ECOTROPHIC 9 (1) : 54-62

ISSN : 1907-5626

ARAHAN PENGGUNAAN LAHAN DAN PERENCANAAN KONSERVASI TANAH DAN AIR DI DAS YEH EMPAS, TABANAN, BALI

I Gusti Agung Lanang Widyantara1*, I Nyoman Merit2, I Wayan Sandi Adnyana2 1Program Studi Magister Ilmu Lingkungan Universitas Udayana Bali 2Fakultas Pertanian Universitas Udayana Bali

*Email: agoenklanank@yahoo.co.id

ABSTRACT

Damage to forest resources has caused the environmental balance of watersheds (DAS) becomes damaged. It often causes the result of high levels of erosion. One of the land use changes that are currently happening is in Yeh Empas watershed. With this research can be known the proposed land use and appropriate land use planning on Yeh Empas watershed.

Erosion prediction using the USLE (Universal Soil Loss Equation) method is to estimate how much the rate of erosion is happening and also to get an idea how good land management actions for the region. The proposed land use determination is using the scoring method by combining the slope factor of the field, the soil sensitivity of erosion, and the intensity of daily rainfall. Soil sampling was done by taking soil samples from a total of 11 samples of soil from the land unit. This research conducted to estimate the rate of erosion, to determines how much erosion can be tolerated in Yeh Empas watershed, and its relationship with the factors that influence it, as well as to determine the proposed of land use.

The results of erosion prediction on each unit of land in the research area ranged from 1.75 to 1,254.96 tons/ha/year and has a grade level of erosion from slight to very severe. The result of tolerated erosion ranged from 15.06 to 24.32 tons/ha/year. The value of erosion prediction that exceeded from tolerated erosion value occurs on land units 7, 8, and 9. On that land units required proposed of land use and soil conservation techniques so that the value of erosion prediction could be below from tolerated erosion value.

The analysis results of the proposed land use in Yeh Empas watershed, for areas inside the forest is proposed to protected forest (land units 1, 2, 3, 4, 5, and 6) and the management is by planting plants that are adapted to the contour lines of slope. In the areas outside the forest is proposed for annual crop cultivation area (land units 7, 8, and 9)the management with the farming plantation development, high density growing crops and terracing and also for crops cultivation area (land units 10 and 11) management by mulching, cover soil with high density and terracing.

Keywords: Watershed; Erosion; Proposed Land Use; Soil and Water Conservation.

konservasi tanah dan air. Erosi juga dapat menyebabkan terjadinya degradasi lahan yang dapat menurunkan produktivitas lahan. Selain penyebab diatas, erosi juga menyebabkan terjadinya pendangkalan sungai di bagian hilir DAS. Aliran permukaan yang besar akan mengakibatkan terjadinya banjir, kerugian harta, dan kehilangan nyawa. Untuk menghidari terjadinya erosi, maka diperlukan tindakan konservasi tanah. Konservasi tanah tersebut diharapkan mampu menekan laju erosi sampai batas erosi yang dapat ditoleransikan.

Metode pendugaan laju erosi telah dikembangkan oleh Wischmeier dan Smith tahun 1978 pada lahan pertanian di Amerika Utara yaitu USLE (Universal Soil Loss Equation). Metode USLE adalah metode yang umum digunakan untuk memprediksi laju erosi. Metode ini merupakan metode yang sangat baik digunakan di daerah-daerah yang faktor penyebab erosi utamanya adalah hujan dan aliran permukaan. Metode ini juga dapat memprediksi erosi pada lahan-lahan non pertanian, seperti lahan kehutanan, DAS, pemukiman, jalan,

daerah pertambangan dan sebagainya. Alasan utama penggunaan metode USLE adalah karena metode ini relatif sederhana dan input parameter model yang diperlukan mudah untuk didapatkan (Kurnia et al., 1998; Suripin, 2002).

Salah satu perubahan penggunaan lahan yang saat ini terjadi adalah pada DAS Yeh Empas. DAS Yeh Empas terletak di Kabupaten Tabanan dengan hulu sungai berada di Kecamatan Penebel. Luas dari DAS Yeh Empas sekitar 112,43 km2 dengan lebar sekitar 1,01 km sedangkan panjang sungai utama sekitar 13,02 km mengalir melintasi kabupaten tersebut. Adanya peningkatan jumlah penduduk, tekanan pembangunan, dan tekanan sosial ekonomi masyarakat yang begitu pesat di DAS tersebut maka akan menimbulkan kecenderungan pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan fungsinya karena kurang memperhatikan tindakan konservasi tanah dan air (BPDAS Unda Anyar, 2010).

Perkembangan penggunaan lahan akan meningkatkan laju erosi jika tidak diimbangi dengan tindakan konservasi tanah. Prediksi erosi menggunakan metode USLE digunakan untuk memperkirakan seberapa besar laju erosi yang terjadi dan juga untuk memperoleh gambaran bagaimana tindakan pengelolaan tanah yang baik di daerah tersebut. Penelitian ini dilakukan untuk memperkirakan besaran laju erosi yang terjadi, menentukan seberapa besar erosi yang dapat ditoleransikan, serta arahan penggunaan lahan yang sesuai di DAS Yeh Empas serta hubungannya dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Dengan adanya penelitian ini dapat diketahui arahan penggunaan lahan dan perencanaan konservasi tanah dan air yang tepat di DAS tersebut.

