KUALITAS AIR BAWAH TANAH DI WILAYAH PESISIR KABUPATEN BADUNG.

I Ketut Sundra

Jurusan Biologi, Fakultas MIPA Universitas Udayana

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan untuk analisis kualitas air bawah tanah di wilayah pesisir Kabupaten Badung pada bulan Pebruari dan Mei 2006, pada 6 lokasi penelitian yaitu air tanah Tanjung Benoa, Nusa Dua, Kuta, Legian, Canggu dan Peti Tenget, dengan metode purposive sampling. Hasil analisis secara insitu dan laboratorium untuk 6 stasiun penelitian pada musim hujan dan kemarau yaitu dari 20 parameter yang diteliti ternyata ada 6 parameter ( TDS, nitrit, kesadahan, fosfat, BOD dan COD) telah melampaui bakumutu air kelas 1 sesuai Kepmen LH No. 82 tahun 2001. Berdasarkan status mutu air dapat ditetapkan air tanah Tanjung Benoa, Nusa Dua dan Legian termasuk tercemar berat, sedangkan air tanah Kuta, Canggu dan Peti Tenget termasuk tercemar sedang. Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa secara umum kualitas air tanah pada 6 air tanah di wilayah pesisir Kabupaten Badung kurang layak dimanfaatkan sebagai bahan baku air minum.

Kata kunci : Air tanah, limbah, kualitas air, status mutu air.

ABSTACT

This research was conducted for ground water analysis in beach area in Badung Regency in Pebruary and May, 2006 at 6 experiment location i.e. ground water in Tanjung Benoa, Nusa Dua, Kuta, Legian, Canggu, and Peti Tenget with purposive sampling method. Data of those sites which were collected in situ as well as the output of the laboratories for 6 experiment place during the rainy and dry seasons showed that 6 (TDS, nitrite, hardness, phosphate, BOD and COD) out of 20 parameters in those sites exceeded the standards for first grade of water (Kepmen LH No. 82 tahun 2001). Based on water quality status, Tanjung Benoa, Nusa Dua and Legian ground water show that bad dirty water. while Kuta, Canggu, and Peti Tenget ground water show that medium dirty water. It can be concluded that water quality on these ground water in 6 ground water in coastal area in Badung Regency has not met the best water quality for drinking water.

Key word: ground water, waste, water quality, water quality status.

PENDAHULUAN

Kabupaten Badung dengan luas wilayah 418,52 km2, memiliki penduduk sebanyak 327.206 jiwa, merupakan wilayah di Bali yang memiliki penduduk terpadat kedua setelah Denpasar, dengan kepadatan penduduk 781,82 jiwa/km2. Sebelum terjadi pemekaran, Kabupaten Badung terdiri dari 4 wilayah kecamatan, dan kini setelah terjadi pengembangan maka secara administrative Wilayah Kabupaten Badung terdiri dari 6 kecamatan yaitu: Kecamatan Petang, Abiansemal, Mengwi, Kuta Utara, Kuta dan Kuta Selatan. Dari keenam kecamatan tersebut ternyata Kecamatan Kuta memiliki tingkat kepadatan penduduk tertinggi yaitu 1846,86 jiwa/km2 dan kedua Kuta Utara yaitu 1273,12 jiwa/km2.

Ditinjau dari penduduk wilayah Kabupaten Badung sebagian besar kondisi masyarakatnya cenderung bersifat urban dan penduduknya cenderung meningkat sepanjang tahun dengan aktivitas cukup beragam baik di bidang industri, jasa, niaga, pariwisata dan sebagainya. Dengan kepadatan penduduk yang terus meningkat ini tetapi luas wilayah tetap, maka akan berkecendrungan memberikan dampak yang besar terhadap perubahan kualitas lingkungan, khususnya lingkungan perairan, baik air tanah, air permukaan maupun perairan laut.

Dengan peningkatan jumlah penduduk serta kemajuan teknologi secara pesat terutama dibidang industri dan pariwisata akan menuntut kebutuhan air yang semakin meningkat pula. Adapun sumber air yang dipergunakan oleh penduduk untuk keperluan sehari-hari (mandi, cuci, kakus) dan keperluan industri bersumber dari air tanah dan air PDAM, dengan rincian yaitu 38,0 % berasal dari air tanah dalam (dari sumur bor dengan kedalaman > 20 m ), 33,31 % air tanah dangkal (sumur gali, dengan kedalaman 5-20 m) dan 28,79 % air PDAM (Budiana, 1997). Menurut penelitian Sedana (1994) kebutuhan air untuk kawasan Nusa Dua dan Kuta sebanyak 300 l/dt untuk tahun 1995 dan untuk tahun 2000 diesti-masi meningkat menjadi 500 l/dt. Sedangkan ketersediaan air dari PDAM hanya mampu mensuplai 272 l/dt. Dengan demikian kekurangan lagi 228 l/dt akan dipenuhi dari air tanah dalam yang disedot melalui sumur bor.

