1

GAMBARAN STATUS ANEMIA BERDASARKAN ASUPAN NUTRISI

SISWA KELAS I SEKOLAH DASAR DI WILAYAH KERJA

PUSKESMAS BANJARANGKAN II

I Gusti Ayu Dwi Aryani

Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

ABSTRAK

Anemia masih merupakan masalah kesehatan di dunia. Insiden anemia defisiensi besi di Indonesia mencapai angka 40,5% pada balita dan 47,2% pada anak usia sekolah. Penyebab utama untuk kejadian anemia defisiensi besi yang tinggi pada anak-anak yang berumur kurang dari 12 tahun adalah kekurangan asupan besi dalam makanan harian. Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat survei deskriptif dengan pendekatan cross-sectional. Sampel penelitian adalah sekolah siswa kelas I SD yang berada di wilayah kerja Puskesmas Banjarangkan II dengan besar sampel adalah 56. Teknik pengambilan sampel dengan cara purposive sampling. Data sekunder pada survey sebelumnya menunjukkan bahwa 29 siswa terkena anemia dan 27 siswa tidak terkena anemia. Dalam kelompok siswa yang terkena anemia, jenis kelamin laki-laki (55,2%), mempunyai status asupan nutrisi kategori kurang (66,7%). Kejadian anemia di wilayah kerja Puskesmas Banjarangkan II memiliki kecenderungan lebih banyak pada masyarakat yang memiliki asupan nutrisi kurang.

Kata kunci : Anemia, Anak Sekolah Dasar, Asupan Nutrisi

DESCRIPTION OF ANEMIA STATUS BASE ON DIETARY INTAKE OF ELEMENTARY SCHOOL 1st CLASS

AT BANJARANGKAN HEALTH CENTER II

ABSTRACT

Anemia remains a health problem in the world. Incidence for iron deficiency anemia in Indonesia is 40,5% for toddlers and 47,2% for school-aged kids. The main factor for the high prevalence of iron deficiency anemia in school-aged kids is inadequacy of consuming enough iron in their daily food dietary. This research is a descriptive survey by using the cross sectional approach. The samples are taken from the students in class one primary school in the region of Banjarangkan health center II. Total sample is 56 students. The students are chosen to become sample by using the method of purposive sampling. There were 29 anemia students and 27 nonanemia students in the two primary school class one from the secondary data. Majority of the anemia students are male (55,2%), with low nutritional state (66,7%). Most of the cases of iron deficiency anemia are discovered in the population are due to the imbalance of food nutrition in the region of Banjarangkan health center II.

Keywords: Anemia, Elemantary School, Dietary intake.

PENDAHULUAN

Anak sebagai generasi penerus bangsa merupakan aset terbesar bagi kemajuan bangsa. Pembangunan kesehatan nasional tidak hanya kesehatan mental maupun fisik tetapi juga kesehatan untuk mencapai kecerdasan. Kualitas sumber daya manusia di masa yang akan datang tercermin pada status gizi anak pada masa kini, khususnya pada anak sekolah dasar.1

Masalah gizi pada anak sekolah dasar yang utama di Indonesia masih didominasi oleh masalah protein energi malnutrisi (PEM), gangguan akibat kurangnya iodium (GAKI), kekurangnya vitamin A, dan anemia gizi. Anemia adalah suatu keadaan dimana kadar hemoglobin (Hb) dalam darah kurang dari normal. Zat gizi yang paling berperan dalam proses terjadinya anemia gizi adalah zat besi. Defisiensi besi merupakan penyebab utama anemia gizi dibandingkan defisiensi gizi lain seperti asam folat, vitamin B12, vitamin C dan mikro nutrien lainnya, sehingga anemia gizi sering disebut anemia defisiensi besi.2,3

Defisiensi besi merupakan penyebab anemia di seluruh dunia dimana penyakit ini cenderung berlangsung pada negara yang sedang berkembang dengan estimasi prevalensi secara global sekitar 51%.