  • 2.    METODE

    • 2.1.    Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di DAS Yeh Empas di Tabanan Bali.Pemilihan lokasi didasarkan atas wilayah DAS tersebut memiliki kemiringan lereng 0% – 75%. Waktu penelitian adalah Bulan April – Juni 2014.

  • 2.2.    Teknik Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel pada penelitian ini adalah pengambilan sampel pada unit lahan yang telah ditentukan dengan mempertimbangkan curah hujan yang terjadi, sifat-sifat tanah, panjang dan kemiringan lereng, pengelolaan tanaman yang sesuai, dan konservasi tanah. Metode USLE untuk menentukan besarnya prediksi erosi yang terjadi dan metode skoring arahan penggunaan lahan untuk mendapatkan nilai yang termasuk luar kawasan hutan (kawasan lindung, penyangga dan budidaya) dan dalam kawasan hutan (hutan lindung, produksi, suaka alam, dan wisata).

  • 2.3.    Prosedur Penelitian

Kegiatan di dalam penelitian ini adalah pertama-tama menumpangtindihkan peta jenis tanah, peta kemiringan lereng, dan peta penggunaan tanah untuk mendapatkan peta unit lahan. Penentuan titik sampel pada unit lahan ditentukan sesuai dengan ketiga peta yang ditumpangtindihkan, misalnya pada unit lahan tersebut seperti apa jenis tanah dan penggunaan lahannya serta berapakah kemiringan lerengnya. Satuan unit lahan pada daerah penelitian dan sebarannya sebanyak 11 unit lahan disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Satuan Unit Lahan Daerah Penelitian.

No.Unit Lahan

Penggunaan Lahan

Kemiringan Lereng

Jenis Tanah

1

Hutan primer

3 – 8 %

Andosol coklat kelabu

2

Hutan primer

15 – 30 %

Regosol kelabu

3

Hutan primer

30 – 45 %

Regosol kelabu

4

Hutan primer

> 65 %

Regosol kelabu

5

Hutan primer

45 – 65 %

Regosol kelabu

6

Hutan primer

15 – 30 %

Andosol coklat kelabu

7

Kebun Campuran

8 – 15 %

Andosol coklat kelabu

8

Kebun Campuran

3 – 8 %

Andosol coklat kelabu

9

Kebun Campuran

8 – 15 %

Latosol coklat kekuningan

10

Sawah

3 – 8 %

Latosol coklat kekuningan

11

Sawah

0 – 3 %

Latosol coklat kekuningan

Metode pertama menggunakan rumusan USLE (Universal Soil Loss Equation) untuk menentukan prediksi erosi. Faktor-faktor yang mempengaruhi rumusan tersebut antara lain faktor erosivitas hujan (R), erodibilitas tanah (K), panjang dan kemiringan lereng (LS), pengelolaan tanaman (C) dan konservasi tanah (P). Metode kedua menggunakan metode skoring untuk menentukan arahan penggunaan lahan. Metode ini dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu faktor lereng lapangan, faktor kepekaan jenis tanah terhadap erosi, dan faktor intensitas curah hujan harian rata-rata. Penjumlahan ketiga faktor tersebut akan menentukan nilai yang termasuk luar kawasan hutan (kawasan lindung, kawasan penyangga, dan kawasan budidaya tanaman tahunan dan semusim) dan dalam kawasan hutan (hutan lindung, hutan produksi, hutan suaka alam dan wisata).

Rumusan USLE (Universal Soil Loss Equation) untuk menentukan seberapa besar erosi yang terjadi dan kelas tingkat bahaya erosi. Nilai dari erosi yang ditoleransikan digabungkan dengan rumusan USLE akan mendapatkan nilai perencanaan konservasi tanah dan air. Metode USLE untuk menentukan prediksi erosi; erosi yang dapat ditoleransikan untuk menentukan seberapa erosi yang ditoleransikan di daerah tersebut; serta perencanaan konservasi tanah dan air dalam hal ini adalah alternatif kombinasi nilai pengelolaan tanaman (C) dan konservasi tanah (P) yang lebih kecil atau sama dari nilai yang CP maksimum yang memadai; serta metode skoring

untuk arahan penggunaan lahan merupakan dasar dari penentuan arahan penggunaan lahan dan perencanaan konservasi tanah dan air.

  • 2.4.    Analisis Data

Analisis data dilakukan melalui dua cara yaitu analisis menggunakan metode USLE (Universal Soil Loss Equation) dari faktor-faktor yang mempengaruhinya dan metode skoring dari arahan penggunaan lahan untuk mendapatkan nilai yang termasuk luar dan dalam kawasan hutan.

  • 3.    HASIL DAN PEMBAHASAN

    • 3.1.    Prediksi Erosi

      3.1.1    Faktor Erosivitas Hujan (R)

Hasil analisis faktor erosivitas hujan (R) pada dua stasiun selama selama tujuh tahun terakhir dari dari tahun 2007 - 2013 disajikan pada Tabel 2 dan Tabel 3.

Tabel 2. Faktor Erosivitas Hujan (R) selama 7 tahun di Stasiun Baturiti.

No.

