AKURASI BIOMETRI IMERSI PADA OPERASI KATARAK DI POLIKLINIK MATA RSD MANGUSADA BADUNG TAHUN 2022
on
ISSN: 2597-8012 JURNAL MEDIKA UDAYANA, VOL. 12 NO.6,JUNI, 2023
Diterima: 2023-04-12 Revisi: 2023-05-02 Accepted: 25-05-2023
Akurasi Biometri Imersi pada Operasi Katarak di Poliklinik Mata RSD Mangusada Badung Tahun 2022
Priscilla Christina Natan1, Ni Nyoman Triharpini1, Deasy Sucicahyati1 1 Departemen Ilmu Kesehatan Mata, RSD Mangusada Badung, Bali, Indonesia E-mail: [email protected]
ABSTRAK
Pendahuluan: Keakuratan refraksi dan penglihatan bebas kacamata adalah tuntutan pasien zaman sekarang. Untuk mencapai akurasi refraktif pasca operasi, perhitungan biometri dan kekuatan lensa intraokular (IOL) yang tepat sangat penting. Untuk menghitung kekuatan IOL dan menentukan penempatan lensa efektif pasca operasi, diperlukan data biometri. Di Rumah Sakit Daerah Mangusada, metode biometri imersi paling sering diterapkan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui keakuratan perhitungan kekuatan IOL pada mata yang menjalani operasi katarak fakoemulsifikasi dan operasi katarak insisi kecil (SICS) dengan implantasi IOL menggunakan biometri ultrasonografi A-scan imersi melalui evaluasi mean absolute refraction error. Metode: Studi deskriptif retrospektif ini mengumpulkan data dari rekam medis pasien yang menjalani fakoemulsifikasi dan SICS dengan implantasi IOL yang diukur dengan USG biometri imersi, menentukan panjang aksial (AL), K rata-rata, kedalaman ruang anterior (ACD), ketebalan lensa, perhitungan daya IOL menggunakan rumus Holladay, dan prediktabilitas target refraksi pasca operasi oleh perangkat biometri. Hasil refraksi, karakteristik subjek, dan variabel yang memengaruhi akurasi biometri dinilai. Hasil: Penelitian ini mengumpulkan sebanyak 45 mata dari 41 pasien yang dievaluasi. Akurasi biometri ultrasonografi imersi pada penelitian ini adalah 62,2% pada rentang <0,25D. Estimasi hasil refraksi memiliki korelasi positif dengan spherical equivalent pasca operasi. Kesimpulan: Dalam penelitian ini, akurasi biometri ultrasonografi imersi terbilang cukup baik, namun untuk meningkatkan keakuratan hasil operasi katarak pasca operasi, operator biometri perlu mendapatkan pendidikan yang menyeluruh karena mesin biometri memerlukan kalibrasi rutin.
Kata Kunci: Biometri Imersi, Bedah Katarak, Kelainan Refraksi
ABSTRACT
Introduction: Refractive accuracy and spectacle free vision is the demand of present era. To achieve postoperative refractive accuracy, calculating precise biometry and proper intraocular lens (IOL) power calculation is essential. To calculate the IOL power and determine the postoperative effective lens placement, biometry data is needed. At Mangusada Hospital, the immersion method was most frequently applied. The purpose of this study is to determine the accuracy of immersion A-scan ultrasound biometry in calculating IOL power in eyes having phacoemulsification and small incision cataract surgery (SICS) with IOL implantation through evaluating the mean absolute refraction error. Methods : This retrospective descriptive study is collecting data from the medical records of patients who underwent phacoemulsification and SICS with IOL implantation measured in immersion biometry ultrasound, determining axial length (AL), average K, anterior chamber depth (ACD), lens thickness, IOL power calculations using the Holladay formulas, and the device's postoperative refraction target predictability. Refractive results, subjects characteristics, and determining variables affecting the biometry accuracy were assessed. Results: In this study, there are 45 eyes from 41 patients were evaluated. The accuracy of immersion ultrasound biometry in this study was 62.2% in range of <0.25D. The estimation refractive outcome had positive correlation with sphrerical equivalent post operatively. Conclusion: In this research, the accuracy of biometry is considered as good. To increase the accuracy of the post-operative results in cataract surgery, the biometry operator needs to have a thorough education as the biometry machine needs a routine callibration.