Insiden anemia defisiensi besi di Indonesia mencapai angka 40,5% pada balita dan 47,2% pada anak usia sekolah.4

Gejala anemia pada anak adalah pucat, lemah, kurang nafsu makan, komplikasi ringan antara lain kelainan kuku, atrofi papil lidah, stomatitis. Komplikasi yang berat seperti penurunan daya tahan tubuh terhadap penyakit, gangguan pada pertumbuhan sel tubuh dan sel otak, penurunan fungsi kognitif, anak mudah tersinggung, cengeng, gangguan motorik dan koordinasi, penurunan prestasi belajar yang dapat menyebabkan dampak secara luas yaitu 2 menurunnya kualitas sumber daya manusia.2 Anemia defisiensi besi dapat mengakibatkan gangguan pembentukan myelin sehingga akan mengakibatkan keterlambatan motorik, pendengaran, dan penglihatan pada anak.6

Puskesmas Banjarangkan II terdiri dari 6 desa yaitu, Desa Takmung, Desa Tihingan, Desa Getakan, Desa Aan, Desa Timuhun, dan Desa Nyanglan yang mencakup 12 sekolah dasar (SD). Pada Desember 2012 telah dilaksanakan skrining kesehatan bagi seluruh siswa kelas I SD di wilayah kerja puskesmas Banjarangkan II. Hasil skirining kesehatan tersebut mendapatkan bahwa 20% siswa kelas I SD mengalami anemia dimana kadar hemoglobin dalam darah kurang dari

11,5 g/dl sedangkan hasil pemeriksaan feses menunjukkan tidak ada siswa yang mengalami infeksi cacing.

Melihat data tersebut, maka anemia defisiensi besi yang terjadi pada siswa kelas I SD di wilayah kerja Puskesmas Banjarangkan II tampaknya lebih dipengaruhi oleh kurangnya asupan zat besi dari pola makan yang sebagian besar terdiri dari nasi dan menu yang kurang beraneka ragam. Penelitian itu bertujuan untuk mengetahui gambaran status anemia berdasarkan asupan nutrisi siswa kelas I SD di wilayah kerja Puskesmas Banjarangkan II.

BAHAN DAN METODE

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian secara kuantitatif dengan rancangan deskriptif cross sectional. Metode pendekatan yang dipakai dengan menggunakan kuisioner.

Penelitian dilakukan di SD Negeri 2 Aan dan SD Negeri 2 Takmung, Kecamatan Banjarangkan, Kabupaten Klungkung. Pengumpulan data dilakukan pada bulan Mei 2013.

Variabel terikat adalah asupan nutrisi, yaitu jumlah energi yang diperoleh anak dari segala makanan dan minuman yang dikonsumsi dalam satu hari yang disajikan

dalam satuan kilokalori (kkal). Data ini didapat dengan menggunakan kuesioner yang mengacu 24 hours dietary recall. Hasil tersebut dianalisis menggunakan program nutri survey dimana hasil yang didapatkan dari analisis tersebut dibagi dengan angka kecukupan gizi yang dianjurkan, kemudian dikali 100% untuk mendapatkan tingkat kecukupannya. Asupan nutrisi dikatakan cukup bila memenuhi kriteria 70% AKG atau lebih. Variabel bebas yaitu status anemia, adalah keadaan kadar hemoblobin dalam darah seseorang. Berdasarkan WHO 1989, status anemia pada anak kelas SD (usia 5-11 tahun) dikategorikan menjadi anemia (kadar Hb < 11,5 g/dl) dan tidak anemia (kadar Hb > 11,5 g/dl).

Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas I SD yang berada di wilayah kerja Puskesmas Banjarangkan II, Kabupaten Klungkung. Sampel dalam penelitian ini adalah siswa kelas I SD yang berada di wilayah kerja Puskesmas Banjarangkan II, Kecamatan Banjarangkan, Kabupaten Klungkung yang merupakan bagian dari populasi yang telah dipilih. Kriteria inklusi adalah siswa yang bersedia menjadi sampel dan mendapat persetujuan dari orang tua.