Bulan

Curah

Hujan (cm)

Hari Hujan (Hari)

Curah Hujan Max. (cm)

Erosivitas

Hujan (R)

1

Januari

43,22

21

8,83

443,75

2

Februari

44,36

22

7,92

415,33

3

Maret

44,82

22

9,11

452,76

4

April

43,02

20

8,59

435,71

5

Mei

43,02

15

7,55

474,22

6

Juni

10,15

9

4,43

80,01

7

Juli

6,81

10

2,26

32,65

8

Agustus

4,85

9

1,58

18,91

9

September

9,51

8

4,12

75,22

10

Oktober

24,01

11

6,54

248,34

11

November

37,57

17

9,38

419,86

12

Desember

45,56

23

10,96

509,04

Jumlah

356,90

187

-

3.605,80

Tabel 3. Faktor Erosivitas Hujan (R) selama 7 tahun di Stasiun Penebel.

No.

Bulan

Curah

Hujan (cm)

Hari Hujan (Hari)

Curah Hujan Max. (cm)

Erosivitas

Hujan (R)

1

Januari

36,11

19

7,60

343,74

2

Februari

33,60

16

6,30

307,74

3

Maret

29,64

16

5,81

253,42

4

April

27,51

15

6,79

260,93

5

Mei

25,70

13

6,33

248,15

6

Juni

11,74

8

4,60

103,01

7

Juli

12,49

9

6,64

127,61

8

Agustus

4,73

7

1,40

19,27

9

September

13,50

7

2,50

93,04

10

Oktober

24,35

12

6,41

242,03

11

November

29,03

15

8,27

308,75

12

Desember

35,65

19

8,26

353,46

Jumlah

284,05

156

-

2.661,15

Berdasarkan Tabel 2 dan Tabel 3 diketahui bahwa dari hasil perhitungan dengan menggunakan rumus Bols (1978) diperoleh nilai erosivitas hujan bulanan yang bervariasi dari kedua stasiun pencatat curah hujan, yaitu berkisar antara 18,91 sampai 509,04 ton/ha/cm, sedangkan nilai erosivitas hujan (R) tahunan dari kedua stasiun pencatat curah hujan Baturiti dan Penebel berturut-turut adalah sebesar 3605,80 ton/ha/cm dan 2661,15 ton/ha/cm.

Nilai erosivitas yang bervariasi disebabkan oleh perbedaan curah hujan dan intensitas hujan yang terjadi di masing-masing stasiun. Rata-rata nilai erosivitas hujan (R) tahunan dari kedua stasiun adalah sebesar 3133,48 ton/ha/cm dipengaruhi oleh rata-rata curah hujan tahunan sebesar 320,48 cm/ tahun.

Nilai erosivitas hujan tahunan di wilayah penelitian menurut klasifikasi Wischmeier dan Smith (1978) tergolong tinggi. Jumlah dan intensitas hujan (mm/jam) yang tinggi akan menyebabkan erosi semakin tinggi, begitu juga sebaliknya. Kaitan yang erat terjadi antara intensitas hujan yang merupakan karakteristik hujan dengan jumlah tanah yang tererosi. Hujan yang terjadi berkepanjangan tetapi dengan intensitas yang rendah tidak akan menyebabkan erosi, sedangkan hujan terjadi dengan intensitas tinggi dalam waktu yang tetap maka akan dapat menimbulkan erosi dalam jumlah yang kecil.

  • 3.1.2    Faktor Erodibilitas Tanah (K)

Nilai erodibilitas tanah (K) di wilayah penelitian bervariasi berkisar antara 0,23 sampai 0,50 ton/ha/ satuan indeks erodibilitas tanah dengan kriteria sedang sampai tinggi menurut klasifikasi Danger dan El Swaify (1976) dalam Arsyad (1989). Erodibilitas tanah adalah mudah atau tidaknya tanah mengalami erosi, yang ditentukan oleh berbagai sifat fisik dan kimia tanah. Nilai erodibilitas tanah (K) dipengaruhi oleh empat faktor, yaitu persentase pasir halus, debu, dan liat; persentase bahan organik; kelas struktur tanah; dan kelas permeabilitas tanah.

Keragaman nilai K merupakan salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya perbedaan erosi. Nilai K yang bervariasi disebabkan oleh keragaman nilai permeabilitas tanah, tekstur tanah, dan kandungan bahan organik pada setiap unit lahan di wilayah penelitian. Hasil perhitungan menunjukkan pada unit lahan 2, 3, 4, dan 6 mempunyai nilai erosibilitas sedang yang berkisar antara 0,23 sampai 0,32. Unit lahan 1, 5, dan 10 mempunyai nilai erodibilitas agak tinggi dengan nilai 0,33 dan 0,34. Nilai erodibilitas tinggi terdapat pada unit lahan 7, 8, 9, dan 11, dengan nilai berkisar antara 0,48 sampai 0,50.

Besarnya nilai erodibilitas tanah pada unit lahan disebabkan oleh rendahnya kandungan bahan organik, permeabilitas tanah, serta tingginya kandungan pasir halus dan debu. Syarief (1985) mengemukakan bahwa semakin tinggi kandungan pasir halus dan debu, maka semakin tinggi nilai

Tabel 4. Nilai Erodibilitas Tanah (K) di DAS Yeh Empas.

