT KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

PADA PENGRAJIN PATUNG KAYU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS UBUD I GIANYAR BALI

N. P. Wida Pangestika1, N.P. Ariastuti2

1Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana, 2Laboratorium Ilmu Kedokteran Komunitas Ilmu Kedokteran Pencegahan, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana, Denpasar, Bali, 80232, Indonesia,

ABSTRAK

Ubud, Gianyar terkenal sebagai daerah industri kerajinan ukir-ukiran kayu, persentase pengrajin patung di wilayah ini mencapai 60% dari total pekerja. Dalam pembuatan patung, pengrajin masih menggunakan cara yang tradisional dan manual sehingga banyak menimbulkan resiko kerja. Resiko kerja ini dapat diminimalkan dengan menerapkan prinsip-prinsip keselamatan dan kesehatan kerja (K3) dengan penggunaan alat pelindung diri (APD). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perilaku penggunaan APD pada pengrajin patung kayu di wilayah kerja Puskesmas Ubud I, Gianyar, Bali. Metode yang digunakan adalah deskriptif cross-sectional. Jumlah sampel didapatkan 103. Pengumpulan data dilakukan menggunakan teknik wawancara dan observasi. Pekerjaan pengrajin patung kayu meliputi pemotong kayu, pemahat, dan pengamplas serta pengecat. Pada pemotong kayu, yang memakai kacamata pelindung 15,4%, dan tutup telinga 7,7%. Pada pemahat, yang memakai masker 37,2%, dan sarung tangan 16,3%. Pada pengamplas dan pengecat, yang memakai masker 65,9%, dan sarung tangan 17%. Dapat disimpulkan pemakaian APD pada pengrajin patung kayu di wilayah kerja Puskesmas Ubud I, Gianyar umumnya sudah sesuai dengan jenis pekerjaan, namun pemakaiannya masih rendah.

Kata kunci : Alat Pelindung Diri, Keselamatan, Kesehatan, Kerja, Patung Kayu.

USE OF PERSONAL PROTECTIVE EQUIPMENT RELATED TO OCCUPATIONAL HEALTH AND SAFETY AMONG CRAFTSMEN IN THE REGION OF UBUD I COMMUNITY HEALTH CENTER, GIANYAR, BALI.

ABSTRACT

Ubud, Gianyar is famous as an area for wood-carving craft, the percentage of craftsmen in Ubud, Gianyar reaches up to 60% out of the total workers. A craftsmen still using a very traditional and manual technique, so it can cause a lot of risks. The risk can be minimized if the craftsman give attention to their safety and health behaviour, especially in the use of personal protective equipment. The purpose of this research is to study the behaviour of the use of personal protective equipment related to occupational health and safety among craftsmen. The research used descriptive cross-sectional study. Number of samples were 103. Data were collected with interview and observation. The result from this research was in wood cutter, the number of respondents who wear goggles are 15,4%, and ear plug are 7,7%. In carver, the number of respondents who wear mask are 37,2%, and gloves are 16,3%. In painter, the number of respondents who wear mask are 65,9%, and gloves are 17%. The use of personal protective equipment among craftsmen in the region of Ubud I Comunity Health Centre was poor.

Keywords : Personal Protective Equipment, Occupational Safety and Health, Craftsmen.

PENDAHULUAN

Indonesia memiliki jumlah angkatan kerja terbesar nomor 4 di dunia. Data BPS tahun 2005 menyebutkan jumlah tenaga kerja di Indonesia sekitar 106 juta jiwa dan jumlah industri berjumlah 102.000 perusahaan.1 ILO melaporkan bahwa satu pekerja meninggal setiap 15 detik akibat kecelakaan di tempat kerja atau sakit akibat kerja. Setiap 15 detik terdapat sekitar 160 kecelakaan kerja di dunia.2 Di Indonesia sendiri, dilaporkan bahwa selama kurun waktu lima tahun

terakhir kasus kecelakaan kerja meningkat, dari 96.314 kasus (2009) meningkat mencapai 103.285 kasus (2013). Karena tingginya angka kecelakaan kerja ini, maka diperlukan upaya-upaya untuk mencegahnya.1,2

Bali terkenal dengan beraneka ragam kesenian dan budayanya. Salah satu daerah yang terkenal dengan karya seninya adalah Kabupaten Gianyar. Sejak lama kabupaten Gianyar telah berkembang sebagai daerah industri kerajinan, terutama di daerah Ubud dan

sekitarnya. Ubud merupakan salah satu daerah penghasil kerajinan patung kayu. Jumlah pekerja secara keseluruhan di kabupaten Gianyar adalah 72.574 dan secara khusus jumlah pengrajin kayu adalah 43.681. Di wilayah kerja Puskesmas Ubud I terdapat 2.873 pengrajin kayu.3

