FAKTOR – FAKTOR RISIKO KEJADIAN BERAT BAYI LAHIR RENDAH DI WILAYAH KERJA UNIT PELAYANAN TERPADU KESMAS GIANYAR II

Sandra Surya Rini1, IGA Trisna W2

Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana1 Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UNUD/RSUP Sanglah2

ABSTRAK

Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) hingga saat ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di banyak negara karena merupakan salah satu faktor penyebab kematian bayi. BBLR berdampak serius terhadap kualitas generasi mendatang karena dapat memperlambat pertumbuhan dan perkembangan anak. Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2007, prevalensi BBLR di Indonesia sebesar 11,5 % sementara di provinsi Bali angka BBLR mencapai 12.1%. Insiden BBLR pada Unit Pelayanan Terpadu (UPT) Kesmas Gianyar II terus mengalami peningkatan setiap tahun. Pada tahun 2011 insiden BBLR di UPT Kesmas Gianyar sebesar 4.13%, jumlah ini meningkat pada tahun 2012 dimana insidennya meningkat menjadi 4.95%.

Tujuan penelitian ini adalah mengetahui faktor – faktor risiko yang memengaruhi BBLR di UPT Kesmas Gianyar II. Penelitian ini menggunakan studi kasus kontrol dimana data diperoleh dari kohort ibu hamil dan melalui wawancara dengan kuisioner terstruktur. Kelompok kasus dipilih metode total sampling dan kelompok kontrol dipilih melalui systematic random sampling secara sirkuler. Jumlah sampel adalah 100 orang dimana 32 merupakan kelompok kasus dan 68 orang merupakan kelompok kontrol (1:2). Uji analisis dilakukan dengan analisis univariat, analisis bivariat dan analisis multivariat.

Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara sembilan variabel dengan kejadian BBLR yaitu umur ibu, kadar Hb, jarak paritas, jumlah kunjungan antenatal, jumlah paritas, status sosial ekonomi, tingkat pendidikan ibu, status gizi ibu hamil, sedangkan variabel riwayat pekerjaan ibu merupakan faktor proteksi. Berdasarkan analisis multivariat, variabel yang paling dominan berpengaruh terhadap kejadian BBLR adalah usia ibu.

Kata Kunci : Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR), faktor – faktor risiko

ABSTRACT

RISK FACTORS OF LOW BIRTH WEIGHT TOWARDS THE OCCURRENCE OF LOW BIRTH WEIGHT INCIDENCES IN UNIT PELAYANAN TERPADU KESMAS GIANYAR II

Low Birth Weight (LBW) remained one of public health problems in many countries because it is considered to be one of infant mortality causes. Low birth weight also has serious impact towards future generation’s quality because it can slow down child’s grow and development. Based on survey from Basic Health Research in 2007, incidence of LBW in Indonesia reach 11.5% while in Bali LBW incidence is 12.1%. LBW incidence in Unit Pelayanan Terpadu (UPT) Kesmas Gianyar II keeps increasing every year. In 2011, LBW incidence in UPT Kesmas Gianyar II is 4.13% while in 2012 this number increase becomes 4.95%. This research’s aim was to find out risk factors of LBW in UPT Kesmas Gianyar II. This research used case control design where information were collected from pregnancy cohort and by doing interview using structured questionnaire. Case group was carried out using total sampling technique meanwhile control group was carried out using circular systematic random sampling technique. Number of sample was 100 samples that consisted of 32 samples within case group and 68 samples within control group (1:2). Data were analyzed by using univariate analysis, bivariate analysis and also multivariate analysis.

The results showed there are nine variables expected risk of LBW events that have significant relationship towards LBW incident. Those nine variables are mother’s age, Hb level, parity’s distance, number of antenatal care, parity number, socio – economy status, mother’s education background, and mother’s nutrition status meanwhile mother’s job while in pregnancy state is protection factor. Based on multivariate analysis, the most influenced factor towards the occurrence of LBW are mother’s age.

Keywords : Low Birth Weight (LBW), Risk Factors of LBW

PENDAHULUAN

Kematian ibu dan bayi di Indonesia yang masih tinggi merupakan fokus utama pemecahan masalah kesehatan di negara berkembang termasuk di Indonesia. Untuk mencapai sasaran Millenium Development Goals (MDGs), yaitu Angka Kematian Ibu (AKI) sebesar 102 /100.000 kelahiran hidup dan Angka Kematian Bayi (AKB) menjadi 26 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 2015, perlu upaya percepatan yang lebih besar dan kerja keras karena kondisi saat ini di Indonesia, AKI mencapai 307 per 100.000 kelahiran hidup dan AKB 35 per 1.000 kelahiran hidup.1 Angka Kematian Bayi di Indonesia masih tergolong tinggi, jika dibandingkan dengan negara lain di kawasan ASEAN.2

Angka kematian bayi tahun 2010 mencapai 5,5 kematian per 1.000 kelahiran hidup di Bali. Angka ini sudah menurun dari tahun 2009, tercatat 8,9 kematian per 1.000 kelahiran hidup.1 Angka kematian bayi di Puskesmas II Gianyar mencapai 12.97 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 2012. Angka ini nyatanya masih di bawah target karena target AKB yang ditetapkan dalam tujuan pembangunan Millenium Development Goals (MDGs) 2015 di Bali adalah 2,8 kematian per 1.000 kelahiran hidup. Hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2007, penyebab kematian bayi adalah sepsis 20,5%, kelainan kongenital 18,1%, pnumonia 15,4%, prematuritas dan berat bayi lahir rendah (BBLR) 12,8%, dan respiratory disorder 12,8%. Berat bayi lahir rendah menyumbang sebesar 51% sebagai penyebab kematian neonatal di seluruh kelahiran. 1 Hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2007, prevalensi BBLR di Indonesia sebesar 11,5 % sementara di provinsi Bali angka BBLR mencapai 12.1%. Insiden BBLR pada Unit

