PEMFIGUS VULGARIS PADA WANITA DEWASA

Kadek Ayu Rima Mahadewi, IGK Darmada, Luh Made Mas Rusyati

Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas

Udayana/Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah, Denpasar

ABSTRAK

Pemfigus vulgaris merupakan penyakit autoimun yang memberikan manifestasi bula yang bersifat kronik. Lokalisasi dari bula tersebut yaitu pada mukokutaneus. Dilaporkan kasus seorang wanita berumur 28 tahun dengan keluhan utama gelembung berair pada kulit seluruh tubuh dan mengeluarkan cairan serta menyebabkan gatal tanpa rasa nyeri. Efloresensi berupa makula hiperpigmentasi yang multipel berbentuk geografika dengan ukuran 3x4 cm sampai 10x15 cm dan erosi soliter berbentuk bulat dengan ukuran diameter 2 cm yang ditutupi krusta coklat kehitaman. Hasil biopsi kulit menggambarkan morfologi pemfigus. Terapi farmakologis yang diberikan yaitu dexamethasone 1,5 mg-1 mg- 0 mg, hydrocortisone 2,5%, chloramphenicol 2%, dan loratadine 1x10mg. Hasil pengobatan belum dapat dievalusi dan prognosis dari pasien dubious.

Kata kunci: pemfigus vulgaris, autoimun, bula

PEMPHIGUS VULGARIS IN WOMAN

ABSTRACT

Pemphigus vulgaris is an autoimmune disease that gives manifestations of bullae that the onset are chronic. Localization of the bullae is on mucocutaneous. The case of pemphigus vulgaris was reported, 28-year-old woman with a chief complaint skin bullae all over the body which is itchy and discharge without pain. Efflorescence’s form of macular hyperpigmentation is multiple geografica shaped with size of 3x4 cm to 10x15 cm and round shape erosion solitary with diameter of 2 cm that is covered with blackish brown crust. The result of skin biopsy is describe the morphology of pemphigus vugaris. The pharmacological therapy is given that dexamethasone 1.5 mg-1 mg-0, hydrocortisone 2.5%, chloramphenicol 2%, and loratadine 1x10mg. The treatment can not be evaluated and prognosis of the patients is dubious.

Keywords: pemphigus vulgaris, autoimmune, bullae

PENDAHULUAN

Pemfigus merupakan kata yang berasal dari Yunani pemphix berarti bula.1 Sehingga definisi dari pemfigus adalah suatu prototipe penyakit autoimun dengan manifestasi bula yang bersifat kronik.1,2,3 Penyakit ini menimbulkan kerusakan pada

permukaan mukosa dan kulit.1,4 Pemfigus secara garis besar dibagi menjadi empat tipe yaitu pemfigus vulgaris, pemfigus eritematosus, pemfigus foliaseus, dan pemfigus 2

vegetans.

Pemfigus vulgaris yaitu penyakit autoimun yang diperoleh (acquired) dan

merupakan tipe pemfigus yang sering dijumpai kira-kira 80 % dari total kasus pemfigus.2 Pemfigus vulgaris dapat ditemukan di seluruh dunia dan secara epidemiologi jenis kelamin tidak mempengaruhi angka kejadian penyakit ini.2,6 Pada umumnya terjadi pada dekade keempat dan kelima.2,7 Angka insiden pemfigus vulgaris di Spanyol yaitu 0,1-0,5 kasus per 100.000 populasi setiap tahunnya.7 Selain itu di Yerusalem angka insiden sekitar 1,6 per 100.000 populasi setiap tahun.1

Pemfigus vulgaris dimulai adanya antibodi imunoglobulin G (IgG) menyebabkan protein desmosomal menghasilkan bula mukokutan.5 Hal ini terjadi dengan cara terikatnya IgG pada sel keratinosit sehingga menyebabkan akantolisis (reaksi pemisahan sel epidermis).6   Desmoglein   3 dan

desmoglein   1 diduga   berperan

menyebabkan pemfigus vulgaris. Pada umumnya keadaan umum penderita pemfigus vulgaris buruk. Gejala klinis pemfigus vulgaris diawali oleh lesi pada kulit kepala  yang berambut  dan

dirongga mulut untuk 60 % kasus.

