GAMBARAN POLA MAKAN TERHADAP TINGKAT GLUKOSA DARAH PADA PENDERITA DIABETES MELITUS DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KARANGASEM I

I Putu Bagus Muliartha1, I Wayan Sudhana2

Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana1 2 Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK Universitas Udayana/RSUP Sanglah2

ABSTRAK

Diabetes Mellitus (DM) adalah penyakit kronis yang terjadi akibat pankreas yang tidak mampu menghasilkan insulin yang cukup atau ketidakefektifan tubuh dalam menggunakan insulin. Salah satu faktor risiko dari diabetes melitus adalah gaya atau pola hidup yang tidak sehat, salah satunya pola makan. Hal inilah yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan diabetes melitus. Rancangan penelitian ini adalah studi potong lintang deskriptif untuk untuk mengetahui gambaran pola makan terhadap tingkat glukosa darah pada penderita diabetes mellitus di wilayah kerja Puskesmas Karangasem I. Responden yang mengkonsumsi makanan pokok tiga kali sehari memiliki tingkat glukosa darah terkontrol (56,1%), sedangkan yang mengkonsumsi makanan pokok dua kali sehari memiliki tingkat glukosa darah terkontrol (57,1%). Responden yang selalu mengkonsumsi lauk hewani memiliki tingkat glukosa darah terkontrol (56,8%), dan yang kadang-kadang mengkonsumsi lauk hewani (58,8%). Sedangkan yang tidak pernah mengkonsumsi lauk hewani memiliki glukosa darah terkontrol (0%). Responden yang selalu mengkonsumsi lauk nabati memiliki tingkat glukosa darah yang terkontrol (62,8%), dan yang kadang-kadang mengkonsumsi lauk nabati (40,0%). Responden yang selalu mengkonsumsi sayur dan buah memiliki tingkat glukosa darah yang terkontrol (64,4%), dan yang kadang-kadang mengkonsumsi sayur dan buah (20%). Responden yang selalu mengkonsumsi cemilan memiliki tingkat glukosa darah yang terkontrol (59,1%), yang kadang-kadang mengkonsumsi cemilan (57,1%), dan yang jarang mengkonsumsi cemilan (40,0%).

Kata Kunci : Diabetes, Glukosa Darah, Pola Makan

DESCRIPTION OF DIET ON BLOOD GLUCOSE LEVEL IN PATIENTS WITH DIABETES MELLITUS AT KARANGASEM I PUBLIC HEALTH CENTER AREA

ABSTRACT

Diabetes Mellitus (DM) is a chronic disease that occurs as a result of the pancreas can not produce enough insulin or ineffectiveness of the body to use insulin. One of the risk factors of diabetes mellitus is an unhealthy lifestyle, one of which diet. This is what needs to be considered in the management of diabetes mellitus. The study design was cross-sectional descriptive study to describe the diet on blood glucose levels in people with diabetes mellitus in Puskesmas Karangasem I. Respondents who consumed staple food three times a day to have controlled blood glucose levels (56.1%), whereas the staple food consumed twice a day had controlled blood glucose levels (57.1%). Respondents who always consume animal side dish had controlled blood glucose levels (56.8%), and who occasionally consume animal side dish (58.8%). While that never consume animal side dish had controlled blood glucose (0%). Respondents who always consume vegetable side dishes have controlled blood glucose levels (62.8%), and which occasionally consume vegetable side dish (40.0%). Respondents who always consume vegetables and fruits have controlled blood glucose levels (64.4%), and which occasionally consume vegetables and fruit (20%). Respondents who always consume snacks have controlled blood glucose levels (59.1%), which occasionally consume snacks (57.1%), and are rarely consumed snacks (40.0%).

