ARTIKEL TINJAUAN PUSTAKA


Essence of Scientific Medical Journal (2020), Volume 18, Number 2:1-4

P-ISSN.1979-0147, E-ISSN. 2655-6472

TINJAUAN PUSTAKA

PERAN TANAMAN SEBAGAI INSEKTISIDA NABATI TERHADAP GIGITAN NYAMUK Aedes aegypti VEKTOR DEMAM BERDARAH DENGUE

Fuad Iqbal Elka Putra1

ABSTRAK

Pendahuluan: Demam berdarah dengue (DBD) disebabkan oleh virus dengue betina Aedes aegypt yang menyebabkan hampir 390 juta orang terinfeksi setiap tahunnya. Jumlah kasus DBD semakin meningkat dari tahun ke tahun dan kejadian luar biasa (KLB) cenderung terjadi setiap 5 tahun. Saat ini, pengendalian nyamuk vektor masih menggunakan bahan insektisida kimia, maka diperlukan insektisida alternatif, seperti insektisida nabati dari tanaman yang murah, mudah didapat, ramah lingkungan, dan efektif membunuh nyamuk dewasa.

Pembahasan: Uji repelen beberapa ekstrak tumbuhan yakni pada dosis 100% yang mampu menolak gigitan nyamuk di atas 80% per jam, antara lain ekstrak daun Zodia linalol dan apinene sebagai cairan pengusir nyamuk. Ekstrak daun tembakau mampu menolak selama 3 jam dengan zat aktif daun tembakau nikotin dan alkaloid. Ekstrak daun gondopuro mampu menolak selama 1 jam memiliki kandungan saponin. Ekstrak daun serai wangi mampu menolak selama 2 jam karena memiliki kandungan geraniol, sitronelol, sitronelal, dan sitral. Ekstrak daun cengkeh mampu menolak selama 4 jam sebanyak, 81,7%. Ekstrak bunga krisan mampu menolak selama 1 jam sebanyak 89,6%, sedangkan ekstrak daun suren, akar tuba, dan lavender hanya mampu menolak gigitan nyamuk Aedes aegypti di bawah 80%.

Simpulan: Tanaman dapat menjadi insektisida nabati dan terbukti efektif dalam mencegah gigitan vektor nyamuk Aedes aegypti.

Kata Kunci: Aedes aegypti, Demam Berdarah Dengue, Insektisida Nabati

ABSTRACT

Introduction: Dengue hemorrhagic fever (DHF) caused by dengue virus transmitted by female Aedes aegypt causes nearly 390 million people to be infected each year. The number of dengue cases is increasing from year to year and extraordinary events tend to occur every 5 years. Vector mosquito control still uses chemical insecticides, so alternative insecticides, such as plant-based insecticides from plants that are cheap, easy to obtain, environmentally friendly and effective in killing adult mosquitoes are needed.

Discussion: Test repelens of some plant extracts at a dose of 100% which is able to reject mosquito bites above 80% per hour including leaf extracts of Zodia linalol and apinene as mosquito repellent fluids. Tobacco leaf extract is able to resist for 3 hours with the active substances of nicotine and alkaloid tobacco leaves. Gondopuro leaf extract is able to resist for 1 hour containing saponins. Serai Wangi leaf extract can resist for 2 hours because it contains geraniol, citronellol, citronellal, and citral. Clove leaf extract was able to resist for 4 hours as much as 81.7%. Chrysanthemum flower extract was able to resist for 1 hour as much as 89.6%, while suren leaf extract, tuba root and lavender were only able to resist Aedes aegypti mosquito bites below 80%.

Conclusion: Plants can be plant-based insecticides and are proven effective in preventing Aedes aegypt mosquito vector bites.

