Jurnal Destinasi Pariwisata                                             p-issn: 2338-8811, e-issn: 2548-8937

Vol. 9 No 1, 2020

Identifikasi Dampak Perkembangan Pariwisata terhadap Lingkungan di Desa Canggu, Kecamatan Kuta Utara, Kabupaten Badung

Dwi Ajeng Wahyundaria a,1, I Nyoman Sunarta a, 2

1.dajengwahyundari@gmail.com, 2. nyoman_sunarta@unud.ac.id

a Program Studi S1 Destinasi Pariwisata, Fakultas Pariwisata Universitas Udayana, Jl. Dr. R. Goris, Denpasar, Bali 80232 Indonesia

Abstract

The development of Canggu Village tourism began in the 1980s with tourists looking for waves at Canggu beach for surfing. This research aims to find out the impact of tourism development on environmental conditions in the village of Canggu North Kuta Badung Regency. In this case, it covers the environmental conditions of tourism in general, such as; attractions, facilities, infrastructure, transportation includes land and water.

The research used qualitative method with observation and unstructured interviews. The primary data in this study is data sourced from direct to the research location by means of observation and. While the secondary data in this study is data obtained from other sources to complete the primary data obtained in the field. The informant determination technique used is a purposive technique, aimed at members of the public who know and are affected by the development of tourism in this village.

The results showed that supporting infrastructure such as road access, sidewalks, parking lots as well as street lighting infrastructure (LPJ) in Canggu Village are still minimal, especially for roads, currently still quite narrow so that traffic jams often occur. The area of agricultural land in Canggu Village has decreased dramatically in the past five years, from 2010 to 2015 around 28 ha, due to the transfer of agricultural land functions into tourism accommodation and residential areas. Through the decline of agricultural land, affecting water conditions in Canggu Village, the number of villa businesses, restaurants, cafes, and laundry, most do not have good management of liquid waste reservoirs that pollute irrigation channels and rivers in Canggu Village. This not only resulted in damage to irrigation channels but also water pollution used by irrigation in agricultural land or rice fields. This situation has shifted the culture of farming and Subak activities in Canggu Village caused by the development of tourism in this village.

Keyword: Identification, Impact of Tourism Development, Environment, Canggu

  • I.    PENDAHULUAN

Bali adalah daerah tujuan wisata yang sudah sangat terkenal. Perkembangan pariwisata Bali telah mengalami kemajuan pesat baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Bali menjadi sasaran para investor karena ragam potensi alam, manusia dan budaya (Hariyana, dkk., 2015).

Pembangunan pariwisata di Bali menunjukkan sudah pada perkembangan puncak sehingga Bali dilihat secara geneologi (riwayat) sulit dipisahkan dari sektor pariwisata. Secara langsung maupun tidak langsung, sektor pariwisata memberikan banyak implikasi positif dan juga impikasi negatif pada hampir keseluruhan masyarakat Bali dalam segal aspek. Pariwisata Bali saat ini tidak stagnan melainkan menyebar ke seluruh wilayah di Bali (Anom, dkk., 2020)

Para investor dan pemain global dalam beranda bahkan ruang tengah masyarakat Bali melakukan pengembangan pariwisata dengan mengoptimalkan potensi yang tersedia. Tampak pariwisata yang telah berkembang pesat cenderung lepas kendali, menimbulkan gejala kesenjangan di masyarakat yang mulai nampak dan semakin mengkhawatirkan. Masyarakat Bali yang dikenal memiliki akar budaya yang kuat, mulai goyah dengan gagap gempita pariwisata.

Masyarakat sebagai pemangku budaya perlu dilibatkan dalam proses penentuan kebijakan, perencanaan dan implementasi pengembangan pariwisata. Perkembangan pariwisata menjadi alat untuk mempertemukan beragam orang dengan latar belakang dan identitas budayanya untuk saling bertemu dan bersilaturrahmi, dapat memadukan kekuatan dan kandungan unsur kebaikan masing-masing. Dengan demikian, pembangunan kepariwisataan dapat dijadikan sarana untuk menciptakan kesadaran akan identitas dan kebersamaan dalam keberagaman (I. P. A. A. G. Hanum dan I. B. Suryawan, 2018).

Perkembangan pembangunan pariwisata yang dapat menimbulkan dampak terhadap lingkungan diantaranya adalah dampak pembangunan fasilitas pariwisata, dampak penggunaan alat transportasi, dan dampak pengoperasian industri pariwisata (Richardson dan Fluker, 2004). Ekspansi pembangunan infrastruktur pariwisata (hotel, villa, bungalow, restoran, pertokoan, lapangan golf, dan sebagainya) yang demikian cepat mengakibatkan penyempitan luas lahan pertanian secara drastis. Studi lainnya menemukan bahwa setiap tahun lahan pertanian Bali berkurang 1.000 hektar (Yayasan Wisnu, 2001). Penelitian JICA (2005), memperkirakan selama kurun waktu 6 bulan (1997-2003) luas sawah di Bali telah berkurang dari 87.850 hektar menjadi

Jurnal Destinasi Pariwisata Vol. 9 No 1, 2020

82.644 hektar. Artinya laju fungsi lahan persawahan mencapai 870 hektar (1,0%) pertahun. Data ini memberikan makna tentang terancamnya keberlanjutan subak, yang merupakan organisasi tradisional petani Bali yang telah terkenal keseluruh dunia.