Setiap pekerjaan memiliki resiko. Begitu juga dengan pengrajin patung kayu. Meski terlihat sederhana, pekerjaan pengrajin patung kayu juga memiliki risiko pekerjaan yang besar. Alat-alat pekerjaan yang dipakai serta kondisi lingkungan pekerjaan yang tidak baik dapat menimbulkan berbagai macam resiko bagi para pekerjanya. Para pengrajin memotong kayu dengan menggunakan gerinda atau gergaji serta memahat patung dengan menggunakan alat pahat dan palu, resiko pekerjaan yang dapat ditimbulkan oleh alat-alat tersebut yaitu timbulnya perlukaan. Selain itu suara bising dari gerinda dalam jangka waktu yang lama dapat menimbulkan terganggunya alat pendengaran. Serbuk-serbuk kayu dari proses pengamplasan dan bahan kimia dari pelitur atau vernis jika terhirup dapat menimbulkan infeksi pada saluran pernafasan atas. Pada tahap akhir, pemolesan dengan pelitur atau vernis

juga berisiko menimbulkan iritasi atau alergi pada kulit. Ditinjau dari resiko pekerjaan yang besar pada pengrajin patung kayu tersebut, usaha K3 dirasa sangat penting peranannya dalam upaya mencegah terjadinya kecelakaan kerja dan sakit akibat kerja.4-6

APD berperan penting terhadap K3 bagi para pengrajin patung kayu.7,8 Terdapat berbagai macam/jenis APD yang dapat digunakan oleh para pengrajin patung kayu jika dilihat dari resiko yang dapat ditimbulkan dari pekerjaannya. APD tersebut di antaranya adalah sarung tangan untuk mengurangi risiko kecelakaan kerja yang ditimbulkan oleh benda-benda tajam dan kontak langsung dengan bahan kimia. Alat penutup telinga dapat digunakan untuk melindungi telinga dari bunyi-bunyi yang memiliki volume suara yang cukup keras dan bising. Masker dapat digunakan untuk mengurangi terhirupnya serbuk-serbuk kayu dan bahan kimia agar tidak masuk kedalam saluran pernapasan. Kacamata pengaman dapat digunakan untuk melindungi mata dari debu kayu selama proses pembuatan patung dilakukan.9,10 Semua resiko pekerjaan yang dapat ditimbulkan pada saat bekerja, dapat diminimalkan dengan penggunaan APD

tersebut.6 Ditinjau dari pentingnya K3, puskesmas Ubud I saat ini sedang mengembangkan program usaha keselamatan dan kesehatan kerja yang baru dirintis sejak bulan April tahun 2014 namun program tersebut masih dalam proses pendataan saja.

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, penulis merasa perlu melakukan penelitian mengenai perilaku penggunaan APD untuk mengetahui kebutuhan informasi apa yang dibutuhkan terkait prosedur K3 pada pengrajin patung kayu di wilayah kerja Puskesmas Ubud I, Gianyar, Bali. Dengan penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan untuk pengembangan program usaha K3 Puskesmas Ubud I.

METODE

Desain penelitian studi deskriptif crosssectional dengan subyek penelitian adalah para pengrajin patung kayu di wilayah kerja Puskesmas Ubud I, Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali dari tanggal 26-30 September 2014.

Jumlah pekerja di industri kerajinan ukir-ukiran kayu di wilayah kerja Puskesmas Ubud I adalah 2.873 orang, data didapatkan dari Dinas

Perindustrian dan Perdagangan Gianyar. Jumlah pekerja ini tersebar pada 4 desa, yaitu desa Mas, desa Peliatan, desa Petulu, dan desa Lodtunduh. Jumlah sampel minimal yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah 93. Pengambilan sampel dengan metode cluster random sampling. Pengambilan sampel dilakukan dengan memilih acak daftar perusahaan kemudian pekerja pada perusahaan tersebut dipilih sebagai sampel. Didapatkan 103 pekerja yang dijadikan sampel penelitian.3

Data dikumpulkan dengan cara wawancara dan observasi langsung. Wawancara meliputi pertanyaan yang berkaitan dengan karakteristik sampel, sedangkan pada observasi dilihat secara langsung bagaimana perilaku pemakaian APD saat bekerja.