No. Unit Lahan

% Pasir

Halus + Debu

% Liat

Bahan

Organik (%)

Kode Struktur Tanah

Kode Permeabilitas Profil Tanah

Nilai Erodibilitas Tanah (K)

Kriteria

1

55,18

7,79

3,39

2

1

0,34

Agak Tinggi

2

46,61

7,79

2,10

2

1

0,32

Sedang

3

52,69

13,26

4,25

3

1

0,29

Sedang

4

39,69

20,02

2,57

3

1

0,23

Sedang

5

31,94

13,51

0,42

3

5

0,34

Agak Tinggi

6

40,05

21,54

2,14

3

1

0,24

Sedang

7

60,27

13,25

2,57

3

4

0,50

Tinggi

8

54,73

9,61

2,21

3

4

0,48

Tinggi

9

51,88

14,81

0,44

3

4

0,50

Tinggi

10

52,11

21,54

2,66

3

2

0,33

Agak Tinggi

11

56,11

13,51

1,26

3

3

0,49

Tinggi


erodibilitas tanahnya. Sifat fisik tanah seperti kandungan bahan organik, permeabilitas, tekstur, dan struktur mempunyai pengaruh yang sangat erat terhadap erodibilitas. Saling mempengaruhinya ke empat faktor tersebut dikarenakan adanya kandungan bahan organik mampu memperbaiki struktur tanah melalui pengikatan agregat tanah, yang selanjutnya akan mempengaruhi infiltrasi air ke dalam tanah. Kandungan bahan organik yang tinggi akan dapat menyebabkan perbaikan struktur dan permeabilitas tanah (Asdak, 2007).

  • 3.1.3    Faktor Panjang dan Kemiringan Lereng (LS)

Hasil pengamatan dan pengukuran di lapangan diperoleh nilai faktor panjang lereng (L) dan kemiringan lereng (S) kemudian dihitung diperoleh hasil nilai panjang dan kemiringan lereng (LS) (Tabel 5).

Topografi di wilayah penelitian dari landai sampai curam dengan panjang lereng berkisar antara 15 sampai 72 meter, sedangkan kemiringan lereng berkisar antara 2 sampai 75 %. Hasil perhitungan faktor panjang dan kemiringan lereng menunjukkan hasil LS di wilayah penelitian berkisar antara 0,76 sampai 24,74. Nilai LS tertinggi terdapat pada unit lahan 4 dan terendah pada unit lahan 11.

Utomo (1987) berpendapat bahwa semakin tinggi persentase kemiringan lereng, maka kesempatan untuk infiltrasi semakin singkat karena laju aliran permukaan semakin cepat. Hal ini akan mengakibatkan volume aliran dan erosi semakin besar. Panjang lereng juga mempunyai pengaruh penting terhadap nilai LS, yaitu mempengaruhi volume aliran permukaan sehingga mempengaruhi kemampuan tererosinya tanah walaupun pengaruhnya tidak sebesar pengaruh kemiringan lereng. Jadi pada dasarnya lereng yang panjang dengan kemiringan lereng yang curam akan menghasilkan nilai LS yang besar, yang mengakibatkan erosi yang terjadi juga semakin tinggi.

Tabel 5. Nilai Faktor Panjang dan Kemiringan Lereng (LS) di DAS Yeh Empas.

No. Unit Lahan

Panjang Lereng (m)

Kemiringan Lereng (%)

Nilai LS

1

58

6

2,65

2

40

26

6,92

3

30

40

8,84

4

72

75

24,74

5

65

60

19,01

6

44

20

5,78

7

17

14

2,67

8

25

6

1,74

9

16

12

2,29

10

17

8

1,75

11

15

2

0,76

  • 3.1.4    Faktor Pengelolaan Tanaman (C) dan Pengelolaan Tanah (P)

Dari Tabel 6 terlihat bahwa Nilai CP di wilayah penelitian berkisar antara 0,0015 sampai 0,3. Nilai CP terendah terdapat pada unit lahan 10 dan 11 yaitu lahan sawah dengan teras bangku konstruksi sedang sebesar 0,0015.

Nilai CP pada unit lahan 1 sampai 6 juga sangat kecil, ini disebabkan oleh lahan tersebut berupa hutan primer dengan serasah tinggi dan sedang sehingga pengelolaan tanaman dan pengelolaan tanah tidak perlu dilakukan karena nilai CP sudah sangat kecil sebesar 0,001 dan 0,005. Nilai CP tertinggi berada pada unit lahan 7, 8, dan 9, yaitu lahan kebun campuran dengan penutup tanah bervariasi dan kerapatan sedang tanpa tindakan konservasi tanah sebesar 0,3. Penggunaan lahan berupa kebun campuran jika tidak diimbangi dengan tanaman penutup tanah dan tindakan konservasi tanah yang sesuai, maka akan memberikan kesempatan air untuk mengerosikan tanah.

Bertambahnya persentase penutupan tanaman akan secara nyata dapat mengurangi kehilangan tanah, jadi semakin tinggi kerapatan tanaman maka

Tabel 6. Nilai Faktor Pengelolaan Tanaman (C) dan Pengelolaan Tanah (P) di DAS Yeh Empas.