Keywords: Aedes aegypti, Dengue Hemorrhagic Fever, Plant Insecticide

1Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung, Lampung


PENDAHULUAN

Demam berdarah dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti ditransmisikan oleh nyamuk yang paling cepat berkembang di dunia ini dan telah menyebabkan hampir 390 juta orang terinfeksi setiap tahunnya.[1] DBD memiliki gejala serupa dengan demam dengue, DBD dibedakan dengan demam dengue dari adanya kebocoran plasma pada demam berdarah dengue, DBD memiliki gejala lain berupa sakit/nyeri pada ulu hati terus-menerus, pendarahan pada hidung, mulut, gusi, atau memar pada kulit. Virus dengue ditemukan di daerah tropik dan subtropik kebanyakan di wilayah perkotaan dan pinggiran kota di dunia ini. Untuk Indonesia iklim tropis yang sangat cocok untuk pertumbuhan hewan ataupun tumbuhan menjadi tempat berkembangnya beragam penyakit, penyakit yang dibawa oleh vektor DBD. Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit yang disebabkan oleh nyamuk spesies Aedes aegypti dan Aedes albopictus.[1]

Kasus DBD yang terjadi di Indonesia dengan jumlah kasus 68.407 pada tahun 2017 mengalami penurunan yang signifikan dari tahun 2016 sebanyak 204.171 kasus. Provinsi dengan jumlah kasus tertinggi terjadi di tiga provinsi di Pulau Jawa masing–masing Jawa Barat sebanyak 10.016 kasus, Jawa Timur sebesar 7.838 kasus, dan Jawa Tengah sebanyak 7.400 kasus. Sedangkan untuk kasus terendah terjadi di Provinsi Maluku Utara sebanyak 37 kasus.[1] Pada tahun 2017, jumlah kasus DBD yang dilaporkan sebanyak 68.407 kasus dengan jumlah kasus meninggal sebanyak 493 orang dan Index Ratio (IR) 6,12 per 100.000 penduduk dibandingkan tahun 2016 dengan kasus sebanyak 204.171 serta IR 78,85 per 100.000 penduduk terjadi penurunan kasus pada tahun 2017. Di Indonesia, DBD dilaporkan pertama kali di Surabaya dan Jakarta pada tahun 1968 dengan jumlah kasus sebanyak 58 orang anak di Surabaya.[2] Sejak tahun 1968, jumlah kasus DBD semakin meningkat dari tahun ke tahun dan kejadian luar biasa (KLB) cenderung terjadi setiap 5 tahun sekali, yaitu pada tahun 1973 (10.189 kasus),

1978 (6.989 kasus), 1983 (13.668 kasus), dan pada tahun 1988 (41.347 kasus).[3]

Kementerian Kesehatan telah mengupayakan berbagai strategi dalam mengatasi kasus DBD. Pada awalnya strategi yang digunakan memberantas nyamuk dewasa melalui pengasapan, kemudian strategi diperluas menggunakan larvasida yang ditaburkan ke tempat penampungan air yang sulit dibersihkan.[3] Insektisida yang digunakan untuk pengendalian nyamuk Aedes aegypti menggunakan bahan insektisida golongan Peritroid, Karbamat, dan Organophospat.[4] Insektisida merupakan bahan-bahan kimia beracun yang digunakan untuk mengendalikan atau mematikan serangga. Pada umumnya masyarakat lebih sering menggunakan insektisida sintetis untuk memberantas larva Aedes aegypti. Berdasarkan hasil penelitian, penggunaan insektisida rumah tangga di Kabupaten Grobogan sebagian besar masyarakat menggunakan insektisida rumah tangga (86,33%) dengan intensitas penggunaan paling banyak sehari sekali (85,4%).[5] Insektisida sintetis yang digunakan

dalam jangka panjang dan tidak sesuai dengan aturan penggunaan akan berdampak buruk bagi kesehatan dan lingkungan. Insektisida sintetis memberikan efek samping yang berbahaya, sehingga diperlukan adanya insektisida yang aman digunakan dan tidak mencemari lingkungan. Insektisida nabati berasal dari bahan tumbuhan alami yang bersifat racun dan mudah terurai (biodegradable) di alam. Tumbuhan yang dapat dijadikan sebagai bahan pembuatan insektisida nabati memiliki kandungan diantaranya yaitu tanin, saponin, alkaloid dan flavonoid.[6] Oleh sebab itu dipandang perlu untuk mencari insektisida nabati ramah lingkungan, mudah diperoleh, dan efektif membunuh nyamuk vektor DBD. Salah satunya dengan menggunakan tanaman yang ada di lingkungan pemukiman untuk menjadi insektisida nabati, baik untuk nyamuk dewasa maupun pra-dewasa (larva). Upaya itu antara lain membuat larvasida dengan cara mengekstrak beberapa tanaman yang berpotensi sebagai insektisida nabati dan mengujinya terhadap larva Aedes aegypti.[6]