Pelayanan Terpadu (UPT) Kesmas Gianyar II terus mengalami peningkatan setiap tahun. Pada tahun 2011 insiden BBLR di UPT Kesmas Gianyar sebesar 4.13%, jumlah ini meningkat pada tahun 2012 menjadi 4.95%.2

Berat lahir adalah indikator yang penting dan reliabel bagi kelangsungan hidup neonatus dan bayi, baik ditinjau dari segi pertumbuhan fisik dan perkembangan status mental. Berat lahir juga dapat digunakan sebagai indikator umum untuk mengetahui status kesehatan, gizi dan sosial ekonomi dari negara maju dan negara berkembang.3 Berat lahir yang tidak seimbang dapat menyebabkan komplikasi bagi ibu dan bayinya. Keadaan ibu sebelum dan selama hamil dapat mempengaruhi pertumbuhan janin yang sedang dikandung. Bayi berat lahir rendah adalah berat bayi lahir kurang dari 2500 gram atau 5.5 pounds.1

Faktor – faktor yang mempengaruhi berat bayi saat lahir dapat berupa faktor maternal, faktor lingkungan, dan faktor janin. Faktor yang berasal dari maternal dapat berupa kadar Hemoglobin (Hb), kenaikan berat badan saat hamil, dan usia ibu.4 Kadar Hb ibu sangat mempengaruhi berat bayi yang akan dilahirkan. Ibu hamil yang anemia bukan hanya membahayakan jiwa ibu tetapi juga mengganggu pertumbuhan dan perkembangan serta membahayakan jiwa janin. Hal ini disebabkan karena kurangnya suplai nutrisi dan oksigen pada placenta yang akan berpengaruh pada fungsi plasenta terhadap janin. Anemia pada ibu hamil akan menambah risiko mendapatkan BBLR.5

Jumlah kunjungan antenatal juga merupakan faktor penting dimana pemeriksaan antenatal yang lengkap adalah K1, K2, K3 dan K4. Kunjungan ke 4 di UPT Kesmas Gianyar II sebesar

88,65% nyatanya tidak mencapai target yang ditetapkan yakni 98%. Faktor usia ibu juga memengaruhi tingkat kejadian BBLR terutama ibu dengan risiko tinggi yaitu usia ibu < 20 tahun atau > 35 tahun. Angka kejadian hamil di luar nikah pada usia remaja menempati urutan pertama permasalahan remaja di UPT Kesmas Gianyar II. Insiden kehamilan di luar nikah mencapai 14 dari seluruh 21 kasus permasalahan pada remaja. Cakupan pelayanan kesehatan reproduksi (kespro) oleh UPT Kesmas Gianyar II sangat rendah yakni hanya berkisar antara 7,9% hingga 60,8% di masing-masing desa binaan. Hal ini juga merupakan faktor yang ikut berperan dalam tingginya angka kejadian BBLR terkait usia ibu yang masih muda. Faktor lain seperti paritas dan jarak paritas juga mempengaruhi berat bayi saat lahir.4

BAHAN DAN METODE

Rancangan penelitian yang dipakai adalah case control non -matching study. Penelitian dilakukan di wilayah kerja UPT Kesmas Gianyar II, Kecamatan Gianyar, Kabupaten Gianyar. Populasi penelitian adalah semua ibu yang melahirkan di wilayah kerja UPT Kesmas Gianyar II pada bulan Januari 2012 hingga Juni 2013. Populasi terjangkau adalah semua ibu yang melahirkan dan tercatat di Puskesmas Gianyar II pada bulan Januari 2012 hingga Juni 2013 berjumlah 670 kelahiran.

Kasus adalah semua ibu yang melahirkan bayi BBLR pada bulan Januari 2012 hingga Juni 2013 di wilayah kerja UPT Kesmas Gianyar II. Kontrol adalah kelompok sampel dari semua ibu yang melahirkan bayi dengan berat normal pada bulan Januari 2012 hingga Juni 2013 di wilayah kerja UPT Kesmas

Gianyar II. Besar sampel pada penelitian ini adalah 64 orang.

Data tentang responden diperoleh dari kohort ibu hamil di UPT Kesmas Gianyar II, pengumpulan data lebih lanjut dilakukan dengan melakukan wawancarapada responden dengan menggunakan kuesioner terstruktur. Wawancara untuk kelompok kasus dilakukan dengan mengunjungi rumah responden dengan bantuan bidan desa sedangkan wawancara kelompok kontrol dilakukan pada saat kegiatan imunisasi yang berlangsung di UPT Kesmas Gianyar II maupun di beberapa posyandu di wilayah kerja UPT Kesmas Gianyar II

Pengambilan sampel untuk kasus dilakukan dengan metode total sampling, yaitu mengambil semua ibu yang melahirkan dengan BBLR di wilayah kerja UPT Kesmas Gianyar II yaitu 32 kasus. Kelompok kontrol diambil dari ibu-ibu yang melahirkan bayi lahir dengan berat badan normal di wilayah kerja UPT Kesmas Gianyar II sebanyak 670 orang. Sampel untuk kelompok kontrol dilakukan dengan metode systematic random sampling secara sirkuler dengan membuat sampling frame dan selanjutnya dilakukan penghitungan sampling interval dengan membagi jumlah populasi dengan besar sampel yang dibutuhkan.

HASIL

Karakteristik Responden

Tabel 1 Karakteristik Responden

Karakteristik

Jumlah (n)

Presentase (%)

Umur:

<20

12

12

20-35

77

77

>35

1

11

Pendidikan

Terakhir:

Pendidikan Tinggi

27

27

Pendidikan Rendah

73

73

Pekerjaan

Responden:

Tidak bekerja

62

62

Petani

15

15

PNS

0

0

Wiraswasta

6

6

Lainnya

5

5

Penghasilan

perbulan

<Rp. 1.230.000,00

14

14

≥Rp. 1.230.000,00

86

86

Data yang diperoleh dari responden memperlihatkan usia rata-rata responden adalah 27 tahun dengan umur termuda adalah 16 tahun dan umur tertua adalah 41 tahun. Pada responden ditemukan 12 (12%) responden berusia < 20 tahun, 77 (77%) responden berusia antara 20-35 tahun dan 11(11%) responden berusia >35 tahun.