No. Unit Lahan

Pengelolaan Tanaman (C)

Nilai

Faktor C

Pengelolaan Tanah (P)

Nilai

Faktor (P)

Nilai CP

1

H0

0,005

TKT

1,00

0,005

2

H1

0,001

TKT

1,00

0,001

3

H1

0,001

TKT

1,00

0,001

4

H1

0,001

TKT

1,00

0,001

5

H1

0,001

TKT

1,00

0,001

6

H0

0,005

TKT

1,00

0,005

7

T0

0,3

TKT

1,00

0,3

8

T0

0,3

TKT

1,00

0,3

9

T0

0,3

TKT

1,00

0,3

10

S0

0,01

TBS

0,15

0,0015

11

S0

0,01

TBS

0,15

0,0015

Keterangan :

H0 = Hutan Alami (Primer) – Serasah Sedang

H1 = Hutan Alami (Primer) – Serasah Tinggi

T0 = Kebun Campuran – Penutup Tanah Bervariasi, Kerapatan Sedang S0 = Sawah

TKT = Tanpa Tindakan Konservasi Tanah

TBS = Teras Bangku – Konstruksi Sedang

semakin banyak curah hujan yang diintersepsi tajuk tanaman sehingga semakin banyak permukaan tanah yang terlindungi dari tumbukan butiran-butiran hujan, akibatnya dapat mengurangi dispersi agregat tanah. Perakaran tanaman juga tidak kalah pentingnya di dalam pemantapan agregat tanah. Akar tanaman yang banyak akan mampu menyerap air yang masuk ke dalam tanah, sehingga merupakan faktor penunjang yang penting di dalam pengendalian erosi (Rahim, 2003).

  • 3.1.5    Prediksi Erosi (A)

Hasil kali nilai faktor R, K, LS, C, dan P untuk mendapatkan seberapa besar nilai prediksi erosi (A) yang terjadi di wilayah penelitian dengan menggunakan rumus USLE (Universal Soil Loss Equation) yang dikembangkan oleh Wischmeier dan

Smith (1978). Hasil perhitungan erosi rata-rata tahunan pada setiap unit lahan di wilayah penelitian (Tabel 7).

Erosi ringan terjadi pada unit lahan 1, 2, 3, 4, 5, 6, 10, dan 11 dengan penggunaan lahan hutan dan sawah. Rendahnya nilai erosi yang terjadi disebabkan oleh kecilnya nilai dari LS dan CP dikarenakan kerapatan tajuk tanaman sangat tinggi yang menghalau butir-butir hujan menumbuk tanah sehingga dapat membantu mengurangi laju erosi. Kemiringan lereng yang berkisar antara 2 % sampai

Tabel 7. Prediksi Erosi Rata-Rata Tahunan di DAS Yeh Empas.

No. Unit Lahan

Nilai

Prediksi Erosi (A)(ton/ha/thn)

Tingkat Erosi

R

K

LS

C

P

1

3133,48

0,34

2,65

0,005

1,00

14,12

Ringan

2

3133,48

0,32

6,92

0,001

1,00

6,94

Ringan

3

3133,48

0,29

8,84

0,001

1,00

8,03

Ringan

4

3133,48

0,23

24,74

0,001

1,00

17,83

Ringan

5

3133,48

0,34

19,01

0,001

1,00

20,25

Ringan

6

3133,48

0,24

5,78

0,005

1,00

21,73

Ringan

7

3133,48

0,50

2,67

0,3

1,00

1.254,96

Sangat Berat

8

3133,48

0,48

1,74

0,3

1,00

785,12

Sangat Berat

9

3133,48

0,50

2,29

0,3

1,00

1.076,35

Sangat Berat

10

3133,48

0,33

1,75

0,01

0,15

2,71

Ringan

11

3133,48

0,49

0,76

0,01

0,15

1,75

Ringan


Gambar 1.Peta Tingkat Erosi di DAS Yeh Empas.

  • 40    % menghasilkan nilai LS yang rendah. Kedalaman efektif tanah juga mempengaruhi terjadinya erosi ringan dengan infiltrasi yang tinggi yang mampu mengurangi aliran permukaan.

Erosi sangat berat terjadi pada unit lahan 7, 8, dan 9 dengan penggunaan lahan kebun campuran. Penyebab terjadinya erosi sangat berat pada umumnya dikarenakan nilai K, LS, dan CP relatif tinggi, dimana tanaman penutup tanahnya tidak sesuai dan tidak disertai dengan tindakan konservasi tanah. Ketidaksesuaian dari penutup tanah dan tanpa konservasi tanah akan memberikan kesempatan bagi butiran-butiran hujan menumbuk permukaan tanah terutama pada lahan yang tidak mempunyai kerapatan tanaman yang tinggi, sedangkan untuk kemiringan lereng walaupun tidak terlalu curam dari 6 sampai 14 % tetap tidak dapat menekan beratnya erosi yang terjadi.

Pengelolaan tanaman dan tindakan konservasi tanah perlu dilakukan dan ditingkatkan agar tepat dan sesuai dengan kondisi lapangan untuk menekan timbulnya tingkat bahaya erosi. Tanaman dapat membantu mengurangi tumbukan butiran-butiran hujan pada permukaan tanah, sedangkan tindakan konservasi tanah dilakukan agar membantu mengurangi laju aliran permukaan sehingga dapat mengurangi tingkat erosi yang terjadi.

