Studi Sampah dan Analisa Partisipasi Masyarakat di Kota Larantuka Kabupaten Flores Timur

[Ajeng Hayuanandra, dkk.]

STUDI SAMPAH DAN ANALISA PARTISPASI MASYARAKAT DI KOTA LARANTUKA KABUPATEN FLORES TIMUR

Ajeng Hayuanandra1*),I Wayan Suarna,2) Made Sudarma,3)

1)Magister Ilmu Lingkungan Universitas Udayana

2)Puslitbang Tumbuhan Pakan Universitas Udayana 3)PPLH Universitas Udayana

*Email:aiyyuanandra@gmail.com

ABSTRACT

Larantuka is the capital of East Flores Regency, which located in the most eastern part of Flores island and wellknown for its natural beauty. Despite the tourism potentiontial, the development of infrastructure is not sufficient, especially in solid waste management. Larantuka city itself doesn’t have a proper sanitary landfill facility, no recycle center and dizorganized management. This situation can be harmful for environment and the natural beauty of East Flores. The purpose of this study is to understand the waste management situation at the moment in East Flores District, how much waste that is produce everyday by all the activities and also the willingness of the people of Larantukato participate in waste management. The result of this study shown that 60 % of the resident in Larantuka is dissatisfied of their neighbourhood environment because of the lack of waste mangement. The result of the survey Larantuka produce is 98 m3 per day, that consist of 60 m3 of organic matters, 17 m3 of plastic, and 15,3m3 of paper and others. Reduce, Reuse and Recycle are one of solution from this problems, but it needs cooperation between the residence, government and even private companies. Based on the questionaire 57 % of the residence in East Flores still does not understand what 3R or Reduce, Reuse and Recycle as a solution to overcome the problem.

Keywords: Community participation, Solid waste, Larantuka, 3R

1.PENDAHULUAN

Pulau Flores terkenal dengan keindahan alam dan diversitas ekosistem laut. Kabupaten Flores Timur adalah kabupaten yang terletak di ujung paling timur pulau Flores dengan ibukota Kota Larantuka. Kota Larantuka ramai dikunjungi dengan peziarah Katolik setiap tahunnya untuk perayaan Paskah. Jumlah penduduk Kota Larantuka saat ini adalah 38.029 jiwa dengan luas wilayah 48,91 km2 (Kota Larantuka Dalam Angka, 2016) . Diperkirakan populasi di Kota Larantuka akan terus meningkat seiring dengan pembangunan yang dilakukan pemerintah daerah.

Peningkatan jumlah penduduk akan meningkatkan jumlah beban pencemar yang dilepaskan ke lingkungan, salah satunya adalah limbah padat atau sampah. Pertumbuhan penduduk perlu diiringi dengan pembangunan infrastruktur yang memadai, salah satunya adalah bidang persampahan. Sampah yang tidak dikelola akan mengganggu kesehatan masyarakat dan salah satu penyumbang pencemaran lingkungan. Namun dalam pengelolaanya banyak terkendala permasalahan antara lain adalah kesadaran masyarakat.

Sebagian besar masyarakat di Kota Larantuka masih melakukan pengelolaan

sampah secara sederhana. Hasil studi EHRA (Environmental Health and Risk Assesment) Tahun 2014, menunjukkan sebanyak 70,19 % masyarakat masih membakar sampahnya. Pembakaran sampah sebagai bentuk pengelolaan yang paling umum memiliki resiko yang cukup tinggi terutama resiko keselamatan, kesehatan dan pencemaran udara. Pembakaran sampah yang tidak sempurna akan melepaskan gas karbon monooksida, melepaskan dioksin serta abu. Apabila hal ini terus menerus dilakukan maka akan mengganggu kesehatan masyarakat terutama menyebabkan infeksi saluran pernapasan. Hal ini telah didukung data dari Dinas Kesehatan tahun 2015 terdapat 15000 kasus ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Atas) di puskesmas dan rumah sakit di Kabupaten Flores Timur.