HASIL

Karakteristik Responden Pengrajin Patung Kayu

Distribusi sampel berdasarkan kategori umur dibedakan dari jenis kelamin. Pada laki-laki terdistribusi pada usia 2175 tahun, sedangkan pada perempuan terdistribusi pada usia 21-60 tahun. Tingkat pendidikan dari sampel cukup bervariasi. Lama kerja responden kurang dari 10 tahun adalah 65 (63,1%),

antara 10-30 tahun adalah 35 (34%), dan lebih dari 30 tahun adalah 3

(2,9%). Data dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Distribusi Subjek Menurut Karakteristik Sampel Penelitian

Variabel

Laki-laki

Perempuan

Total

f (%)

f (%)

f (%)

Umur (tahun)

- 21-30

21 (33,9)

9 (21,9)

30 (29,1)

- 31-40

26 (41,9)

17 (41,5)

43 (41,7)

- 41-50

9 (14,5)

12 (29,3)

21 (20,4)

- 51-60

2 (3,2)

3 (7,3)

5 (4,9)

- 61-70

3 (4,8)

-

3 (2,9)

- 71-75

1 (1,6)

-

1 (0,9)

Tingkat Pendidikan

- Tidak Bersekolah

1 (1,6)

3 (7,3)

4 (3,9)

- SD

9 (14,5)

8 (19,5)

17 (16,5)

- SMP

16 (25,8)

11 (26,8)

27 (26,2)

- SMA

33 (53,2)

19 (46,3)

52 (50,5)

- Diploma

2 (3,2)

-

2 (1,9)

- Sarjana

1 (1,6)

-

1 (0,9)

Lama Kerja (tahun)

- Kurang dari 10

38 (61,3)

27 (65,9)

65 (63,1)

- Antara 11 sampai 30

22 (35,5)

13 (31,7)

35 (34,0)

- Lebih dari 30

2 (3,2)

1 (2,4)

3 (2,9)

Perilaku Pemakaian APD Pengrajin Patung Kayu

Perilaku kerja dari para pengrajin kayu meliputi kebiasaan menggunakan APD di tempat kerja. Pada pengrajin patung kayu, APD yang diperlukan tergantung dari jenis pekerjaan yang dilakukan melihat dari resiko yang dapat ditimbulkan dari pekerjaan tersebut. Pekerjaan pada pengrajin patung kayu meliputi pemotong kayu, pemahat, dan pengamplas serta pengecat. Pada pemotong kayu, APD yang diperlukan

adalah kacamata pelindung, dan penutup telinga. Pada pemahat, APD yang diperlukan adalah masker dan sarung tangan. Sedangkan pada pengamplas dan pengecat, APD yang diperlukan meliputi masker dan sarung tangan. Jumlah responden pemotong kayu sebanyak 13 orang, pemahat sebanyak 43 orang, dan pengamplas serta pengecat sebanyak 47 orang. Hasil observasi langsung menunjukkan pemotong kayu, jumlah responden yang memakai kacamata pelindung adalah 2

(15,4%), dan tutup telinga adalah 1

(7,7%). Pada pemahat, jumlah responden yang memakai masker adalah 16 (37,2%), dan sarung tangan adalah 7

(16,3%). Pada pengamplas dan pengecat, jumlah responden yang memakai masker adalah 31 (65,9%), dan sarung tangan adalah 8 (17%).

Tabel 2. Perilaku Kerja Pemakaian APD

Perilaku

Pemakaian Alat Pelindung Diri

Pekerjaan             Kacamata Tutup Telinga Masker Sarung Tangan

f% f % f % f %

Pemotong Kayu (n = 13)    2 15,4    1      7,7        --

Pemahat (n = 43)              -             -          16   37,2     716,3

Pengamplas dan               -             -          31   65,9     817,0

pengecat (n=47)

PEMBAHASAN

Karakteristik dari sampel pada penelitian ini jika dilihat dari umur berdasarkan jenis kelamin, distribusi paling besar tersebar pada laki-laki dan perempuan adalah kelompok usia 31-40 tahun. Laki-laki (41,9%) dan perempuan (41,5%), yaitu pada usia yang produktif. Selain distribusi yang cukup besar pada rentang usia produktif, dilihat dari lama kerja sebagian besar responden memiliki pengalaman kerja kurang dari 10 tahun. Berdasarkan tingkat pendidikan responden lebih dari 50% memiliki pendidikan terakhir SMA sampai S1.

Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan responden cukup baik. Sebaran daerah tempat bekerja responden paling besar berada di Desa Mas dan Peliatan. Industri ukir-ukiran pada kedua daerah tersebut memang sangat berkembang dan cukup banyak menampung tenaga kerja.

APD yang digunakan pada pekerja pengrajin patung kayu tergantung dari jenis pekerjaan yang dilakukan melihat dari resiko yang dapat ditimbulkan dari pekerjaan tersebut berbeda-beda. Pekerjaan pada pembuatan patung kayu pada tahap awal adalah pemotong kayu yang pekerjaannya memotong kayu-

kayu besar menjadi bukal kayu dengan menggunakan gerinda atau gergaji gensaw yang nantinya bukal kayu tersebut akan digunakan untuk pemahatan. Pemakaian kacamata pelindung digunakan pada saat memakai gerinda atau gergaji “gensaw”. Pemakaian kacamata pelindung pada pekerja termasuk rendah (15,4%). Kacamata pelindung digunakan untuk melindungi mata dari debu kayu, batu, atau serpihan kayu yang ada pada saat proses pemotongan. Mengingat partikel-partikel debu berukuran sangat kecil dan halus yang terkadang tidak terlihat oleh kasat mata. Oleh karenanya bagian mata perlu mendapat perhatian dan diberikan perlindungan dengan menggunakan alat pelindung mata.9,10 APD lain yang digunakan pada proses pemotongan kayu adalah tutup telinga. Namun tutup telinga merupakan APD yang paling sedikit digunakan (7,7%). Suara bising yang dihasilkan dari mesin gerinda pada saat proses pemotongan kayu dapat menimbulkan terganggunya alat pendengaran para pekerja. Alat penutup telinga atau sumbat telinga dapat digunakan untuk menjaga dan melindungi telinga dari bunyi-bunyi yang memiliki volume suara yang

cukup keras. Perusahaan patung kayu seharusnya memisahkan area untuk memotong kayu dan memahat. Hal ini bertujuan untuk meminimalkan paparan debu dan suara bising dari mesin gerinda pada para pekerja. Namun pada pengamatan di lapangan dari 20 perusahaan yang dipakai, hanya 2 perusahan yang benar-benar memisahkan area untuk memotong kayu dan memahat. Sehingga setiap harinya semua pekerja pada 1 area tersebut terpapar debu dan suara bising dari mesin.

Pekerjaan tahap selanjutnya adalah pemahat yang pekerjaannya membentuk bukal kayu menjadi bentuk-bentuk yang diinginkan dengan menggunakan alat pahat dan palu. Pada tahap ini, APD yang diperlukan adalah masker dan sarung tangan. Pada pemahat, jumlah responden yang memakai masker adalah 16 (37,2%), dan yang memakai sarung tangan adalah 7 (16,3%). Pekerjaan tahap akhir pada pembuatan patung kayu adalah pengamplas dan pengecat yang pekerjaannya menghaluskan patung-patung kayu yang sudah terbentuk tersebut dan memberikan pelitur atau vernis pada proses finishing. Pada tahap ini, APD yang diperlukan juga meliputi masker dan sarung tangan.

Pada pengamplas dan pengecat, jumlah responden yang memakai masker adalah 31 (65,9%), dan yang memakai sarung tangan adalah 8 (17%). Proses pengolahan bahan baku untuk dijadikan patung cenderung menghasilkan polusi. Polusi berasal dari debu yang dihasilkan dari proses pemahatan serta pengamplasan kayu. Dampak yang dapat ditimbulkan dari polusi industri kerajinan kayu dapat mengganggu kesehatan pekerja dan pencemaran udara. Bahaya debu kayu bagi kesehatan bahwa debu merupakan bahan partikel (particulate matter) apabila masuk ke dalam saluran pernapasan manusia maka dapat menimbulkan penyakit khususnya berupa gangguan sistem pernapasan yang ditandai dengan pengeluaran lendir secara berlebihan yang menimbulkan gejala utama berupa batuk berdahak yang berkepanjangan. Gangguan umum yang sering terjadi adalah batuk, sesak napas, kelelahan umum dan berat badan menurun.4 Hasil penelitian Laga dkk tahun 2013 disebutkan jam kerja yang lama juga akan berpengaruh pada kesehatan saluran pernafasan. Semakin lama tenaga kerja menghabiskan waktu untuk bekerja di area kerjanya, maka akan