Wilayah kerja Puskesmas Banjarangkan II Kabupaten Klungkung terdapat 12 Sekolah Dasar. Sampel dipilih dengan metode purposive sampling, yaitu dengan memilih siswa kelas I SD Negeri 2 Aan dan SD Negeri 2 Takmung. Hal ini berdasarkan data skiring kesehatan yang dilakukan oleh Puskesmas Banjarangkan II bahwa angka kejadian anemia paling banyak terjadi pada kedua sekolah ini. Jumlah sampel minimal yang diperlukan adalah 49 orang tetapi untuk penelitian ini diambil sampel seluruh siswa kelas I SD Negeri 2 Aan dan SD Negeri 2 Takmung sebanyak 56 orang (total sampel) dengan pertimbangan peneliti mampu melakukan penelitian dengan metode dan jumlah sampel yang lebih banyak serta menghindari kecemburuan antar siswa yang lain dalam satu kelas.

Responden dalam penelitian ini adalah orang tua siswa kelas I SD Negeri 2 Aan dan SD Negeri 2 Takmung, Kecamatan Banjarangkan, Kabupaten Klungkung yang terpilih sebagai sampel. Responden mengisi kuisioner untuk memperoleh informasi tentang asupan nutrisi harian sampel.

Alat penelitian yang digunakan dalam pengumpulan data untuk tiap variabel menggunakan kuisioner. Cara pengumpulan

data yaitu dengan menyebar kuisioner yang telah disediakan dengan pertanyaan yang dijawab oleh responden.

Pengolahan data penelitian dilakukan dengan melalui tahap-tahap sebagai berikut; editing, scoring, tabulating dan entry data. Data di analisis menggunakan analisis univariat dan bivariat.

HASIL

Sampel dalam penelitian ini berjumlah 56 orang dan dalam pelaksanaan pengumpulan data, seluruh responden (orang tua sampel) dapat mengisi angket yang dibagikan dengan baik. Dari 56 responden yang telah memenuhi syarat untuk diteliti, laki-laki berjumlah 29 orang (51,8%) sedangkan perempuan berjumlah 27 orang (48,2%).

Tabel 1. Karakteristik Sampel Penelitian berdasarkan Jenis Kelamin.

Jenis Frekuensi Persentase

Kelamin                  (%)

Laki-laki

29

51,8

Perempuan

27

48,2

Total

56

100

Tabel 2. Distribusi Frekuensi Status Anemia.

Variabel

Jumlah

Persentase (%)

Anemia

29

51,8 %

Tidak anemia

27

48,2 %

Total

56

100 %

Tabel 4. Distribusi Frekuensi Asupan Nutrisi.

Variabel

Jumlah

Persentase (%)

Kurang

9

16,1

Cukup

47

83,9

Total

56

100

Tabel 2 dan 3 menggambarkan distribusi frekuensi variabel-variabel yang diteliti dalam studi ini. Distribusi status anemia pada sampel menunjukkan lebih dari setengah (51,8%) berada pada kategori anemia, sedangkan sebanyak 48,2% menunjukkan kondisi tidak anemia. Rata-rata kadar Hb sampel adalah 11,4 mg/dl yang tersebar dari nilai terendah yaitu 10,4 mg/dl dan nilai Hb tertinggi yaitu 12,6 mg/dl.

Berdasarkan makanan yang dikonsumsi dalam satu hari, lebih dari setengah (83,9%) total sampel mendapatkan asupan nutrisi cukup yang dianjurkan oleh

Departemen Kesehatan RI, sedangkan sisanya mendapatkan asupan nutrisi kurang. Asupan nutrisi yang diperoleh sampel tersebar dari asupan terendah, yaitu 690,1 kkal dan asupan tertinggi, yaitu 2.326,8 kkal. Rata-rata asupan nutrisi sampel yang diperoleh berdasarkan data adalah sejumlah 1.518 kkal.

Pada tabel 4, apabila anemia dilihat berdasarkan jenis kelamin, maka persentase anemia lebih tinggi pada anak laki-laki dibandingkan dengan anak perempuan. Pada usia sekolah dasar, anemia cenderung lebih tinggi pada anak laki-laki, sedangkan pada usia remaja cenderung terjadi pada anak perempuan.