Tabel 1. Rata-rata Persentase Daya Tolak Beberapa Jenis Tumbuhan Terhadap Gigitan Nyamuk Aedes aegypti

No

Ekstrak Dosis100%

1 jam

2 jam

3 jam

4 jam

5 jam

6 jam

1

Daun serai wangi

95,5

85,1

76,5

69,2

53,5

29,5

2

Daun Cengkeh

93,5

86,9

83,7

81,7

76,7

51,9

3

Daun Tembakau

92,0

88,3

84,9

78,8

76,3

66,1

4

Bunga Krisan

89,6

76,3

63,0

59,1

47,5

43,6

5

Daun Zodia

88,6

88,2

84,5

80

77,1

73,5

6

Daun Gondopuro

83,3

66,3

61,3

44,1

29,2

21,6

7

Daun Lavener

72,0

55,3

30,4

22,5

21,6

17,9

8

Akar Tuba

65,5

33,5

27,9

21,7

20,8

18,8

9

Daun Suren

63,7

45,0

44,0

39,2

36,6

32,9

PEMBAHASAN

Penggunaan insektisida dalam upaya pemerintah untuk mengatasi penyakit yang ditularkan oleh vektor masih menjadi prioritas. Penggunaan insektisida di bidang kesehatan, khususnya yang berasal dari bahan kimia masih luas penggunaannya di Indonesia. Adapun berbagai bahan aktif insektisida yang saat ini masih ada di pasaran sebagai metode pengendalian dari gigitan serangga penyebab penyakit, antara lain Organophosphat, Organochlorin, Carbamat, dan Pyrethroid.[7] Indonesia merupakan daerah tropis dan terdapat ribuan jenis tanaman yang dapat dimanfaatkan, khususnya di bidang kesehatan. Salah satu manfaat dari tanaman adalah penggunaannya sebagai pestisida alami. Penggunaan tanaman sebagai pestisida sudah lama dikenal di dunia serangga pertanian, khususnya untuk mengusir serangga dan hama di pertanian. Pada penelitian Hasan boesri (2015) seperti pada tabel 1, jenis tanaman yang telah dilakukan pengujian sebagai repelen terhadap nyamuk Aedes aegypti adalah ekstrak Zodia

(Evodia suaveolens) yang diambil dari daun zodia yang merupakan tanaman herbal, tumbuh subur di ketinggian 400-1.000 m dari permukaan laut. Di Indonesia, persebarannya banyak ditemukan di Papua dan pada umumnya masyarakat papua terbiasa menggosok kulitnya dengan dedaunan zodia sebelum masuk ke hutan agar terlindungi dari serangan serangga. Ekstrak daun zodia dosis 100% mampu menolak 88,6 % gigitan nyamuk selama 1 jam, 88,2 % selama 2 jam, 84,5 % selama 3 jam, 80 % selama 4 jam, 77,1 % selama 5 jam, dan 73,5 % selama 6 jam. Daya tolak gigitan nyamuk pada ekstrak daun zodia kemungkinan karena disebabkan oleh zat aktif yang dikandungnya yaitu mengandung linalol dan apinene sebagai cairan pengusir nyamuk.[8] Selain itu, tanaman zodia menghasilkan aroma yang cukup tajam karena mengandung evodiamine dan rutaecarpine sehingga tidak disukai serangga, daun zodia terasa pahit, kadang-kadang digunakan sebagai obat tradisional, sebagai tonik untuk menambah stamina tubuh, sementara rebusan kulit batangnya bermanfaat sebagai pereda demam malaria. Pada

penelitian lain menyebutkan hasil yang diperoleh bahwa ekstrak daun tembakau dan ekstrak daun zodia pada pengujian terhadap larva Aedes aegypti memberikan angka knockdown yang bervariasi dari konsentrasi 50% sampai 1,56% meskipun pada akhirnya setelah 24 jam pengamatan menunjukkan mortalias (kematian) masing-masing 100%.[9]