Semakin menyusutnya lahan persawahan, menghilang pula berbagai manfaat eksternalitas positif yang muncul dari kegiatan budidaya padi, khususnya pada sawah beririgasi. Fenomena ini memberikan pemahaman soal keberadaan sumber daya alam Bali yang semakin terancam oleh pertumbuhan prasarana dan sarana pariwisata. Konsekuensi logis yang mudah diprediksi adalah penurunan kemampuan swasembada pangan dan marjinalisasi para petani. Hal ini dikhawatrikan akan mengancam keberlanjutan pariwisata itu sendiri, karena sektor pertanian itu sendiri merupakan salah satu daya tarik Pulau Bali. Pesatnya perkembangan usaha akomodasi di wilayah-wilayah yang ada di Kecamatan Kuta Utara selalu akan diikuti oleh sarana dan prasarana pariwisata lainnya, seperti restoran, bar, toko dan pasar modern, serta laundry. Berkembanganya usaha ini yang sangat pesat akan berdampak pada keberlangsungan kelestarian lingkungan, karena limbah yang dihasilkan sangatlah banyak dan dibuang begitu saja tanpa di olah terlebih dahulu. Fenomena inilah yang menarik untuk dikaji, untuk mengungkapkan lebih dalam tentang dampak pariwisata terhadap menyusutnya lahan pertanian di Kecamatan Kuta Utara sebagai wilayah dengan perkembangan pariwisata yang paling pesat dibandingkan dengan Kecamatan Petang, Mengwi, Abiansemal dan Kuta Selatan di Kabupaten Badung.

Landasan konsep penelitian ini adalah Konsep Wisata (Suyitno (2001) dan Fandeli (1995)), Konsep Potensi Wisata (Pendit, 2002), Konsep Pengelolaan Pariwisata (Cox (1985) dalam Pitana (2009)), Konsep Pariwisata Berkelanjutan (WCED (1987) dalam Arida (2019)), Konsep Destinasi Pariwisata (Cooper dkk (1993: 84)), Konsep Dampak Pariwisata (Sunarta (2018)), dan Konsep Lingkungan Hidup (Sunarta, 1994).

Telaah penelitian sebelumnya penelitian yang pertama berjudul ”Bentuk Pengelolaan Pantai Batu Bolong Sebagai Daya Tarik Wisata Surfing Di Desa Canggu, Kecamatan Kuta Utara, Kabupaten Badung” oleh Permilasari, dkk (2014). Penelitian ini membahas mengenai Desa Canggu kini telah berkembang menjadi kawasan wisata yang banyak dikunjungi wisatawan domestik dan mancanegara karena potensi alamnya, terutama potensi pantai yang dimiliki oleh Desa Canggu. Salah satu dari sekian banyak pantai yang dikunjungi adalah Batu Bolong yang digunakan sebagai tempat belajar selancar. Banyak wisatawan yang berkunjung untuk kegiatan selancar di pantai membuat masyarakat membangun fasilitas pendukung kegiatan wisata di Pantai Batu

Bolong. Untuk itu dalam penelitian ini, peneliti ingin mengetahui potensi pariwisata dan jenis pengelolaan di Pantai Batu Bolong sebagai tempat wisata. Daya tarik berselancar dibaginya menjadi dua: indikator potensial yaitu potensi fisik, dan non-fisik yaitu kelembagaan atau organisasi, sumber daya manusia dan budaya. Sedangkan untuk pengelolaannya, dibagi menjadi dua, yaitu: indikator manajemen potensial dan manajemen fasilitas yang tersedia di Pantai Batu Bolong. Pantai Batu Bolong dijadikan tempat belajar berselancar (surfing) oleh wisatawan, terutama wisatawan asing karena memiliki ombak yang tidak terlalu besar sehingga sangat cocok untuk peselancar pemula. Sementara potensi untuk pengelolaan pantai belum ada organisasi khusus yang menangani, mengelola hanya keamanan terbatas, kebersihan dan penyewaan papan di Pantai Batu Bolong dikelola oleh dua organisasi dan membentuk kelompok di bidang papan sewa. Selain itu, untuk pengelolaan fasilitas yang tersedia saat ini dikelola oleh banyak candi yang terdiri dari tiga dusun.

Penelitian kedua jurnal dengan judul ”Alih Fungsi Lahan Perkebunan Menjadi Daerah Pariwisata Dalam Perspektif Tata Ruang” oleh Z. Alih, dkk (2014). Fokus Alih Fungsi Lahan dan Lokus di Mataram-NTB. Jurnal tersebut membahas mengenai alih fungsi lahan adalah penggunaan suatu lahan atau memfungsikan suatu lahan menjadi bentuk yang lain dari fungsi sebelumnya sesuai dengan kepentingan para pihak yang terlibat dalam alih fungsi tersebut. Alih fungsi lahan perkebunan menjadi daerah pariwisata adalah memfungsikan suatu area perkebunan menjadi daerah pariwisata atau usaha jasa pariwisata seperti hotel, villa, resort dan usaha pariwisata lainya. Setiap kegiatan alih fungsi lahan atau pemanfaatan lahan tidak bisa lepas dari aspek tata ruang. Tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang. Penataan Ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang. Setiap kegiatan alih fungsi lahan menjadi daerah pariwisata harus mengacu pada tata ruang daerah yang bersangkutan serta tidak merugikan kepentingan pihak lain. Dan juga setiap kegiatan alih fungsi lahan harus mengacu pada lingkungan hidup sehingga menjaga keseimbangan ekosistem dan pembangunan berkelanjutan. Penelitian ketiga dari Jurnal Internasional yang berjudul ”Environmental Impacts Of Tourism” oleh Sunlu (2003). Penelitian ini membahas mengenai kualitas lingkungan, baik yang alami maupun buatan, sangat penting bagi pariwisata. Namun, hubungan pariwisata dengan lingkungannya sangatlah kompleks. Ini melibatkan banyak kegiatan yang dapat memiliki efek lingkungan yang merugikan. Banyak dari dampak ini terkait dengan pembangunan infrastruktur umum seperti jalan dan bandara, dan fasilitas pariwisata, termasuk resort, hotel, restoran, toko, lapangan golf dan marina. Dampak negatif dari

Jurnal Destinasi Pariwisata Vol. 9 No 1, 2020

pengembangan pariwisata secara bertahap dapat menghancurkan sumber daya lingkungan yang menjadi sandarannya. Dalam penelitian ini juga menjelaskan bahwa efek pariwisata terhadap sumber daya alam, pencemaran lingkungan dan lingkungan fisik. Selain itu, kami menjelaskan dampak lingkungan dari pariwisata pada skala global, dampak industri pada pariwisata dan, akhirnya, bagaimana pariwisata dapat berkontribusi terhadap konservasi lingkungan.

