ISSN: 2597-8012 JURNAL MEDIKA UDAYANA, VOL. 12 NO.11,NOPEMBER, 2023


Diterima: 2023-06-10 Revisi: 2023-08-30 Accepted: 25-10-2023

KORELASI DERAJAT HERNIASI DISCUS PASIEN LBP TERHADAP DEGENERASI DISCUS BERDASARKAN KLASIFIKASI PFIRRMANN PADA MRI LUMBOSACRAL

Dwi Pratiwi1 Dario Nelwan1 Junus Baan1 Andi Alfian Zainuddin2 Jainal Arifin3

Mirna Muis2 Nur Amelia Bachtiar1

  • 1    Departemen Radiologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Hasanuddin, Makassar, Indonesia

  • 2    Departemen Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran, Universitas Hasanuddin, Makassar, Indonesia

  • 3    Departemen Orthopedi dan Traumatologi, Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, Makassar, Indonesia

Korespondensi Penulis : [email protected]

ABSTRAK

Pendahuluan : Nyeri punggung bawah atau Low Back Pain (LBP) merupakan gejala paling sering yang terkait dengan kondisi muskuloskeletal spinal pada orang dewasa. Nyeri punggung bawah seringkali diakibatkan oleh herniasi dan degenerasi diskus. Magnetic Resonance Imaging (MRI) merupakan modalitas utama dalam menentukan penyebab dari nyeri punggung bawah. MRI dapat menilai derajat herniasi diskus dan patologi diskus intervertebralis yang terkait degeneratif seperti perubahan struktural diskus, penyempitan celah diskus, perubahan endplate, artropati faset, formasi osteofit, perubahan nukleus pulposus dan annulus fibrosus. Beberapa penelitian melaporkan adanya kejadian herniasi diskus yang lebih tinggi pada pasien dengan degeneratif diskus yang berat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui korelasi degenerasi diskus menurut klasifikasi Pfirrmann dengan derajat herniasi diskus pada pasien dengan nyeri punggung bawah menggunakan modalitas MRI

Metode: Desain penelitian cross-sectional dilakukan pada 60 pasien dengan nyeri punggung bawah yang memenuhi syarat dan menjalani MRI lumbosakral. Dilakukan penilaian degenerasi diskus berdasarkan klasifikasi Pfirrmann yang dikelompokkan menjadi 5 derajat. Dilakukan pula penilaian terhadap herniasi diskus yang dikelompokka menjadi 5 kategori yaitu normal, bulging, protrusion, ekstrusio dan sekuestrasi. Korelasi antara degenerasi diskus menurut klasifikasi Pfirrmann dengan derajat herniasi diskus dinilai dengan pengujian korelasi Spearman.

Hasil : Didapatkan paling banyak pasien dengan jenis kelamin perempuan (23,3%) dan rentang usia 40-49 tahun (35%) dan 50-59 tahun (26,7%) Paling banyak pasien memiliki jumlah lokasi kelainan > 1 (86,7%) dan lokasi kelainan tersering ditemukan pada level L4-L5 (37,4%). Terdapat korelasi positif yang signifikan antara usia dengan degenerasi diskus (p = 0,019). Terdapat korelasi positif yang signifikan antara derajat degenerasi diskus menurut klasifikasi Pfirrmann dan derajat HNP (p<0,001)

Kesimpulan : Penelitian ini menunjukkan bahwa derajat degenerasi diskus terkait dengan derajat HNP. Penilaian derajat degenerasi diskus berdasarkan Pfirrmann dapat menjadi prediktor untuk keparahan herniasi diskus lumbalis.

Kata Kunci : Degenerasi diskus., herniasi diskus., Klasifikasi Pfirrmann

ABSTRACT

Introduction: Low back pain (LBP) is the most common symptom associated with spinal musculoskeletal conditions in adults. Low back pain is commonly caused by disc herniation and degeneration. Magnetic Resonance Imaging (MRI) is the main modality in determining the cause of low back pain. MRI can assess the degree of disc herniation and related degenerative intervertebral disc pathologies such as disc structural changes, disc space narrowing, endplate changes, facet arthropathy, osteophyte formation, changes in the nucleus pulposus and annulus fibrosus. Several studies have reported a higher severity of disc herniation in patients with severe degenerative discs. This study aims to determine the correlation of disc degeneration according to the Pfirrmann classification with the degree of disc herniation in patients with low back pain using MRI modality. Methods: A cross-sectional study design was performed in 60 eligible patients with low back pain who underwent lumbosacral MRI. Disc degeneration was assessed based on the Pfirrmann classification which was grouped into 5 degrees. Disc herniation was evaluated and grouped into 5 categories, normal, bulging,

protrusion, extrusion and sequestration. The correlation between disc degeneration according to Pfirrmann's classification and the degree of disc herniation was assessed by Spearman's correlation test.