  • 3.1.6    Erosi yang Dapat Ditoleransikan

Hasil perhitungan erosi yang dapat ditoleransikan (T) pada masing-masing unit lahan di wilayah penelitian (Tabel 8). Dari tabel tersebut menunjukkan nilai kedalaman tanah, faktor kedalaman tanah, umur guna tanah, dan berat volume tanah.

Berdasarkan Tabel 8 diketahui bahwa perhitungan erosi yang ditoleransikan (T) diperoleh hasil berkisar antara 15,06 ton/ha/tahun sampai 24,32 ton/ha/tahun. Perbedaan hasil erosi yang ditoleransikan (T) disebabkan oleh kedalaman efektif tanah dan berat volume tanah tiap-tiap sampel. Nilai T yang terendah berada pada unit lahan 8 dengan

Tabel 8. Erosi yang Dapat Ditoleransikan di DAS Yeh Empas.

No. Unit Lahan

Kedalaman Sub Grup

Faktor Kedalaman

Umur Guna Tanah (Tahun)

Berat Volume (g/cm3)

Erosi (T) (ton/ha/ tahun)

Tanah (mm)

Tanah

1

800

Andept

1,00

300

0,806

21,49

2

800

Tropept

1,00

300

0,674

17,97

3

900

Tropept

1,00

300

0,576

17,28

4

950

Tropept

1,00

300

0,696

22,04

5

950

Tropept

1,00

300

0,768

24,32

6

950

Andept

1,00

300

0,698

22,10

7

700

Andept

1,00

300

0,819

19,11

8

600

Andept

1,00

300

0,753

15,06

9

650

Aquept

0,95

300

0,928

19,10

10

700

Aquept

0,95

300

0,706

15,65

11

700

Aquept

0,95

300

1,061

23,52

penggunaan lahan kebun campuran tanpa tindakan konservasi tanah, sedangkan nilai T yang tertinggi berada pada unit lahan 5 dengan penggunaan lahan hutan primer tanpa tindakan konservasi tanah.

  • 3.1.7    Perencanaan Konservasi Tanah dan Air

Alternatif penggunaan lahan untuk nilai CP (Tabel 9) agar nilai prediksi erosi (A) bisa berada dibawah nilai erosi yang dapat ditoleransikan (T).

Tabel 9. Perencanaan Penggunaan Lahan dan Konservasi Tanah dan Air di DAS Yeh Empas.

No. Uni Lahan

Kondisi

Saat Ini

Alternatif

C

P

Erosi Sebelum perencanaan (ton/ha/thn)

Erosi setelah perencanaan (ton/ha/thn)

Erosi Toleransi (T) (ton/ ha/thn)

7

T0, 14 %, TKT

Q1

0,1

0,04

1.254,96

16,73

19,11

8

T0, 6 %, TKT

Q1

0,1

0,04

785,12

10,47

15,06

9

T0, 12 %, TKT

Q1

0,1

0,04

1.076,35

14,35

19,10

Keterangan :

T0 = Kebun Campuran – Penutup Tanah Bervariasi, Kerapatan Sedang Kemiringan Lereng = 6, 12, 14 %

TKT = Tanpa Tindakan Konservasi Tanah

Q1 = Kebun Campuran – Penutup Tanah Bervariasi, Tajuk Bertingkat, Kerapatan Tinggi, dan Teras Bangku Konstruksi Baik

Unit lahan 7 alternatif penggunaan lahan berupa kebun campuran dengan penutup tanah bervariasi, tajuk bertingkat dengan kerapatan yang tinggi serta pembuatan teras bangku konstruksi baik mendapatkan nilai C sebesar 0,1 dan nilai P sebesar 0,04, didapatkan nilai erosi sebesar 16,73 ton/ha/ tahun dengan erosi sebelum perencanaan konservasi tanah dan air sebesar 1.254,96 ton/ha/tahun.

Nilai erosi pada unit lahan 8 sebesar 10,47 ton/ ha/tahun, nilai sebelum erosi sebelum perencanaan konservasi tanah dan air sebesar 785,12 ton/ha/tahun dengan alternatif penggunaan lahan berupa kebun campuran dengan penutup tanah bervariasi, tajuk bertingkat dengan kerapatan yang tinggi serta pembuatan teras bangku konstruksi baik mendapatkan nilai C sebesar 0,1 dan nilai P sebesar 0,04. Untuk unit lahan 9 alternatif penggunaan lahan berupa kebun campuran dengan penutup tanah bervariasi, tajuk bertingkat dengan kerapatan yang tinggi serta pembuatan teras bangku konstruksi baik mendapatkan nilai C sebesar 0,1 dan nilai P sebesar 0,04, sebelum dilakukannya tindakan konservasi tanah dan air didapatkan nilai erosi sebesar 1.076,35 ton/ha/tahun dan sesudahnya didapatkan nilai erosi sebesar 14,35 ton/ha/tahun.

Tabel 10.Prediksi Erosi Setelah Perancanaan Penggunaan Lahan dan Perencanaan Konservasi Tanah dan Air di DAS Yeh Empas.