semakin lama pula paparan debu kayu diterimanya, sehingga kemungkinan untuk terjadi penurunan kapasitas paru juga akan lebih besar. Walaupun hasil penelitian tersebut tidak menemukan hubungan yang signifikan antara lama paparan debu pekerja dengan fungsi paru, penelitian lain menyebutkan 3 bahwa dengan konsentrasi >4mg/m3 dapat menyebabkan penurunan fungsi paru. Faktor lain yang mempengaruhi adalah konsentrasi debu kayu di area kerja, ukuran debu, kadar partikel debu dan lain-lain.4,5 Sebuah studi oleh Osman dan Pala (2009) juga membahas mengenai pajanan debu kayu di industri mebel di kawasan industri kecil di Bursa Turki menunjukkan terjadinya penurunan fungsi paru pada pekerja akibat pajanan debu yang rutin.4 Pengrajin memahat patung kayu dengan menggunakan alat pahat dan palu, resiko pekerjaan yang dapat ditimbulkan oleh alat-alat tersebut yaitu dapat menimbulkan perlukaan terhadap dirinya. Selain itu bahan kimia dari pelitur juga dapat menyebabkan iritasi dan alergi pada kulit. Penggunaan sarung tangan sangat dibutuhkan untuk mengurangi risiko kecelakaan kerja yang ditimbulkan oleh benda-benda tajam dan kontak langsung dengan

bahan kimia tersebut.6 Namun pada penelituan, penggunaan sarung tangan pada pengrajin patung kayu adalah rendah. Hal ini tampaknya berkaitan kebiasaan dan rasa kurang nyaman/gerah pada tangan responden saat memahat atau mengecat bila memakai sarung tangan.6

SIMPULAN

Pemakaian APD pada pengrajin patung kayu umumnya sudah sesuai dengan jenis pekerjaan, namun pemakaiannya masih rendah. Pada pemotong kayu, pemakaian kacamata dan tutup telinga sangat rendah (kurang dari 50%). Pada pemahat, pemakaian masker dan sarung tangan juga sangat rendah (kurang dari 50%). Pada pengamplas dan pengecat, pemakaian terbatas pada pemakaian sarung tangan, namun pemakaian masker cukup tinggi (lebih dari 50%).

Berdasarkan hasil penelitian ini, maka disarankan pada pihak-pihak terkait agar memberikan informasi dan sosialisasi tentang K3 khususnya pada penggunaan APD serta menjelaskan dampak yang dapat ditimbulkan jika tidak menerapkannya dengan baik. Pada penelitian berikutnya diharapkan dapat diteliti lebih rinci lagi tentang upaya keselamatan dan kesehatan kerja.

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    Department Kesehatan RI. Kesehatan Kerja. Jakarta: Depkes RI. 2008.

  • 2.    International Labour Organization. Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Jakarta: 2013; h.8-111.

  • 3.    Dinas Perindustrian dan Perdagangan. Jumlah pekerja di industri kerajinan ukir-ukiran dari kayu. Gianyar: Disperindag. 2013.

  • 4.    Laga H, Russeng SS, Wahyu A. Faktor yang Berhubungan dengan Kapasitas Paru Tenaga Kerja di Kawasan Industri Mebel Antang Makassar. Universitas Hassanudin, Makassar: 2013; h.1-8.

  • 5.    Hestya I, Wijono TH, Setiorini S. 2012, Hubungan Kerja Shift terhadap Kelelahan Perawat Di Instalasi Rawat Inap Rsud Dr. Sayidiman Magetan. Jurusan Kesehatan Lingkungan Kampus Magetan, Jawa Timur: 2012; h.1-11.

  • 6.    Simanjuntak RA. “Penilaian Faktor-faktor Resiko pada Saat Melakukan Pekerjaan dengan Metode Manual Tasks Risk Assessment” dalam Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Sains &

Teknologi (SNAST) Periode III, Yogyakarta: 2012; h.1-7.

  • 7.    Putra MU. Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Sikap Penggunaan Alat Pelindung Diri pada Mahasiswa Profesi Fakultas Ilmu Keperawatan UI.Universitas Indonesia, Jakarta: 2012; h.6-15.

  • 8.    Jerusalem MA, Khayati EZ. Modul Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Universitas Negeri Yogyakarta, Yogyakarta. 2010.

  • 9.    Occupational Safety and Health Administration (OSHA).    Small

Business Handbook. Departement of Labor, Amerika Serikat. 2005.

  • 10.    Occupational Safety and Health Administration (OSHA). A Guide for Protecting    Workersfrom

Woodworking Hazards. Departement of Labor, Amerika Serikat. 2008.