Results: Most patients were female (23.3%) with age range of 40-49 years (35%) and 50-59 years (26.7%) Most patients had an abnormality in more than 1 location (86, 7%) and the most common location of abnormalities was found at L4-L5 level (37.4%). There is a significant positive correlation between age and disc degeneration (p = 0.019). There is a significant positive correlation between the degree of disc degeneration according to Pfirrmann's classification and the degree of HNP (p<0.001)

Conclusion: This study shows that the degree of disc degeneration is related to the degree of disc herniation. Assessment of the degree of disc degeneration based on Pfirrmann classification can be a predictor for the severity of lumbar disc herniation.

Keywords: Disc degeneration., disc herniation., Pfirrmann's Classification

PENDAHULUAN

Nyeri punggung bawah atau Low Back Pain (LBP) merupakan gejala paling sering yang terkait dengan kondisi muskuloskeletal spinal dengan insidensi mencapai 84% pada orang dewasa. Nyeri punggung bawah sering diakibatkan oleh herniasi diskus. Kelainan ini merupakan suatu keadaan dimana annulus fibrosus beserta nukleus pulposusnya menonjol memasuki kanalis spinalis.1,2 Degenerasi diskus dilaporkan sebagai penyebab paling umum LBP pada populasi. Perubahan degenerasi diskus dikaitkan dengan proses penuaan, dengan prevalensi yang lebih tinggi dan meningkat ditemukan pada kelompok usia populasi yang lebih tua. Proses penuaan menyebabkan perubahan pada kandungan air dan perubahan struktural rangka dari diskus sehingga merubah fungsi dan biomekanikal dari diskus yang meningkatkan kerentanan terhadap cidera. Chou et al menyatakan peningkatan risiko nyeri punggung bawah kronik terkait dengan degenerasi diskus dengan odd ratio 1.8-2.8.3 Pada tahun 2001, Pfirmann dkk mengembangkan sistem penilaian degeratif diskus dengan modalitas MRI yang mencakup penilaian terhadap perubahan homogenitas struktural, perubahan nukelus pulposus dan annulus fibrosis, intensitas sinyal, dan penyempitan celah diskus, yang diklasifikasikan menjadi 5 tingkatan. Sistem penilaian ini komprehensif dengan tingkat kepercayaan antar pengamat yang cukup baik (κ, 0,69–0,90).4 Beberapa penelitian menunjukkan adanya hubungan antara degeneratif diskus dengan herniasi diskus pada pasien dengan nyeri punggung bawah. Bayanjargal et al mengemukakan kejadian herniasi 4 diskus lebih tinggi pada pasien dengan degeneratif diskus yang berat (klasifikasi Pfirrmann 4-5) sehingga menyimpulkan bahwa derajat degeneratif diskus merupakan prediktor untuk herniasi diskus lumbalis.5

BAHAN DAN METODE

Populasi dan sampel

Penelitian ini telah disetujui oleh Komite Etik Penelitian Biomedik pada Manusia, Fakultas Kedokteran, Universitas Hasanuddin, Makassar, dilakukan pengambilan data dengan desain cross sectional. Kami mengumpulkan data rekam medis pasien dengan nyeri punggung bawah yang menjalani MRI lumbosakral di Instalasi Radiologi Rumah Sakit Dokter Wahidin Sudirohusodo Makassar dari bulan November 2022 hingga Januari 2023 dan didapatkan 60 sampel (28 orang laki-laki, 32 orang perempuan). Kriteria

inklusi mencakup semua pasien dengan nyeri punggung bawah yang melakukan pemeriksaan MRI lumbosacral sedangkan kriteria eksklusi adalah pasien dengan riwayat trauma tulang belakang, fraktur, listhesis, riwayat infeksi tulang belakang, riwayat tumor tulang belakang, riwayat kelainan perkembangan/skoliosis, riwayat kelainan kongenital tulang belakang, riwayat operasi tulang belakang.