No. Unit

Nilai

Prediksi Erosi (A) (ton/ha/thn)

Erosi Toleransi(T) (ton/ha/thn)

Lahan

R

K

LS

C

P

1

3133,48

0,34

2,65

0,005

1,00

14,12

21,49

2

3133,48

0,32

6,92

0,001

1,00

6,94

17,97

3

3133,48

0,29

8,84

0,001

1,00

8,03

17,28

4

3133,48

0,23

24,74

0,001

1,00

17,83

20,88

5

3133,48

0,34

19,01

0,001

1,00

20,25

20,48

6

3133,48

0,24

5,78

0,005

1,00

21,73

23,29

7

3133,48

0,50

2,67

0,1

0,04

16,73 *)

19,11

8

3133,48

0,48

1,74

0,1

0,04

10,47 *)

15,06

9

3133,48

0,50

2,29

0,1

0,04

14,35 *)

19,10

10

3133,48

0,33

1,75

0,01

0,15

2,71

15,65

11

3133,48

0,49

0,76

0,01

0,15

1,75

23,52

Keterangan:

*) = Lahan dengan perencanaan konservasi tanah dan air yang melebihi erosi yang dapat ditoleransikan.

  • 3.2 Arahan Penggunaan Lahan

Metode skoring untuk arahan penggunaan lahan tersebut dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu faktor lereng lapangan, faktor kepekaan jenis tanah terhadap erosi, dan faktor intensitas curah hujan harian rata-rata. Hasil penjumlahan dari ketiga faktor tersebut akan dapat menentukan arahan penggunaan lahan di masing-masing unit lahan (Tabel 11).

Dari hasil penelitian di DAS Yeh Empas diperoleh bahwa penetapan arahan penggunaan lahan ada dua, yaitu dalam kawasan hutan dan luar kawasan hutan. Untuk dalam kawasan hutan diarahkan untuk kawasan hutan lindung, terkecuali untuk unit lahan 1, 2, dan 6 dengan skor dibawah 175 memang

ditetapkan sebagai hutan lindung oleh pemerintah, dengan penggunaan lahan hutan primer yaitu pada unit lahan 1, 2, 3, 4, 5, dan 6 yang tersebar di bagian hulu DAS dengan kemiringan lereng antara 6 % sampai 75 % merupakan termasuk arahan penggunaan lahan hutan lindung dan tersebar di Kecamatan Penebel. Kawasan di luar hutan dibagi juga menjadi dua, yaitu kawasan budidaya tanaman tahunan dan kawasan budidaya tanaman semusim.

Penggunaan lahan kebun campuran pada unit lahan 7, 8, dan 9 dengan kemiringan lereng 6 % sampai 14 % diarahkan untuk kawasan budidaya tanaman tahunan tersebar di tengah DAS pada wilayah Br. Munduklumbang, Br. Bugbugan Kaja, dan Br. Bugbugan Kelod (Desa Angseri), sedangkan arahan penggunaan lahan kawasan budidaya tanaman semusim tersebar di tengah sampai hilir DAS dari Desa Apuan sampai Desa Bengkel dengan penggunaan lahan sawah dan kemiringan lereng antara 2 % sampai 8 % berada pada unit lahan 10 dan 11.

Kawasan hutan merupakan kawasan yang berkembang secara alami, kelestariannya harus tetap dijaga agar erosi yang terjadi tidak bertambah besar. Kawasan budidaya tanaman tahunan yang pada umumnya berupa kebun campuran dapat melakukan pengembangan usaha tani dengan menanam tanaman perkebunan yang spesifik sesuai dengan kerapatan yang tinggi agar tutupan tanah bisa terlindungi dari butiran-butiran hujan. Untuk kawasan budidaya tanaman semusim umumnya penggunaan lahan berupa sawah dimana lahannya bisa ditanami dengan tanaman padi, jagung, kacang-kacangan, umbi-umbian dengan sisa tanaman jadi mulsa, agar tutupan tanah terjaga dari hujan.

Tabel 11. Arahan Penggunaan Lahan di DAS Yeh Empas.

No. Unit Lahan

Kemiringan Lereng

Jenis Tanah Menurut Intensitas Hujan Harian

Total Skor

Arahan Penggunaan Lahan

Kepekaannya

Rata-Rata

%

Skor

Jenis

Skor

(mm/hari)

Skor

Dalam Kawasan

Luar Kawasan

Hutan

Hutan

1

6

20

Andosol

60

17,50

20

100

HL

-

2

26

60

Regosol

75

17,50

20

155

HL

-

3

40

80

Regosol

75

17,50

20

175

HL

-

4

75

100

Regosol

75

17,50

20

195

HL

-

5

60

100

Regosol

75

17,50

20

195

HL

-

6

20

60

Andosol

60

17,50

20

140

HL

-

7

14

40

Andosol

60

17,50

20

120

-

KBTT

8

6

20

Andosol

60

17,50

20

100

-

KBTT

9

12

40

Latosol

30

17,50

20

90

-

KBTT

10

8

20

Latosol

30

17,50

20

70

-

KBTS

11

2

20

Latosol

30

17,50

20

70

-

KBTS

Keterangan :

HL = Hutan Lindung

KBTT = Kawasan Budidaya Tanaman Tahunan

KBTS = Kawasan Budidaya Tanaman Semusim

Gambar 2.Peta Arahan Penggunaan Lahan di DAS Yeh Empas.