Kurangnya pengelolaan sampah yang ada saat ini ditunjukkan juga dengan belum adanya TPA (Tempat Pemrosesan Akhir) yang memadai. Kondisi TPA di Kota Larantuka saat ini hanya berupa lahan kosong yang terletak dipingir pantai kemudian sampah dibuang dan dipadatkan, bahkan masih ada proses pembakaran di pemrosesan akir. Kondisi ini memiliki resiko keselamatan yang tinggi, karena proses pembusukan sampah yang tidak mendapatkan oksigen akan menyebabkan proses pembusukan secara anaerob dan menghasilkan gas metan yang mudah terbakar.

Selain resiko keselamatan, terjadinya pencemaran juga mengganggu kesehatan masyarakat. Salah satu penyakit yang timbul akibat rendahnya sanitasi adalah diare. Pada tahun 2015 berdasarkan Kota Larantuka dalam angka terdapat 5000 kasus diare di temukan di puskesmas dan rumah sakit di Kabupaten Flores Timur. Kerugian lain yang ditimbulkan akibat kurangnya

pengelolaan sampah adalah hilangnya estetika, pencemaran air tanah, dan pencemaran air laut yang dapat mengganggu ekosistem air laut.

Pengelolaan sampah yang kurang optimal dapat menimbulkan resiko pencemaran air yang cukup tinggi terutama air laut, terutama dengan kondisi geografis di Larantuka yang berada dibawah kaki gunung Ile Mandiri. Sebagian daerah larantuka memiliki tingkat kelerengan antara 30%-60% terutama di Kelurahan Ekasapta, Amaragapati, Postoh, Lohayong, Pohon Sirih, Balela, Larantuka, Pantai Besar, Lewolere dan Waibalun (Bappeda Kabupaten Flores Timur ,2007). Oleh sebab itu apabila sampah tidak diolah maka sampah akan mudah terbawa aliran permukaan langsung menuju laut. Selain itu kondisi geografis menjadi tantangan tersendiri bagi Kota Larantuka dalam mencari lokasi pembuatan TPA. Solusi yang diperlukan adalah dengan mereduksi timbulan sampah di sumber maupun reduksi sampah di TPS sebelum dibuang ke TPA karena terbatasnya lahan. Alasan tersebut adalah dasar penelitian ini, menjadi penting untuk dilakukan kajian permasalahan sampah dan solusinya.

Pengelolaan sampah adalah usaha yang wajib dan segera dilaksanakan. Hal-hal yang termasuk dalam pengelolaan sampah antara lain adalah aspek teknis dan operasional, manajemen, perundangan, ekonomi dan peran serta swasta dan masyarakat. Demi tercapainya pengelolaan sampah yang terpadu maka studi atau kajian mengenai sampah di Kota Larantuka merupakan langkah awal yang perlu ditempuh sebagai solusi pengelolaan sampah.

  • 2.    METODOLOGI

    • 2.1.    Lokasi Penelitian

Penelitian akan dilakukan di Kota Larantuka yang berada di Kabupaten Flores Timur, yang akan dilakukan 3 (tiga) bulan (Juli –September 2017).

  • 2.2.    Ruang Lingkup Penelitian

Berikut ini adalah aspek-aspek yang diteliti dalam penelitian ini

  • 1.    Kondisi manajemen eksisting awal yang terdiri dari: sumber sampah, kondisi pewadahan, pengangkutan dan pengumpulan eksisting serta peran serta masyarakat