Menurut Sedana (1994), satuan batuan yang menyusun daerah wisata seperti Nusa Dua, Kuta, Sanur dan daerah-daerah Bali Selatan umumnya mempunyai sifat porous dan tidak dilindungi oleh lapisan impermiabel, sehingga aquifer sangat mudah mengalami intrusi, baik intrusi air laut maupun peresapan air limbah yang berasal dari limbah-limbah garmen, hotel, rumah tangga, pasar, yang terbuang secara tidak

terkontrol melalui air permukaan (sungai, selokan) serta dari leachate (lindi) hasil pembusukan sampah organik yang terbuang ke saluran air.

Sedangkan untuk air tanah dangkal pada sumur gali yang bertekstur tanah porous akan berpeluang lebih besar untuk mengadopsi polutan. Polutan-polutan tersebut akan disamping berasal dari perembesan air bawah tanah tetapi sebagian besar berasal dari rembesan air permukaan (air hujan) yang mengalami infiltrasi dan perkolasi dan akhirnya terakumulasi dengan air sumur (Sundra, 1997). Untuk daerah-daerah padat penduduk (kumuh) juga memberikan kontribusi lebih besar untuk menimbulkan pencemaran air tanah khususnya air tanah dangkal akibat kurang tersedianya lahan untuk pembuatan septic tank, mengakibatkan polutan akan mengalir bersama-sama air hujan masuk ke badan-badan perairan.

Terakumulasinya polutan-polutan ke air tanah baik secara lagsung maupun tak langsung akan menurunkan kualitas air tanah baik secara fisik, kimia maupun mikrobiologi. Secara alami air tanah memiliki daya dukung (carying capacity) untuk memurnikan sendiri (self furification), terutama air tanah dalam yaitu melalui filtrasi pori tanah maupun akar-akar tanaman. Akan tetapi jika polutan dalam volume

banyak atau memiliki dosis tinggi seperti limbah B-3 (bahan berbahaya beracun) maka akan melampaui daya dukung yang dimiliki perairan tersebut. Jika penurunan kualitas air tersebut melampaui ambang batas (baku mutu) yang ditetapkan sesuai dengan peruntukkannya, maka air tersebut dikatakan tercemar.

Untuk mengantisipasi tingkat pencemaran air tanah, upaya yang seharusnya dilakukan adalah melakukan pemantauan secara berkala dan berkelanjutan, sehingga dapat diketahui lebih awal apakah air tanah yang dipantau sudah tercemar atau belum. Kalau air sudah tercemar maka upaya selanjutnya perlu mengetahui sumber, lokasi dan upaya penang-gulangan dari pencemar tersebut. Akan tetapi untuk menanggulangi pencemaran air harus didukung oleh data yang dapat dipercaya terutama mengenai data kualitas air dari air tanah yang dipantau. Untuk mendapatkan data fisik, kimia maupun mikrobia air secara akurat perlu dilakukan studi mengenai analisis kualitas air tanah baik secara langsung di lapangan (in-situ) maupun cara laboratorium (ex-situ).

Kabupaten Badung khususnya wilayah pesisir Badung Selatan (Kecamatan Kuta, Kuta Utara dan Kuta Selatan) yang sarat dengan penduduk serta memiliki aktivitas yang beraneka ragam, meliputi: industri rumah tangga,

garmen, sablon, restoran, hotel, rumah makan, dan sebagainya. Usaha-usaha ini cukup berpotensi untuk memberikan kontribusi besar terhadap pencemaran air tanah. Sedangkan air tanah masih banyak penduduk yang memanfaatkan sebagai air minum, MCK dan keperluan sehari-hari lainnya. Dengan demikian air tanah sebagai sumberdaya alam yang cukup berpotensi/vital untuk keperluan penduduk sehari-hari, yang kesediannya harus memenuhi standar baku mutu untuk air minum.