Keywords: Immersion Biometry, Cataract Surgery, Refractive Error
Table 1. Karakteristik Demografi dan Biometrik Pasien
Variabel |
Mean (SD) or N (%) |
Rentang |
Jenis Kelamin | ||
Laki-laki |
27 (60%) | |
Perempuan |
18 (40%) | |
Mata | ||
Kanan |
24 (53%) | |
Kiri |
21 (47%) | |
Usia (tahun) |
66,31 ± 7,96 |
49 - 83 |
Keratometry | ||
K1 |
43,64 ± 1,53 |
40,75 - 48,25 |
K2 |
44,32 ± 1,62 |
41,25 - 48,50 |
http://ojs.unud.ac.id/index.php/eum 29
doi:10.24843.MU.2023.V12.i6.P06
PENDAHULUAN
Katarak adalah penyebab utama kebutaan yang dapat dicegah di dunia. Katarak adalah kondisi mata yang ditandai dengan kekeruhan lensa, menghalangi cahaya yang masuk ke mata.1 Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan bahwa katarak bertanggung jawab atas 51% dari semua kejadian kebutaan secara global, atau sekitar 20 juta orang pada tahun 2010.2 Berdasarkan Rapid Assesment of Avoidable Blindness (RAAB), kumpulan data fundamental yang andal dan valid untuk mengevaluasi kebutaan, dilaksanakan di Indonesia antara tahun 2014 dan 2016. Menurut temuan survei dari 15 provinsi, katarak adalah penyebab utama kelainan penglihatan dan kebutaan di Indonesia, dimana prevalensi kebutaan sebesar 3%.3
Prevalensi operasi katarak terus meningkat di seluruh dunia karena populasi hidup lebih lama, dan sekarang menjadi prosedur elektif yang paling sering dilakukan di beberapa negara. Harapan pasien akan hasil visual yang baik tanpa perlu kacamata telah meningkat sebagai hasil dari pengembangan prosedur yang kurang invasif, peningkatan teknologi lensa intraokular (IOL), dan pencapaian hasil prediksi refraksi yang lebih akurat dapat tercapai.
Dalam praktek oftalmologi rutin, panjang aksial, kedalaman ruang anterior, dan ketebalan lensa diukur, seringkali untuk penilaian katarak pra-operasi.4 Karena tingkat kerjasama pasien bervariasi, teknisi atau dokter yang melakukan pemeriksaan ini harus mampu untuk beradaptasi dengan baik sambil bekerja untuk memperoleh temuan pengukuran yang paling akurat. Kesalahan dalam pengukuran ini dapat menyebabkan kelainan refraktif pasca operasi yang tidak dapat diantisipasi.5,6
Oleh karena itu, sangat penting untuk melakukan pengukuran biometrik yang akurat. Hasil pasien yang telah menjalani operasi katarak dapat sangat ditingkatkan dengan memiliki pemahaman menyeluruh tentang perhitungan daya IOL, metode pemeriksaan biometri sebelum bedah refraktif katarak, dan faktor yang harus kita perhitungkan untuk meningkatkan akurasi hasil refraksi pada pasien pasca operasi katarak.
Cara yang akurat untuk menilai panjang aksial adalah melalui ultrasonografi imersi, yang biasanya lebih disukai daripada metode ultrasonografi applanasi.3 Kemungkinan variabilitas interoperator menurun dengan tidak adanya depresi kornea sebagai faktor perancu dalam
pengukuran. Biometri USG imersi tidak memerlukan anestesi lokal dan penekanan kornea secara langsung serta memiliki akurasi yang tinggi dibanding biometri aplanasi.