Ekstrak Tembakau (Nicotina tabacum L.) diperoleh dari bahan daun tembakau yang merupakan tanaman herbal dan tumbuh subur di dataran rendah 100-300 m dari permukaan laut. Penyebaran tumbuhan tembakau di Indonesia terutama di Pulau Jawa dan Sumatra. Daun tembakau mengandung bahan aktif berupa zat nikotin yang merupakan zat alkaloid. Ekstrak daun tembakau dengan dosis 100% mampu menolak 92,0% gigitan nyamuk selama 1 jam, 88,3% selama 2 jam, 84,9% selama 3 jam, 78,81% selama 4 jam, 76,3% selama 5 jam, dan 66,1% selama 6 jam. Daya tolak yang disebabkan oleh ekstrak tembakau kemungkinan karena adanya zat nikotin, karena dalam bidang pertanian nikotin biasa digunakan sebagai pestisida. Selain itu, bahan aktif yang ada dalam daun tembakau terdiri dari zat alkaloid dan telah diketahui memiliki sifat farmakologi, seperti efek stimulan yang dapat meningkatkan tekanan darah dan detak jantung dan dalam bentuk nikotin tartrat dapat digunakan sebagai obat penenang. Selain itu, ekstrak tembakau juga mampu membunuh jentik nyamuk Aedes aegypti.[9]

Ekstrak gondopuro (Gaultheria fragrantissima) diperoleh dari bahan daun yang merupakan tanaman perdu dan banyak ditemukan tumbuh di lereng pegunungan dan tumbuh pada daerah dataran tinggi sampai diatas 3000 m dari permukaan laut. Persebaran tumbuhan gondopura banyak ditemukan di pegunungan di wilayah Indonesia. Hasil uji ekstrak daun gondopuro dosis 100% mampu menolak 83,3% gigitan nyamuk selama 1 jam; 66,3% selama 2 jam; 61,3% selama 3 jam; 44,1% selama 4 jam; 29,2% selama 5 jam, dan 21,6% selama 6 jam. Daya tolak terhadap gigitan nyamuk kemungkinan disebabkan oleh bahan aktif yang ada di daun gondopura yaitu senyawa saponin dan masyarakat banyak menggunakan saponin sebagai penghilang rematik (rasa sakit). [9]

Ekstrak suren (Toona surenil M.) diperoleh dari bahan daun dan merupakan tanaman tinggi dan berkayu yang tumbuh subur di dataran rendah hingga ketinggian 2.000 m dari permukaan laut. Persebaran suren secara alami terbanyak ada di Sumatera, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara dan Selatan, Maluku, Nusa Tenggara Barat, Bali, serta Papua. Meskipun hasil uji ekstrak daun suren dosis 100% hanya mampu menolak 63,7% gigitan nyamuk selama 1 jam; 45,0% selama 2 jam; 44,0% selama 3 jam; 39,2% selama 4 jam; 36,6% selama 5 jam, dan 32,9% selama 6 jam, namun di bidang pertanian penggunaan suren sebagai insektisida serangga sudah banyak digunakan, seperti penanaman suren di pinggir sawah dapat menghalau walang sangit. Daya tolak dari ekstrak daun suren disebabkan oleh kandungannya berupa surenon, surenin, dan surenolakton.[10] Dii bidang pertanian, minyak suren dapat digunakan sebagai pengusir serangga dan bahan aktif surenon, surenin dan surenolakton berperan sebagai penghambat pertumbuhan, insektisida, menghambat daya makan larva serangga, dan pengusir serangga.[9]

Ekstrak daun serai wangi dosis 100% mampu menolak 95,5% gigitan nyamuk selama 1 jam; 85,1% selama 2 jam; 76,5% selama 3 jam; 69.2% selama 4 jam; 53,5% selama 5 jam, dan 29.5% selama 6 jam. Adanya daya tolak gigitan nyamuk karena komponen ekstrak serai wangi terdiri dari geraniol, sitronelol, sitronelal, dan sitral. Sitronelol dan geraniol adalah bahan yang dapat digunakan sebagai penolak serangga.[10]