Keyword : Diabetes, Blood Glucose, Diet

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Diabetes Mellitus (DM) adalah penyakit metabolik kronik yang prevalensinya terus meningkat di seluruh dunia. DM terjadi akibat pankreas yang tidak mampu menghasilkan insulin yang cukup atau ketidakefektifan tubuh dalam menggunakan insulin. Defisiensi tersebut menyebabkan peningkatan konsentrasi glukosa dalam darah, yang merusak banyak sistem tubuh, khususnya pembuluh darah dan saraf.1

Pada tahun 2011 diperkirakan 366 juta orang menderita DM, dan meningkat mencapai 552 juta orang pada tahun

  • 2030.2    DM menyebabkan 4,6 juta kematian pada tahun 2011.2 Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 didapatkan proporsi penyebab kematian akibat DM pada kelompok usia 45-54 tahun di daerah perkotaan menduduki rangking kedua yaitu 14,7% dan di daerah pedesaan DM menduduki rangking keenam dengan 5,8%.3

Gaya hidup yang kurang sehat merupakan salah satu faktor terjadinya DM tipe 2, terutama pola makan tidak sehat. Pada penelitian Rahmawati, dkk ditemukan sebanyak 82,1% responden dengan pola makan (risiko kebiasaan makan) yang tinggi memiliki tingkat glukosa darah tidak terkontrol, sedangkan

  • 39,6 % responden yang memiliki pola makan yang rendah memiliki tingkat glukosa darah terkontrol.4

Pada tahun 2012 jumlah insiden DM di wilayah puskesmas Karangasem I meningkat pesat dibandingkan pada tahun 2011. Pada tahun 2011 menurut data dari Puskesmas Karangasem I, didapat 83 pasien baru yang terdiagnosa dengan diabetes melitus. Sementara pada tahun 2012 peningkatan cukup pesat terjadi yakni sebanyak 171 pasien baru.5 Saat ini kasus DM hanya dilakukan pengobatan di dalam puskesmas, sedangkan di luar puskesmas promosi kesehatan tentang DM tidak dilakukan. Manajemen puskesmas antara lain berupa edukasi tentang penyakit dan pemberian obat-obatan bagi pasien yang datang dan didiagnosa DM oleh dokter yang bertugas.

METODE PENELITIAN

Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian ini adalah studi potong lintang deskriptif untuk mengetahui gambaran pola makan terhadap tingkat glukosa darah pada penderita diabetes mellitus di wilayah kerja Puskesmas Karangasem I

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di desa-desa di wilayah kerja Puskesmas Karangasem I pada Bulan September-Oktober 2013.

Populasi dan Sampel

Populasi target dalam penelitian ini adalah semua penderita DM di wilayah kerja Puskesmas Karangasem I. Populasi terjangkau dalam penelitian ini adalah semua pasien dengan diabetes mellitus yang datang ke puskesmas Karangasem I tahun 2012. Sebagai sampel adalah pasien dengan diabetes

mellitus yang datang ke puskesmas Karangasem I tahun 2012 dipilih secara simple random sampling, bersedia ikut dalam penelitian, dan memenuhi kriteria inklusi sebanyak 55 orang. Kriteria Inklusi adalah pasien yang baru terdiagnosa DM atau kontrol DM. Kriteria eksklusi adalah pasien yang tidak bersedia atau menolak untuk diambil menjadi responden.

Definisi Operasional Variabel

1.    Pola Makan

Yaitu suatu bentuk kebiasaan konsumsi makanan yang dilakukan oleh seseorang dalam kegiatan makannya sehari-hari. Pola makan yang ditanyakan pada responden seperti frekuensi makan dalam sehari, porsi makan dan jenis makanan. Pola makan pada penelitian ini dikategorikan menjadi makanan pokok, lauk hewani, lauk nabati, makanan serat, dan cemilan. Masing-masing kategori diberikan skor berdasarkan frekuensi konsumsi makanan tersebut. Skor 0 dilabeli tidak pernah, skor 1-3 jarang, skor 410 kadang-kadang, dan skor 11-13 selalu.