  • 2.    Laju timbulan sampah, komposisi dan karakteristik sampah

  • 3.    Partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah

  • 2.3.    Penentuan Sumber Data

Tabel 1. Sumber Data

Data         Sumber Data    Jenis Data

A. Kondisi Pengelolaan Sampah yang ada di Larantuka saat ini

Sarana dan

Badan Lingkungan

Data

Prasarana

Eksisting

Hidup Daerah

Sekunder

Jumlah

BPS Kota

Data

Penduduk

Larantuka

Sekunder

Fasilitas Umum

BPS Kota Larantuka

Data

Sekunder

Gambaran umum pengelolaan sampah

Hasil Survey dan Observasi

Data Primer

B.  Laju Timbulan dan Komposisi Sampah di Kota

Larantuka

Data Laju timbulan Sampah

Hasil Survey dengan pedoman penentuan timbulan sampah SNI 19-3964-1995

Data Primer

Data Komposisi Sampah

Hasil Survey dengan perdoman penentuan timbulan sampah SNI 19-3964-1995

Data Primer

C. Partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah Data kesediaan    Hasil Survey        Data Primer

masyarakat       dengan kuesioner

dalam pengelolaan

Sampah

  • 2.4.    Variabel Penelitian

  • a.    Kondisi Pengelolaan sampah yang ada

  • b.    Perkiraan   Jumlah Timbulan

Sampah

  • c.    Partisipasi    Masyarakat dalam

pengelolaanya

  • 3.    ANALISA DAN PEMBAHASAN

    • 3.1. Gambaran Umum Kondisi Sampah di Kota Larantuka

Sebagian besar masyarakat di Kota Larantuka, menyatakan bahwa mereka kurang puas dengan kondisi lingkungan sekitar. Alasan-alasan yang dikemukakan antara lain pembuangan sampah yang ilegal yakni sampah tidak dibawa ke TPA, melainkan hanya dibuang di lahan kosong atau dipojok gang, pengumpulan sampah tidak jelas serta beberapa responden menyatakan harus mengelola sampahnya sendiri dengan dibakar. Kondisi ini menunjukkan bahwa pengelolaan sampah di Kota Larantuka masih jauh dari kondisi ideal, karena tidak memiliki sistem pewadahan, pengumpulan, pengangkutan dan pemrosesan akhir yang baik dan benar.

Gambar 1.

Diagram Tingkat Kepuasan Masyarakat

Salah satu aspek dalam pengelolaan sampah adalah aspek hukum, yakni adanya organisasi yang mengontrol jalannya pengelolaan sampah secara terintegrasi dan konsisten.

Kontras dengan konsisi pengelolaan sampah di Kota Larantuka yangjauh dari kondisi ideal apabila ditinjau dari segi pihak pengelola sampah. Pihak pengelola sampah kurang jelas, tidak konsisten dan tidak terintegrasi satu sama lain. Akibatnya kontrol pengelolaan sampah menjadi lemah dan banyak sampah yang tidak terolah. Kondisi ini pula yang menyebabkan masyarakat harus melakukan pengelolaan sendiri, dimana masyarakat sebagian besar belum mengetahui pengelolaan sampah yang baik dan benar.

Gambar 2.

Pihak Pengelola Sampah

Aspek lainnya adalah teknis dan operasional, salah satunya yakni dengan pengumpulan yang idealnya dilakukan minimal dua hari sekali, terutama untuk sampah organik seperti sisa makanan. Apabila sampah organik dibiarkan terlalu lama di pewadahan rumah dapat menyebabkan bau busuk dan menarik vektor penyakit seperti lalat dan tikus. Sementara sampah yang dapat didaur ulang atau B3 dapat dikumpulkan tiap 3 hari sekali.

Frekuensi pengumpulan sampah saat ini masih belum konsisten, sebab 30% dari responden mendapatkan pelayanan pengumpulan sampah, sedangkan sebanyak 30 % menerima pelayanan sekali dalam seminggu. Sisanya sebanyak 20 % menerima pelayanan dua kali dalam seminggu.

Sementara 10 % menerima pelayanan pengumpulan sekitar 3 kali seminggu dan 10% menerima pelayanan sekali seminggu. Perbedaan frekuensi ini menunjukan bahwa pengelolaan menjadi kurang efektif dan kebersihan lingkungan terganggu.

Gambar 3.

Frekuensi Pengumpulan sampah

Aspek pengelolaan yang cukup penting adalah bagaimana pengelolaan akhir sampah. Kondisi ideal sampah akan di daur ulang, insinerator atau dibawa menuju landfill. Pengisian kuesioner mengenai bentuk pemrosesan akhir sampah yang dilakukan, menunjukkan 23% responden menjawab tidak tahu mengenai pengelolaan akhir sampah di lingkungannya. Sebanyak 28 % responden menjawab sampah di bakar dan dibuang ke laut. Kemudian sebanyak 16% menyatakan sampah dibuang begitu saja dan sebanyak 20% mengetahui bahwa sampah dikelola BLHD. Sisanya sebanyak 13 % menyatakan sampah hanya ditimbun atau dikumpulkan di pekarangan atau dipojok jalan. Hasil survei tersebut menunjukkan bahwa hanya 20% masyarakat yang mengetahui bahwa sampah di bawa ke TPA oleh pihak BLHD. Hasil tersebut dapat dilihat pada gambar 4 berikut ini:

Gambar 4.