Berdasarkan tingkat pendidikan responden yang memilki tingkat pendidikan tinggi (SMP, SMA, Diploma dan Sarjana) yaitu sebanyak 27 (27%) responden dan sebanyak 73 (73%) responden memiliki tingkat pendidikan rendah (SD dan tidak sekolah). Berdasarkan pekerjaan responden didapatkan 62 (62%) responden tidak bekerja, 15 (15%) responden petani, tidak ada responden yang bekerja sebagai PNS, wiraswasta 6 (6%) dan 5 (5%) responden

bekerja disektor lain. Berdasarkan tingkat sosial ekonomi dengan menggunakan parameter tingkat penghasilan suami, rata – rata penghasilan adalah Rp 1.084.000 dengan penghasilan terendah adalah Rp 300.000 dan penghasilan tertinggi adalah Rp 3.000.000. Pada responden ditemukan 14 (14%) responden tergolong tingkat penghasilan rendah atau di bawah UMR (Upah Minimum Rata-Rata) Kabupaten Gianyar tahun 2013 yaitu sebesar RP. 1.230.000,00 dan 86 (86%) responden memiliki penghasilan di atas UMR.

Hubungan Usia Ibu dengan Kejadian BBLR

Tabel 2 menunjukkan usia ibu berhubungan dengan kejadian BBLR di wilayah kerja UPT Kesmas Gianyar II dengan nilai p = 0.000. Analisis bivariat mendapatkan bahwa ibu hamil yang tergolong dalam usia resti ( < 20 tahun atau > 35 tahun) memiliki risiko 36.1 kali lebih besar untuk melahirkan BBLR dibandingkan ibu hamil yang tidak termasuk dalam usia resti.

Hubungan Kadar Hb dengan BBLR

Hasil analisis dapat diambil kesimpulan bahwa pada pada tingkat kepercayaan 95% dan α=0.05, kadar Hb ibu berhubungan dengan kejadian BBLR. Kadar Hb merupakan faktor risiko terjadinya BBLR karena OR adalah 23.385 dimana peluang terjadinya BBLR pada kadar Hb (Tabel 3).

Hubungan Jarak Paritas dengan Kejadian BBLR

Tabel 4 menunjukkan jarak paritas berhubungan dengan kejadian BBLR di wilayah kerja UPT Kesmas Gianyar II dengan nilai p = 0.000. Dari analisis bivariat didapatkan bahwa ibu hamil yang memiliki jarak paritas >2 tahun memiliki

risiko 14 kali lebih besar untuk melahirkan BBLR dibandingkan ibu hamil dengan jarak paritas ≥2 tahun.

Hubungan Jumlah Paritas dengan Kejadian BBLR

Hasil analisis menunjukkan jumlah paritas berhubungan dengan kejadian BBLR di wilayah kerja UPT Kesmas Gianyar II dengan nilai p = 0.000. Ibu hamil yang memiliki jumlah paritas 1 atau >4 memiliki risiko 52.1 kali lebih besar untuk melahirkan BBLR dibandingkan ibu hamil yang memiliki jumlah paritas 2-3 (Tabel 5).

Hubungan Jumlah Kunjungan Antenatal dengan Kejadian BBLR

Tabel 6 menyatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara jumlah kunjungan antenatal dengan kejadian BBLR. Jumlah kunjungan antenatal risiko tinggi (<4 kali) meningkatkan peluang terjadinya BBLR sebesar 52.1 kali lebih besar daripada jumlah kunjungan antenatal risiko rendah (≥4 kali).

Hubungan Tingkat Sosial Ekonomi dengan Kejadian BBLR

Tabel 7 menunjukkan ibu hamil dengan tingkat sosial ekonomi rendah (memiliki penghasilan <Rp 1.230.000,00) memiliki risiko 4.930 kali lebih besar untuk melahirkan BBLR dibandingkan ibu hamil dengan tingkat sosial ekonomi tinggi (≥Rp 1.230.000,00).

Hubungan Tingkat Pendidikan Ibu dengan Kejadian BBLR

Tabel 8 menunjukkan ibu hamil dengan tingkat pendidikan rendah (tidak sekolah dan SD) memiliki risiko 19.190 kali lebih besar untuk melahirkan BBLR dibandingkan ibu hamil dengan tingkat

pendidikan tinggi (SMP, SMA, Diploma, Sarjana).

Hubungan Pekerjaan Ibu saat Hamil dengan Kejadian BBLR

Tabel 9 menunjukkan pekerjaan ibu saat hamil merupakan faktor proteksi terhadap kejadian BBLR karena OR pada penelitian ini adalah 0.098, dimana ibu yang bekerja saat masa kehamilan menurunkan peluang terjadinya BBLR sebesar 0.098 kali

Hubungan Status Gizi dengan Kejadian BBLR

Tabel 10 menunjukkan ibu hamil dengan status gizi buruk memiliki risiko 24.733 kali lebih besar untuk melahirkan BBLR dibandingkan ibu hamil dengan status gizi baik.