Pada tahun 2010, Siregar SR4 melakukan studi deskriptif tentang biometri teknik imersi. Temuan investigasi ini menunjukkan bahwa ultrasonografi biometri imersi memiliki akurasi 56,25% dalam rentang 0,5 D. Laporan hasil pendekatan imersi pada operasi katarak yang dilakukan di bagian oftalmologi RS Mangusada Badung diperlukan untuk memperluas hasil sebelumnya. Kajian akan dilakukan secara khusus mulai Agustus 2022 hingga Desember 2022, sebagai upaya untuk melanjutkan temuan sebelumnya.
METODE
Desain penelitian ini merupakan penelitian deskriptif retrospektif yang dilakukan di departemen oftalmologi Rumah Sakit Daerah Mangusada di Badung, Bali antara Agustus 2022 hingga Desember 2022, melibatkan 45 mata dari 41 subjek dengan katarak. Populasi penelitian diperoleh dari data sekunder yang dikumpulkan dari rekam medis pasien yang menjalani ultrasonografi biometri dengan teknik imersi di Departemen Oftalmologi Rumah Sakit Daerah Rumah Sakit Mangusada. Data diperoleh dari operasi katarak yang dilakukan antara Agustus 2022 dan Desember 2022. Kriteria inklusi dari penelitian ini adalah semua pasien yang menjalani operasi katarak dengan teknik fakoemulsifikasi dan SICS dengan jenis lensa intraokular implan apapun. Kriteria eksklusi yaitu pasien dengan data catatan rekam medis yang tidak lengkap dan pasien dengan BCVA (Ketajaman Penglihatan Terkoreksi Terbaik) di bawah 6/7,5.
HASIL
Dari 200 peserta yang direkrut, 147 dikeluarkan karena rekam medis tidak lengkap dan 12 karena tidak datang untuk kontrol tindak lanjut. Sisanya 41 peserta semuanya memenuhi syarat untuk dimasukkan dalam penelitian dengan rasio laki-laki dan perempuan 6:4. Kelompok usia pasien berkisar antara 49-83 tahun, dimana usia rata-rata adalah 66 tahun. Karakteristik subjek dan biometrik digambarkan pada Tabel 1.
Average K |
43,98 ± 1,55 |
41,00 - 48,38 |
ACD |
3,28 ± 0,51 |
2,46 - 4,25 |
Ketebalan Lensa |
4,46 ± 0,53 |
1,90 - 4,96 |
Panjang bola mata |
43,64 ± 1,53 |
21,95 - 24,77 |
Table 2. Hasil Refraksi Post Operatif berdasarkan Kekuatan IOL
Variabel Refraksi |
Mean ± SD |
Rentang |
Kekuatan IOL |
20,48 ± 2.29 |
15,00 - 24,5 |
Target Refrakksi |
-0,21 ± 0,18 |
-0,47 - 0,13 |
Post-op Cylindrical |
-1,16 ± 0,86 |
-3,00 - 0,00 |
Post-op SE |
-0,49 ± 1,08 |
-2,87 - 1,75 |
Post-op Sphere |
0,13 ± 1,12 |
-2,00 -1,75 |
Table 3. Akurasi Biometrik berdasarkan Hasil Refraksi
Akurasi Biometrik |
Frekuensi |
Presentase |
<0,25 D |
28 |
62,2% |
0,25 - 0,50 D |
1 |
2,2 % |
0,50 - 1,00 D |
11 |
24,5% |
1,00 - 2,00 D |
5 |
11,1% |
Table 4. Refractive Predictability Error
Variabel Refraktif |
Mean ± SD |
Rentang |
Mean Refractive Prediction Target |
-0,21 ± 0,18 |
-0,47 - 0,13 |
Mean Subjective Refraction Error |
-0,49 ± 1,08 |
-2,87 - 1,75 |
Mean Absolute Refraction Error |
0,42 ± 0,62 |
0 - 2,56 |
Table 5. Proporsi AXL terhadap Prediktabilitas Refraksi
AXL (mm) |
n (%) |
Mean Absolute Refraction Error (D) |
< 22,50 |
7 (16%) |
0,23 ± 0,40 |
22,50 – 24,00 |
28 (62%) |
0,54 ± 0,72 |
> 24,00 |
10 (22%) |
0,24 ± 0,34 |
Table 6. Proporsi Keratometry terhadap Prediktabilitas Refraksi | ||
Keratometry Average (D) |
n (%) |
Mean Absolute Refraction Error (D) |
< 43,00 |
11 (25%) |
1,05 ± 0,79 |
43,00 – 45,00 |
24 (53%) |
0,31 ± 0,53 |
> 45,00 |
10 (22%) |