Selain itu disertai dengan adanya bula yang timbul  dengan  dinding  yang

kendur dan  mudah  pecah  serta

2 menghasilkan krusta saat pecah.2

Diagnosis pemfigus vulgaris berdasarkan gejala klinis dan

pemeriksaan tambahan. Adapun pemeriksaan tambahan yang dapat dilakukan berupa biopsi dan tes imunologi.1,5 Prognosis dari penyakit ini berdasarkan penggunaan kortikosteroid atau tidak yaitu 50 % mortalitas terjadi pada tahun pertama ketika belum menggunakan kortikosteroid akibat sepsis, kakesia, dan ketidakseimbangan elektrolit.1,2       Namun apabila

menggunakan kortikosteroid akan 2 meningkatkan prognosis penyakit ini.2

LAPORAN KASUS

Seorang wanita berusia 28 tahun datang sendiri ke poliklinik kulit dan kelamin Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah pada tanggal 6 Februari 2014. Wanita tersebut memiliki nomor registrasi 14007620. Status wanita yaitu belum menikah. Keluhan utama pasien berupa gelembung berair di seluruh tubuh dan mengeluarkan air serta menyebabkan rasa gatal tanpa nyeri.

Hasil wawancara terhadap keluhan utama (anamnesis) didapatkan data bahwa gelembung berair terletak di seluruh tubuh yang mudah pecah sejak 3 tahun yang lalu. Keluhan yang dirasakan pasien sering berulang. Pasien mengatakan telah mencoba mencari pengobatan sebelumnya ke dokter spesialis kulit dan obat yang diberikan telah dikonsumsi secara rutin. Obat

yang diberikan oleh spesialis kulit pertama yaitu dexamethasone dengan dosis 0,5 mg yang mana 3 tablet pagi dan 2 tablet siang sejak 1,5 tahun yang lalu dengan dosis yang bervariasi atau penyesuaian dosis. Ketika ke spesialis kulit kedua, pasien diminta untuk melakukan biopsi kulit dan didiagnosis sebagai pemfigus vulgaris. Gelembung berair muncul kembali sejak 2 hari yang lalu dan sudah pecah. Ketika gelembung berair muncul, pasien mengeluhkan bahwa kuku pasien terkelupas.

Riwayat alergi obat dan makanan disangkal oleh pasien. Pasien memiliki riwayat penyakit hipertensi dan rutin mengonsumsi amlodipine sejak 1 bulan yang lalu. Tidak ada riwayat operasi dan transfusi. Dalam keluarga tidak ada yang mengalami atau memiliki keluhan yang sama seperti pasien.

Dalam pemeriksaan fisik dilakukan penilaian status internus dan status dermatologi. Pasien datang vital sign berupa suhu 36oC dan nadi 84 kali/menit. Status internus pasien masih dalam batas normal. Tidak ditemukan tanda anemia dan ikterus pada mata. Keadaan telinga hidung tenggorok (THT) dalam keadaan normal tanpa adanya hiperemia dan gangguan pendengaran. Selain itu dalam pemeriksaan fisik tidak ditemukan

pitiriasis alba, iktoris, keratosis, dan denie morgagni. Pada thorax ditemukan suara jantung S1 dan S2 tunggal dan tidak ada murmur, suara paru vesikuler, tidak terdapat wheezing dan ronki. Suara bising usus dalam keadaan normal dan distensi abdomen negatif. Ekstremitas tidak ada edema dan suhu akral hangat.

Status dermatologi berupa lokalisasi gelembung berair yaitu berada di seluruh tubuh khususnya di regio punggung. Bentuk kelainan kulit (efloresensi) yang terdapat yaitu makula hiperpigmentasi yang multiple berbentuk geografika dengan ukuran 3x4 cm sampai 10x15 cm dan erosi soliter berbentuk bulat dengan ukuran diameter 2 cm yang ditutupi krusta coklat kehitaman. Pemeriksaan fisik pada kuku didapatkan kuku yang suram dan rapuh. Pemeriksaan lain yang dilakukan pada mukosa, rambut, kelenjar limfe, fungsi kelenjar keringat, dan sistem saraf dan hasil dalam keadaan normal.