Tabel 2 Hubungan antara usia ibu dengan BBLR

BBLR

Total

Ya

Tidak

Usia Ibu

Resti

20

3

23

Non-Resti

12

65

77

Total

32

68

100

OR = 36.111

95% IK = 9.261-140.809

X2 = 41.459

df = 1 p = 0.000

Tabel 3 Hubungan antara Kadar Hb dengan BBLR

BBLR

Total

Ya

Tidak

Anemia

19

4

23

Kadar Hb

Tidak Anemia

13

64

77

Total

32

68

100

OR = 23.385 95% IK = 6.821 – 80.172 X2

= 35.158 df = 1

p = 0.000

Tabel 4 Hubungan antara jarak paritas dengan BBLR

BBLR

Total

Ya

Tidak

<2 tahun

26

16

42

Jarak Paritas

≥ 2 tahun

6

52

58

Total

32

68

100

OR = 14.083 95% IK = 4.930 – 40.235 X2

= 29.761 df = 1

p = 0.000

Tabel 5 Hubungan antara Jumlah Paritas dengan BBLR

BBLR

Total

Ya

Tidak

Paritas 1 dan >4

26

16

42

Jumlah Paritas

Paritas 2-3

6

52

58

Total

32

68

100

OR = 14.083 95% IK = 4.930 – 40.235 X2

= 29.761 df = 1

p = 0.000

Tabel 6 Hubungan antara Jumlah Kunjungan Antenatal dengan BBLR

BBLR            Total

Ya       Tidak

Jumlah kunjungan    Risiko Tinggi <4

antenatal         Risiko Rendah ≥4

14             1                 15

18           67             85

Total

32          68            100

OR = 52.111 95% IK = 6.417 – 423.181 X2= 30.507 df = 1 p = 0.000

Tabel 7 Hubungan antara status sosial ekonomi dengan BBLR

BBLR            Total

Ya       Tidak

Status sosial   <Rp 1.230.000

ekonomi     ≥Rp. 1.230.000

9             5               14

23           63              86

Total

32          68             100

OR = 4.930 95% IK = 1.496 – 16.255

X2= 7.798 df = 1 p = 0.005

Tabel 8 Hubungan antara pendidikan ibu dengan BBLR

BBLR

Total

Ya

Tidak

Rendah

31

42

73

Pendidikan Ibu

Tinggi

1

26

27

Total

32

68

100

OR = 19.190 95% IK = 2.469 – 149.146 X2

= 13.609

df = 1 p = 0.000

Tabel 9 Hubungan antara riwayat pekerjaan ibu saat hamil dengan BBLR

BBLR

Total

Ya

Tidak

Riwayat Pekerjaan

Bekerja

3

35

38

Ibu saat Hamil

Tidak

29

33

62

Total

32

68

100

OR = 0.098 95% IK =

0.027 – 0.351

X2 = 16.367

df = 1 p = 0.000

Tabel 10 Hubungan antara status gizi ibu hamil dengan BBLR

BBLR

Total

Ya

Tidak

Buruk

28

15

43

Status Gizi

Baik

4

53

57

Total

32

68

100

OR = 24.733 95% IK = 7.493 – 81.643

X2 = 38.020

df = 1

p = 0.000

Hubungan Riwayat Paparan Rokok, Riwayat Abortus, Riwayat Penyakit Ibu dan Riwayat Konsumsi Alkohol dengan Kejadian BBLR

Dalam penelitian ini hubungan antara variabel – variabel bebas tersebut dengan kejadian BBLR tidak dapat dievaluasi karena data bersifat homogen. Dari 32 kasus BBLR yang dijadikan sampel, tidak ada satu responden pun yang menerima paparan rokok saat

hamil, memiliki riwayat abortus sebelumnya, memiliki riwayat penyakit kronis pada ibu saat hamil, maupun yang memiliki riwayat konsumsi alkohol saat hamil.

Faktor yang Paling Berpengaruh terhadap kejadian BBLR

Tabel 11 menunjukkan 8 variabel independen yang masuk ke dalam analisis multivariat ternyata variabel yang

signifikan dan yang paling berpengaruh terhadap kejadian BBLR adalah faktor usia ibu karena nilai p dimana nilai B expectednya paling besar yaitu 72.452. Urutan kedua adalah faktor status status

gizi ibu dengan nilai B expected adalah 34.698.

Tabel 11 Model Akhir Analisis Regresi Logistik

Variabel

B

S.E.

Wald

Df

Sig.

Exp(B)

Tingkat Penghasilan

-.799

2.071

.149

1

.699

.450

Tingkat Pendidikan

-4.650

2.037

5.209

1

.022

.010

Kadar Hemoglobin

-2.834

1.697

2.790

1

.095

.059

Jarak Paritas

4.682

3.078

2.313

1

.128

107.968

Jumlah Paritas

-.075

2.874

.001

1

.979

.928

Status Gizi

3.547

1.466

5.852

1

.016

34.698

Umur Ibu

4.283

1.787

5.747

1

.017

72.452

Frekuensi ANC

8.105

5.330

2.313

1

.128

3.312E3

Constant

-29.222

12.873

5.154

1

.023

.000

DISKUSI

Hubungan Usia Ibu dengan Kejadian BBLR

Ibu hamil usia resti (<20 tahun atau > 35 tahun) memiliki risiko 36.111 kali lebih besar untuk melahirkan BBLR dibandingkan ibu hamil yang tidak termasuk dalam usia resti. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Bambang Raharjo dkk di RSU Dr. Saiful Anwar Malang yang menyatakan bahwa terdapat hubungan antara usia ibu yang tergolong resti dengan kejadian BBLR (p=0.000).

Peredaran darah menuju serviks dan juga uterus pada remaja masih belum sempurna sehingga dapat mengganggu proses penyaluran nutrisi dari ibu ke janin yang dikandungnya. Nutrisi remaja hamil juga berperan karena remaja masih membutuhkan nutrisi yang akan dibagi pada janin yang dikandungnya dibandingkan dengan ibu hamil dewasa yang tidak lagi membutuhkan nutrisi untuk pertumbuhan.6 Kejadian BBLR

juga meningkat seiring dengan penambahan usia ibu karena dengan meningkatnya usia akan terjadi perubahan – perubahan pada pembuluh darah dan juga ikut menurunnya fungsi hormon yang mengatur siklus reproduksi (endometrium). Semakin bertambahnya usia maka hormon pengatur siklus reproduksi juga akan menurun. Salah satu contoh hormon tersebut adalah estrogen.4

Estrogen adalah hormon yang disekresikan oleh ovarium akibat respon 2 hormon dari kelenjar hipofisis anterior. Penurunan produksi hormon juga diikuti oleh penurunan fungsi hormon tersebut. Estrogen mempunyai beberapa fungsi salah satunya adalah meningkatkan aliran darah uterus.6 Fungsi lain estrogen adalah proliferasi endometrium yang nyata dan perkembangan kelenjar endometrium yang kemudian digunakan untuk membantu penyaluran nutrisi dari ibu ke janin. Kadar estrogen rendah dan perkembangan endometrium tidak sempurna menyebabkan aliran darah ke

uterus juga akan ikut menurun sehingga dapat mempengaruhi penyaluran nutrisi dari ibu ke janin.7