  • II.    METODE PENELITIAN

Lokasi penelitian ini dilakukan di Desa Canggu. Desa Canggu adalah desa yang terletak di Kecamatan Kuta Utara, Kabupaten Badung, Bali. Ruang lingkup penelitian yaitu meliputi kondisi eksisting: amenity, access, attraction, dan ancillary. Kemudian dampak terhadap lingkungan meliputi: tanah dan air.

Jenis data penelitian ini adalah data kualitatif (Sugiyono, 2014) berupa informasi atau keterangan yang berhubungan dengan keadaan dan gambaran umum Desa Canggu, sejarah singkat Desa Canggu, informasi mengenai keadaan dan kondisi pariwisata Canggu pada saat ini. Kemudian informasi terkait dampak perkembangan pariwisata terhadap ekonomi maupun lingkungan di Canggu, serta data kuantitatif (Sugiyono, 2014) berupa angka-angka yang berhubungan dengan data kunjungan wisatawan ke Desa Canggu, luas lahan pertanian yang dialih fungsikan sebagai sarana pariwisata, dan mata pencaharian masyarakat Desa Canggu. Data primer (Sugiyono, 2014) adalah data yang didapatkan langsung dari pengamatan peneliti mengenai gambaran umum Desa Canggu, aktivitas masyarakat Canggu, wisatawan, keadaan ekonomi dan lingkungan Desa Canggu. Data sekunder (Sugiyono, 2014) berupa data tambahan dari profil Desa Cangu (letak geografis Canggu, sejarah Desa Canggu, demografi Desa Canggu), dan data dokumentasi foto-foto di Desa Canggu.

Teknik pengumpulan data yaitu observasi (Bungin, 2007) dan teknik Wawancara (Suryawan, dkk., 2017). Teknik penentuan informan menggunakan teknik purposive sampling (Bungin, 2007) yaitu Kepala Desa Canggu, Pekaseh/Ketua Subak Canggu, dan Akademisi/Guru di Canggu. Digunakan juga teknik aksidental sampling (Sujarweni, 2014) yang ditujukan ke masyarakat lokal dengan pertanyaan terbuka bila dipandang yang kebetulan ditemui itu cocok sebagai sumber data. Teknik analisis data menggunakan deskriptif kualitatif (Bungin, 2007).

HASIL DAN PEMBAHASAN

  • A.    Gambaran Umum Desa Canggu

Desa Canggu merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Kuta Utara, Kabupaten Badung, Provinsi Bali. Desa Canggu memiliki luas wilayah

sekitar 418,52 km2 atau sekitar 7,43% dari daratan Pulau Bali. Desa Canggu berbatasan dengan empat desa yaitu sebelah utara berbatasan dengan Desa Tumbak Bayuh, sebelah barat berbatasan dengan Desa Pererenan. Sedangkan di sebelah timur dibatasi oleh Desa Dalung dan Desa Tibubeneng. Pada bagian selatan dibatasi oleh Samudra Indonesia. Desa Canggu berjarak 7,7 Km atau 38 menit dari kota Denpasar dengan alat transportasi berupa kendaraan pribadi maupun kendaraan umum. Ada beberapa alternatif jalan yang dapat ditempuh ketika ingin mengunjungi desa ini, alternatif pertama yaitu : Denpasar – Kerobokan – Tibubeneng – Canggu, kemudian alternatif kedua yaitu : Tanah Lot – Cemagi – Pererenan – Canggu, kemudian alternatif ketiga yaitu : Sempidi – Buduk – Dalung – Canggu. Desa Canggu memiliki tiga daya tarik wisata yang berupa daya tarik wisata alam yaitu Pantai Segara, Pantai Batu Bolong dan Pantai Batu Mejan atau yang lebih familiar disebut dengan Echo Beach.

Pada waktu Dalem Ketut Semara Kepakisan menjabat sebagai (Raja Bali III) tahun 1383 – 1460M memimpin Bali sebagai penguasa tunggal, daerah kekuasan baginda yang dulunya sangat aman damai dan tentram sedang mengalami sengketa atau perselisihan. Disini diceritakan baginda Raja Majapahit (Hayam Wuruk) memerintahkan untuk mengundang para raja yaitu Raja Bali, Raja Blambangan, Raja Madura, Raja Pasuruandan Raja Palembang untuk datang ke Majapahit. Raja Bali diiringi oleh patih dan para arya yaitu Kryan Petandakan, Kryan Pinatih, Kryan Kebun Tubuh dan beberapa Kryan lainnya. Para Arya lainnya yaitu Arya Tabanan, Arya Tegeh Kori, Arya Penataran, Arya Tohjiwa, Arya Sukahet, Arya Pering, Arya Cagahan, tetap menjaga istana di Bali dengan sabda Dalem semoga saudara mendapat rahmat panjang usia dan selamat. Maharaja Majapahit dalam pertemuan tersebut banyak memberikan wejangan dan petuah tentang tata cara mengatur dan memimpin masyarakat di masing-masing daerah. Setelah menerima wejangan Sri Hayam Wuruk member hadiah sebilah keris dengan ukiran nagapasa. Kini tibalah saatnya para adipati mohondiri kepada Maha Raja Hayam Wuruk untuk kembali ke Bali. Ketika Raja Bali dalam perjalanan menuju Bali beliau mengalami hal yang aneh dimana sesampainya di Bengawan Canggu tiba-tiba keris Baginda terjatuh dan tenggelam kedalam bengawan kemudian sarung keris itu diangkat dan didekatkan ke bengawan, keris itu lalu kembali memasuki sarungnya. Maka pada saat itu keris anugrah tersebut dijuluki Ki Bengawan Canggu yang dianggap Ki Naga Basukih yang amat bertuah. Selanjutnya beliau melanjutkan berlayar ke Madura, tidak diceritakan berapa lama beliau di Madura, akhirnya beliau pulang disertai oleh Rsi Madura dan pengiring beliau kembali ke bali melalui Blambangan, dari Blambagan Beliau berlayar menyusuri lautan

Jurnal Destinasi Pariwisata Vol. 9 No 1, 2020

Selat Bali, melalui laut Jimbarwarna (Jembrana) Tabanan, terus ke Timur menuju Klungkung. Tetapi di tengah perjalanan di sebelah selatan batubolong kapal yang ditumpangi oleh beliau terkena bencana angin dangan gelombang yang amat besar, para pengiring beliau terdampar dipantai Kadongayan (Kedonganan) , keris ki bengawan canggu lagi terjatuh di lautan batu bolong dan kembali dapat diselamatkan dengan cara mendekatkan sarungnya kedalam air, untuk mempringati keajaiban keris ki bengawan canggu yang dapat diselamatkan dilautan batu bolong maka wilayah di sekitar pasisir batubolong diberi nama Jagat Canggu (Kelian Adat Banjar Cangu).