Pengelolaan akhir sampah


  • 3.2. Perkiraan Jumlah Timbulan Sampah

    • 3.2.1.    Jumlah Timbulan Sampah

Tujuan dalam mengetahui jumlah timbulan sampah adalah untuk mengetahui seberapa besar permasalahan dan potensi dari sampah yang dihasilkan di Kota Larantuka. Informasi ini penting untuk merumuskan pengelolaan sampah yang sesuai kebutuhan. Jumlah timbulan sampah diperoleh dari perkalian laju timbulan dengan jumlah penduduk. Laju timbulan sampah diperoleh dari hasil sampling sampah di rumah tangga dan fasilitas umum selama delapan hari berturut-turut. Berikut ini pada Tabel 1. Adalah hasil dari sampling jumlah timbulan sampah di Kota Larantuka.

Tabel 1.Jumlah Timbulan sampah dari perumahan dan fasilitas umum

Sumber

Laju timbulan            Satuan

Unit

Volume (m3)

Penduduk

2,28

l/org/hari

35564

jiwa

87,56

SD

0.226

l/siswa/hari

5197

siswa

1.172

SMP

0.618

l/siswa/hari

2243

siswa

1.386

SMA

0.454

l/siswa/hari

2657

siswa

1.205

RS

2.016

l/bed/hari

185

bed

0.373

Puskesmas

2.109

l/bed/hari

13

bed

0.027

Kantor

0.055

l/pegawai/hari

3814

pegawai

0.211

Hotel

1.318

l/kamar/hari

325

kamar

0.428

Gereja

0.029

l/m2/hari

17395

m2

0.513

Pelabuhan

0.049

l/m2/hari

40615

m2

1.979

Pasar

0.251

l/m2/hari

9567

m2

2.400

Jalan

0.004

l/m/hari

48800

m

0.190

Total

9.886

  • 3.2.2.    Komposisi Sampah

Komposisi sampah adalah gambaran komponen penyusun sampah. Pengumpulan data komposisi ini penting untuk mengevaluasi peralatan yang diperlukan, sistem pengolahan sampah dan rencana pengelolaan sampah serta mengetahui seberapa banyak sampah yang bisa direduksi atau dimanfaatkan

kembali. Cara mendapatkan komposisi sampah adalah dengan mengumpulkan semua sampah dari lokasi sampling kemudian dipilah menurut jenisnya yakni organik, kertas, plastik, kayu, kain, logam, gelas dan kulit atau karet. Sampah yang berasal dari perumahan memiliki komposisi seperti pada Gambar 5 berikut ini.

Gambar 5. Komposisi sampah dari perumahan

Fasilitas umum yang terdapat di Kota Larantuka, yakni yang terdiri dari sekolah, gereja, pelabuhan, perkantoran dan fasilitas kesehataan. Sampah yang dihasilkan dari fasilitas umum, pada pusat perekononomian seperti pasar dan pelabuhan menghasilkan sampah paling banyak yakni 2,4 m3 (24% )per hari untuk pasar dan 1,9 m3 (20 %) per hari untuk pelabuhan. Kemudian penghasil sampah terbanyak berikutnya adalah Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD ) Kota Larantuka yakni sebanyak 0,3 m3 per hari (14%)

pengurangan sampah (reduce), pemanfaatan kembali (reuse) dan daur ulang (recycle).

Sampah yang dihasilkan penduduk Kota Larantuka adalah 98 m3 per hari, yang bersumber dari pemukiman dan fasillitas umum. Sampah yang dihasilkan terdiri dari sampah organik, sampah kertas, sampah plastik, kayu sebanyak sisanya adalah kain logam, gelas, kulit atau karet dan lainnya.