METODE PENELITIAN

Lokasi dan waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada air bawah tanah (Sumur gali dan sumur bor) untuk 6 stasiun di wilayah pesisir Kabupaten Badung, menyangkut 3 wilayah kecamatan, dengan distribusi setiap kecamatan diambil 2 stasiun yaitu : air tanah Tanjung Benoa dan Air Tanah Nusa Dua (Kecamatan Kuta Selatan), Air tanah Kuta dan air tanah Legian (Kecamatan Kuta), air tanah Peti Tenget dan air tanah Canggu (Kecamatan Kuta Utara). Penelitian ini dilakukan selama 2 bulan yang dilaksanakan pada pada musim kemarau dan musim hujan ( bulan Pebuari dan Mei 2006).

Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian adalah data primer dan data sekunder. Data primernya berupa sampel air tanah dangkal yang diambil dari air sumur gali, dan sampel air tanah dalam yang diambil dari air sumur bor. Sampel yang diambil sebayak 6 sampel, masing-masing 2 sampel dari Kuta, 2 sampel dari Kuta Utara dan 2 sampel dari Kuta Selatan, yang diambil dari sampel air sumur gali (air tanah dangkal) air sumur bor (air tanah dalam).

Untuk data sekundernya adalah berupa data tentang pemanfaatan air bawah tanah serta data sosial ekonomi masyarakat yang memanfaatkan air tanah untuk keperluan sehari-hari. Disamping itupula dilakukan pengumpulkan data iklim berupa curah hujan, suhu, kelembaban dan sebagainya, yang akan berpengaruh terhadap debit air tanah serta pengaruhnya terhadap perubahan kualitas fisik maupun kimia air tersebut.

Cara Pengambilan Sampel Air

Metode penentuan stasiun pengambilan sampel dilakukan dengan cara purposive sampling yaitu penentuan stasiun dilakukan dengan memperhatikan berbagai pertimbangan kondisi serta keadaan daerah penelitian. Kondisi yang dominan pada lokasi penelitian adalah yang diduga dapat memberikan kontribusi terhadap

kualitas air tanah. Sedangkan untuk mengambil sampel air dari sumur gali dilakukan dengan menggunakan timba, dan sebelum timba dinaikkan terlebih dahulu dilakukan pengadukan air sumur supaya terjadi percampuran secara merata, sedangkan untuk air tanah dalam dilakukan secara langsung melalui pompa bor yang ada. Sampel air yang telah terambil masing-masing dimasukkan dalam jerigen (untuk analisis sifat kimia), botol steril ( analisis mikrobia) dan botol gelap (analisis DO dan BOD).

Cara Pemeriksaan Contoh Air

Fair, Geyer dan Okun (1966) dalam Mardani (1989) menyatakan bahwa pada suatu penelitian terhadap kualitas air, tidak semua parameter dari sifat-sifat air harus diteliti. Hal ini sangat tergantung dari tujuan penelitian tersebut. Tetapi lebih ditekankan terhadap parameter yang berhubungan dengan keamanan, penerimaan dan fungsi perairan tersebut. Menurut Dahuri (1993), untuk analisis kualitas air dapat dilakukan dengan dua cara yaitu secara langsung di lokasi (in situ) dan cara pengawetan yang dilakukan di Laboratorium Induk, terutama untuk sifat-sifat air yang dapat bertahan lama dalam kondisi yang sudah diawetkan.

Analisis secara in situ dilakukan untuk parameter kualitas air yang sifatnya cepat berubah, sehingga harus saat itu juga langsung dilakukan pengukuran. Parameter-parameter tersebut antara lain pH, suhu, salinitas, kecerahan, bau, rasa, dan warna, dengan alat-alat yang telah disediakan (Dahuri, 1993).

Sedangkan parameter kualitas air yang bisa diawetkan langsung dimasukkan kedalam jerigen ,botol gelap dan botol steril untuk segera dibawa ke Laboratorium Analitik, Universitas Udayana untuk analisis sifat fisik dan kimia, dan ke Laboratorium Mikrobiologi, Fakultas MIPA Universitas Udayana Denpasar untuk di analisis sifat mikrobiologinya (Rand, et al, 1975) . Parameter pengukuran secara in situ dan laboratorium ditentukan sesuai pada Tabel 1

Tabel 1. Parameter Kualitas Air yang Diukur, Metode Analisis dan Alat-alat Pengukuran

No

Parameter

Satuan

Metode Analisis

Peralatan

A

FISIKA

1

Suhu

oC

Pemuaian air raksa

Thermometer

2

Kekeruhan

Ppm

Turbidimetrik

Turbidimeter

2

TDS

Ppm

Gravimetrik

Timbangan analitik

B.