Kegiatan pariwisata Desa Canggu berawal mula sekitar tahun 1980-an. Pada saat itu, desa ini masih menjadi satu dengan Desa Tibubeneng. Kemudian pada tahun 1996 Desa Canggu mengalami pemekaran dan berpisah dengan Desa Tibubeneng. Kemudian berdiri sendiri serta membentuk suatu desa adat. Masuknya dan berkembangnya pariwisata di desa ini diawali dengan adanya wisatawan yang gemar mencari ombak untuk melakukan aktivitas surfing dengan suasana pedesaan. Dapat dikatakan pada tahun 1980-an desa ini belum terjamah oleh pariwisata maupun wisatawan yang banyak, masih dalam tahap ekplorasi. Pariwisata di desa ini akhirnya dikenal oleh banyak wisatawan sekitar tahun 1990-an sampai saat ini. Dikenalnya Desa Canggu ini tidak jauh dari potensi yang dimiliki baik alam yang berupa pantai dengan kondisi ombak yang bagus dan besar yang cocok untuk melakukan aktivitas surfing oleh wisatawan, serta panorama sunset pantainya yang indah. Desa Canggu dikenal sebagai tempat yang memiliki pantai dengan kondisi ombaknya yang bagus dan besar, daerah ini juga terkenal dengan ikon surfing oleh wisatawan yang berkunjung. Sekitar tahun 1990-an dengan diadakannya event surfing internasional. Desa Canggu mampu menarik minat wisatawan untuk berkunjung ke desa ini sampai sekarang. Adapaun event surfing yang pernah diselenggarakan sebagai langkah promosi yang dilakukan oleh pihak Desa Canggu bersama Canggu Surf Community. Banyaknya wisatawan yang berkunjung ke Desa Canggu, menyebabkan motivasi dari masyarakat desa untuk mulai membangun akomodasi pariwisata yang diawali dengan adanya homestay. Seiring dengan perkembanganya, dari waktu ke waktu hingga saat ini, sudah tersedia sebanyak 177 unit akomodasi pariwisata dan fasilitas pendukung pariwisata lainnya. Akomodasi pariwisata desa ini, berupa 145 unit villa dan 2 unit hotel yang tersebar di beberapa wilayah desa guna memberikan fasilitas menginap bagi wisatawan yang datang untuk menikmati keindahan alam yang dimiliki oleh desa ini. Demi memberikan rasa nyaman serta agar wisatawan yang berkunjung ke Desa Canggu lebih lama menghabiskan waktunya, maka tersedia juga

pendukung aktivitas pariwisata lainnya berupa 9 unit restoran dan 21 unit kontrakan rumah yang tersebar di wilayah desa.

Desa Canggu mulai terkenal setelah dibukanya Deus Ex Machina. Pantainya membentang antara Kerobokan dan Pantai Echo Beach yang sejuk dan penuh dengan bar tepi pantai yang berwarna-warni, ombak selancar, kafe makanan lengkap, hipsters dan gadis pantai. Disinilah pemandangan sawah bertemu pantai pasir hitam vulkanik dan wisatawan tidak perlu berkompromi dalam hal makan dan kehidupan malam. Dipilihnya Desa Canggu sebagai desa penelitian adalah karena pariwisata Canggu yang terus berkembang dari tahun ke tahun. Sekitar tahun 2010, Desa Canggu sudah booming dan terkenal dikalangan wisatawan. Apalagi dengan keindahan pantai serta ombak besar yang cocok bagi wisatawan yang menyukai aktivitas di pantai. Keindahan pantai Canggu sudah terkenal tidak hanya keseluruh pelosok negeri. Bahkan salah satu pantai di Bali berhasil menduduki posisi 39 dalam 100 pantai terbaik di dunia versi CNN pada tahun 2013. Keindahan hamparan pasir hitam dan hempasan ombak besar merupakan keunggulan pantai ini. Ombak yang besar sangat ideal untuk para peselancar baik pemula maupun profesional. Sebagai tambahan, pantai Canggu pernah menjadi tuan rumah Indonesia Surfing Championship (ISC) pada tahun 2004 karena ombak dan keindahan pantainya.

  • B.    Kondisi Eksisting Perkembangan Pariwisata di Desa Canggu

Perkembangan pariwisata Desa Canggu ketika kegiatan ini baru masuk hingga sekarang sungguh mengalami perubahan-perubahan yang sangat drastis. Perubahan tersebut dapat dilihat dengan adanya akomodasi pariwisata yang berdiri di lahan pertanian desa dalam menunjang kegiatan pariwisata. Perubahan lingkungan terutama lahan pertanian di desa ini dikarenakan daerah ini telah ditentukan sebagai kawasan peruntukan pariwisata yang termuat dalam Rancangan Tata Ruang Wilayah Kabupaten Badung Tahun 2013-2033. Pembangunan berupa akomodasi pariwisata dan usaha pariwisata lainnya dapat berdiri sesuai dengan izin yang berlaku. Tidak hanya lingkungan yang mengalami perubahan dari adanya perkembangan pariwisata di Desa Canggu, perkembangan masyarakat juga ikut mendapatkan manfaat tersebut, dimana masyarakatnya mengalami peningkatan ekonomi dengan terbukanya lapangan pekerjaan di daerah ini, yang dapat dilihat melalui;

  • 1.    Amenity (Fasilitas)

Adanya wisatawan yang berkunjung ke Desa Canggu ini, menyebabkan banyak masyarakat desa yang mulai menyediakan akomodasi pariwisata yang diawali dengan adanya home stay. Seiring perkembanganya,

Jurnal Destinasi Pariwisata Vol. 9 No 1, 2020

dari hari ke hari hingga sekarang sudah tersedia tercatat kurang lebih sebanyak 170 unit akomodasi pariwisata dan fasilitas pendukung pariwisata. Akomodasi pariwisata yang terdapat di desa ini, berupa villa, hotel, dan home stay yang tersebar di beberapa wilayah desa guna memberikan kenyamanan bagi wisatawan yang datang dan menikmati potensi alam yang dimiliki oleh desa ini.