Sampah organik yang dihasilkan di Kota Larantuka mencapai 60 m3/hari yang terdiri dari daun, sisa makanan dan material organik lainnya. Untuk mengurangi sampah yang dibawa ke tempat pemrosesan akhir maka pengurangan sampah di sumber perlu dilakukan. Pada dasarnya sampah organik dapat dimanfaatkan menjadi pupuk kompos, namun harus diperhatikan kadar air serta prosesnya. Pemanfaatan sampah organik sebagai pupuk sangatlah bermanfaat apabila ingin melakukan reduksi sampah pada sumber.

Gambar 6.

Komposisi sampah dari fasilitas umum


Tabel 2. Potensi pemanfaatan kembali sampah

No

Jenis Sampah

Total Timbulan

Factor Recovery

Potensi Daur Ulang (m3/hari)

1

Kertas

15.3219

50%

7.661

2

Plastik

17.2108

50%

8.605

3

Logam

1.1696

80%

0.936

4

Gelas

1.3653

65%

0.887

TOTAL

18.089


  • 3.2.3.    Potensi pemanfaatan kembali sampah

Pengelolaan sampah dengan sistem kumpul-angkut-buang merupakan sistem yang konvensional, tetapi masih banyak dipergunakan di Indonesia karena mudah dan murah. Seharusnya, pengelolaan sampah harus sudah melibatkan pengelolaan disumber yakni dengan

  • 3.3. Partisipasi Masyarakat

    3.3.1. Pemanfaatan sampah organik

Kondisi pengelolaan sampah di Kota Larantuka saat ini masih belum optimal, akan tetapi terdapat potensi yakni kemauan masyarakat untuk terlibat dalam pengelolaan sampah. Salah satu solusi dalam mengurangi sampah antara lain pengurangan dan pemanfaatan

kembali sampah. Solusi ini akan lebih efektif apabila langsung dari sumber sampah, baik dari rumah tangga maupun fasilitas umum. Potensi sampah organik yang dihasilkan di Kota Larantuka berdasarkan hasil perkiraan jumlah timbulan 60 m3 per hari. Sampah organik berpotensi untuk dimanfaatkan menjadi kompos, untuk mengurangi timbulan sampah. Tantangan dari pemanfaatan kembali adalah kesiapan masyarakat dalam berpartisipasi dalam pembuatan kompos, sebab kuesioner menunjukkan bahwa 40% dari responden tidak mengetahui sama sekali mengenai komposter. Sedangkan sebanyak 10 % responden menyatakan kurang tahu, yakni sebelumnya responden pernah mendengar mengenai kompos namun kurang mengerti bagaimana proses dan manfaatnya. Kemudian sebanyak 19% responden menjawab ragu-ragu yakni mereka mengetahui mengenai kompos dan bagaimana proses secara umum namun tidak mengetahui aplikasinya . Sementara sebanyak 28% menjawab cukup tahu yakni pernah mendengar maupun mengikuti penyuluhan atau belajar mengani kompos. Sementara hanya 3% yang sangat paham mengenai kompos dan prosesnya.

sangat mungkin dilakukan. Akan tetapi, banyak tantangan yang dihadapi terutama dalam persepsi dan partisipasi masyarakat dalam melakukan komposting dan memanfaatkannya. Oleh sebab itu sebaiknya perlu dilakukan penyuluhan mengenai kesadaran tentang sampah dan bagaimana dalam menanggulanginya, serta pemerintah daerah harus berperan aktif dalam memanfaatkan hasil kompos baik untuk fasilitas umum maupun taman kota.

Hasil pengisian kuesioner partisipasi masyarakat dalam membuat komposter menunjukkan sebagian menjawab kurang tahu (32%) sebab responden belum terlalu paham mengenai komposter baik pengertian, proses maupun pemanfaatanya. Sementara itu 35% menjawab bersedia apabila tidak ada halangan, yakni setelah mendapat penjelasan singkat mengenai komposter responden merasa bersedia apabila harus memanfaatkan komposter untuk mengurangi sampah, namun apabila disediakan fasilitas dan dijelaskan bagaimana proses dan pemanfaatanya. Sisanya sebanyak 17% responden bersedia untuk menggunakan komposter dan 16 % sangat bersedia terutama yang memiliki kebun dan lahan pertanian. Meskipun pada dasarnya responden bersedia melakukan proses komposting untuk mengurangi sampah di sumber namun dalam pemanfaatanya juga harus jelas.