KIMIA

3

pH

-

Potensiometrik

pH-Meter

4

Salinitas

Conduktivitimetrik

Salinometer

5

Klorida (Cl)

Ppm

Titrimetrik

Buret

6

Sulfida (H2S)

Ppm

Titrimetrik

Buret

7

Amonia (NH3)

Ppm

Spektrofotometrik

Spektrofotometer

8

Nitrit (NO2)

Ppm

Spektrofotometrik

Spektrofotometer

9

Kesadahan

Ppm

Spektrofotometrik

Spektrofotometer

10

Posfat (PO4)

Ppm

Spektrofotometrik

Spektrofotometer

11

DO

Ppm

Potensiometrik

DO-Meter

12

BOD5

Ppm

Titrimetrik

Buret

13

COD

Ppm

Titrimetrik

Buret

14

Deterjen

Ppm

Spektrofotometrik

Spektrofotometer

15

Minyak dan lemak

Ppm

Spektrofotometrik

Spektrofotometer

16

Besi (Fe)

Ppm

Spektrofotometrik

Spektrofotometer

17

Timbal (Pb)

Ppm

Spektrofotometrik

Spektrofotometer

C

BAKTERIOLO GI

18

Bakteri Coliform

MPN/

100 ml

MPN

TABEL MPN

19

Bakteri Fecal Coli (Escherichia. coli)

MPN/

100 ml

MPN

Tabel MPN


Cara Analisis Data

Hasil uji kualitas air bawah tanah (ABT) baik secara in-situ (langsung di lapangan) maupun uji di laboratorium yang pemanfaatannya lebih banyak dipergunakan oleh penduduk untuk

keperluan air minum, dan kegiatan rumah tangga lainnya (mandi, cuci). Berdasarkan pemanfaatan tersebut maka tingkat kelayakan kualitas perairan tersebut sesuai dengan Baku Mutu Air Kelas I (air yang peruntukkannya digunakan sebagai air baku air minum) yang ditetapkan berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Ketetapan ini semua mengacu pada kadar maksimum kualitas air yang diperbolehkan.

Sedangkan status mutu perairan ditetapkan dengan Metode Storet berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 115 Tahun 2003 tentang Pedoman Penentuan Status Mutu Air. Metode ini adalah membandingkan antara data kualitas air dengan baku mutu air yang disesuaikan dengan peruntukkannya. Status mutu airnya ditentukan dari jumlah skor dari setiap parameter yang diamati. Untuk parameter yang tidak melebihi bakumutu diberi skor 0. Penentuan sistem nilai untuk parameter yang melebihi bakumutu dengan metode ini seperti tersaji pada Tabel 2.

Tabel 2. Penentuan Sistem Nilai Untuk menentukan Status Mutu Air

Jumlah parameter

Nilai dari hasil pengukuran

Parameter

Fisika

Kimia

Biologi

< 10

Maksimum

-1

2

-3

Minimum

-1

-2

-3

Rata-rata

-3

-6

-9

> 10

Maksimum

-2

-4

-6

Minimum

-2

-4

-6

Rata-rata

-6

-12

-18

Semua skor dari seluruh parameter yang dianalisis dijumlahkan . Berdasarkan jumlah tersebut maka US-EPA (Environmental Protection Agency) meneteapkan 4 kriteria tentang mutu/tingkat pencemaran air, dengan ketetapan seperti tercantum pada Tabel 3.

Tabel 3. Klasifikasi Mutu/Tingkat Pencemaran Air

Skor

Klas/Mutu Air

Tingkat Pencemaran

0

Kelas A : Baik sekali

Tidak tercemar/memenuhi

Baku Mutu

-1 s/d -10

Kelas B : Baik

Tercemar ringan

- 11 s/d -31

Kelas C : Sedang

Tercemar sedang

> -31

Kelas D : Buruk

Tercemar berat

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Hasil analisis kualitas air bawah tanah pada musim hujan dan kemarau seperti tercantum pada Tabel 4 dan 5. Sedangkan tinkat klasifikasi/mutu perairan air bawah tanah untuk musim hujan dan kemarau tercantum pada Tabel 6.