Ekstrak cengkih (Zysygium aromaticum), diperoleh dari daun tanaman cengkeh. Tanaman cengkeh merupakan tanaman tinggi, berkayu, dan dapat tumbuh subur di daerah tropis dengan ketinggian 600-1.100 m di atas permukaan laut dan penyebaran di Indonesia. Hasil uji ekstrak daun cengkeh dosis 100% mampu menolak 93,5% gigitan nyamuk selama 1 jam; 86,9% selama 2 jam; 83,7% selama 3 jam; 81,7% selama 4 jam; 76,7% selama 5 jam,dan 51,9% selama 6 jam. Adanya daya tolak terhadap gigitan nyamuk karena ekstrak cengkeh mengandung 70-93% eugenol (C10H12O2). Eugenol sudah terbukti sebagai antijamur, antiseptik, dan antiserangga sehingga sangat cocok untuk digunakan sebagai repelen. Penelitian Hasan menyebutkan bahwa ekstrak umbi lengkuas, serai wangi, dan daun rosemery memberikan angka knockdown yang juga bervariasi dari kosentrasi 50% sampai 1,56%, hanya pada akhir pengamatan 24 jam pada konsentrasi 1,56% masing-masing memberikan mortalitas larva Aedes aegypti berbeda kurang dari 80%.[9]

Ekstrak tuba (Derris elliptica Roxb) diperoleh dari akar tuba. Tanaman tuba merupakan tanaman menjalar dan berkayu, tumbuh subur di daerah rawa pada ketinggian rendah dan tinggi, serta termasuk anggota suku Fabaceae (Leguminosae). Terdapat beberapa jenis tuba, antara lain Derris trifoliate Lour. dikenal sebagai tuba laut, D. elliptica. dan D. trifoliata, dahulu dikenal sebagai D. heterophylla Back. biasa didapati di hutan-hutan bakau dan hutan pantai. Tumbuhan tuba hidup di dataran rendah hingga ketinggian sampai 1.500 m dpl. Penyebarannya di Indonesia, Bangladesh, Asia Tenggara, dan beberapa kepulauan di Pasifik. Ekstrak akar tuba dosis 100% mampu menolak 65,5% gigitan nyamuk selama 1 jam, 33,5% selama 2 jam; 27,9% selama 3 jam, 21,7% selama 4 jam, 20,8% selama 5 jam, dan 18,8% selama 6 jam. Daya tolak terhadap gigitan nyamuk, kemungkinan disebabkan karena ekstrak akar tuba memiliki kandungan rotenon (rotenon), sejenis racun kuat untuk ikan dan serangga (insektisida). Bahan aktif ditemukan pada tanaman tuba dengan kadar antara 8–11%.[11] Pada perkembangan selanjutnya, racun tuba dimanfaatkan pula sebagai insektisida untuk mengatasi kutu-kutu dan ulat yang menjadi hama di perkebunan. Akar Tuba mengandung metabolit sekunder yaitu rotenon (C23H22O6) yang merupakan racun perut dan kontak yang telah banyak diteliti sebagai insektisida.[12]

Ekstrak krisan (Chrysanthemum cinerariaefolium Trev) yang diperoleh dari bunga dan tanaman ini merupakan tanaman bunga hias, perdu dengan sebutan lain seruni atau bunga emas (Golden Flower) berasal dari dataran Cina, tingginya 20-40 cm, dan tumbuh subur pada daerah ketinggian 600-3.000 m dpl. Manfaat krisan yaitu untuk obat jerawat, mengobati panas dalam, influenza, sakit tenggorokan, dan sebagai racun serangga. Hasil uji ekstrak krisan dosis 100%

mampu menolak gigitan nyamuk 89,6% selama 1 jam, 76,3% selama 2 jam, 63,0% selama 3 jam, 59,1% selama 4 jam, 47,5% selama 5 jam, dan 43,6% selama 6 jam. Daya tolak terhadap gigitan nyamuk sangat baik karena dalam ekstrak bunga krisan mengandung pyrethrin yang sudah lama terbukti sebagai insektisida. [9]

Ekstrak lavender (Lavandula latifolia Chaix), yang diperoleh dari daun merupakan tanaman semak dan tumbuh subur di daerah dengan ketinggian 500-1.300 m dpl. Penyebaran di seluruh Indonesia, manfaat sebagai bahan kosmetika, pewangi, sabun, parfum, dan penolak serangga. Hasil Uji Ekstrak daun lavender dosis 100% mampu menolak