  • 2.    Tingkat Glukosa Darah

Yaitu tingkat konsentrasi gula dalam darah yang dinyatakan dalam mg/dl. Tingkat glukosa darah ini dibedakan menjadi kadar glukosa darah sewaktu dan puasa. Pada penelitian ini menggunakan kadar glukosa darah sewaktu, glukosa darah yang diambil pada suatu waktu tanpa adanya puasa. Kadar glukosa darah dinyatakan terkontrol bila glukosa darah sewaktu 70-140 mg/dl, dinyatakan tidak terkontrol bila >140 mg/dl. Dengan menggunakan glukosa meter atau glucometer adalah perangkat medis

untuk menentukan perkiraan konsentrasi glukosa dalam darah. Jadi dengan glucometer pasien dapat mengetahui kadar glukosa darahnya.

Cara Pengumpulan dan Analisis Data

Pengumpulan data dilakukan dengan mengunjungi rumah sampel terpilih. Dilakukan pemeriksaan glukosa darah pada respoden dengan menggunakan glucometer dan responden diminta untuk mengisi kuesioner. Data yang diperoleh kemudian diolah dengan bantuan komputer menggunakan perangkat lunak komputer, kemudian data tersebut dianalisa dengan menggunakan frekuensi untuk menentukan karakteristik sampel, kemudian dilakukan perbandingan pola makan dengan tingkat glukosa darah dalam bentuk tabulasi silang (crosstab)

HASIL PENELITIAN

Hasil Tabulasi Silang Variabel Pola Makan dengan Tingkat Glukosa Darah

Karena semua responden selalu mengkonsumsi makanan pokok setiap harinya, pada tabel 1 kami mengkategorikan konsumsi makanan pokok menjadi tiga kali sehari, dua kali sehari, dan sekali sehari. Pada responden yang mengkonsumsi makanan pokok tiga kali sehari, tedapat 23 responden (56,1%) yang mempunyai glukosa darah terkontrol. Sementara bagi responden yang mengkonsumsi makanan pokok dua kali sehari terdapat sebanyak delapan orang (57,1%) memiliki glukosa darah terkontrol. Tidak ada responden yang mengkonsumsi makanan pokok sekali sehari sehingga tidak dimasukkan dalam tabel.

.Tabel 1. Gambaran pola makan makanan pokok terhadap tingkat glukosa darah

Variabel

Terkontrol

Tidak

Terkontrol

Total

Frekuensi Makanan Pokok

Tiga kali sehari

23 (56,1%)

18 (43,9%)

41 (100%)

Dua kali sehari

8(57,1%)

6 (42,9%)

14 (100%)

Pada tabel 2 juga dapat dilihat bahwa responden yang selalu mengkonsumsi lauk hewani memiliki tingkat glukosa darah sewaktu yang terkontrol sebanyak 21 orang (56,8%), responden yang kadang-kadang mengkonsumsi lauk hewani memiliki

tingkat glukosa darah sewaktu yang terkontrol sebanyak 10 orang (58,8%) sedangkan yang tidak pernah mengkonsumsi lauk hewani tidak ada yang memiliki tingkat glukosa darah sewaktu yang terkontrol.

Tabel 2. Gambaran pola makan lauk hewani terhadap tingkat glukosa darah

Variabel

Terkontrol

Tidak

Terkontrol

Total

Frekuensi Lauk Hewani

Selalu

21 (56,8%)

16 (43,2%)

37 (100%)

Kadang-kadang

10 (58,8%)

7 (41,2%)

17 (100%)

Tidak pernah

0 (0%)

1 (100%)

1 (100%)


Tabel 3 menunjukkan bahwa responden yang selalu mengkonsumsi lauk nabati memiliki tingkat glukosa darah sewaktu yang terkontrol sebanyak

27 orang (62,8%), responden yang kadang-kadang mengkonsumsi lauk nabati sebanyak 4 orang (40%)

Tabel 3. Gambaran pola makan lauk nabati terhadap tingkat glukosa darah

Variabel

Terkontrol

Tidak

Total

Terkontrol

Frekuensi Lauk Nabati

Selalu

27 (62,8%)

16 (37,2%)

43 (100%)

Kadang-kadang

4 (40,0%)

6 (60,0%)

10 (100%)

Jarang

0 (0%)

1 (100%)

1 (100%)

Tidak pernah

0 (0%)

1 (100,0%)

1 (100%)


Pada tabel 4 sebanyak 29 orang (64,4%) yang selalu mengkonsumsi sayur dan buah memiliki tingkat glukosa darah sewaktu yang terkontrol. Sedangkan

sebanyak 2 orang (20,0%) yang kadang-kadang mengkonsumsi sayur dan buah memiliki tingkat glukosa darah sewaktu yang terkontrol.