Tabel 4 Hasil Analisis Air Bawah Tanah (ABT) atau Air Sumur pada Musim Hujan

No

Parameter

Satuan

Hasil Analisis

PPRI No. 82 Th 2001 Mutu Air Kelas I

ATTB

ATND

ATK

ATL

ATC

ATPT

A

FISIK

1

Suhu

0C

29

29

31,4

31,7

29,2

29

Deviasi 3

2

Kekeruhan

ppm

13,33

26,67

20,0

13,33

6,66

33,33

-

3

TDS

-

820

1460*

680

1160*

380

920

1.000

B

KIMIA

4

pH

-

7,61

7,45

7,80

7,31

7,75

7,65

6-9

5

Salinitas

0,6

0,5

0,5

0,5

0,7

0,6

-

6

Klorida (Cl)

ppm

131,35

53,25

145,55

113,6

159,75

63,90

600

7

Sulfida (H2S)

ppm

0,0003

ttd

ttd

ttd

ttd

ttd

0,002

8

Amoniak (NH3)

Ppm

0,007

0,010

ttd

ttd

ttd

0,008

0,5

9

Nitrit (N02)

ppm

Ttd

0,091

0,001

0,001

ttd

0,001

0.06

10

Kesadahan

ppm

367,83

462,42

231,73

344,71

378,87

194,42

500

11

Pospat (P04)

ppm

ttd

1,670*

0,650*

0,049

0,136

ttd

0,2

12

DO

ppm

7,62

7,19

7,75

7,72

7,10

7,82

6

13

BOD5

ppm

4,94*

6,04*

7,59*

5,74*

5,45*

5,92*

2

14

COD

ppm

17,98*

23,89*

23,98*

22,98*

23,73*

23,82*

10

15

Deterjen

ppm

Ttd

ttd

ttd

ttd

ttd

ttd

0,2

16

Minyak lemak

ppm

0,0003

ttd

ttd

0,0003

ttd

ttd

1,0

17

Besi (Fe)

ppm

0,043

0,113

0,076

0,052

0,098

0,059

0,3

18

Timbal (Pb)

ppm

0,011

0,013

0,010

0,007

0,009

0,008

0,03

C

MIKRO

BIOLOGI

19

Fecal coli (E.coli)

MPN/

100 ml

0

3

3

11

0

4

100

20

Coliform

MPN/

100 ml

150

1100*

120

0

23

21

1.000

Keterangan

*   : Melampaui ambang batas

Ttd : Tidak terdeteksi

Tabel 5 Hasil Analisis Air Bawah Tanah (ABT) atau Air Sumur Pada Musim Kemarau

No

Parameter

Satuan

Hasil Analisis

PPRI No. 82 Th 2001 Mutu Air Kelas I

ATTB

ATND

ATK

ATL

ATC

ATPT

A.

FISIK

1.

Suhu

0C

28,5

28,5

30

30,0

27,5

27,5

Deviasi 3

2

Kekeruhan

ppm

ttd

Ttd

ttd

ttd

21,43

Ttd

-

3

TDS

-

1920*

830

650

2100*

60

970

1.000

B

KIMIA

4

pH

-

7,48

7,78

7,57

7,95

7,68

7,87

6-9

5

Salinitas

0,9

0,5

0,6

0,7

0,7

0,6

-

6

Klorida (Cl)

ppm

131,35

17,75

102,95

138,5

159,75

95,85

600

7

Sulfida (H2S)

ppm

ttd

Ttd

0,0004

ttd

ttd

Ttd

0,002

8

Amoniak (NH3)

ppm

0,004

0,002

0,014

0,006

0,007

0,004

0,5

9

Nitrit (N02)

ppm

0,610*

0,088*

0,0008

0,0017

ttd

0,018

0.06

10

Kesadahan

ppm

634,57*

492,04

421,98

206,19

545,69*

226,20

500

11

Pospat (P04)

ppm

ttd

Ttd

0,029

0,625*

0,048

1,289*

0,2

12

DO

ppm

7,32

7,16

7,84

7,43

6,98

7,56

6

13

BOD5

ppm

5,02*

6,15*

7,49*

5,45*

5,54*

5,68*

2

14

COD

ppm

20,14*

24,68*

23,45*

20,65*

21,23*

20,45*

10

15

Deterjen

ppm

ttd

Ttd

ttd

ttd

ttd

ttd

0,2

16

Minyak lemak

ppm

0,0002

Ttd

ttd

ttd

ttd

ttd

1,0

17

Besi (Fe)

ppm

0,035

0,103

0,050

0,045

0,088

0,045

0,3

18

Timbal (Pb)

ppm

0,019

0,014

0,016

0,011

0,015

0,009

0,03

C.