  • 2.    Access (Aksesibilitas)

Keterlibatan masyarakat dalam aktivitas pariwisata menjadi pendorong untuk mengekspresikan diri dan berinovasi dalam menciptakan peluang usaha seperti rumah penduduk berubah menjadi home stay, usaha transportasi dan jasa travel service. Usaha transportasi dan travel ini merupakan peluang usaha yang diselenggarakan oleh masyarakat lokal di daya tarik wisata Desa Canggu.

  • 3.    Attraction (Atraksi)

Desa Canggu memiliki atraksi berupa potensi alam yang meliputi pesisir pantai, area persawahan beserta kegiatan bertani masyarakatnya, dan suasana pedesaan. Atrkasi wisata di desa ini tidak jauh dari potensi alam yang dimiliki, ini berupa pantai dengan kualitas ombak yang bagus untuk digunakan sebagai kegiatan surfing oleh wisatawan serta panorama pantainya yang indah. Karena Desa Canggu dikenal sebagai tempat yang memiliki pantai dengan kualitas ombaknya yang bagus, daerah ini juga terkenal dengan icon surfing oleh wisatawan yang berkunjung. Pada tahun 1990-an dengan diadakannya event surfing international, Desa Canggu mampu menarik minat wisatawan untuk berkunjung ke desa ini hingga sekarang. Echo Beach salah satu atraksi wisata yang tidak kalah dari daya tarik wisata pantai lainnya di Bali. Pantai yang terletak di Banjar Padang Linjong ini memiliki ombak yang cukup tinggi sehingga sangat cocok untuk kegiatan berselancar, selain itu Echo Beach juga berpasir hitam dan beberapa bagian permukaan berkarang. Echo Beach memberikan privasi ke pada wisatawan karena pantai ini tidak terlalu banyak dikunjungi oleh wistawan seperti pantai Kuta. Echo Beach juga dikenal akan keasrian dan kebersihan pantainya, hal ini tidak terlepas upaya para peselancar di Echo Beach yang tergabung dalam sebuah organisasi bernama Club Surf Community (CSC) bergabung bersama sekolah berselancar.

  • 4.    Ancillary (Pelayanan Tambahan)

Perkembangan pariwisata di Desa Canggu saat ini bisa dibilang sangat pesat, untuk memberikan rasa aman dan nyaman

bagi wisatawan yang berkunjung maupun yang tinggal di Desa Canggu perlu ditunjang dengan infrastruktur yang memadai. Infrastruktur yang menjadi sangat penting bagi perkembangan sektor pariwisata yaitu infrastruktur transportasi seperti jalan raya, moda transportasi umum, dan lahan parkir. Hasil dari observasi mengenai infrastruktur penunjang seperti akses jalan, trotoar, lahan parkir sekaligus infrastruktur lampu penerangan jalan (LPJ) di Desa Canggu dapat dinilai masih minim, khususnya untuk jalan, saat ini masih cukup sempit sehingga tak jarang menimbulkan kemacaten. Begitu juga dengan trotoar dan lahan parkir juga dinilai masih minim.

  • C. Dampak Perkembangan Pariwisata Terhadap Lingkungan di Desa Canggu Perkembangan pariwisata Desa Canggu saat ini bisa dikatakan sangat berkembang pesat, kondisi tersebut dapat dilihat ketika baru memasuki daerah ini yang sungguh mengalami perubahan-perubahan yang drastis. Salah satu faktor yang sangat penting dalam pembangunan pariwisata di Desa Canggu adalah pertanian yang merupakan tulang punggung kehidupan di daerah ini. Keterkaitan antara sektor pertanian dengan pariwisata secara teoritis dapat dilihat karena pariwisata membutuhkan berbagai hal yang dapat disediakan oleh sektor pertanian. Pariwisata memberikan peluang yang besar kepada pertanian untuk berkembang. Hal ini terjadi karena pariwisata menyediakan pasar bagi produksi pertanian, yang mana pasar merupakan salah satu mata rantai yang paling krusial bagi pembangunan pertanian  saat  ini. Dalam mengaitkan  antara

pertanian  dan  pariwisata, keterkaitannya  dapat

dilihat dalam dua tingkat, yakni keterkaitan secara langsung dan keterkaitannya secara tidak langsung. Keterkaitan secara langsung seperti pariwisata menyediakan pasar untuk menampung produksi pertanian, sedangkan pertanian menyediakan berbagai aspek yang dibutuhkan oleh pariwisata itu sendiri.

  • 1.    Dampak terhadap Kondisi Lahan di Desa Canggu Perkembangan pariwisata di Desa Canggu sangat berdampak pada lingkungan fisiknya. Adanya alih fungsi lahan untuk akomodasi pariwisata, rumah-rumah penduduk, perkantoran, pertokoan, dan infrastruktur lainnya yang dibangun, jalan-jalan mulai terasa sempit dikarenakan banyaknya pembangunan penunjang pariwisata. Hal yang paling signifikan terlihat adalah pada lahan pertanian yang mulai di alih fungsikan untuk membangun akomodasi pariwisata. Perubahan lahan pertanian di desa ini berubah juga dikarenakan daerah ini telah ditentukan sebagai   kawasan   peruntukan

Jurnal Destinasi Pariwisata Vol. 9 No 1, 2020

pariwisata yang termuat dalam Rancangan Tata Ruang Wilayah Kabupaten Badung tahun 20132033, sehingga pembangunan berupa akomodasi pariwisata dan usaha pariwisata lainnya dapat berdiri sesuai dengan izin yang berlaku.