Pemeriksaan penunjang yang juga dilakukan kepada pasien yaitu pemeriksaan darah lengkap, liver function test (LFT), renal function test (RFT), elektrolit, kalsium, kortisol, gula darah sewaktu, dan KOH kuku.

Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik serta pemeriksaan 3

penunjang, diagnosa kerja pada pasien ini yaitu pemfigus vulgaris. Penatalaksanaan farmakologis yang diberikan yaitu dexamethasone 1,5 mg-1 mg- 0 mg, hydrocortisone 2,5%, chloramphenicol 2%, dan loratadine 1x10mg. Komunikasi informasi edukasi yang diberikan ke pasien berupa informasi mengenai penyakit, penyebab, pengobatan selanjutnya yaitu kontrol kembali jika terdapat hasil lab, efek samping kortikosteroid, dan alternatif pengobatan.

DISKUSI

Pemfigus vulgaris merupakan penyakit autoimun dengan etiologi yang tidak diketahui secara pasti.4,6 Penyakit ini akan memiliki gambaran berupa terbentuknya antibodi IgG sehingga terjadi akantolisis sel keratinosit dan bula intraepidermal. Hal tersebut kemungkinan disebabkan oleh faktor genetik (human leucocyte antigen DRw6 dan human leucocyte antigen DR4 berhubungan dengan molekul major histocompatibility complex II), penyakit autoimun (seperti miastenia gravis dan tioma), dan penggunaan obat-obatan seperti D-penicillamine dan katopril (jarang terjadi).6 Pada kasus belum diketahui etiologi pemfigus vulgaris.

Pemfigus vulgaris merupakan penyakit yang mengancam nyawa. Dimana pada awalnya akan menyebabkan kondisi pasien melemah hingga menyebabkan kematian. Lesi akan menetap dan meluas apabila tidak merawat dengan baik. Perluasan lesi menyebabkan kerusakan dari kulit dan membran mukosa sehingga menyebabkan terjadinya peningkatan penggunaan cairan hingga terjadi ketidakseimbangan cairan bahkan infeksi dan sepsis. Perawatan yang tidak efektif akan menyebabkan angka mortalitas mencapai 90% dan menurun menjadi 5-10% apabila ditangani dengan tepat.8 Pada kasus ini ditemukan perluasan lesi ke seluruh tubuh. Gambaran umum pasien dalam keadaan lemah. Selain itu, pada kasus pasien tidak mengeluhkan atau menunjukkan adanya gangguan keseimbangan cairan hingga sepsis. Hal ini sesuai dengan perjalanan penyakit pemfigus vulgaris.

Gambaran klinis pemfigus vulgaris secara umum menimbulkan keadaan umum yang buruk. Sebesar 70-90% kasus, gejala klinis awal terdapat pada mukosa mulut yang mana dapat muncul beberapa bulan atau tahun sebelumnya.4,7 Lesi terdiri dari lepuhan atau bula yang kecil dengan dinding yang tipis sehingga mudah pecah dan

menyebabkan erosi yang dapat menimbulkan rasa nyeri dan pendarahan.6,7 Konjungtiva, esofagus, labia, vagina, serviks, penis, uretra, dan rektum merupakan permukaan mukosa lain yang terlibat juga dalam manifestasi pemfigus vulgaris pada membran mukosa. Namun manifestasi pada kulit dapat bersifat lokal ataupun generalisata. Umumnya bersifat panas dan sakit tanpa adaya pruritus. Badan, wajah, ketiak, umbilikus, badan, kulit kepala, kuku, daerah yang terkena tekanan dan lipatan paha merupakan tempat timbulnya manifestasi pemfigus vulgaris secara umum.6 Pada kasus ini terdapat lepuhan di kulit yang mengeluarkan cairan dan gatal yang tersebar diseluruh tubuh. Namun pada kasus gambaran klinis yang dikeluhkan bersifat hilang timbul. Terdapat makula hiperpigmentasi yang multipel berbentuk geografika dengan ukuran 3x4 cm sampai 10x15 cm dan erosi soliter berbentuk bulat dengan ukuran diameter 2 cm yang ditutupi krusta coklat kehitaman. Selain itu, wanita tersebut mengeluhkan kuku mudah terkelupas ketika gelembung berair muncul. Semua gambaran klinis pasien sesuai dengan gambaran klinis pemfigus vulgaris.