MIKRO

BIOLOGI

19

Fecal coli (E.coli)

MPN/

100 ml

0

3

0

0

0

0

100

20

Coliform

MPN/

100 ml

23

460

23

93

18

23

1.000

Keterangan:

* Melampaui ambang batas

Tabe 6: Tingkat/Mutu ABT Pada Musim Hujan dan Kemarau 2006 Berdasarkan Metode Storet

No

Parameter

Satu an

BM Air

Kls 1 (PPRI No. 82 Th 2001)

Skor

ATTB

ATND

ATK

ATL

ATC

ATPT

A

FISIK

1

Suhu

oC

Deviasi 3

0

0

0

0

0

0

2

Kekeruhan

ppm

-

-

-

-

-

-

-

3

TDS

ppm

1.000

-4

-4

0

-4

0

0

B

KIMIA

4

pH

-

6-9

0

0

0

0

0

0

5

Salinitas

-

-

-

-

-

-

-

6

Klor (Cl )

ppm

600

0

0

0

0

0

0

7

Sulfida (H2S)

ppm

0,002

0

0

0

0

0

0

8

Aminiak (NH3)

ppm

0,5

0

0

0

0

0

0

9

Nitrit (NO2)

ppm

0,06

-8

-10

0

0

0

0

10

Kesadahan

ppm

500

-2

0

0

0

0

0

11

Fosfat (PO4)

ppm

0,2

0

-2

-8

-8

0

-8

12

DO

ppm

6

0

0

0

0

0

0

13

BOD5

ppm

2

-10

-10

-10

-10

-10

-10

14

COD

ppm

10

-10

-10

-10

-10

-10

-10

15

Deterjen

ppm

0,2

0

0

0

0

0

0

16

Minyak &lemak

ppm

1,0

0

0

0

0

0

0

17

Besi (Fe)

ppm

0,3

0

0

0

0

0

0

18

Timbal (Pb)

ppm

0,3

0

0

0

0

0

0

C

MIKRO

BIOLOGI

19

Fecal coli/E. coli

MPN/ 100ml

100

0

0

0

0

0

0

20

Coliform

MPN/ 100ml

1.000

0

-3

0

0

0

0

J u m l a h

-34 Buruk

-39 Buruk

-28 Sedang

-32 Buruk

-20 Sedang

-28 Sedang

Keterangan

ATTB = Air Tanah Tanjung Benoa

ATND = Air Tanah Nusa Dua

ATK = Air Tanah Kuta

ATL = Air Tanah Legian

ATC = Air Tanah Canggu

ATPT = Air Tanah Peti Tenget

PEMBAHASAN

Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis air bawah tanah (ABT) pada musim hujan dan kemarau untuk 6 lokasi pada kawasan pesisir di Kabupaten Badung khususnya pada daerah-daerah wisata yaitu: Tanjung Benoa, Nusa Dua, Kuta, Legian, Canggu dan Peti Tenget. Hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa dari 20 parameter yang dianalisis pada musim hujan ternyata ada 5 parameter telah melampaui baku mutu air kelas 1 menurut PPRI No. 82 Tahun 2001, yaitu : padatan total terlarut, posfat, BOD5, COD dan Coliform. Sedangkan hasil analisis pada musim kemarau ternyata ada 6 parameter yang melampaui baku mutu air kelas 1 yaitu : padatan total terlarut, nitrit, kesadahan, posfat, BOD5 dan COD (Tabel 4 dan 5

Dari parameter-parameter kualitas air yang melampaui baku mutu untuk kedua musim

tersebut ternyata ada 4 parameter yang sama melampaui baku mutu untuk kedua musim tersebut yaitu : TDS, Posfat, BOD5 dan COD. Dari 4 parameter yang sama tersebut dapat dinyatakan hanya 2 parameter yaitu BOD5 dan COD yang betul-betul melampaui baku mutu untuk kedua musim dan ke 6 stasiun yang diteliti.

Tingginya kandungan BOD pada ke 6 stasiun penelitan ( Tanjung Benoa, Nusa Dua, Kuta, Legian, Canggu dan Peti Tenget) pada musim hujan (4,94 – 7,59 mg/l) maupun musim kemarau ( 5,02 – 7,49) mg/l ) karena lokasi-lokasi tersebut sarat dengan aktivitas bidang perikanan, restoran, perhotelan yang semuanya sangat berpotensi menimbulkan limbah organik. Limbah organik ini akan mudah terakumulasi kedalam air sumur karena topografi tanah yang datar dan tanah-tanah di kawasan pesisir yang bersifat porous (tekstur berpasir). Disamping limbah cair

yang berasal dari aktivitas perhotelan, restaurant, perikanan yang beropensi menghasilkan bahan organik, juga berasal dari sampah sampah yang berupa dedaunan. Adapun limbah cair maupun padat yang merupakan substrat utama hidupnya berbagai mikrobia sehingga aktivitas penguraian (dekomposisi ) akan semakin aktif, apalagi ditunjang oleh faktor iklim (suhu, kelembaban dan curah hujan ) yang cukup tinggi sehingga akan mempercepat proses penguraian limbah dan sampah tersebut (Fardiaz, 1992). Kandungan BOD yang berlebihan akan berpengaruh langsung terhadap menurunnya oksigen terlarut di peraian tersebut serta akan berdampak langsung terhadap peningkatan kandungan COD (Saeni, 1991).