Hormon lain yang juga menurun adalah progesteron. Fungsi progesteron dalam masa kehamilan adalah mempertahankan agar kehamilan tetap berlanjut. Progesteron mulai dihasilkan segera setelah plasenta terbentuk dan apabila kadar progesteron sedikit maka persalinan bisa terjadi meski usia masih belum cukup bulan (<37 minggu) sehingga menimbulkan persalinan prematur yang diikuti dengan BBLR.6 Usia ibu hamil > 35 tahun akan semakin meningkatkan risiko penyakit seperti hipertensi yang juga merupakan faktor predisposisi kelahiran bayi BBLR.7

Hubungan Kadar Hb dengan Kejadian BBLR

Kadar Hb merupakan faktor risiko terjadinya BBLR dimana peluang terjadinya BBLR pada kadar Hb <11 (anemia) 23.385 kali lebih besar dibandingkan kadar Hb >11 (tidak anemia). Kekurangan kadar Hb ibu hamil merupakan salah satu permasalahan kesehatan yang rentan terjadi selama kehamilan. Kadar Hb < 11 g/dl mengindikasikan ibu hamil menderita anemia. Anemia pada ibu hamil meningkatkan risiko kejadian BBLR, risiko perdarahan sebelum dan saat persalinan, bahkan dapat menyebabkan kematian ibu dan bayinya jika ibu hamil tersebut menderita anemia berat. Hal ini dapat memberikan sumbangan besar terhadap angka kematian ibu bersalin maupun angka kematian bayi. 1 Pada keadaan fisiologis kehamilan, konsentrasi Hb dan eritrosit akan meningkat namun peningkatan tersebut akan melambat pada pertengahan usia kehamilan sehingga konsentrasi Hb akan menurun sesuai dengan peningkatan volume darah dan

menjadi sangat rendah pada bulan kelima dan ketujuh kehamilan.8 Konsentrasi hemoglobin <11 gr/dl merupakan keadaan abnormal yang tidak berhubungan dengan hipervolemia 9

tersebut.

Perbedaan berat badan bayi lahir antara ibu hamil dengan anemia dan tidak anemia berdasarkan hasil penelitian didapatkan hasil yang bermakna karena pada ibu hamil dengan anemia terjadi gangguan oksigenasi uteroplasenta sehingga tidak cukup mendukung pertumbuhan dan perkembangan janin intrauterin secara optimal. Jika oksigen dalam darah berkurang maka janin akan mengalami hipoksia yang berakibat terhadap gangguan pertumbuhan janin yang akan mempengaruhi berat badan lahir. Smith dkk (2010) menyatakan bahwa saat kehamilan memerlukan aliran darah yang cukup untuk memenuhi nutrisi dalam rangka mendukung pertumbuhan plasenta dan janin. Keadaan hipoksia akan menyebabkan terjadinya stress oksidatif yaitu ketidakseimbangan antara radikal bebas dengan antioksidan dan enzim-enzim yang berperan dalam proses menginaktifkan radikal bebas seperti superoxide dismutase, katalase dan gluthatione pitoxidase. Akibat malnutrisi intrauterin maka kadar antioksidan dan enzim-enzim tersebut lebih rendah karena mikronutrien yang penting untuk sintesisnya berkurang sehingga pertumbuhan janin terganggu.8

Wanita hamil cenderung terkena anemia pada triwulan III karena pada masa ini janin menimbun cadangan zat besi untuk dirinya sendiri sebagai 8 persediaan bulan pertama setelah lahir.8 Kejadian anemia meningkat dengan bertambahnya umur kehamilan disebabkan terjadinya perubahan fisiologis pada kehamilan yang dimulai pada minggu ke-6, yaitu bertambahnya

volume plasma dan mencapai puncaknya pada minggu ke-26 sehingga terjadi penurunan kadar Hb. Penurunan kadar Hb yang disebabkan oleh bertambahnya umur kehamilan akan membentuk faktor bersama yang berpengaruh terhadap berat lahir bayi sehingga ibu hamil akan mengalami anemia yang dapat menimbulkan hipoksia.4 Bekurangnya aliran darah ke uterus yang akan menyebabkan aliran oksigen dan nutrisi ke plasenta dan janin terganggu. Aliran darah yang kurang ke uterus akan menimbulkan asfiksia dan perkembangan janin terhambat sehingga janin lahir dengan BBLR.9 Selama kehamilan diperlukan tambahan zat besi untuk meningkatkan jumlah sel darah merah dan membentuk sel darah merah janin dan plasenta. Penurunan konsentrasi Hb akan lebih kecil pada ibu hamil yang mengkonsumsi zat besi. Kenaikan volume darah berfungsi untuk memenuhi kebutuhan perfusi dari uteroplasenta.8

Faktor lain yang mungkin menyebabkan ibu hamil dengan anemia melahirkan bayi dengan BBLR adalah ibu hamil telah mengalami anemia sejak awal kehamilan, namun pada penelitian ini tidak mengukur dan mengumpulkan variabel Hb dari awal kehamilan. Wheeler dkk, (1998) menyatakan bahwa perkembangan plasenta dan janin berjalan dengan baik saat awal kehamilan oleh karena kandungan O2 dalam darah cukup tinggi. Konsentrasi Hb yang rendah sejak awal kehamilan menyebabkan perkembangan plasenta tidak normal dan peningkatan risiko kelahiran prematur. Hal ini sejalan dengan dengan pernyataan yang diungkapkan oleh Allen dkk (2007) bahwa ibu dengan anemia pada awal kehamilan memiliki 1,75 kali lipat lebih berisiko untuk melahirkan bayi prematur dan BBLR.