Tabel 4. Gambaran pola makan sayur dan buah terhadap tingkat glukosa darah

Variabel

Terkontrol

Tidak

Terkontrol

Total

Frekuensi Sayur dan Buah

Selalu

29 (64,4%)

16 (19,6%)

45 (100%)

Kadang-kadang

2 (20,0%)

8 (80,0%)

10 (100%)


Tiga belas orang dengan persentase 59,1% yang selalu mengkonsumsi cemilan memiliki tingkat glukosa darah sewaktu yang terkontrol pada tabel 5. Selain itu pada tabel tersebut dapat diketahui responden yang kadang-kadang mengkonsumsi cemilan,

didapat 16 orang (57,1%) memiliki tingkat glukosa darah sewaktu yang terkontrol. Responden yang jarang mengkonsumsi cemilan memiliki tingkat glukosa darah sewaktu yang terkontrol sebanyak 2 orang (40,0%).

Tabel 5. Gambaran pola makan cemilan terhadap tingkat glukosa

Variabel

Terkontrol

Tidak       Total

Terkontrol

Frekuensi Cemilan

Selalu

13 (59,1%)

9 (40,9%)    22 (100%)

Kadang-kadang

16 (57,1%)

12 (42,9%)    28 (100%)

Jarang

2 (40,0%)

3 (60,0%)     5 (100%)

PEMBAHASAN

Penelitian dilakukan untuk mengetahui gambaran pola makan terhadap tingkat glukosa darah pada penderita diabetes mellitus di wilayah kerja Puskesmas Karangasem I

Gambaran frekuensi konsumsi makanan pokok terhadap glukosa darah pada penderita diabetes melitus

Dari seluruh komponen makanan, makanan pokok merupakan komponen yang paling banyak mengandung

karbohidrat sehingga bila frekuensi konsumsi meningkat akan berpengaruh dalam peningkatan glukosa darah.6 Dari hasil penelitian ditemukan persentase orang yang mengkonsumsi makanan pokok tiga kali sehari memiliki tingkat glukosa darah terkontrol lebih kecil daripada orang yang mengkonsumsi dua kali sehari. Tetapi perbedaan antara keduanya terlalu kecil. Penelitian Rahmawati dkk juga mendapat hasil yang serupa dimana sebanyak 17,9% responden dengan frekuensi makan yang

tinggi memiliki tingkat glukosa darah terkontrol, sedangkan yang memilikir frekuensi makan yang rendah sebanyak 39,6% memiliki tingkat glukosa darah terkontrol.4 Tentunya terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi hasil yang didapatkan antara lain jenis makanan pokok yang dikonsumsi dan jumlah takarannya.6

Gambaran frekuensi konsumsi lauk hewani terhadap glukosa darah pada penderita diabetes melitus

Lauk hewani merupakan komponen makanan yang mengandung lemak dan protein yang mana lemak dapat meningkatkan glukosa darah melalui peningkatan resistensi insulin.7 Pada penelitian ini didapatkan orang yang mengkonsumsi lauk hewani setiap harinya, persentase antara tingkat glukosa darah terkontrol dan tidak terkontrol seimbang. Hal yang sama terjadi pada responden yang mengkonsumsi lauk hewani beberapa kali seminggu. Mengacu pada teori, seharusnya lebih sedikit konsumsi lemak akan membuat tingkat glukosa darah turun. Minyak dan lemak yang kasat mata memiliki kandungan kalori yang tinggi dan rendah gizi.4 Hal ini tidak ditunjukkan pada data penelitian ini, dikarenakan data yang disajikan hanya berupa frekuensi dengan mengabaikan jenis lauk hewani itu sendiri. Setiap jenis lauk hewani memiliki kandungan lemak yang berbeda, dengan efek pada tubuh yang berbeda. Lemak jenuh memiliki efek meningkatkan resistensi insulin dan juga obesitas, sementara lemak tak jenuh memiliki efek mengurangi resistensi insulin yang baik untuk penderita diabetes.8