Pengambilan data

Alat yang digunakan adalah pesawat MRI 3.0 Tesla Signa GE (General Electric). Gambar diambil dalam posisi supinasi dengan pengambilan sekuens T1-weighted imaging, dan T2 weighted imaging. Degenerasi diskus dinilai pada sekuens T2-weighted imaging, berdasarkan klasifikasi Pfirrmann yang dikelompokkan menjadi 5 derajat yaitu:

  • a.    Derajat 1: diskus homogen, diferensiasi nukleus dan annulus baik, intensitas sinyal T2 hiperintens, tinggi diskus normal

  • b.    Derajat 2: diskus inhomogen, diferensiasi nukleus dan annulus baik, intensitas sinyal T2 hiperintens, tinggi diskus normal

  • c.    Derajat 3: diskus inhomogen, diferensiasi nukleus dan annulus tidak jelas, intensitas sinyal T2 isointens, tinggi diskus normal/ sedikit berkurang

  • d.    Derajat 4: diskus inhomogen, diferensiasi nukleus dan annulus tidak jelas, intensitas sinyal T2 iso-hipointens, tinggi diskus normal/ berkurang moderat

  • e.    Derajat 5: diskus inhomogen, diferensiasi nukleus dan annulus tidak jelas, intensitas sinyal T2 hipointens, diskus kolaps

Sedangkan herniasi diskus dinilai dengan sekuens T2-weighted imaging yang dikelompokkan menjadi 5 kategori yaitu normal, bulging, protrusion, ekstrusio dan sekuestrasi.

Analisa statistik

Pengolahan data akan menggunakan uji korelasi Spearman. Pengolahan data akan menggunakan software Statistical Programme Social Science (SPSS) versi 22.0.

Hasil

Karakteristik umum

Tabel 1. Distribusi sampel berdasarkan karakteristik umum

Karakteristik

N = 60

%

Mean±SD

Jenis kelamin

Laki-laki

28

20,1

-

Perempuan

32

23,3

-

Kategori usia

51,95 +/- 12,053

30-39 tahun

8

13,3

-

40-49 tahun

21

35,0

-

50-59 tahun

16

26,7

-

60-69 tahun

9

15,0

-

> 70 tahun

6

10,0

-

Dari keseluruhan 60 sampel, didapatkan jenis kelamin yang paling banyak adalah perempuan, sebanyak 32 sampel (23,3%), sedangkan jenis kelamin laki-laki sebanyak 28 sampel (20,1%). Berdasarkan kategori usia, didapatkan usia yang paling banyak adalah kategori usia 40-49 tahun

sebanyak 21 sampel (35,0%) diikuti dengan kategori usia 50-59 tahun, sebanyak 16 sampel (26,7%). Rerata usia yang didapat adalah 51,95 +/- 12,053 dengan usia paling muda 31 tahun dan usia paling tua adalah 81 tahun.

Tabel 2. Distribusi sampel berdasarkan hasil pemeriksaan MRI lumbosacral

Variabel

N

%

Jumlah lokasi kelainan

1

8

13,3

>1

52

86,7

Lokasi kelainan

L1-L2

9

6,5

L2-L3

16

11,5

L3-L4

37

26,6

L4-L5

52

37,4

L5-S1

25

18,0

Derajat degenerasi diskus (Pfirrmann)

Derajat I

22

15,8

Derajat 2

57

41,0

Derajat 3

39

28,1

Derajat 4

20

14,4

Derajat 5

1

0.7

Derajat herniasi diskus

Bulging

80

57,6

Protrusio

42

30,2

Ekstrusio

17

12,2

Sekuestrasi

0

0

Berdasarkan lokasi kelainan, paling banyak kelainan ditemukan pada level L4-L5, sebanyak 52 sampel (37,4%) diikuti dengan L5-S1 sebanyak 25 sampel (18,0%). Berdasarkan derajat degenerasi diskus menurut klasifikasi Pfirrmann, pasien paling banyak mengalami degenerasi derajat 2, sebanyak 57 sampel (41,0%) diikuti dengan

derajat 3, sebanyak 39 sampel (28,1%). Berdasarkan derajat herniasi diskus, ditemukan bulging diskus pada 80 sampel (57,6%), protrusio pada 42 sampel (30,2%), ekstrusio pada 17 sampel (12,2) dan tidak ditemukan sampel dengan sekuestrasi.