Apabila status anemia dilihat berdasarkan asupan nutrisi, sebesar 51,1% sampel dengan asupan nutrisi cukup berada pada kategori tidak anemia, sedangkan 66,7% sampel dengan asupan nutrisi kurang berada pada kategori anemia.

Tabel 4. Distribusi Status Anemia

Berdasarkan Jenis Kelamin Sampel

Jenis Kelamin

Anemia

Tidak anemia

Total (%)

Laki-laki

16

13

29

(55,2%)

(44,8%)

(100%)

Perempuan

13

14

27

(48,1%)

(51,9)

(100%)

Tabel 5. Distribusi Status Anemia

Berdasarkan Asupan Nutrisi Sampel

Asupan Nutrisi

Anemia

Tidak anemia

Total (%)

Cukup

23

(48,9%)

24

(51,1%)

47 (100%)

Kurang

6 (66,7%)

3

(33,3)

9 (100%)

Berdasarkan komparasi kategori status anemia dengan rata-rata asupan nutrisi, diperoleh kecenderungan nilai rata-rata asupan nutrisi pada sampel dengan status tidak anemia adalah paling tinggi yaitu 2326,8 kkal, sedangkan pada sampel dengan status anemia, rata-rata asupan nutrisinya paling rendah 690,1 kkal.

DISKUSI

Gambaran asupan nutrisi seseorang sangat tergantung dari keragaman jenis makanan yang dimakan setiap hari. Hasil penelitian tentang asupan nutrisi dari 56 sampel siswa kelas I SD di wilayah kerja Puskesmas Banjarangkan II Klungkung menunjukkan bahwa jenis makanan yang dikonsumsi oleh sampel sudah mengandung asupan nutrisi makro maupun mikro berupa karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral.

Data yang terlihat dari hasil penelitian menunjukkan bahwa asupan nutrisi rata-rata yang didapat sampel sejumlah 1.518 kkal, angka ini masih lebih rendah dibandingkan dengan AKG yang dianjurkan sesuai kelompok umur sampel, yaitu 1750 kkal perhari.2 Nilai rata-rata tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan asupan minimal yang diperlukan dalam satu hari, yaitu 70% AKG atau setara dengan 1.225 kkal.3 Setelah dilakukan pengelompokan diperoleh lebih banyak sampel yang mendapat asupan nutrisi cukup, sedangkan hanya 16,1% sampel yang mendapat asupan nutrisi kurang. Angka tersebut lebih rendah dibandingkan data yang dirilis dalam Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementrian Kesehatan RI 2010, yaitu 41,2% untuk anak usia sekolah yang mendapat asupan nutrisi kurang.3 Hal serupa juga tampak pada penelitian yang dilakukan oleh Chuluq dkk pada tahun 2013, didapatkan bahwa persentase siswa yang mendapatkan asupan nutrisi kurang sebesar 30,4%.14

Perbedaan ini mungkin karena sampel yang digunakan dalam penelitian adalah siswa kelas I SD, sedangkan pada penelitian yang dilakukan oleh Chuluq dkk menggunakan sampel siswa kelas V SD. Siswa kelas I SD cenderung belum dapat

menentukan makanan yang akan dikonsumsi. Keterlibatan orang tua sangat mempengaruhi asupan nutrisi sampel, sedangkan siswa kelas V SD (10-11 tahun) sudah dapat menentukan sendiri jenis makanan apa yang akan dikonsumsi. Pada usia tersebut 10-11 tahun aktivitas anak cenderung lebih tinggi dibandingkan anak yang berusia 6 tahun.

Persentase anemia lebih tinggi pada siswa yang memperoleh asupan nutrisi kurang. Hal ini dikarenakan konsumsi pangan yang buruk akan mendorong terjadinya anemia pada anak karena secara langsung asupan gizi juga berkurang. Konsumsi pangan mempengaruhi tingkat kecukupan zat gizi.

SIMPULAN

Kejadian anemia pada anak kelas I SD di wilayah kerja Puskesmas Banjarangkan II yaitu 51,8%. Sebagian besar siswa kelas I SD di wilayah kerja Puskesmas Banjarangkan II, Klungkung sudah memperoleh asupan nutrisi cukup. Kejadian anemia lebih rendah pada siswa yang memperoleh asupan nutrisi cukup.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan ucapan terimakasih kepada Kepala Puskesmas

Banjarangkan II beserta seluruh staf, Kepala SDN 2 Aan dan SDN 2 Takmung atas izin dan bantuan dalam rangka pengumpulan data.