0,15 ± 0,31 |
Table 7. Proporsi Ketebalan Lensa terhadap Prediktabilitas Refraksi
Ketebalan Lensa (mm) |
n (%) |
Mean Absolute Refraction Error (D) |
< 3,00 |
1 (2,2%) |
0 |
3,00 – 5,00 |
43 (95,6%) |
0,44 ± 0,63 |
> 5,00 |
1 (2,2%) |
0 |
Table 8. Proporsi ACD terhadap Prediktabilitas Refraksi
ACD (mm) |
n (%) |
Mean Absolute Refraction Error (D) |
< 3,50 |
30 (66,7%) |
0,44 ± 0,60 |
3,50 – 4,50 |
15 (33,3%) |
0,38 ± 0,69 |
> 4,50 |
0 (0%) |
0 ± 0 |
Kekuatan rata-rata implan lensa intraokular/ IOL pada subjek penelitian adalah 20,48 dengan target refraksi antara -0,47 dan 0,13 D. Ukuran kelainan refraksi spheris paska operasi memiliki kisaran antara -2,00 dan 1,75 D dengan rata-rata silinder pasca operasi -1,16. Spherical equivalent (SE) paska operasi pada penelitian ini memiliki rata-rata -0,49 dengan rentang antara -2,87 dan 1,75. Data hasil refraksi dan kekuatan IOL yang digunakan ditunjukkan pada Tabel 2.
PEMBAHASAN
Operasi katarak seperti SICS dan fakoemulsifikasi dengan implantasi IOL telah dilakukan setiap hari di Indonesia. Teknologi telah berkembang secara signifikan dari waktu ke waktu, sehingga memungkinkan untuk mencapai hasil paska operasi yang memuaskan. Faktor signifikan yang menentukan ketajaman visual paska operasi adalah pengukuran biometri yang akurat.
Prosedur mengukur kekuatan dan panjang lengkung kornea mata dikenal sebagai biometri. Kelainan refraksi paska operasi yang tidak terduga akan dihasilkan dari ketidakakuratan dalam salah satu pengukuran ini. Operator, peralatan khusus, dan kesesuaian formula yang digunakan semuanya memengaruhi akurasi dan konsistensi biometri, yang pada gilirannya memengaruhi hasil refraksi pembedahan.8
Pengukuran biometri dapat dilakukan melalui metode kontak aplanasi, imersi atau optik. Metode kontak yang sering digunakan memiliki akurasi dan presisi yang cukup tinggi, terutama untuk mata dengan panjang aksial abnormal atau kesalahan refraksi yang tinggi, juga memberikan informasi tambahan tentang kelengkungan kornea, yang berguna untuk memilih kekuatan lensa intraokular yang sesuai. Prosedur yang relatif cepat dan sederhana yang dapat dilakukan oleh operator berpengalaman dengan menempatkan probe ultrasonik di tengah kornea, sedikit menekuk permukaannya dan menekannya ke derajat yang bervariasi, yang dapat menyebabkan ketidakakuratan pengukuran, ketidaknyamanan, atau infeksi.9,10
Metode yang lebih baru adalah biometri imersi non-kontak dan memiliki hasil yang lebih akurat. Ultrasonografi biometrik dengan metode imersi digunakan dalam penelitian deskriptif ini. Metode ini menghindari tekanan pada kornea dengan menempatkan probe ultrasonografi 5-10 mm dari kornea. Mata biasanya direndam dalam larutan saline untuk meminimalkan distorsi yang disebabkan oleh kornea. Membandingkan pendekatan imersi dengan teknik applanasi, pengukuran biometri yang lebih akurat dimungkinkan karena tidak
adanya tekanan pada kornea. Namun ada juga beberapa batasan pada biometri imersi karena dibatasi oleh kejernihan media mata, yang dapat memengaruhi keakuratan pengukuran. Sulit untuk mendapatkan pengukuran yang dapat diandalkan pada pasien dengan pupil kecil, katarak padat, atau nistagmus dan kemampuan terbatas untuk mengukur kelengkungan kornea, dapat mempengaruhi keakuratan perhitungan kekuatan lensa intraokular.11,12