Hubungan Jarak Paritas dengan Kejadian BBLR

Ibu hamil yang memiliki jarak paritas >2 tahun memiliki risiko 14.083 kali lebih besar untuk melahirkan BBLR dibandingkan ibu hamil dengan jarak paritas ≥2 tahun. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Colti Sistiarini di RSUD Banyumas (2008) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan antara jarak paritas dengan kejadian BBLR dengan nilai p = 0.004. Penelitian ini menyatakan bahwa jarak paritas <2 tahun mempunyai peluang melahirkan BBLR 5.11 kali lebih besar dibandingkan ibu yang memiliki jarak paritas ≥2 tahun.

Jarak kelahiran yang terlalu dekat dapat menimbulkan anemia karena kondisi ibu masih belum pulih dan pemenuhan zat-at gizi belum optimal namun sudah harus memenuhi kebutuhan nutrisi janin yang dikandung.4 Jarak kelahiran kurang dari 2 tahun berpengaruh pada kehamilan berikutnya karena kondisi rahim ibu untuk hamil kembali sebelum jarak kehamilan sebelumnya kurang dari 2 tahun.6 Ibu juga secara psikologis belum siap untuk hamil kembali karena anak yang sebelumnya masih memerlukan perhatian dari ibu, sehingga jika ibu hamil kembali perhatian ibu tidak lagi fokus kepada anak namun juga pada kehamilannya. Kehamilan berikutnya lebih baik dilakukan setelah jarak kelahiran sebelumnya lebih dari 2 tahun.5

Hubungan Jumlah Paritas dengan Kejadian BBLR

Ibu hamil yang memiliki jumlah paritas 1 atau >4 memiliki risiko 52.111 kali lebih besar untuk melahirkan BBLR dibandingkan ibu hamil yang memiliki jumlah paritas 2-3. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Fitri

Sondari di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung (2006) serta Zaenab dan Joeharno di Rumah Sakit Al-Fatah Ambon pada tahun yang sama yang menyatakan bahwa ada hubungan antara jumlah paritas dengan kejadian BBLR dengan p = 0.000.

Kejadian BBLR lebih sering didapatkan pada ibu dengan jumlah >4 karena terdapatnya jarigan parut akibat kehamilan dan persalinan terdahulu.4 Jaringan parut tersebut mengakibatkan persediaan darah ke plasenta tidak adekuat sehingga perlekatan plasenta tidak sempurna, plasenta menjadi lebih tipis dan mencakup uterus lebih luas.5 Akibat lain dari perlekatan plasenta yang tidak adekuat ini adalah terganggunya penyaluran nutrisi yang berasal dari ibu ke janin sehingga penyaluran nutrisi dari ibu ke janin menjadi terhambat atau kurang mencukupi kebutuhan janin.4 Kejadian BBLR pada ibu dengan paritas pertama disebabkan oleh masih minimnya pengalaman dan pengetahuan ibu hamil dalam menangani kehamilannya.

Hubungan Jumlah Kunjungan Antenatal dengan Kejadian BBLR

Pelayanan antenatal adalah pelayanan kesehatan yang diberikan kepada ibu selama kehamilannya sesuai standar pelayanan antenatal yang telah ditetapkan dalam buku pedoman pelayanan antenatal bagi petugas Puskesmas. Pelayanan antenatal yang selengkapnya bukan hanya secara kuantitas (minimal 4 kali selama hamil) tapi juga kualitas mencakup banyak hal yang meliputi anamnesia, pemeriksaan fisik (umum dan kebidanan), pemeriksaan laboratorium atas indikasi serta intervensi dasar dan khusus (sesuai risiko yang ada 2 termasuk penyuluhan dan konseling).

Jumlah kunjungan ibu dikatakan baik apabila selama kehamilan terdapat

≥4 kali kunjungan yaitu; minimal 1 kali pada trimester I, II dan 2 kali pada trimester ke III. Selama kehamilan ibu diharapkan mendapatkan kualitas pelayanan antenatal sesuai dengan standar yang telah ditetapkan yang termasuk dalam standar pelayanan antenatal adalah 5T (Timbang Berat badan, Ukur tinggi fundus, Tablet Fe, Imunisasi TT). Ibu diharapkan secara rutin mengontrol kehamilannya minimal 4 kali selama kehamilan, 1 kali pada trimester 1, 1 kali pada trimester ke dua dan 2 kali pada trimester ke tiga.5

Pelayanan antenatal bertujuan menjaga kesehatan fisik/mental ibu dan bayi dengan memberikan pendidikan mengenai nutrisi, keberhasilan diri, dan proses persalinan, mendeteksi secara dini kelainan yang terdapat serta segera melakukan penatalaksanaan komplikasi medis, bedah, atau pun obstetri selama kehamilan dan menanggulanginya.4 Pelayanan antenatal juga bertujuan mempersiapkan ibu hamil, baik fisik, psikologi, dan sosial dalam menghadapi komplikasi. Kualitas pelayanan antenatal yang baik seyogyanya dapat mengubah perilaku ibu sehingga ibu dapat mencapai kesehatan yang optimal pada waktu hamil dan melahirkan, karena pada setiap kunjungan antenatal selain pemeriksaan ibu juga akan mendapat penyuluhan/konseling. Materi konseling ialah masalah yang dirasakan ibu yang berhubungan dengan kehamilannya, dengan demikian petugas kesehatan diajak untuk memahami ibu secara individu dan belajar untuk mendengarkan segala sesuatu yang diutarakan oleh ibu hamil. Sehingga tidak ada kesenjangan antara 4,5,6

Hubungan Tingkat Sosial Ekonomi dengan Kejadian BBLR

Ibu hamil dengan tingkat sosial ekonomi rendah (memiliki penghasilan <Rp 1.230.000,00) memiliki risiko 4.930 kali lebih besar untuk melahirkan BBLR dibandingkan ibu hamil dengan tingkat social ekonomi tinggi (≥Rp 1.230.000,00). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Suryani (2010) yang meyatakan bahwa faktor penghasilan berperan dalam meningkatkan risiko kejadian BBLR.