4. SIMPULAN DAN SARAN


budidaya tanaman semusim yang berada pada wilayah Desa Apuan sampai Desa Bengkel.

  • 4.2 Saran

  • 1.    Lahan dengan tingkat erosi melebihi nilai erosi yang ditoleransikan (T) sangat diperlukan tindakan konservasi tanah dan air, seperti penambahan tanaman dan kombinasi tanaman dengan kerapatan yang tinggi agar tanah tertutup dari tumbukan butiran-butiran hujan. Tidak kalah penting yaitu pembuatan teras dengan konstruksi sedang atupun baik, penambahan bahan organik, diharapkan bisa mengurangi tingkat erosi yang terjadi dan nilainya berada di bawah nilai erosi yang dapat ditoleransikan (T).

  • 2.    Kawasan hutan memerlukan tindakan konservasi tanah dan air yang lebih terarah dengan pemilihan tanaman yang memadai untuk ditanam sesuai dengan garis kontur terutama pada kemiringan yang curam.

  • 3.    Kawasan kebun campuran yang tergolong tingkat erosi yang sangat berat, diperlukan pola tanam tumpang sari, sisa tanaman jadi mulsa, dan teras bangku konstruksi baik dengan tanaman penguat.

  • 4.    Kawasan sawah hanya diperlukan tindakan teknik konservasi tanah dari teras bangku konstruksi sedang menjadi baik, agar nilai prediksi erosi bisa lebih kecil dari nilai erosi yang dapat ditoleransikan.

    • 4.1    Simpulan

  • 1.    Tingkat erosi yang terjadi tergolong kelas erosi ringan sampai sangat berat. Unit lahan 1, 2, 3, 4, 5, 6, 10, dan 11 seluas 10.787,58 ha (hutan dan sawah) tergolong erosi ringan. Erosi dengan kelas sangat berat terjadi pada unit lahan 7, 8, dan 9 dengan penggunaan lahan kebun campuran seluas 436,31 ha.

  • 2.    Berdasarkan hasil analisis arahan penggunaan lahan di DAS Yeh Empas mempunyai total skor yang berkisar antara 70 hingga 195. Kawasan dalam hutan diarahkan untuk hutan lindung, sedangkan untuk kawasan luar hutan diarahkan untuk kawasan budidaya tanaman semusim dan kawasan budidaya tanaman tahunan. Kawasan dalam hutan untuk unit lahan 1, 2, 3, 4, 5, dan 6 dengan total skor antara 100 hingga 195 (hutan lindung), kecuali unit lahan 1, 2, dan 6 dengan skor dibawah 175 memang ditetapkan oleh pemerintah sebagai hutan lindung tersebar di Kecamatan Penebel. Untuk kawasan luar hutan pada unit lahan 7, 8, dan 9 (kawasan budidaya tanaman tahunan) berada pada wilayah Br. Munduklumbang, Br. Bugbugan Kaja, dan Br. Bugbugan Kelod (Desa Angseri), sedangkan untuk unit lahan 10 dan 11 merupakan kawasan

DAFTAR PUSTAKA

Adnyana, I. W. S. 2000. Prediksi Erosi dan Perencanaan Konservasi Tanah dan Air. Bali, Indonesia: Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Udayana.

Arsyad, S. 1989. Konservasi Tanah dan Air. Bogor, Indonesia: IPB Press.

Asdak, C. 2007. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta, Indonesia: Gadjah Mada University Press.

Bambang, H., W.J. Suryanto dan Surat. 1996. Analisa Sumberdaya Lahan Arahan Penggunaan Lahan Untuk Mendukung Perencanaan Tata Ruang Pertanian Daerah. Makalah Seminar Ilmiah “Strategi Pengembangan Wilayah Dalam Pencapaian Pembangunan Berkelanjutan”. Yogyakarta, Indonesia: Fakultas Geografi UGM.

Bols, P. L. 1978. The Iso-erodent Map of Java and Madura. Bogor, Indonesia: Belgian Technical Assistance Project ATA 105, Soil Research Institute.

BPDAS Unda Anyar. 2010. Rencana Pengelolaan DAS Terpadu SWP DAS Otan Sungi (Buku I). Bali, Indonesia: Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Unda Anyar.

Kurnia, U., N. Sinukaban., F. G. Suratmo., H. Pawitan., dan H. Suwardjo. 1998. Pengaruh Teknik Rehabilitasi Lahan terhadap Produktivitas Tanah dan Kehilangan Hara. Jurnal Tanah dan Iklim, 15 (1): 10-18.

Rahim, S. E. 2003. Pengendalian Erosi Tanah dalam Rangka Pelestarian Lingkungan Hidup. Jakarta, Indonesia: Bumi Aksara.

Suripin. 2002. Pelestarian Sumberdaya Tanah dan Air. Yogyakarta, Indonesia: Penerbit ANDI.

Syarief, S. E. 1985. Konservasi Tanah dan Air. Bandung, Indonesia: Pustaka Buana.

Utomo, W. H. 1987. Erosi dan Konservasi Tanah. Malang, Indonesia: Universitas Brawijaya.

Wischmeier, W. H., and D. D. Smith. 1978. Predicting Rainfall Erosion Lossess: A guide to Conservation Planning. Washington DC: USDAAgric. Handbook No. 537.

62