Yang ketiga adalah biometri optik, metode non-invasif untuk mengukur dimensi okular menggunakan perangkat optik yang memanfaatkan gelombang cahaya untuk mendapatkan parameter yang diperlukan. Teknik ini non-invasif, tidak memerlukan kontak dengan mata, dan memberikan pengukuran yang sangat akurat. Metode ini juga cepat dan mudah dilakukan, sehingga cocok digunakan di klinik yang sibuk.13 Namun, ada juga beberapa keterbatasan dalam biometri optik. Metode ini memerlukan media optik bening, yang artinya mungkin tidak cocok untuk pasien dengan kekeruhan kornea, katarak padat, atau kekeruhan media lainnya. Ada sebuah studi oleh Olsen et al. (2016) membandingkan akurasi berbagai metode biometri, termasuk biometri optik, dalam mengukur panjang aksial dan menemukan bahwa biometri optik memiliki akurasi tertinggi.14
Berdasarkan penelitian deskriptif ini, antara Agustus 2022 hingga Desember 2022, pasien operasi katarak di RSD Mangusada rata-rata berusia 66,31 ± 7,96 tahun, dengan usia termuda 49 tahun dan usia tertua 83 tahun, dan sebagian besar didominasi oleh peserta laki-laki. Tabel 1 karakteristik biometri menunjukkan bahwa nilai keratometri horizontal lebih tinggi daripada keratometri vertikal, sehingga sampel penelitian dapat dikategorikan sebagai astigmatisme 'with the rule'.
Nilai K penting untuk perhitungan daya IOL. Kesalahan pengukuran dapat mengakibatkan perhitungan daya IOL. Akurasi dalam pengukuran sangat penting dan mengukur kekuatan refraksi kornea tidaklah mudah. Keratometri memerlukan pengukuran kelengkungan permukaan kornea anterior (meridian tercuram dan terdatar), baik dalam dioptri atau sebagai radius kelengkungan dalam milimeter.15 Menurut penelitian oleh Shammas HJ et al, 68% kelengkungan kornea jatuh antara 42,00 dan 45,00 D, sedangkan 98% berada dalam kisaran 40,00 hingga 48,00 D. Berdasarkan American Academy of Ophthalmology (AAO), pengukuran keratometri harus diulang jika berada di luar kisaran normal, yang biasanya dianggap antara 36-52 D untuk pembacaan keratometri datar (K1) dan 39-55 D untuk pembacaan keratometri curam (K2). Selain itu, jika perbedaan antara K1 dan K2 (dikenal sebagai astigmatisme kornea) lebih besar dari 1,5
D, pengukuran harus diulang. Pada penelitian ini, data pengukuran keratometri sudah memenuhi standar, dan kesalahan refraksi absolut terkecil diamati pada kelompok dioptri normal dan kuat. Hal ini sesuai dengan studi oleh Holladay et al. menemukan bahwa menggunakan nilai rata-rata K dalam kisaran 40-45 dioptri meningkatkan akurasi perhitungan IOL dengan rumus Holladay 1. Selain itu, kalibrasi keratometer yang tepat seharusnya rutin dilakukan untuk meminimalisasi error.2,16
Ketebalan lensa merupakan faktor penting yang dapat memengaruhi keakuratan biometri imersi A-scan non-kontak. Dalam sebuah studi oleh Haigis et al., penulis menemukan bahwa akurasi biometri imersi secara signifikan lebih rendah pada mata dengan lensa tebal dibandingkan dengan mata dengan lensa tipis. Mereka melaporkan bahwa pada mata dengan lensa lebih tebal dari 4,0 mm, persentase mata dengan kesalahan prediksi >0,5D, mencapai lebih dari 20%. Hasil ini menunjukkan bahwa ketebalan lensa merupakan faktor penting dalam menentukan keakuratan biometri imersi. Lensa yang lebih tebal dapat mengakibatkan penurunan akurasi pengukuran dan meningkatkan risiko kesalahan prediksi.17,18