Tabel 3. Distribusi dan korelasi degenerasi diskus berdasarkan jenis kelamin

Pfirrmann

1         2         3         4         5         p        r

Laki-laki Perempuan

3          12          7           5           1

34          1121          179          57           10        0.836     0.027

Distribusi degenerasi diskus berdasarkan jenis kelamin

20

18

16

14

12

10

8

6

4

2

0

Klasifikasi Pfirrmann

■1■2■3■4■5


Gambar 1. Grafik distribusi degenerasi diskus menurut klasifikasi Pfirmmann berdasarkan jenis kelamin

Berdasarkan tabel 3, distribusi dan korelasi degenerasi diskus berdasarkan jenis kelamin, didapatkan pada jenis kelamin laki-laki, derajat degenerasi diskus yang paling banyak adalah derajat 2, sebanyak 12 sampel. Pada jenis kelamin perempuan, derajat degenerasi diskus yang paling

banyak adalah derajat 3, sebanyak 19 sampel. Tidak ditemukan korelasi yang signifikan antara jenis kelamin dengan degenerasi diskus (p = 0.836) dengan koefisien korelasi 0.027.

Tabel 4. Distribusi dan korelasi degenerasi diskus berdasarkan usia

Pfirrmann

p

r

1

2

3

4

5

30-39

2

5

1

0

0

40-49

2

8

8

3

0

50-59

1

7

4

3

1

0.019

0.303

60-69

2

2

1

4

0

>70

0

1

3

2

0

■1■2■3■4■5


Gambar 2. Grafik distribusi degenerasi diskus menurut klasifikasi Pfirmmann berdasarkan usia

Berdasarkan tabel 4, distribusi dan korelasi degenerasi diskus berdasarkan usia, pada kategori usia 30-39 tahun, derajat degenerasi diskus yang paling banyak adalah derajat 2, sebanyak 5 sampel. Pada kategori usia 40-49 tahun, derajat degenerasi diskus yang paling banyak adalah derajat 2 dan 3. Pada kategori usia 50-59 tahun, derajat degenerasi diskus yang paling banyak adalah derajat 2. Pada kategori 60-69 tahun, derajat degenerasi diskus yang

paling banyak adalah derajat 4. Pada kategori > 70 tahun, derajat degenerasi diskus yang paling banyak adalah derajat 3. Terdapat korelasi yang signifikan antara kategori usia dengan derajat degenerasi diskus (p = 0.019), dengan koefisien korelasi 0.303 sehingga digolongkan korelasi lemah. Arah korelasi positif yang berarti semakin tinggi usia, semakin berat derajat degenerasi diskus.

Tabel 5. Distribusi dan korelasi derajat degenerasi diskus menurut klasifikasi Pfirrmann dan derajat HNP

Pfirrmann

Derajat HNP

p

r

Bulging

Protrusio

Ekstrusio

Derajat 1

20

2

0

Derajat 2

39

15

3

Derajat 3

19

16

4

0.000

0.507

Derajat 4

2

9

9

Derajat 5

0

0

1

Distribusi derajat degenerasi diskus menurut klasifikasi Pfirrmann dengan derajat HNP

Gambar 3. Grafik distribusi degenerasi diskus dan derajat HNP


Berdasarkan tabel 5, distribusi dan korelasi derajat degenerasi diskus menurut klasifikasi Pfirrmann, terdapat korelasi yang signifikan antara degenerasi diskus menurut klasifikasi Pfirrmann dengan derajat HNP (P = 0.000) dengan koefisien korelasi 0.507 sehingga digolongkan korelasi sedang. Arah korelasi positif berarti semakin berat derajat degenerasi dikus, maka akan semakin berat derajat HNP.

DISKUSI

Degenerasi diskus (DD) merupakan perubahan degeneratif pada diskus intervertebralis akibat proses penuaan atau kerusakan struktural, terutama pada endplate vertebra.6 Degenerasi diskus umumnya dikaitkan dengan beban mekanis. Kerusakan pada diskus lebih sering terjadi pada area dengan tekanan mekanis terberat, seperti regio lumbal bawah7,8

Dari keseluruhan 60 sampel, didapatkan jenis kelamin yang paling banyak adalah perempuan, sebanyak 32 sampel (23,3%), sedangkan jenis kelamin laki-laki sebanyak 28 sampel (20,1%). Distribusi jenis kelamin yang serupa juga dilaporkan oleh Parenteau et al, yang http://ojs.unud.ac.id/index.php/eum doi:10.24843.MU.2023.V12.i11.P13

menyatakan prevalensi degenerasi tulang belakang lebih tinggi pada perempuan dibandingkan pria (34.7 +/- 1.9% vs 18.1 +/- 1.8%). Wang et al juga melaporkan hasil yang serupa dimana prevalensi degenerasi diskus lebih tinggi pada wanita dibandingkan pria. Hal ini mungkin terkait dengan salah satu faktor degenerasi diskus yaitu osteoporosis yang lebih tinggi ditemukan pada jenis kelamin perempuan dibandingkan laki-laki. Selain itu, defisiensi estrogen pada wanita post menopause diduga mempengaruhi diskus dan perfusi darah ke tulang belakang.