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    Indrawati V. Pengaruh Anemia Terhadap Konsentrasi Belajar Anak Sekolah Dasar. Jurnal Pendidikan Dasar. 2004;5(1):43-50

  • 2.    Manampiring AE. Prevalensi Anemia dan Tingkat Kecukupan Zat Besi pada Anak Sekolah Dasar di Desa Minaesa Kecamatan Wori Kabupaten Minahasa Utara. Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi. 2009.

  • 3.    Rasmaliah. Anemia Kurang Besi dalam Hubungannya dengan Infeksi Cacing. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. 2004.

  • 4.    Gunadi D, Lubis B, dan Rosdiana N. Terapi dan Suplementasi Besi pada Anak. Sari Pediatri. 2009;11(3):207-211.

  • 5.    Arisman MB. Gizi dalam Daur Kehidupan: Buku Ajar Ilmu Gizi. 2004. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. hal 144-155.

  • 6.    Busman. Gambaran Asupan Nutrisi yang Mengandung Zat Besi pada Anak

Usia Sekolah Kelas IV dan V yang Mengalami Anemia di SDN 42 Beringin Air Dingin Padang. Fakultas Kedokteran Universitas Andalas. 2009.

  • 7.    Ibrahim IA. Ascariasis dan Trichuriasis Sebagai Faktor Penentu Kejadian Anemia Gizi Besi Anak SD di Pemukiman Kumuh Kota Makasar. Media Gizi Pangan. 2012;13(1):48-54.

  • 8.    Elmi, Sembiring T, dkk. Status Gizi dan Infestasi Cacing Usus pada Anak Sekolah Dasar. Fakultas Kedokteran Universitas Sumaatera Utara. 2004.

  • 9.    Rampersaud GC, dkk. Breakfast Habits, Nutritional Status, Body Weight, and Academic Performance in Children and Adolescents. J Am Diet Assoc. 2005. Mei. 105(5):743-60.

  • 10.    Klunklin S, Channoonmuang K. Snack Consumption in Normal and Undernourished Preschool Children in Northeastern Thailand. J Med Assoc Thai. 2006; 89 (5): 706-13.

  • 11.    Anderson JE, Prior S. Nutrition and Aging. Fact Sheet No. 9.322. Colorado State University. 2011. Diunduh                       dari:

http://www.ext.colostate.edu/pubs/foo

dnut/ 09322.html. (Akses: 7 Mei 2013)

  • 12.    Departemen Kesehatan RI. Pedoman Gizi Seimbang. Direktur Jendral Bina Kesehatan Masyarakat. 2002.

  • 13.    Deni. Pengetahuan Gizi, Aktivitas Fisik, Konsumsi Snack dan Pangan Lainnya, pada Murid SD Bina Insani Bogor yang Berstatus Gizi Normal dan Gemuk. Departemen Gizi Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia IPB. Bogor. 2009.

  • 14.    Chuluq AC, dkk. Hubungan Asupan Makan dengan Status Gizi Anak Sekolah Dasar (Study Kasus Siswa SD Kelas V Kecamatan Dekai Suku Momuna Kabupaten Yahukimo) Provinsi Papua. Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya. 2013.

  • 15.    Florence, Asbridge M, Veugelers PJ. Diet Quality and Academic Performance. Journal of School Health. 2008; 78:209-215.

  • 16.    Izah SN. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Status Anemia Defisiensi Besi Anak Sekolah Kelas V dan VI di MI Negeri 02 Cempaka Putih Ciputat Timur Tangerang Selatan. Fakultas Kedokteran dan Ilmu

Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. 2011.

  • 17.    Linda, Nofa. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Status Anemia Defisiensi Besi Anak Sekolah Kelas V dan VI di MI Negeri 02 Cempaka Putih Ciputat Timur Tangerang Selatan. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. 2003.