Dalam hal spherical equivalent (SE) paska operasi, sejumlah faktor dapat memengaruhi refraksi target untuk setiap pasien, termasuk usia pasien, tuntutan visual, dan karakteristik okular.10 Namun, banyak dokter spesialis mata bertujuan untuk mencapai spherical equivalent (SE) pasca operasi dalam 0,50 - 1,00 D dari refraksi target, yang seringkali didasarkan pada kalainan refraksi pre operasi pasien dan hasil visual paska operasi yang diinginkan, hal ini juga sejalan dengan pedoman oleh The Royal College of Ophthalmologists (RCOphth) pada tahun 2004.3 Studi ini menunjukkan SE pasca operasi rata-rata -0,49 ± 1,08 D dengan rata-rata target refraksi -0,21 ± 0,18 D.
Penelitian ini menunjukkan bahwa SE pasca operasi mengalami overkoreksi dibandingkan dengan underkoreksi. Sebagian besar pasien juga memerlukan kacamata sferis negatif untuk koreksi refraksi. Pada kelompok dengan mean absolute refraction error <0,25 D, akurasi biometri mencapai 62%. Hal ini berarti kekuatan lensa intraokuler yang diimplan selama operasi memiliki akurasi sebesar 62% dalam rentang 0,25 dioptri, sedangkan antara 0,25 – 0,5 dioptri akurasi biometri yang diperoleh sebesar 2,2%. Berdasarkan hasil tersebut, diduga kinerja operator evaluasi biometri imersi di bagian Oftalmologi RS Mangusada periode Agustus 2022 sampai dengan Desember 2022 dapat dikatakan baik.
Kisaran normal panjang aksial (AXL) dapat bervariasi tergantung pada berbagai faktor seperti usia, etnis, dan kelainan refraksi. Namun, kisaran tipikal untuk orang dewasa adalah antara 22-26 mm. Menurut pedoman American Academy of Ophthalmology (AAO), pengukuran panjang aksial yang harus diukur kembali jika kurang dari 20 mm atau lebih besar dari 26 mm, atau jika perbedaan antara kedua mata lebih dari 1,5 mm.19 Sebuah studi yang dilakukan oleh Vinciguerra pada tahun 2018 menemukan bahwa panjang aksial yang lebih panjang dikaitkan dengan mean absolute refraction error yang lebih tinggi dalam perhitungan daya IOL.15 Studi lain yang diterbitkan membandingkan akurasi biometri imersi non-kontak dan
kontak di mata dengan panjang aksial berbeda menemukan bahwa biometri imersi non-kontak lebih akurat pada mata dengan panjang aksial yang lebih panjang. Penulis merekomendasikan penggunaan biometri imersi nonkontak pada mata dengan panjang aksial yang Panjang.9 Secara keseluruhan, studi ini menunjukkan bahwa pengukuran panjang aksial merupakan faktor penting dalam keakuratan biometri imersi non-kontak dan panjang aksial yang lebih panjang berkaitan dengan tingkat akurasi yang lebih tinggi.20
AXL normal (berkisar antara 22,5 –24 mm) diamati pada 62% pasien. Tetapi mean absolute refraction error paling kecil pada 0,23 ± 0,40 D ditemukan pada panjang aksial yang lebih pendek, diikuti oleh kelompok AXL yang lebih panjang, dengan nilai 0,24 ± 0,34 D. Hal ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Shah pada tahun 2016.9 Menurut penelitian tersebut, pengukuran biometri imersi pada panjang aksial yang lebih panjang memiliki akurasi yang lebih besar. Penelitian ini menunjukkan hasil yang berbeda karena jumlah sampel yang tidak seimbang antar kelompok.