Gambar 4.1 Peta Desa Canggu

Sumber: www.googlemaps.com, 2020

Dampak negatif yang telah muncul seiring dengan dampak positif yang diterima dengan adanya alih fungsi lahan pertanian ke sektor pariwisata dan secara perlahan menyebabkan lahan pertanian di Desa Canggu berkurang setiap tahunnya. Sunarta (2015), dalam penelitiannya juga menegaskan dengan adanya perkembangan pariwisata di Desa Canggu melalui pembangunan akomodasi pariwisatanya telah memberikan suatu ancaman bagi lahan-lahan pertanian produktif yang mengalami penurunan luas setiap tahunnya. Seharusnya dengan adanya perkembangan pariwisata di suatu daerah dapat memberikan manfaat yang tidak hanya diterima oleh masyarakatnya, namun juga lingkungan yang merupakan wadah dalam memfasilitasi berdirinya akomodasi dan fasilitas pariwisata lainnya juga perlu diperhatikan dan dilestarikan sebagai bagian dari kegiatan pariwisata yang ada. Namun nyatanya, tujuan dari kegiatan pariwisata di beberapa daerah termasuk di Desa Canggu justru memberikan ancaman terhadap lingkungan berupa adanya alih fungsi lahan pertanian.

Sejalan dengan pendapat dari Sumariadhi dan Wijayasa (2012) dalam penelitiannya yang mengatakan bahwa dampak dari kegiatan pariwisata telah menyebabkan adanya penggunaan lahan yang tidak optimal dan menyebabkan menurunnya aktifitas pertanian dikarenakan sektor pariwisata lebih menjanjikan. Penurunan luas lahan pertanian di Desa Canggu

selama lima tahun terakhir dapat dilihat pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Penurunan Luas Lahan Pertanian Tahun 2010-2015

No

Tahun

Luas Lahan Pertanian (Ha)

Jumlah Penurunan (Ha)

Persentase (%)

1

2010

281

-

1

2

2011

278

3

0,99

3

2012

273

5

0,98

4

2013

264

9

0,97

5

2014

255

9

0,96

6

2015

253

2

0,99

Jumlah Total

1.604

28

0,98

Rata-rata/tahun

4,6

Sumber: Diolah dari Data Kuta Utara Dalam Angka Tahun 2016

Berdasarkan Tabel 4.1, dapat dilihat begitu pesatnya penurunan luas lahan yang terjadi di Desa Canggu selama 5 tahun terakhir, terhitung sebanyak 28 Ha yang mengalami alih fungsi lahan menjadi akomodasi pariwisata dan pemukiman penduduk. Peningkatan penurunan luas lahan pertanian terjadi pada tahun 2011 hingga 2013 dan kembali mengalami penurunan jumlah lahan yang beralih fungsi pada tahun 2015 hanya sebanyak 2 Ha. Penurunan luas lahan yang paling signifikan terjadi pada tahun 2013 dan 2014 dengan jumlah penurunan yang sama sebanyak 9 Ha. Penurunan yang begitu pesat tersebut terjadi akibat melambungnya harga lahan yang begitu mahal dan menggiurkan bagi masyarakat Desa Canggu untuk dijual maupun mengontrakan lahan yang mereka miliki guna memenuhi permintaan dari wisatawan terhadap fasilitas pariwisata, serta masuknya investor untuk mengembangkan usaha pariwisata di Desa Canggu. Hal ini menyebabkan minat masyarakat menjadi meningkat untuk mengubah fungsi lahan mereka sebagai media penghubung perkembangan pariwisata tersebut. Penurunan luas lahan pertanian di Desa Canggu maupun di desa-desa lainnya di Bali sebetulnya dapat dikendalikan dengan baik, apabila peraturan mengenai penetapan kawasan pertanian dijalankan dengan tegas. Mengacu pada peraturan berupa Undang-Undang No 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, merupakan peraturan yang dapat mengontrol penurunan luas lahan pertanian dan menjaga agar lahan-lahan pertanian tidak mengalami alih fungsi yang drastis.

Konversi lahan pertanian secara besar-besaran yang digunakan untuk aktivitas non-pertanian, seperti pemukiman, fasilitas umum,

Jurnal Destinasi Pariwisata Vol. 9 No 1, 2020

maupun kepariwisataan, juga sangat mendasar dalam pembangunan di Desa Canggu. Konversi lahan pertanian ke non-pertanian bukan saja menyangkut pada persoalan fisik atau hubungan antara manusia dengan alam, akan tetapi jauh lebih luas lagi. Setiap lahan atau tanah hampir selalu berhubungan dengan salah satu Pura atau kewajiban sosial-religius tertentu. Lahan atau tanah selalu berasosiasi dengan subak, desa pekraman, pemaksan, dan masyarakat. Ancaman terhadap lahan pertanian juga adalah ancaman terhadap pariwisata. Ancaman terhadap keberlanjutan tanah atau lahan pertanian juga berarti ancaman terhadap keberlanjutan budaya Bali pada umumnya. Begitu juga dengan Desa Canggu yang berbasis pertanian, kebudayaan merupakan modal yang utama dalam pembangunan kepariwisataan di Bali umumnya maupun di Canggu pada khususnya. Gangguan terhadap keberlanjutan pertanian juga akan membawa tanda tanya besar bagi keberlanjutan pariwisata. Karena pertanian memberikan “indentitas’ tersendiri bagi pariwisata Bali maupun Desa Canggu secara khususnya. Terutama pada landscape subak dengan sawah yang berteras, berbagai kegiatan keseharian di pertanian yang juga merupakan atraksi wisata dan sebagainya. Tanpa adanya dukungan dari lahan pertanian, dengan berbagai aspeknya langsung maupun tidak langsung, sangat sulit rasanya untuk menjaga keberlanjutan pariwisata di Desa Canggu yang mempunyai identitas. Begitu sebaliknya, tanpa aktivitas pariwisata peningkatan pendapatan pertanian akan bergerak agak lebih lambat.