Gambar 7.

Diagram persepsi masyarakat mengenai komposter

Secara umum pemanfaatan sampah organik sebagai kompos bertujuan untuk mengurangi timbulan sampah di sumber


Gambar 8.

Diagram partisipasi masyarakat untuk memanfaatkan kompos

  • 3.3.1. Pemanfaatan Sampah Anorganik

Sampah Anorganik yang dihasilkan di Kota Larantuka adalah sebanyak hampir 40 m3 dalam sehari yang terdiri dari kertas, plastik, kain, logam, karet atau kulit dan lain-lainnya. Kemudian dari 40m3 sampah anorganik sebanyak 19m3 setiap harinya atau 17% dari total sampah memiliki potensi daur ulang. Sistem 3R membutuhkan proses awal yakni pemilahan sampah menurut jenisnya, agar sampah dapat didaur ulang. Adapun permasalahan yang dihadapi antara lain adalah mengani persepsi masyarakat dan partisipasi sebagai sumber sampah untuk turuts serta dalam mereduksi timbulan sampah. Berikut ini adalah hasil survei mengenai persepsi masyarakat mengenai 3R.

Sebelum mengaplikasikan sistem 3R untuk mengurangi volume sampah, sebaiknya perlu diketahui bagaimanakah persepsi masyarakat tentang 3R. Gambaran persepsi masyarakat mengenai 3R menurut kuesioner adalah % responden menyatakan tidak mengetahui apakah 3R, sementara 25 % menjawab kurang tahu yang artinya pernah mendengar mengani istilah 3R, namun tidak memiliki pemahaman yang luas mengenai 3R. Sementara 10 % menjawab ragu-ragu yang artinya pernah mendapatkan informasi mengenai 3R namun tidak mengetahui bagaimana pengelolannya dan sisanya ekitar 8 %

responden mengetahui mengenai 3R. Paga Gambar 9. berikut ini dapat dilihat prosentase dari persepsi masyarakat mengenai 3R.

Gambar 9.

Persepsi masyarakat mengenai 3R

Sedangkan kesediaan masyarakat untuk berpartisipasi dalam 3R, menunjukkan sebanyak 47 % masyarakat menjawab kurang tahu yang berarti responden kurang memahami pengertian dan manfaat memilah sampah. Kemudian terdapat 32 % menjawab bersedia apabila tidak berhalangan, dimana yang dimaksud halangan disini adalah kesiapan sarana dan prasarana untuk mendukung kegiatahn pemilahan di sumber. Kemudian sebanyak 15 % menjawab bersedia dan sisanya sebanyak 6 % menjawab sangat bersedia. Menurut hasil survei menunjukkan bahwa pengetahuan masyarakat mengenai pemanfaatan kembali sampah anorganik masih sangat kurang. Oleh sebab itu pemerintah hendaknya memberikan fasilitas seperti penyuluhan tentang sistem 3R dan kesadaran mengenai sampah.

Gambar 10. Peran Serta masyarakat dalam memilah sampah

  • 4.    SIMPULAN DAN SARAN

4.1.Simpulan

  • 1.    Kondisi pengelolaan sampah di Kota Larantuka saat ini, masih jauh dari kondisi ideal baik dari segi pelayanan, pewadahan, pengangkutan, pemrosesan akhir maupun pihak pengelolanya. Hal ini ditunjukkan dengan hasil pengisian kuesioner dimana 60 % responden menyatakan belum puas dengan pengelolaan sampah yang ada.

  • 2.    Total     timbulan     sampah

berdasarkan hasil survei adalah sebesar 98 m3 per hari yang terdiri dari 60 m3 sampah organik,17,2 m3 sampah plastik, 15,3 m3 sampah kertas dan sisanya adalah kain, kayu, logam dan lain-lain. Sampah anorganik yang dihasilkan sebanyak 18 m3 berpotensi untuk didaur ulang, sementara sampah organik perumahan yang dihasilkan berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai kompos.