Secara tidak langsung penghasilan kepala keluarga akan mempengaruhi kejadian BBLR karena umumnya ibu-ibu dengan penghasilan keluarga rendah akan mempunyai asupan makanan yang lebih rendah baik secara kualitas maupun kuantitas yang akan berakibat terhadap rendahnya status gizi ibu hamil tersebut. Ibu dengan tingkat sosial rendah cenderung memiliki tingkat kunjungan ke tenaga kesehatan yang lebih rendah pula dibandingkan dengan ibu hamil dengan tingkat sosial yang tinggi.10

Hubungan Tingkat Pendidikan Ibu dengan Kejadian BBLR

Ibu hamil dengan tingkat pendidikan rendah memiliki risiko 19.190 kali lebih besar untuk melahirkan BBLR dibandingkan ibu hamil dengan tingkat pendidikan tinggi. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Fransiska Y (2012) yang menyatakan terdapat hubungan antara tingkat pendidikan ibu hamil dengan kejadian BBLR dengan p = 0.002.

Hasil analisis tingkat pendidikan berkaitan dengan luasnya wawasan yang dimiliki oleh seorang ibu. Semakin tinggi tingkat pendidikan maka wawasan yang dimiliki ibu akan semakin tinggi dan memiliki pola pikir yang terbuka untuk menerima pengetahuan baru yang dianggap bermanfaat dalam masa kehamilannya.5 Tingkat pendidikan yang

dimiliki ibu mempunyai pengaruh kuat pada perilaku reproduksi, kelahiran, kematian anak dan bayi, kesakitan, dan sikap serta kesadaran atas kesehatan keluarga. Latar belakang pendidikan ibu mempengaruhi sikapnya dalam memilih pelayanan kesehatan dan pola konsumsi makan yang berhubungan juga dengan peningkatan berat badan ibu semasa hamil yang pada saatnya akan mempengaruhi kejadian BBLR.6 Ibu yang berpendidikan rendah sulit untuk menerima inovasi dan sebagian besar kurang mengetahui pentingnya perawatan pra kelahiran dan mempunyai keterbatasan mendapatkan pelayanan antenatal yang adekuat, keterbatasan mengkonsumsi makanan yang bergizi selama hamil.5

Hubungan Pekerjaan Ibu saat Hamil dengan Kejadian BBLR

Pekerjaan ibu saat hamil merupakan faktor proteksi terhadap kejadian BBLR karena OR pada penelitian ini adalah 0.098, dimana ibu yang bekerja saat masa kehamilan menurunkan peluang terjadinya BBLR sebesar 0.098 kali lebih kecil daripada ibu yang tidak bekerja saat masa kehamilan.

Ibu yang bekerja dapat menambah pedapatan rumah tangga sehingga dapat memperoleh pelayanan kesehatan selama hamil secara rutin dan cukup di dalam pemenuhan gizi sehingga dapat melahirkan bayi dengan berat badan normal dibandingkan jika hanya suami yang bekerja dalam memenuhi kebutuhan rumah tangga.11 Penghasilan ibu hamil akan memengaruhi kejadian BBLR, karena umumnya ibu-ibu dengan penghasilan keluarga rendah akan mempunyai asupan makanan yang lebih rendah baik secara kualitas maupun secara kuantitas, yang akan berakibat terhadap rendahnya status gizi ibu hamil

tersebut.12 Pendapat tersebut sesuai dengan penelitiam FAO (2003) mengatakan bahwa kondisi ekonomi memengaruhi konsumsi makanan. Konsumsi makanan yang rendah berakibat pada gizi yang buruk. Gizi buruk pada ibu hamil mengakibatkan anak yang dikandungnya mengalami BBLR.11

Hubungan Status Gizi dengan Kejadian BBLR

Status gizi ibu diukur dari pertambahan berat badan ibu saat awal kehamilan dan akhir kehamilan, diperoleh melalui wawancara menggunakan kuesioner. Status gizi ibu dikatakan baik jika penambahan berat badannya selama hamil ≥10 kg dan dikatakan buruk apabila penambahan berat badannya selama kehamilan <10 kg. Ibu hamil dengan status gizi buruk memiliki risiko 24.733 kali lebih besar untuk melahirkan BBLR dibandingkan ibu hamil dengan status gizi baik. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Miftahani Choirunisa dkk (2010) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan antara status gizi ibu hamil dengan kejadian BBLR (p = 0.007).

Peningkatan asupan gizi makro akan meningkatkan berat badan ibu. Pada akhirnya berat badan ibu hamil akan meningkatkan pertumbuhan janin sehingga bayi memiliki kemungkinan lebih besar untuk lahir dengan berat badan cukup. Status gizi normal dan kenaikan berat badan pada ibu hamil berhubungan dengan penurunan komplikasi bayi perinatal dan mengoptimalkan berat badan bayi.11 Merchant dkk (1999) menyatakan bahwa status gizi ibu adalah salah satu hal yang menjadi pertimbangan penting sebagai indikator terhadap hasil kelahiran. Ibu yang kurus dan selama kehamilannya

disertai penambahan berat badan yang kurang atau bahkan turun mempunyai risiko paling tinggi untuk melahirkan BBLR. Wanita yang kehilangan berat badan atau mempunyai pertambahan berat badan sangat rendah selama hamil akan meggunakan protein tubuhnya untuk memenuhi kebutuhan dirinya sendiri dan janin.12 Pengaruh terbesar adalah ibu yang memiliki berat badan rendah sehingga cadangan nutrisi juga sedikit.5 Dengan demikian akan terjadi kompetisi antara ibu, janin dan plasenta untuk mendapatkan nutrisi dan hal ini akan berpengaruh terhadap pertumbuhan plasenta serta janin yang akan berdampak pada berat lahir bayi dan berat plasenta.11

Faktor yang Paling Berpengaruh terhadap Kejadian BBLR

Setelah dilakukan analisis multivariat, variabel yang signifikan dan yang paling berpengaruh terhadap kejadian BBLR adalah faktor usia ibu. Faktor usia ibu merupakan faktor utama kejadian BBLR dimana pada penelitian Colti Sistiani (2008) juga didapatkan hasil serupa yaitu terdapat perbedaan yang signifikan persentase BBLR antara ibu yang termasuk kategori umur yang berisiko dengan ibu yang termasuk kategori umur yang tidak berisiko pada saat hamil dan melahirkan. Pada penelitian ini ibu yang termasuk kategori umur berisiko (umur kurang dari 20 tahun dan umur lebih dari 34 tahun) mempunyai peluang melahirkan BBLR 4,28 kali dibandingkan ibu yang tidak termasuk kategori umur yang berisiko (umur 20 tahun sampai dengan umur 34 tahun).