  • 2.    Dampak Terhadap sumber daya Air Desa Canggu Perkembangan pariwisata yang sangat pesat diikuti oleh pertumbuhan akomodasi dan jumlah penduduk akan membutuhkan sumber daya air yang tidak sedikit, sehingga dapat merusak sumber daya air Desa Canggu. Tidak jarang juga terlihat di lapangan beberapa pihak pemilik akomodasi dan restaurant membuang limbah air mereka ke selokan dan sungai-sungai kecil, tentu akan merusak kualitas air dan perairan di lahan pertanian di sekitar. seperti yang di kemukakan oleh Perbekel Desa Canggu I Nengah Lana, yang mengatakan bahwa:

Dari banyaknya akomodasi, restaurant, laundry dan café yang tersebar, kebanyakan dari mereka tidak memiliki manajemen pengolahan limbah operasional seperti sabun, deterjen, sampah dan lain-lain yang mengandung zat kimia yang memadai. Terkadang limbah operasional yang terlalu banyak, menyebabkan bak penampungan limbah seperti septick tank menjadi cepat penuh, dan sistem pengurasan limbah cair juga terkadang

lambat, sehingga bisa menyebar ke dalam kali maupun sungai yang menybabkan tercemarnya air di lingkungan Desa Canggu”

Berdasarkan hasil survey, masyarakat yang memanfaatkan sumur dangkal sebagai sumber air, mengeluh karena air sumurnya sudah mengalami pencemaran dan penurunan muka air sumurnya. ini menunjukan masyarakat sudah mengalami kesulitan air bersih, apalagi di musim kemarau. Pada akhirnya penduduk beralih untuk memanfaatkan air tanah dalam (sumur dalam/sumur bor) dengan dalam berkisar antara 40-50 meter. Hal ini bisa dilihat dari wilayah Desa Canggu tepatnya pada Banjar Adat Pipitan yang jumlah hotel dan laundry yang tinggi dari wilayah lainnya. Akibatnya pencemaran limbah hotel dan laundry sangat membahayakan perairan pertanian yang menyebabkan kualitas hasil pertanian menjadi berkurang. Demikian pula halnya untuk akomodasi/penginapan, yang pada umumnya lebih memilih memanfaatkan air tanah (sumur bor) dengan alasan relatif lebih mudah mendapatkannya dan kualitasnya lebih baik dibandingkan dengan air tanah bebas/dangkal meskipun dengan biaya yang relatif besar.

Gambar 4.2 Kondisi saluran irigasi Desa

Canggu

Sumber: Dokumentasi, 2020

Keadaan tersebut juga sangat berpengaruh kepada saluran irigasi subak ke masing-masing lahan pertanian yang juga mengalami pencemaran. Terkadang masyarakat mendapati lahan pertanian mereka tercemar limbah dan juga sampah. Hal ini sangat berpengaruh terhadap keberlansungan Subak di Desa Canggu, seiring terjadinya transformasi tata guna lahan persawahan ke tata guna lahan pemukiman yaitu villa, Hotel, Bar, Restoran, dan Homestay, yang terjadi di Desa Canggu, akan mempengaruhi struktur ruang Kawasan Desa Canggu itu sendiri. Hal tersebut juga dikarenakan adanya dorongan masyarakat Desa Canggu yang ingin merubah taraf hidupnya agar lebih baik dari segi perekonomian, mengingat harga tanah yang sangat menggiurkan di daerah ini walaupun hanya sekedar kontrakan tanah saja dan secara perlahan telah menggeser budaya bertani yang ada di desa ini.

Jurnal Destinasi Pariwisata Vol. 9 No 1, 2020

Melihat fenomena tersebut pelan namun pasti kebanyakan masyarakat di Desa Canggu akan meninggalkan sektor pertanian dan beralih ke sektor pariwisata, terutama pada generasi muda lebih tertarik bekerja di sektor pariwisata ketimbang menjadi petani, dan kelestarian maupun keberlangsungan pertanian sawah irigasi dan sistem subak juga akan terancam.

III. KESIMPULAN

Berdasarkan pada pemaparan hasil penelitian di atas, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut; Kegiatan pariwisata di Desa Canggu dimulai sejak tahun 1980an dengan adanya wisatawan yang mecari ombak di pantai Canggu untuk kegiatan surfing/selancar. Seiring berjalannya waktu, sampai saat ini Desa Canggu mejadi salah satu tujuan wisata surfing sebagai atraksi wisata di desa ini. Fasilitas-fasilitas pariwisata pun banyak dibangun, mulai dari akomodasi, villa, restoran, café, laundry dan lain-lain. Serta juga penyediaan transportasi pariwisata oleh masyarakat lokal. Infrastruktur penunjang seperti akses jalan, trotoar, lahan parkir sekaligus infrastruktur lampu penerangan jalan (LPJ) di Desa Canggu masih minim, khususnya untuk jalan, saat ini masih cukup sempit sehingga sering terjadi kemacaten.

Luas lahan pertanian di Desa Canggu mengalami penurunan drastis dalam lima tahun terakhir, dari tahun 2010 s/d 2015 sekitar 28Ha, diakibatkan oleh alih fungsi lahan pertanian menjadi akomodasi pariwisata seperti pembangunan restoran, bar, mini market, dan Tourist Information serta pemukiman penduduk. Alih fungsi lahan pertanian

DAFTAR PUSTAKA/REFERENSI

Anonim, 2004. Undang-Undang Sumber Daya Air, Undang-undang RI No. 7 Tahun 2004 Tentang; Sumber Air dan Penjelasannya. Pustaka Widyatama: Yogyakarta

Anom, M. Par., Dr. Drs. I Putu , dkk., 2020. Spektrum Ilmu Pariwisata Mitos Sebagai Modal Budaya Dalam Pengembangan Pariwisata Bali. Jakarta: Kencana Divisi dari Prenadamedia Group.

Bungin, Burham. 2007. Penelitian Kualitatif. Jakarta.

Prenada Media Group

Cooper et. al. 1993. Tourism Principles & Practice.