  • 3.    Masyarakat pada umumnya telah mengerti peransertanya dalam pengeloaan sampah seperti pembayaran iuran sampah dan kerja bakti lingkungan. Namun, untuk pengelolaan sampah yang menggunakan    sistem    3R

sebagian besar masyarakat masih belum paham. Sehingga, perlu adanya      sosialisasi      dari

pemerintah mengenai pengeloaan sampah dengan sistem 3R.

  • 4.2. Saran

Langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk memperbaiki kondisi pengelolaan sampah antara lain; Perbaikan wadah sampah di sumber sampah yakni diperumahan diperlukan, pewadahan yang baik adalah yang tertutup, tahan lama serta mudah untuk dipindahkan menuju gerobak pengumpul sebelum dibuang ke TPS. Perbaikan Pengumpulan yang harus dilakukan secara teratur dan setiap hari. Peran serta masyarakat adalah dengan membuat iuran sampah untuk membayar tenaga kerja dan menyediakan gerobak pengumpul sampah. Akan lebih baik apabila gerobak pengangkut juga terdapat penyekat yang memisahkan antara sampah plastik, kertas dan organik agar proses pengurangan sampah lebih mudah.     Perbaikan

pengangkutanmenggunakan truk yang tertutup agar sampah tidak tercecer dan pemindahan sampah mudah yakni dapat menggunakan arm roll truck. Serta pentingnya memberikan pengetahuan kepada masyarakat mengenai pentingnya mengurangi jumlah sampah, serta pentingnya partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah.

Saran untuk penelitian lanjutan:

  • 1.    Penelitian lebih lanjut mengenai pendekatan yang tepat dalam memberikan edukasi terhadap masyarakat di Kota Larantuka

  • 2.    Penelitian mengenai komposter atau proses pemilahan yang tepat dan cocok dipergunakan untuk masyarakat desa.

DAFTAR PUSTAKA

Buku Putih Sanitasi Kabupaten Flores Timur Tahun 2014

Badan Pusat Statistik.2016. Kota Larantuka dalam Angka 2016. Kupang

Badan Pusat Stattistik.2016. “Persentase Komposisi Jenis Sampah Menurut Kabupaten Kota Jawa Tengah. 3 Juni 2017. http://jateng.bps.go.id/linkTabelS tatis/view/id/842

Damanhuri, E., Tri Padmi.2010. Diktat Pengelolaan Sampah Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung.

Dinas Kesehatan Kabupaten Flores Timur 2015

Hadiwiyoto,Soewedo.1983. Penanganan dan Pemanfaatan Sampah. Jakarta : Yayasan Idayu

Kabupaten Flores Timur.2014. Buku Putih Sanitasi 2014.

Maharani, Shinta.2007. Karakteristik Sampah dan Persepsi Masyarakat terhadap Pengelolaan Sampah di Kecamatan       Banyuwangi

Kabupaten Banyuwangi Provinsi Jawa Timur. Jurnal Ecothropic. Vol 2 No 1 Mei 2007,PSMIL-Universitas Udayana

Moniz, Jose.2016. Persepsi dan Sikap Masyarakat Terhadap Sistem Reduce, Reuse dan Recycle (3R) Dalam Pengelolaan Sampah di Kota Dili.Denpasar : PSMIL-Universitas Udayana

Naatonis, Roni M.2010. Sistem Pengelolaan Sampah Masyarakat di Kampung Nelayan Oesapa Kupang. Semarang : Magister Teknik Pembangunan Wilayah dan      Kota      Universitas

Diponergoro

Pandebesie,         Ellina.2005.Teknik

Pengelolaan Sampah. Surabaya : Jurusan Teknik Lingkungan-ITS

SNI No. 19-2454-2002 tentang Tata Cara Teknik Operasional Pengelolaan           Sampah

Perkotaan.Jakarta:2002

Tchobanoglous ,George., T., Samuel, A..1993. Intergrated Solid Waste Management.         California

:Mcgrawhill

157