Prognosis kehamilan sangat ditentukan oleh usia seseorang. Umur yang terlalu muda atau kurang dari 17 tahun dan umur yang terlalu lanjut lebih dari 34 tahun merupakan kehamilan

risiko tinggi. Kehamilan pada usia muda merupakan faktor risiko disebabkan belum matangnya organ reproduksi untuk hamil (endometrium belum sempurna).3 Pada umur di atas 35 tahun endometrium yang kurang subur serta memperbesar kemungkinan untuk menderita kelainan kongenital, sehingga dapat berakibat terhadap kesehatan ibu maupun perkembangan dan pertumbuhan janin yang sedang dikandung.12

SIMPULAN

Umur ibu, kadar Hb, jarak paritas, jumlah kunjungan antenatal, jumlah paritas, faktor sosial ekonomi, tingkat pendidikan ibu, status gizi ibu adalah faktor risiko terjadinya BBLR sedangkan riwayat pekerjaan ibu selama hamil adalah faktor proteksi. Variabel yang paling dominan berpengaruh terhadap kejadian BBLR adalah variabel usia ibu.

SARAN

Perlu dilakukan penyuluhan tentang pentingnya mempertimbangkan faktor usia sebelum hamil terutama jika berusia <20 tahun dan > 35 tahun karena berisiko melahirkan anak dengan BBLR.

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    World Healh Organization. 2004. Low Birthweight;    Country,

Regional and Global Estimates. Diunduh                   dari:

http://www.who.int/healthinfo/ /index.html.

  • 2.    Negi Ks, Kandpal Sd, Kukreti M. Epidemiological Factors Affecting Low Birth Weight. Jk Science ; 2006 : 1 - 10.

  • 3.    Engle WA, Kominiarek MA.Late Preterm Infants, Early Term Infants, and Timing of Elective Deliveries. Clinical Perinatology 2008; 325–341.

Pendidikan kesehatan kepada ibu – ibu hamil dengan usia yang berisiko melahirkan bayi BBLR tentang pengertian, penyebab, tanda dan gejala komplikasi, penatalaksanaan BBLR dan faktor – faktor risiko yang menyebabkan BBLR. Masyarakat khususnya pada ibu – ibu hamil agar melakukan pemeriksaan kehamilan secara teratur dan mempertahankan kondisi gizi yang baik dengan melakukan upaya pengaturan konsumsi makanan dan pemantauan pertambahan berat badan sebelum, saat dan akhir kehamilan.

Peran aktif dari seluruh komponen masyarakat dan pemerintah daerah diperlukan dalam penyediaan pelayanan kesehatan ibu hamil dan bayi yang baru lahir khususnya ketika masa pemeriksaan antenatal seperti distribusi zat besi, vitamin, asam folat yang dimulai pada saat awal kehamilan. Penelitian lebih lanjut tentang faktor – faktor yang berhubungan dengan kejadian BBLR di UPT Kesmas Gianyar II dengan jumlah sampel yang lebih besar perlu dilakukan sehingga hasil penelitian lebih sempurna dan                          representatif.

  • 4.    Tristiyanti WF. 2006. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Status Anemia Pada Ibu Hamil Di Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor, Jawa Barat [SKRIPSI]. Bogor: Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.

  • 5.    Simanjuntak NA. 2009. Hubungan Anemia Pada Ibu Hamil dengan Kejadian Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) di Badan Pengelola Rumah Sakit Umum (BPRSU) Rantauprapat Kabupaten Labuhan Batu Tahun 2008 [SKRIPSI]. Medan: Fakultas

    Kesehatan          Masyarakat,

    Universitas Sumatera Utara.

    10.

    McAvoy H, Sturley J, Burke S, Balanda K. Unequal at birth:

    6.

    Trihardiani I. 2011. Faktor Risiko

    Inequalities in the occurrence of

    Kejadian Berat Badan Lahir

    low birthweight babies in Ireland.

    Rendah Di Wilayah Kerja

    Institute of Public Health in

    Puskesmas Singkawang Timur

    Ireland 2006;15.

    Dan Utara Kota Singkawang

    11.

    Gill SV, May-Benson TA,

    [Skripsi]. Semarang: Program

    Teasdale A, Munsell EG. Birth

    Studi Ilmu Gizi, Fakultas

    and developmental correlates of

    Kedokteran          Universitas

    birth weight in a sample of

    Diponegoro.

    children with potential sensory

    7.

    Euser AM, Wit CC, Finken MJJ,

    processing   disorder.    BMC

    Rijken M, Wit JM. Growth of

    Pediatrics 2013; 13 - 29. Diunduh

    preterm born children. Hormone

    dari

    Research 2008; 70: 319-328.

    http://www.biomedcentral.com/14

    8.

    Kozuma S. Approaches to Anemia

    71-2431/13/29.

    in Pregnancy. JMAJ 2009; 52(4):

    12.

    Viengsakhone L, Yoshida Y,

    214–218.

    Harun-Or-Rashid M, Sakamoto J.

    9.

    Kalaivani K. Prevalence &

    Factors affecting low birth weight

    consequences of anaemia in

    at four central hospitals in

    pregnancy. Indian J Med Res

    vientiane.    Nagoya Journal

    2009; 627-633.

    Medicine Science 2010;72 : 51 -58.

16