Tabel 5 menunjukkan kontribusi panjang bola mata (AXL) terhadap prediksi refraksi absolut. Penelitian ini menunjukkan bahwa hingga 62% sampel termasuk dalam kategori panjang bola mata 22,5–24 mm (dengan mean absolute refraction error 0,54 D). Menurut temuan ini, dibandingkan dengan kelompok lain—22,50 hingga 24 mm dan >24 mm—panjang bola mata (AXL) <22,50 mm memiliki mean absolute refraction error terendah. Pada kelompok orang dengan keratometri lebih besar dari 45 mm, 22% dari mereka memiliki rata-rata kesalahan refraksi absolut terendah pada 0,15 D. Sementara itu, kelompok sampel dengan ketebalan lensa 3-5 mm memiliki mean absolute refraction error terendah. Dalam variabel ACD, kelompok 3,50 - 4,50 mm memiliki kesalahan refraksi absolut rata-rata terendah. Perbedaan ini mungkin disebabkan oleh distribusi pasien yang tidak merata.
Pemilihan formula dalam pengukuran biometri merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi akurasi pengukuran lensa intraokuler yang ditanamkan. Setiap formula bekerja paling baik di AXL tertentu. Rumus perhitungan IOL Holladay telah terbukti cocok untuk berbagai populasi pasien, termasuk mereka yang memiliki mata normal serta mata dengan panjang aksial yang lebih panjang dan miopia tinggi, dan mereka yang memiliki operasi refraktif kornea sebelumnya atau patologi okular lainnya.21,22 Hal ini sesuai dengan sampel penelitian pada penelitian ini yang sebagian besar adalah mata normal. Oleh karena itu, penerapan formula ini dengan benar diharapkan dapat meningkatkan akurasi pengukuran kekuatan lensa implan dalam penelitian deskriptif ini.
Ukuran sampel yang kecil dalam penelitian ini merupakan salah satu keterbatasan penelitian. Studi lebih lanjut yang melibatkan ukuran sampel yang besar akan sangat berguna dalam mengukur akurasi alat biometri imersi non kontak. Keterbatasan lain seperti catatan medis yang hilang, distribusi sampel yang tidak merata, tingkat katarak yang bervariasi di antara peserta, variabilitas pengalaman operator dalam melakukan biometri dan
mengumpulkan data BCVA, kalibrasi instrumen, ketidakteraturan lengkung kornea, pemilihan jenis IOL serta variabilitas teknik operasi antar operator masih diamati dalam penelitian ini.23
DAFTAR PUSTAKA
-
1. Murthy GV, Gupta SK, Bachani D, Jose R, John N. Current estimates of blindness in India. Br J Ophthalmol. 2005;89(3):257-60.
-
2. Gale RP, Saldana M, Johnston RL, Zuberbuhler B, McKibbin M. Benchmark standards for refractive outcomes after NHS cataract surgery. Eye 2009; 23: 149-52.
-
3. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. Hasil Survey Rapid Assessment of Avoidable Blindness Tahun 2014 – 2016 di Indonesia.
-
4. Ademola-Popoola DS, Nzeh DA, Saka SE, Olokoba LB, Obajolowo TS. Comparison of ocular biometry measurements by applanation and immersion A-scan techniques. Journal of Current Ophthalmology. 2015 Sep-Dec;27(3-4):110-114. DOI:
10.1016/j.joco.2015.12.002.