Berdasarkan kategori usia, didapatkan usia yang paling banyak adalah kategori usia 40-49 tahun sebanyak 21 sampel (35,0%) diikuti dengan kategori usia 50-59 tahun, sebanyak 16 sampel (26,7%). Rata-rata usia yang didapat adalah 51,95 +/- 12,053 dengan usia paling muda 31 tahun dan usia paling tua adalah 81 tahun. Uji korelasi Spearman menunjukkan adanya korelasi yang signifikan antara usia dengan degenerasi diskus (p= 0.019). Arah korelasi positif yang berarti semakin tinggi usia, semakin berat derajat degenerasi diskus. Temuan ini sesuai dengan Saleem et al yang melaporkan bahwa prevalensi dari 81

degenerasi diskus paling banyak ditemukan pada dekade keempat dan lima. Dengan penambahan usia, terjadi proses degenerasi dan gangguan nutrisi diskus normal sehingga terjadi perubahan pada tulang vertebra dan endplate kartilaginosa. Disrupsi pada endplate menyebabkan deformitas pada saat menopang beban dan dapat mempengaruhi juga metabolisme sel diskus.11

Berdasarkan jumlah lokasi kelainan, paling banyak pasien memiliki jumlah lokasi kelainan > 1 sebanyak 52 sampel (86,7%). Hal ini sesuai dengan penelitian terdahulu oleh Saleem et al yang menyatakan pada penelitiannya yang melibatkan 163 pasien dengan degenerasi diskus, hampir semua pasien mengalami degenerasi pada multiple segment.11Berdasarkan lokasi kelainan, paling banyak kelainan ditemukan pada level L4-L5, sebanyak 52 sampel (37,4%) diikuti dengan L5-S1 sebanyak 25 sampel (18,0%). Hangai et al dan Kanayama et al juga melaporkan temuan yang sama, dimana prevalensi degenerasi diskus pada area lumbar paling tinggi pada level L4-L5 (67%) dan L5-S1 (49.5%) Hal ini dapat disebabkan adanya peningkatan beban pada level L4-L5 dan penurunan pergerakan karena lokasinya berdekatan dengan sakrum. Diskus yang relatif lebih terfiksir ini meningkatkan stress pada diskus sehingga proses degenerasi lebih cepat terjadi.12,13

Pada penelitian kami, terdapat korelasi positif yang signifikan antara degenerasi diskus menurut Pfirrmann dengan derajat HNP. Temuan ini sesuai dengan penelitian oleh Bayanjargal et al yang menunjukkan kejadian herniasi diskus lebih tinggi pada pasien dengan degeneratif diskus yang berat (klasifikasi Pfirrmann 4-5) sehingga menyimpulkan bahwa derajat degeneratif diskus merupakan prediktor untuk herniasi diskus lumbalis (OR=257, 95% CI 32-2099, p<0.001).5 Sun et al juga mengemukakan adanya korelasi antara degenerasi diskus dengan herniasi diskus pada level L3-L4.14 Hal ini disebabkan oleh penurunan kandungan proteoglycans dan air pada diskus sehingga diskus tidak dapat menopang beban kompresif tulang belakang, terjadi peningkatan tekanan pada annulus fibrosus sehingga terjadi fissura dan robekan, dan pada akhirnya mengakibatkan herniasi diskus.7,15,16

Adapun keterbatasan penelitian ini adalah sampel yang terbatas, karena dari pasien yang melakukan pemeriksaan MRI lumbosacral karena nyeri punggung bawah, banyak diantaranya yang ditemukan kelainan organik lainnya seperti infeksi, tumor maupun fraktur sehingga dieksklusi dari penelitian. Selain itu faktor risiko lain yang dapat mempengaruhi herniasi diskus seperti indeks massa tubuh, riwayat pekerjaan, riwayat merokok dan lainnya tidak diteliti. Pada klasifikasi Pfirrmann ini juga dilakukan penilaian secara kualitatif, sehingga pada beberapa kasus sulit untuk menggolongkan degenerasi diskus pada derajat tertentu dan dapat menimbulkan bias antar pemeriksa.