Pada penelitian ini didapatkan seorang yang tidak pernah mengkonsumsi lauk hewani, dimana

didapatkan tingkat glukosa darahnya tidak terkontrol. Hal ini bisa terjadi karena berbagai faktor. Menurut Harding, rendahnya konsumsi lemak, dapat meningkatkan konsumsi kandungan makanan lainnya, seperti karbohdrat.7 Banyaknya karbohidrat yang dikonsumsi berpengaruh terhadap tingkat glukosa darah. Selain itu, diet rendah lemak dapat mengakibatkan rendahnya konsumsi HDL. Rendahnya HDL mengakibatkan menumpuknya tingkat kolesterol pada tubuh.8 Selain faktor lemak, tingkat aktivitas dan konsumsi obat mungkin memiliki pengaruh tambahan.7

Gambaran frekuensi konsumsi lauk nabati terhadap glukosa darah pada penderita diabetes melitus

Lauk nabati seperti tahu, tempe, dan kacang-kacangan merupakan sumber protein nabati dan memiliki indeks glikemik yang rendah, sehingga baik untuk dikonsumsi penderita DM.9 Dari hasil penelitian didapatkan responden yang mengkonsumsi lauk nabati setiap hari sebagian besar memiliki glukosa darah yang terkontrol. Sedangkan yang mengkonsumsi kadang-kadang sebagian besar memiliki glukosa darah tidak terkontrol. Secara keseluruhan terlihat kecenderungan semakin tinggi frekuensi konsumsi lauk nabati akan menyebabkan glukosa darah terkontrol. Hal ini bisa disebabkan karena responden yang kadang-kadang mengkonsumsi lauk nabati, memiliki konsumsi bahan makanan dengan indek glikemik tinggi lebih banyak.4

Gambaran frekuensi konsumsi makanan serat terhadap glukosa darah pada penderita diabetes melitus

Di setiap makanan diet untuk penderita DM, makanan berserat merupakan makanan yang selalu

disarankan. Hal ini dikarenakan serat tidak memiliki pengaruh pada glukosa darah sehingga mencegah lonjakan glukosa darah.8 Serat juga memiliki kelebihan seperti menunda lapar lebih lama dan lebih cepat kenyang sehingga mencegah makan berlebihan. Dari hasil penelitian terlihat adanya tren bila frekuensi konsumsi makanan serat meningkat maka glukosa darah akan terkontrol, begitu sebaliknya. Hal ini sesuai dengan teori yang mengatakan bila makanan berserat memiliki peran dalam mengontrol glukosa darah.8,10

Gambaran frekuensi konsumsi cemilan terhadap glukosa darah pada penderita diabetes melitus

Cemilan merupakan makanan tambahan diluar dari makanan pokok, umumnya mengandung karbohidrat. Bila mengkonsumsi cemilan secara berlebihan bisa menyebabkan glukosa darah tidak terkontrol. Namun terdapat beberapa cemilan yang memiliki indeks glikemik yang rendah, sehingga dapat membantu menghilangkan rasa lapar yang muncul. Oleh karena itu konsumsi cemilan perlu diatur pada penderita DM agar tidak mengganggu glukosa darahnya.4 Pada hasil penelitian didapatkan kecenderungan semakin tinggi frekuensi konsumsi cemilan maka akan menyebabkan glukosa darah terkontrol. Hal ini bisa disebabkan karena cemilan yang dikonsumsi setiap hari memiliki glikemik indeks yang rendah, sehingga porsi makanan pokok berkurang. Beberapa cemilan dengan indeks glikemik rendah yang dapat dikonsumsi seperti ubi dan singkong.