Tingginya kandungan COD air bawah tanah pada 6 stasiun penelitan (Tanjung Benoa, Nusa Dua, Kuta, Legian, Canggu dan Peti Tenget) pada musim hujan (17,98 – 23,98 mg/l) maupun musim kemarau ( 20,14 – 24,68) mg/l ) adalah dipengaruhi oleh degradasi bahan organik maupun anorganik yang berasal dari aktivitas perhotelan, rumah tangga, restaurant dan sebagainya yang limbah yang dihasilkan tersebut tidak terolah dengan baik. Tingginya kandungan COD pada air tanah sangat dipengaruhi oleh tingginya BOD. Akan tetapi kandungan COD selalu lebih tinggi dari BOD karena selain sumbernya dari bahan organik juga berasal dari bahan anorganik hasil

degradasi mikrobia yang terakumulasi dengan air tanah (Sunu, 2004). Akibat kandungan COD yang berlebihan pada air tanah akan sama halnya dengan kandungan BOD yaitu akan berpengaruh terhadap menurunnya kandungan oksigen terlarut (DO) sehingga akan berpengaruh terhadap menurunnya kualitas air tanah (Peavy, 1986).

Ditinjau dari kondisi air tanah pada 6 stasiun penelitian ternyata air tanah Nusa Dua pada musim hujan menunjukkan kualitas paling buruk dibandingkan dengan 5 stasiun lainnya (Tanjung Benoa, Kuta, Legian, Canggu da Peti Tenget) yaitu telah melampaui 6 parameter penting (TDS, PO4, BOD5, COD dan Coliform). Rendahnya kualitas air tanah atau air sumur di kawasan Nusa Dua karena drainase yang kurang baik dan topografi datar sehingg aliran air pada saat musim hujan langsung terjadi infiltrasi masuk ke sumur penduduk. Faktor lain yang berpotensi menimbulkan penurunan kualitas air tanah akibat padatnya penduduk yang sarat dengan aktivitas (perikanan, rumah makan, pedagang dan sebagainya) yang banyak memproduksi sampah dan limbah yang tidak terkelola dengan baik, sehingga hasil degradasi ini akan mengalir bersama air hujan meresap ke air tanah.

Untuk kualitas air tanah pada 6 stasiun penelitian di musim kemarau ternyata air Tanah Tanjung Benoa dan air tanah Legian termasuk

katagori kualitas air yang rendah. Hal ini terbukti dari 20 parameter yang di analisis yaitu 5 parameter air tanah Tanjung Benoa (TDS, nitrit, kesadahan, BOD dan COD) dan 4 parameter kualitas air tanah Legian (TDS, posfat, BOD dan COD) melampaui baku mutu air kelas 1 dari PPRI No.82 Tahun 2001. Kondisi ini didukung pula dari hasil analisis kualitas air tanah untuk ke 6 satasiun pada musim hujan dan kemarau didasarkan atas Penentuan Status Mutu Air dengan Metode Storet yang mengacu pada Kepmen Lingkungan Hidup Nomor 115 tahun 2003 (Tabel 6 ) bahwa dari 6 stasiun tersebut ada 3 stasiun yaitu air tanah Tanjung Benoa ( -34), air tanah Nusa Dua (-39) dan air tanah Legian ( -32) termasuk mutu air tanah buruk yang dikatagorikan tercemar berat. Sedangkan 3 stasiun lainnya yaitu Air tanah Kuta (-28), air tanah Canggu (-20) dan air tanah Peti Tenget (-28) termasuk mutu air sedang atau dikatagorikan tingkat pencemaran sedang. Dengan demikian kualitas air tanah di wilayah pesisir di Kabupaten Badung yang lokasinya sarat dengan berbagai aktivitas terutama kegiatan pariwisata menunjukkan mutu perairan bawah tanah kurang layak sebagai bahan baku air minum.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Dari hasil analisis kualitas air bawah tanah pada 6 stasiun penelitian (Tanjung Benoa, Nusa Dua, Kuta, Legian, Canggu dan Peti Tenget) pada musim hujan dan kemarau dapat disimpulkan

  • 1.    Mutu perairan air tanah di kawasan Tanjung Benoa, Nusa Dua dan Legian, tergolong tercemar berat sehingga tidak layak untuk bahan baku air minu,, sedangkan mutu air tanah Kuta, Canggu dan Peti Tenget tergolong tercemar sedang sehingga masih layak sebagai bahan baku air minum yang perlu pengolahan (memasak) terlebih dahulu.