SIMPULAN

Penelitian ini menunjukkan bahwa derajat degenerasi diskus terkait dengan derajat HNP. Penilaian derajat

degenerasi diskus berdasarkan Pfirrmann dapat menjadi prediktor untuk keparahan herniasi diskus lumbalis.

REFERENSI

  • 1.    Bunzli, S., Smith, A., Schütze, R., Lin, I. and O'Sullivan, P., 2017. Making sense of low back pain and pain-related fear. journal of orthopaedic & sports physical therapy, 47(9), pp.628-636.

  • 2.    Balagué, F., Mannion, A.F., Pellisé, F. and Cedraschi, C.,  2012. Non-specific low back pain. The

lancet, 379(9814), pp.482-491.

  • 3.    Chou, D., Samartzis, D., Bellabarba, C., Patel, A., Luk, K.D., Kisser, J.M.S. and Skelly, A.C.,  2011.

Degenerative magnetic resonance imaging changes in patients with chronic low back pain: a systematic review. Spine, 36, pp.S43-S53.

  • 4.    Rahyussalim, A.J., Zufar, M.L.L. and Kurniawati, T., 2020. Significance of the association between disc degeneration changes on imaging and low back pain: a review article. Asian spine journal, 14(2), p.245.

  • 5.    Bayanjargal, M., Chimed, S., Orgoi, S. and Dugarsuren, U., 2019. Predictors of lumbar disc

herniation in patients with low back pain. Journal of the Neurological Sciences, 405, pp.107-108.

  • 6.    Bonfiglioli, R., Mattioli, S. and Violante, F.S., 2015. Low back pain. Handbook of clinical neurology, 131.

  • 7.    Modic, M.T. and Ross, J.S.,  2007. Lumbar

degenerative disk disease. Radiology, 245(1), pp.4361.

  • 8.    Adams, M.A., Freeman, B.J., Morrison, H.P., Nelson, I.W. and Dolan, P., 2000. Mechanical initiation of intervertebral disc degeneration. Spine, 25(13), pp.1625-1636.

  • 9.    Parenteau, C.S., Lau, E.C., Campbell, I.C. and Courtney, A., 2021. Prevalence of spine degeneration diagnosis by type, age, gender, and obesity using Medicare data. Scientific Reports, 11(1), pp.1-11.

  • 10.    Wang, Y.X.J., Griffith, J.F., Zeng, X.J., Deng, M., Kwok, A.W., Leung, J.C., Ahuja, A.T., Kwok, T. and Leung, P.C., 2013. Prevalence and gender difference of lumbar disc space narrowing in elderly Chinese men and women: Mr. OS (Hong Kong) and Ms. OS (Hong Kong) studies. Arthritis and rheumatism, 65(4), p.1004.

  • 11.    Saleem, S., Aslam, H.M., Rehmani, M.A.K., Raees, A., Alvi, A.A. and Ashraf, J., 2013. Lumbar disc degenerative disease: disc degeneration symptoms and magnetic resonance image findings. Asian spine journal, 7(4), p.322.

  • 12.    Hangai, M., Kaneoka, K., Kuno, S., Hinotsu, S., Sakane, M., Mamizuka, N., Sakai, S. and Ochiai, N., 2008. Factors associated with lumbar intervertebral disc degeneration in the elderly. The spine journal, 8(5), pp.732-740.

  • 13.    Kanayama, M., Togawa, D., Takahashi, C., Terai, T. and Hashimoto, T., 2009. Cross-sectional magnetic resonance imaging study of lumbar disc degeneration

in 200 healthy individuals. Journal of Neurosurgery: Spine, 11(4), pp.501-507.

  • 14.    Sun, D., Liu, P., Cheng, J., Ma, Z., Liu, J. and Qin, T., 2017. Correlation between intervertebral disc degeneration, paraspinal muscle atrophy, and lumbar facet joints degeneration in patients with lumbar disc herniation. BMC musculoskeletal disorders, 18(1), pp.1-7.

  • 15.    Kushchayev, S.V., Glushko, T., Jarraya, M., Schuleri, K.H., Preul, M.C., Brooks, M.L. and Teytelboym, O.M., 2018. ABCs of the degenerative spine. Insights into imaging, 9(2), pp.253-274.;

  • 16.    Rim, D.C.,  2016. Quantitative Pfirrmann disc

degeneration grading system to overcome the limitation of Pfirrmann disc degeneration grade. Korean Journal of Spine, 13(1), p.1.

http://ojs.unud.ac.id/index.php/eum

doi:10.24843.MU.2023.V12.i11.P13

83