Diagnosis pemfigus vulgaris berdasarkan gejala klinis berupa

keterlibatan akantolisis kulit suprabasal dan pembentukan gelembung cairan.5 Selain itu harus disertai dengan gambaran histopatologi bula intaepidermal suprabasal dan akantolisis epitel dasar bula serta ditemukan adanya kerusakan desmosom secara sekunder.2,5 Hal tesebut akan menimbulkan pemeriksaan Tzank positif.2 Imunofloresensi juga dibutuhkan dalam penegakkan diagnosis pemfigus vulgaris untuk mengetahui antibodi interseluler IgG dan C3 (pada tes imunofloresensi langsung) dan antibodi IgG (pada tes imunofloresensi tidak langsung). Imunofloresensi tidak langsung dapat dilakukan apabila biopsi tidak dapat dilakukan.5 Pada kasus diagnosis ditegakkan berdasarkan gambaran klinis yang dimiliki oleh pasien berupa lepuhan di kulit yang disertai keluarnya cairan dan tersebar di seluruh tubuh dan adanya hasil biopsi berupa gambaran histopatologi pemfigus vulgaris, yang mana dilakukan sebelum datang ke RSUP Sanglah. Meskipun pasien tidak menyatakan secara langsung bagaimana hasil secara detail. Pemeriksaan imunofloresensi tidak dilakukan karena pasien dapat dilakukan biopsi. Cara penegakkan diagnosis pemfigus vulgaris pada kasus ini telah sesuai dengan teori.

Diagnosis banding pemfigus vulgaris adalah penyaki dermatologis lain yang menimbulkan manifestasi bula besar pasa mukosa oral seperti dermatitis hepetiformis. Dermatitis hepetiformis memiliki letak vesikel di subepidermal dan imunofluoresen berbentuk granular di papilla dermis.6 Selain itu harus dibedakan juga dengan pemfigoid bulosa yang merupakan bentuk autoimun dermatosis bulosa yang jarang terjadi merupakan salah satu penyakit yang harus dibedakan dengan pemfigus vulgaris juga.4,6 Dimana perbedaan dengan pemfigoid bulosa yaitu gambaran IgG seperti pita di membran basalis ketika dilakukan imunofluoresen dan letak bula subepidermal.6 Namun pada kasus, diagnosis banding tidak dicantumkan karena pasien telah menunjukkan gambaran klinis dan hasil biopsi yang sesuai dengan pemfigus vulgaris.

Pengobatan pemfigus vulgaris bertujuan untuk menginduksi remisi penyakit. Namun diperlukan pengelolaan dosis obat minimum untuk mengendalikan penyakit serta mengurangi efek samping pengobatan. Munculnya lepuhan sesekali merupakan gejala yang menggambarkan bahwa tidak terjadi pengobatan yang berlebihan (overtreatment). Sebuah studi menyatakan tingkat remisi 38 %

terjadi pada tahun ke 3, 50% pada tahun ke 5, dan 75% pada tahun ke 10 dari diagnosis.5 Pengobatan farkamologi pemfigus vulgaris dapat secara oral dan topikal.5 Penggunaan steroid merupakan salah satu pilihan dalam penatalaksanaan pemfigus vulgaris karena bersifat    imunosupresif.2,4,5