Tujuh puluh dua persen (72,0%) gigitan nyamuk selama 1 jam, 55,3% selama 2 jam, 30,4% selama 3 jam, 22,5% selama 4 jam, 21,6% selama 5 jam, dan 1,9% selama 6 jam. Daya tolak terhadap gigitan nyamuk karena adanya zat aktif yang ada daun terdiri dari linalool dan linalool asetat yang dikenal sebagai anti serangga.[13]

Pada    penelitian    Susanti    disebutkan

kandungan tanin daun kirinyuh dan daun pandan memiliki rasa pahit, sehingga menyebabkan larva Aedes aegypti tidak mau makan dan pada akhirnya mati. Menurut Susanti, tanin dapat mengganggu serangga dalam mencerna makanan, memiliki rasa pahit yang dapat menyebabkan mekanisme penghambatan makan.[11] Selain tanin, saponin juga memiliki rasa pahit.

SIMPULAN

Tumbuhan dapat dijadikan insektisida nabati, berbagai macam tumbuhan tersebut seperti ekstrak daun zodia, daun tembakau, daun gondopuro, daun serai wangi, daun cengkeh dan ekstrak krisan. Semuanya dapat menolak gigitan nyamuk selama 2 hingga 2 jam dengan kemampuan diatas 80%

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    Kemenkes RI. Situasi DBD di Indonesia. 2016.

  • 2.    Sumarmo. Demam berdarah dengue di Indonesia, situasi sekarang dan harapan di masa mendatang. Procceding Seminar dan Workshop Berbagai Aspek Demam Berdarah Dengue dan Penanggulangannya. Depok: Universitas Indonesia. 1989.

  • 3.    Suroso T. Situasi dan program pemberantasan demam berdarah dengue. Procceding Seminar dan Workshop. Berbagai Aspek Demam Berdarah Dengue dan Penanggulangannya. Depok: Universitas Indonesia; 1989.

  • 4.    Tarumingkeng, Rudi C. Pengantar Toksikologi Insektisida. Bogor: Fakultas Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. 1989.

  • 5.    Sunaryo, Astuti P, dan Widiastuti D. Gambaran pemakaian insektisida rumah tangga di daerah endemis DBD Kabupaten Grobogan Tahun 2013. Jurnal BALLABA. 2015;11(01):9-14.

  • 6.    Munte, N., Sartini, & Lubis, R. Skrinning fitokimia dan anti mikroba ekstrak daun kirinyuh terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan Escheria coli. Jurnal Biologi Lingkungan. 2016;2(2):132-140.

  • 7.    Kemenkes. R.I. Rencana Strategis Program Pemberantasan Penyakit Bersumber Binatang (PPBB). Ditjen PPM dan PLP. Jakarta. 2000.

  • 8.    Sastrohamidjojo, H. “Kimia Minyak Atsiri.” Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. 2004

  • 9.    Hasan B, Bambang H, Lulus S, Sri WH. Uji repelen (daya tolak) beberapa ekstrak tumbuhan terhadap gigitan nyamuk aedes aegypti vektor demam berdarah dengue. 2015.

  • 10.    Kardinan A. Tanaman Pengusir dan Pembasmi Nyamuk. Bogor:  Agromedia

Pustaka. 2003.

  • 11.  Kemenkes RI. Parameter standar umum

ekstrak tumbuhan obat.  Direktorat Jendral

Pengawasan obat dan Makanan. Jakarta:

Direktorat pengawasan obat tradisional. 2000.

  • 12.  Dodia DA, Patel IS, dan Patel GM. Botanical

pesticides for pest management. Scientific Publisher. India. 2008.

  • 13.    Susanti M dan Zen S. Pengaruh variasi konsentrasi repellent tumbuhan kirinyuh (Eupatorium  odoratum  L)  terhadap daya

proteksi hinggapan nyamuk Aedes sp. Seminar Nasional Pendidikan. Metro: Pendidikan     MIPA/Pendidikan     Biologi.

Universitas Muhammadiyah Metro. 2017;252-258.

4

https://ojs.unud.ac.id/index.php/essential/index