  • 2.    Jumlah parameter kualitas air yang melampaui baku mutu air kelas 1 (bahan baku air minum) menurut PPRI No. 82 tahun 2001 untuk air tanah Tanjung Benoa, Nusa Dua, Kuta, Legian, Canggu dan Peti Tenget pada musim hujan dan kemarau adalah padatan total terlarut (TDS), nitrit, kesadahan, BOD, COD dan bakteri coliform.

  • 3.    Parameter kualitas air tanah yang melampaui baku mutu air kelas 1 baik untuk ke 6 stasiun serta terjadi pada musim hujan maupun musim kemarau adalah BOD dan COD.

Saran

Menurunnya kualitas air tanah di wilayah pesisir Kabupaten Badung maka dapat disarankan sebagai berikut:

  • 1.    Perlunya pemerintah bekerjasama dengan masyarakat untuk melakukan pemantauan secara rutin ( 6 bulan sekali) terhadap kualitas air tanah di wilayah pesisir Kabupaten Badung khususnya wilayah Tanjung Benoa, Nusa Dua, Kuta, Legian, Canggu dan Peti Tenget dengan cara melakukan pemeriksaakan ke Laboratorium baik terhadap sifat fisik, kimia maupun mikrobiologi.

  • 2.    Perlunya upaya masyarakat meningkatkan sanitasi lingkungan baik di lingkungan rumah tangga maupun lingkungan umum dengan jalan tidak membuangan sampah dan limbah secara sembarangan melalui pembuatan septik tank untuk pembuangan limbah cair maupun pengumpulan sampah pada TPS yang tersedia.

  • 3.    Mengingat ke 6 dearah penelitian tersebut ( Tanjung Benoa, Nusa Dua, Kuta, Legian, Canggu dan Peti Tenget sebagai daerah tujuan wisata maka pemerintah bekerjasama dengan masyarakat adat agar lebih ketat menerapkan aturan yang mengatur kebersihan lingkungan sehingga dapat meningkatkan estetika lingkungan dan sekaligus akan berpengaruh terhadap peningkatan mutu air tanah yang

merupakan kebutuhan pokok masyarakat sebagai bahan baku air minum dan kebutuhan rumah tangga lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

Budiana, I N. 1997. Analisis Kualitas Air Sumur Dalam di Wilayah Kelurahan Kuta, Kabupaten Badung. Jurusan Biologi, Fak. MIPA-UNUD, Denpasar.

Dahuri, R., A. Damar.1994. Metode dan Teknik Analisis Kualitas Air. PPLH, Lembaga Penelitian IPB-Bogor.

Mardani, N.K . 1989. Pengaruh Proyek Pengelolaan Sampah Terhadap Kelestarian Kualitas Perairan Pantai Sanur-Benoa, Bali. Fak. Pascasarjana IPB, Bogor.

Peavy, H.S: D.R Rowe and G. Tchobanoglous. 1986. Environmental Enginering. Mc. Graw Hill-Book Company, New York.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 82 Tahun 2001. tentang Pengelolaan Kualitas Air dan    Pengendalian

Pencemaran Air. Kementrian Lingkungan Hidup. Jakarta.

Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 115 ttahun 2003 tentang Penetapan Status Mutu Air. Kementrian Lingkungan Hidup. Jakarta.

Rand,M.C: A.E Greenberg and M.J Taras. 1975. Standard Methods for the Examination of Water and Wastewater. American Public Health Association, Washington, D.C.

Saeni, M.S 1991. Dampak Pada Kualitas Air. PPLH Lembaga Penelitian IPB, Bogor.

Sedana, W. 1994. Penelitian Kajian Potensi Air Tanah Tak Tertekan Untuk Kebutuhan Air Bersih dan Industri di Kuta Bali. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Sundra, I K. 1977. Pengaruh Pengelolaan Sampah Terhadap Kualitas Air Sumur Gali di Sekitar TPA Sampah Suwung, Denpasar Bali.

Sunu, P. 2000. Melindungi Lingkungan dengan Menerapkan ISO 14001. PT. Gramedia Widiasarana Indonesia. Jakarta.

Undang-Undang Nomor 27 Tahun 1997. tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Kementrian Lingkungan Hidup. Jakarta.

ECOTROPHIC | VOLUME 1 No 2

13