Terapi pemfigus  vulgaris dengan

menggunakan kortikosteroid sistemik dimulai dari dosis awal yang tinggi dengan total dosis oral prednisone 100200mg diberikan setiap hari hingga terjadi perbaikan pada gejala klinis. Saat kondisi ini perlu kombinasi dengan antibiotik untuk mencegah infeksi sekunder.2 Dosis akan diturunkan secara perlahan hingga dosis pemeliharaan yaitu 40mg-50 mg per hari agar tidak terjadi relaps. Efektifitas secara topikal kurang dibandingkan dengan oral.4 Selain itu, dalam mengatasi efek samping dari kortikosteroid dapat diberikan kombinasi adjuvan (obat sitostatik) berupa azatioprin, siklofosfamid, metrotreksat, dan mikofenolat mofetil.2 Pada kasus ini, pemberian obat dexamethasone secara oral dan hydrocortisone topikal untuk mengurangi inflamasi yang terjadi. Selain itu diberikan clorampenicol sebagai antibiotik untuk mencegah timbulnya infeksi akibat lepuhan yang terjadi. Loratadine diberikan kepada 6

pasien juga pada kasus ini untuk antipruritus. Pemberian obat-obatan ini sudah tepat untuk menangani pemfigus vulgaris untuk pasien dalam kasus ini.

Efek samping penggunaan kortikosteroid pada dosis tinggi dan dalam jangka waktu panjang yaitu hipertensi, osteoporosis, pendarahan gastrointensial, kandidiasis, hiperglikemia, dan lain-lainnya.8 Sehingga pada kasus pemfigus vulgaris penting diberikan komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) berupa efek samping kortikosteroid tersebut. Pada kasus dokter telah memberikan KIE pada pasien mengenai hal tersebut. Selain itu diberikan pula KIE mengenai pemfigus vulgaris dan penatalaksanaan, yang dilakukan. Hal ini sesuai dengan penatalaksanaan pemfigus vulgaris.

RINGKASAN

Dilaporkan kasus pemfigus vulgaris pada seorang wanita berusia 28 tahun dengan gambaran efloresensi yang berupa makula hiperpigmentasi yang multipel berbentuk geografika dengan ukuran 3x4 cm sampai 10x15 cm dengan dan erosi soliter berbentuk bulat dengan ukuran diameter 2 cm yang ditutupi krusta coklat kehitaman yang tersebar di seluruh tubuh. Telah dilakukan biopsi dan hasil mendukung diagnosis. Terapi pada pasien ini adalah

dexamethasone 1,5 mg-1 mg- 0 mg, hydrocortisone 2,5%, chloramphenicol 2%, dan loratadine 1x10mg. Hasil pengobatan belum dapat dievalusi dan prognosis dari pasien dubious.

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    Gorbach S, Bartlett, Blackblow N. 2004. Infectious Disease. 3rd Ed. Section 8 Disorders of Epidermal and Dermal, Epidermal Cohesion, and Vesicular and Bullous Disorders: Chapter 52 Pemphigus Vulgaris. Page.459-68.

  • 2.    Sularsito SA, Djuanda S. Dermatitis. Dalam: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, penyunting. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ke-6. Jakarta: Balai Penerbit FK UI, 2011;h:204-8.

  • 3.    Shih P, Kuo T, Chiou C, Wang J, Jen Yu K, Chun Ho H, Hong H, Kuan Y. Transition from Pemphigus Vulgaris to Pemphigus Foliaceus. Dermatol Sinica Journal. 2009; 27: 52-58.

  • 4.    Fassmann A, Dvorakoban, N, Holla I, Vanek J, Wotke J. Manifestation Of Pemphigus Vulgaris In The Orofacial Region. Scripta Medica Journal. 2003; 76(1): 55-62.

  • 5.    Harman K, Albert S, Black M. Guidelines for the management of pemphigus vulgaris. British Journal

of Dermatology. 2003; 149: 92637.

  • 6.    Lubis R. Gambaran Histopatologi Pemphigus Vulgaris. USU eRepository. 2008; h:1-8.

  • 7.    Ata Ali F, Ata Ali J. Pemphigus vulgaris and mucous membrane pemphigoid:      Update on

etiopathogenesis,               oral

manifestations and management. J Clin Exp Dent. 2011; 3(3): 246-50.

  • 8.    Rezeki S, Setyawati T. Pemphigus Vulgaris : Pentingnya Diagnosis Dini, Penatalaksanaan yang Komprehensif dan Adekuat. Indonesian Journal of Dentistry 2009; 16 (1):1-7.

8