-
5. National Institute for Health and Care Excellence
(UK). Cataracts in adults: management. London: National Institute for Health and Care Excellence
(UK); 2017 Oct. (NICE Guideline, No. 77.) 7,
Preoperative assessment and biometry. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK536589/
-
6. Cantor LB, Rapuano CJ, McCannel CA. Lens and Cataract. Jick SL, Beardsley TL, Brasington CR, Buznego C, Grostern RJ, Park L, et al.,editor. Academy of Ophthalmology (2019-2020 edition)
-
7. Lam S. Comparing optical low coherence reflectometry and immersion ultrasound in refractive outcome after cataract surgery. J Cataract Refract Surg 2013: 39: 297-8
-
8. National Institute for Health and Care Excellence
(UK). Cataracts in adults: management. London: National Institute for Health and Care Excellence
(UK); 2017 Oct. (NICE Guideline, No. 77.) 7,
Preoperative assessment and biometry. Available from:https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK5365 89/
-
9. Sahin A, Hamrah P. Clinically relevant biometry. Curr Opin Ophthalmol. 2012;23(1):47-53.
-
10. Huang J, Savini G. Advances in ocular biometry. Curr Opin Ophthalmol. 2018;29(4):305-312.
-
11. Ladas JG, Siddiqui AA, Devgan U, Jun AS. Manual versus automated keratometry: a comparison of accuracy. J Cataract Refract Surg. 2005 Dec;31(12):2261-5.
-
12. Blandford AD, Schein OD, Katz J, West S. Corneal thickness measurements with the Orbscan Topography System and ultrasonic pachymetry. Arch Ophthalmol. 1997 Feb;115(2):242-6.
-
13. Olsen T, Hoffmann P. C constant: new concept for ray tracing-assisted intraocular lens power calculation. J Cataract Refract Surg. 2014;40(5):764–773.
-
14. Olsen T, Hoffmann P. Comparison of ocular biometry using a new partial coherence interferometry device and the IOLMaster in cataract patients. Br J Ophthalmol. 2004;88(7):859-862
-
15. Vinciguerra R, Rejdak R, Rejdak M, et al. The effect of axial length on intraocular lens power calculation using a new optical biometer. BMC Ophthalmol. 2018;18(1):295. doi:10.1186/s12886-018-0967-1
-
16. Hoffer KJ. The Hoffer Q formula: a comparison of theoretic and regression formulas. J Cataract Refract Surg. 1993;19(6):700-712. doi:10.1016/s0886-
3350(13)80339-2
-
17. Haigis W, Lege B, Miller N, Schneider B. Comparison of immersion ultrasound biometry and partial
coherence interferometry for intraocular lens
calculation according to Haigis. Graefes Arch Clin Exp Ophthalmol. 2000;238(9):765-73.
-
18. Olsen T. Sources of error in intraocular lenspower calculation. J Cataract Refract Surg. 2011;37(1):1-2.
-
19. American Academy of Ophthalmology. (2017).Basic and Clinical Science Course: Lens and Cataract. Section 3: Clinical Optics. San Francisco: American Academy of Ophthalmology.
-
20. Shah DN, Fabian ID, Daga FB, et al. Comparison of accuracy of axial length measurements using the IOLMaster 500, Lenstar LS 900 and contact ultrasound biometry in eyes with different axial lengths. J Cataract Refract Surg. 2016;42(4):548-556. doi:10.1016/j.jcrs.2015.11.040
-
21. Zhang Y, Liu Y, Liu X, et al. Comparison of Holladay 1 and SRK/T formulas in intraocular lens power calculation for patients with high myopia. BMC Ophthalmol. 2020;20(1):334.
-
22. Zhu X, He W, Zhang K, Lu Y, Lu J. Comparison of intraocular lens power calculation formulas in predicting refractive outcomes after cataract surgery with a monofocal intraocular lens. J Cataract Refract Surg. 2020;46(10):1341-1347.
-
23. Hoffmann PC, Hütz WW. Analysis of biometry and prevalence data for corneal astigmatism in 23,239 eyes. J Cataract Refract Surg. 2010;36(9):1479-1485. doi:10.1016/j.jcrs.2010.03.051
http://ojs.unud.ac.id/index.php/eum
doi:10.24843.MU.2023.V12.i6.P06
33
Discussion and feedback