England : Longman Group Limited

Fandeli. C, 1995. Dasar-Dasar Manajemen Kepariwisataan Alam. Liberty. Yogyakarta

Hanum, I. P. A. A. G. and I. B. Suryawan, 2018. “Pengembangan Potensi Pantai Echo Beach Sebagai Daya Tarik Wisata Di Desa Canggu Kecamatan Kuta Utara,” J. Destin. PARIWISATA, Hariyana, I. K., & Mahagangga, I. G. A. O. (2015). Persepsi masyarakat terhadap pengembangan Kawasan Goa Peteng Sebagai Daya Tarik Wisata Di Desa Jimbaran Kuta Selatan Kabupaten Badung. Jurnal Destinasi Pariwisata, 3(1), 24-34.

Marpaung, Happy. 2002. Pengetahuan Kepariwisataan.

Bandung. Penerbit Alfabeta

menjadi pariwisata tersebut, berpengaruh pada kondisi air di Desa Canggu, banyaknya usaha villa, restoran, café, maupun laundry, kebanyakan tidak memiliki manajemen penampungan limbah cair yang baik sehinnga mencemari aliran kali maupun sungai di Desa Canggu tepatnya di daerah Banjar Adat Pipitan yang jumlah hotel dan laundry yang tinggi. Hal tersebut mengakibatkan pencemaran dan penurunan muka air sumur bagi warga yang memanfaatkan sumber air/sumur tanah dangkal serta pengairan di sawah mereka. Mulai dari adanya alih fungsi lahan, penurunan muka air tanah dan tercemarnya sumber daya air mengakibatkan kualitas produksi pertanian menjadi menurun, begitu pula telah tergesernya budaya bertani dan sistim Subak di Desa Canggu yang dulunya berjalan normal sebelum berkembang pesatnya pariwisata di desa ini.

Saran untuk pemerintahan Desa Canggu hendaknya dilakukan penyuluhan mengenai tidak hanya dampak positip tapi juga dampak negatif dari berkembangnya pariwisata bagi kehidupan masyarakat di desa. Pembentukan peraturan yang ketat mengenai perlindungan terhadap lingkungan khususnya lahan pertanian beserta sistem subak dan sumber daya airnya. Bagi masyarakat Desa Canggu, perlu meningkatkan pemahaman tentang bagaimana dampak-dampak negatif akibat berkembangnya pariwisata, guna menjaga kelestarian lingkungan pertanian dan sistem Subaknya yang sudah menjadi warisan budaya dunia.

Pendit S, Nyoman. 2002. Ilmu Kepariwisataan. Jakarta : Pradnyana Paramitha

Pitana, I Gde. dan Surya Diarta, I Ketut. 2009. Pengantar Ilmu Pariwisata. Yogyakarta : Penerbit Andi

Permilasari, N.K. and Arida, I.N.S.,  2014. Bentuk

Pengelolaan Pantai Batu Bolong Sebagai Daya Tarik Wisata Surfing di Desa Canggu, Kecamatan Kuta Utara, Kabupaten Badung. Jurnal Destinasi Pariwisata, 2(2), pp.37-48.

Richard, T.; Michalis, H.;Rachel, N. dan Joseph J. 2011. The impac of the tourism industry on freshwater resources in countries in the Caribbean, Mediterranean, North Africa and other regions Research project for the Travel Foundation. UK: Tourism Concern

Sunarta, 1994. Studi dampak perkembangan hotel terhadap potensi air Sungai Ayung di Desa Kedewatan, Ubud,  Bali.  Thesis S2 Ilmu

Lingkungan PPS UGM. Yogyakarta: PPS UGM

Sunarta, 2012. The Existence of Subak inside the Northern Kuta Tourism Area, Bali. IOP Conference Series: Earth and Environmental Science 313  (1),

012012

Sunarta, 2015. Dampak Perkembangan Usaha Akomodasi Terhadap Sumber Daya Air di Kecamatan kuta

Jurnal Destinasi Pariwisata Vol. 9 No 1, 2020

Utara Kabupaten Badung  Bali.  Program

Pascasarjana, Universitas Udayana, Bali, 2015

Sunarta, 2018. Perkembangan Pariwisata dan Krisis Air, Kalian Dampak pengembangan Pariwisata di Kuta Utara Badung Bali. Yogyakarta: Janitra Wira Media

Sunlu, U.,  2003. Environmental impacts of tourism.

In Conference on the Relationships between Global Trades and Local Resources in the Mediterranean Region (pp. 263-270).

Sujarweni, Wiratna. 2014. Metode Penelitian: Lengkap, Praktis dan Mudah Dipahami. Yogyakarta: PT Pustaka Baru.

Suryawan, I. B., & Mahagangga, I. G. A. O. (2017). Penelitian Lapangan 1. Denpasar: Cakra Media dan Fakultas Pariwisata Universitas Udayana.

Suyitno. 2001. Perencanaan Wisata. Yogyakarta: Kanisius.

Sugiyono, 2014. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung : Alfabeta.

UNEP, 2003. Water Supply and Sanitation Coverage in UNEP Regional Seas, Need For Regional Wastewater Emission  Targets? Section II:

Treatment:  Dicussion  Paper.UNEP/GPA,  The

Hague, The Netheekands

Wall, J. and Matheison A. 2006. Tourism: Change, Impact, and Opportunities. Canada: Pearson Collage Division

Yayasan Wisnu, 2001. Salah Urus Pengelolaan Air di Gumi Bali, Belajar dari Kasus Kabupaten Badung. Denpasar. Yayasan Wisnu

Yoeti, Oka A. 1996. Pengantar Ilmu Kepariwisataan. Bandung : Penerbit Angkasa.

Z. Alih and F. Lahan. 2014. “Alih Fungsi Lahan Perkebunan Menjadi Daerah Pariwisata Dalam Perspektif Tata Ruang,”

https://www.google.com/maps/place/Canggu,+North+Ku ta,+Badung+Regency,+Bali/@-

8.6394847,115.1225063,14z/data=!3m1!4b1!4 m5!3m4!1s0x2dd23861f4589665:0x5030bfbca8 2fd30!8m2!3d-8.6478175!4d115.1385192

https://badungkab.bps.go.id/publication/2016/07/29/dc 755df1a8e4d605dc72ce2b/kecamatan-kuta-utara-dalam-angka-2016.html

233