PENUTUP Kesimpulan

Dalam penelitian ini, kesimpulan yang didapat adalah responden yang

mengkonsumsi makanan serat, lauk nabati, dan cemilan tiap hari lebih banyak memiliki tingkat glukosa darah terkontrol. Hal ini disebabkan karena bahan makanan tersebut memiliki indeks glikemik yang rendah sehingga mampu mengontrol tingkat glukosa darah. Pada responden yang mengkonsumsi makanan pokok dan lauk hewani setiap hari juga memiliki persentase tingkat glukosa darah terkontrol yang tinggi. Terdapat beberapa faktor yang dapat menyebabkan hal tersebut, khususnya adalah jenis makanan yang dikonsumsi oleh responden.

Kelemahan Penelitian

Hasil pengukuran glukosa darah sewaktu tidak terlalu akurat karena dipengaruhi oleh aktivitas fisik, konsumsi obat sebelumnya, maupun karena faktor makanan atau minuman yang dikonsumsi sebelum pengukuran. Informasi mengenai pola makan yang diperoleh hanya didasarkan wawancara dan pengakuan dari responden, sehingga kita tidak mengetahui apakah jawaban yang dikatakan oleh responden benar atau tidak saat wawancara. Pada variabel pola makan hanya menghitung frekuensi, tidak membedakan jenis maupun takarannya.

Saran

  • 1.    Sebagai masukan kepada Puskesmas Karangasem I untuk mematangkan kembali program penanganan DM di wilayah kerja Puskesmas Karangasem I sehingga penderita DM memiliki tingkat glukosa darah terkontrol.

  • 2.    Memberikan informasi kepada masyarakat untuk lebih sering mengkonsumsi makanan serat (sayur dan buah),lauk nabati, serta snack dengan glikemik infeks rendah.

  • 3.    Dapat dipertimbangkan penelitian lebih lanjut mengenai hubungan antara pola makan terhadap tingkat glukosa darah pada penderita DM

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    Joshi SK, Shrestha S. Diabetes mellitus: A review of its associations                   with

differentenvironmental factors. Kathmandu University Medical Journal. 2010;8(1):109-15.

  • 2.    Olokoba AB, Obateru OA, Olokoba LB. Type 2 Diabetes Mellitus: A Review of Current Trends. Oman Med J. Jul. 2012;27(4):269–73.

  • 3.    Departemen Kesehatan RI . Laporan Riskesdas 2007 Provinsi Bali. 2007

  • 4.    Rahmawati, Syam A, Hidayanti H. Pola Makan dan Aktifitas Fisik dengan Kadar Glukosa Darah Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 Rawat Jalan di. Universitas Riau. 2011 RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar. Media Gizi Masyarakat Indonesia 2011;1(1):52-8

  • 5.    Dinas Kesehatan Kabupaten Karangasem Profil Puskesmas Karangasem I.2012

  • 6.    Andi et al. Faktor Risiko Diabetes Melitus di Rumah Sakit Umum Dr. Wahidin Sudirohusodo Makasar. Jurnal Ilmiah Nasional 2008

  • 7.    Harding, Anne-Helen. Fat Consumption and HbA1c Levels The EPIC-Norfolk Study. Diabetes Care 2001;24(11).1911-6

  • 8.    Dedoussis GVZ, Kaliora AC, Panagiotakos DB. Genes, Diet and Type 2 Diabetes Mellitus: A Review. Rev Diabet Stud. 2007;4(1):13–24.

  • 9.    American Diabetes Association (2013). The Glycemic Index of Foods.      Available online:

http://www.diabetes.org/food-and-fitness/food/planning-meals/the-glycemic-index-of-foods.html

  • 10.    Barnard, Neal D. A Low-Fat Vegan Diet Improves Glycemic Control and Cardiovascular Risk Factors in a Randomized Clinical Trial in Individuals With Type 2 Diabetes. Diabetes Care 2006;29(8).1777-83

9